Sabtu, 14 Januari 2017

Teori Evolusi Darwin Versus Teori Bare Lesang Prof. Lamboruso

Oleh: Muhammad Munir
Rumah Kopi dan Perpustakaan (Rumpita) Kandemeng kerap secara kebetulan menjadi ruang yang tiba-tiba saja mengubah takdirnya sebagai aula untuk diskusi budaya. Adalah Tammalele atau Abdul Mujib alias Prof. Dr. Lamboruso dan atau siapalah. Yang pasti saya seketika tersedak ketika mendengar sebuah cerita yang kira-kira judulnya adalah "Bare Lesang" (Pembagian barang ala monyet).

Suatu ketika terjadi kesepakatan antara kucing dan anjing disebuah halaman rumah Lamboruso. Kesepakatan itu lahir dari sebuah kondisi yang menyebabkan keduanya harus bekerja sama untuk mendapatkan makanan. Si Kucing yang lihai memanjat didaulat untuk mendapatkan seekor ikan asing diatas bate-bate (tempat penyimpanan ikan dan kayu bakar diatas tungku dapur). Kesepakatan kedua intinya, jika ikan tersebut jatuh sampai ke tanah, maka ikan tersebut adalah jatah anjing, demikian juga sebaliknya. Maka dengan penuh optimisme yang tinggi, kucing segera beraksi dan memanjat sampai keatas bate-bate. Entah karena lompatannya kurang cermat, ikan yang menjadi targetnya lepas dan jatuh hingga menyentuh tanah.

Jika keduanya konsisten, maka anjinglah yang mempunyai hak penuh untuk barang yang jatuh ke tanah tersebut. Tapi Si Kucing mencoba persuasif dan menggoda Si Anjing. Awalnya anjing bersikukuh untuk mempertahankan dan menganggap Si Kucing tidak konsisten. Namun lagi-lagi si Kucing berdiplomasi bahwa "Matindoi adaq muaq diang assamaturuang" (Hukum menjadi gugur ketika terjadi kesepakatan). Karna Kucing tidak menggugat, maka Si Anjing tergugah untuk berbagi demi menjaga persahabatan keduanya. Maka kesepakatan keduanya terjadi. Ikan di bagi dua dan pembagiannya mesti imbang.

Masalah kemudian muncul ketika tiba pada proses menyeimbangkan bagian masing-masing. Dalam kondisi seperti itu, Monyet (Lesang) datang memberi solusi dengan menawarkan jasa timbangan (dacing). Keduanya sepakat untuk menerima tawaran Si Monyet. Monyet pasang wibawa dan menjaga sikap agar Si Anjing dan Si Kucing bisa menerima hasil pembagian ala monyet. Monyet menimbang ikan untuk pembagian yang adil.. Tentu saja tidak bisa imbang, karena jasa yang ditawarkan Si Monyet hanya modus belaka. Si Anjing protes karena takarannya tidak seimbang, demikian juga Si Kucing.

Solusi yang ditawarkan si Monyet adalah dengan silih berganti mengambil sedikit demi sedikit ikan yang ada di timbangan tersebut. Hasilnya selalu tidak seimbang, dan tentu saja monyet mendapat kesempatan untuk terus mengurangi takaran secara bergantian. Hingga tanpa sadar, Monyet menghabiskan ikan tersebut.

Cerita ini mungkin tidak menarik, tapi ada hal yang bisa ditarik sebagai pelajaran dan hikmah tentang methode "Bare Lesang" yang di negara kita sistem ini bukan hal baru. Saya tentu tidak harus menjelaskan lagi siapa sebagai apa, tapi siapa melakukan apa dan sampai pada apa dan siapa yang melakukan. Monyet memang punya takdir yang lebih beruntung hadir mewarnai berbagai peradaban dunia, karena monyet lahir sebagai binatang dan manusia menjadikannya sebagai jenis hewan homosimbolitikum. Tak perlu meneliti fosil monyet sebagai homosimbolitikum, sebagaimana homosoloensis, homowajakkensis dan homo-homo lainnya.

Cukup hari ini kita baca teori Charles Darwin yang mengatakan bahwa manusia berasal dari monyet. Sampai disini, mungkin tak penting buat kita menyerapahi Darwin dengan menarasikan berbagai sanggahan dalam bentuk hasil penelitian dan karya ilmiah, sebab saya yakin Darwin-lah monyet itu, dan monyet itu bisa saja dari Darwin. Monyet sungguh beruntung, punya garis tangan dan guratan dahi yang dipenuhi bulu yang memang nyaris sebentuk dengan postur manusia. Sepanjang sejarah peradaban manusia, monyet memang menjadi satwa yang unik, dilindungi habitatnya, dijaga dan kadang dieksploitasi karena hanya modal topeng, maka model monyet berubah jadi topeng monyet. Lagi-lagi monyet bisa jadi modal.

Lalu apa rahasia tuhan dengan melestarikan hewan yang berjenis monyet ini? Entah kebetulan atau apa, yang pasti pamor monyet menjadi begitu meroket ketika manusia ikut menanggapi pernyataan Bapak Monyet sedunia (Charles Darwin). Dan hari ini, saya melihat teori Darwin masih kurang lengkap, sebab ternyata di Indonesia ada monyet dan manusia yang hampir tak bisa dibedakan antara keduanya. Ada monyet yang dipelihara oleh manusia, ada manusia yang dijaga monyet, ada manusia yang jadi monyet, dan ada monyet yang punya kemampuan sama dengan manusia. Lalu apakah monyet adalah manusia atau manusia adalah monyet? Anggap ini sekedar upaya untuk memanusiakan monyet tanpa harus memonyetkan manusia, sebab tanpa itu, monyet di Indonesia tak akan mampu kita hilangkan jejaknya, sebab ia dijaga-dilindungi oleh manusia. Bahkan tabiat, karakter dan sifat monyet dibudayakan selain sebagai pembudidaya monyet.

Terkait karakter dan sifat monyet, secara bentuk dan sifatnya yang serakah, monyet memang sosok yang tepat dengan tabiat itu. Ketika monyet melihat makanan, ia pasti menjadi yang paling rakus, mulutnya ia suapi sampai tersumpal, tangan dan kakinya pun penuh dengan makanan, bahkan melihat temannya dapat makanan, ia sudah pasti menyergap untuk coba merebut. Itulah monyet, bahkan ketika terpaksa harus membagi makanan, pembagiannya pasati dengan teori monyet.
Sampai disini, saya minta manusia jangan marah ketika membaca narasi yang menyandingkan nama monyet dengan manusia, sebab monyetpun belum tentu terima, bahkan boleh jadi, monyet juga marah dan menggugat karena malu namanya dicatut dan diserupakan manusia oleh manusia.

Mengoreksi Koruptor ala Monyet

Monyet mungkin hanya akan menjadi sejarah sebab Darwin mengapresiasinya. Tapi ketika monyet menjadi jati diri manusia, maka namanya bukan lagi monyet, tapi ia menjadi koruptor. Koruptor itulah monyet yang dimaksudkan oleh Charles Darwin. Lihatlah pejabat kita yang korupsi. Bukankah monyet bisa lebih berharga dari pada para koruptor. Korupsi yang mendarah daging di Indonesia adalah wujud dari teori evolusi sekaligus eksploitasi yang melupakan jati diri sebagai manusia. Apakah ketika manusia menjadi monyet, maka monyet akan bersuka ria? Tidak. Ia mungkin sedih, sebab hutan-hutan akan dibalak, habitat mereka dihutan tentu punah. Ketika Koruptor menjadi-jadi, maka musnahlah monyet secara hakiki. Sebab habitatnya punah, jati dirinyapun diambil alih oleh manusia.

Monyet berdasi itu semakin menyulitkan, menyulitkan kawanan monyet lain, menggagalkan upaya kita untuk menempuh jalur bisnis yang lurus, bersih dan jujur. Meski urusan bisa berjalan lancer, namun budaya saling pengertian bahkan semua bisa diatur sesuai dengan keinginan dan hawa nafsu. Inilah yang menggurita dan sangat berdampak buruk bagi individu, masyarakat dan negara. Pelaksanaan tender  proyek di instansi pemerintahan misalnya, seperti proyek pengadaan barang dan jasa, pembangunan, bahkan sampai dengan kasus PAPA minta SAHAM Freeport dan lain-lain.
Semua akhirnya berjalan tidak sesuai yang diharapkan dan jauh dari apa yang namanya profesional. Nilai kontrak dalam pengadaan barang sering kali di ma­rk up atau digelembungkan terlebih dahulu sesuai dengan kesukaan mereka sebelum dilaksanakan dan dikerjakan oleh rekanan atau kontraktor. Dan sudah bukan rahasia umum lagi, bahwa setiap pegawai yang melaksanakan pekerjaan seperti itu akan mendapat bagian atas tanda tangannya tentunya. Padahal mereka semua sudah mendapatkan gaji dari pemerintah atau negara. Bagaimana uang seperti itu bisa mengalir kepada mereka, padahal tidak ada dalam perincian anggaran.

Oh monyet, ini bukan lagi sebatas teori, yang pasti saat mark up dilakukan, upeti dijalankan, hasil kerja tidak akan sesuai dengan yang diharapkan dan jauh dari apa yang namanya profesional. Karena sering kali saling pengertian tersebut ditempuh, secara otomatis akan menurunkan komponen dan spesifikasi pekerjaan. Meskipun pekerjaan seperti itu, semua bisa lolos dari unsur pengawasan dan pemeriksaan, semua karena “SALING PENGERTIAN”


Kini saatnya monyet berdasi itu dikarantina, direhabilitasi untuk kembali menjadi manusia, sebab jika tidak bahkan monyetpun akan berdemo, karna hak-hak mereka yang azasi telah dicaplok oleh manusia. Hentikan teori Bare Lesang !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar