Minggu, 17 Maret 2024

USMAN SUIL || RENUNGAN RAMADHAN (07)


Dituliskan untukmu berpuasa

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيۡكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ
"Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,"
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 183)

Hal menarik dalam ayat ini adalah dari kata "Kutiba" yang artinya diwajibkan. Padahal kalau dilihat dari segi bahasa seharusnya memakai kata "furidha" (yaa ayyuhalladzina aamanu furidha) atau "wujiba" (yaa ayyuhalladzina aamanu wujiba)  yang artinya diwajibkan. Seperti niat shalat yang memakai kata "Fardh". Tetapi pada ayat ini memakai kata yang berbeda tetapi memiliki arti yang sama, yakni sama-sama mempunyai arti "diwajibkan."

Kalau dikembalikan dari makna aslinya dari kata "kutiba" berarti "telah dituliskan" bukan "diwajibkan" tetapi seluruh umat islam sepakat kalau artinya adalah diwajibkan dan corak tafsir fiqhi ini sangat populer di kalangan Muslim. Penceramah-penceramah di mesjid ketika membacakan ayat puasa ini semuanya mengartikan yang sama yakni "diwajibkan" bukan "dituliskan" sebagaimana dari kata dasar aslinya. Barangkala memang kita tidak pernah terpikirkan kesana atau karena memang sifatnya sangat rahasia.

Terkait hal ini, ada satu ulama Indonesia yang pernah menyinggung makna kutiba pada ayat puasa ini, beliau adalah Prof. Dr. K.H. Abdul Syakur Yasin, M.A, yang dikenal sebagai Buya Syakur, beliau yang tidak lama ini telah tutup usia semoga amal ibadahnya diterima disisi-Nya. Heningkan cipta sejenak untuk mengirimkan surah al-fatiha untuk beliau. Al-Fatihah. Aamiin..

Beliau menafsirkan kata kutiba tersebut sebagai perintah puasa yang kewajibannya secara tertulis dan juga tanda bahwa puasa itu sangat penting. Beliau membagi dua jenis perintah dari Allah. Yaitu perintah secara lisan dan yang lainnya perintah secara tulisan. Puasa termasuk perintah secara tulisan. Beliau melanjutkan dengan memberikan perumpamaan seperti halnya undangan dalam suatu acara yang ditulis kemudian di stempel lalu ditanda tangani. Seperti itulah perintah puasa yang distempel secara resmi oleh Allah. Untuk itu kata perintah  ayat dalam ini memakai kata kutiba yang artinya dituliskan.

Sementara menurut K.H. Musta'in Syaifi'i bahwa kata kutiba memilki perspektif psikologis. Makna kata "kutiba" (dituliskan) menjadi lebih memandang bahwa manusia itu sesungguhnya telah dicatat oleh Allah Swt untuk berpuasa. Bermakna pula bahwa sejatinya manusia telah digariskan atau ditakdirkan oleh Allah untuk melakukan puasa. Utamanya puasa ramadhan. Berpuasa berarti menahan hawa nafsu walaupun hawa nafsunya telah dihalalkan. 

Lantas, hal apa yang bisa dijadikan pelajaran? Terlepas dari kedua makna yang telah disampaikan diatas bahwa al-Quran memilki begitu banyak rahasia di dalamnya. Sebagaimana kata Sahabat Nabi Ali bin Abi Thalib, "setiap huruf pada ayat Allah memiliki empat puluh makna dan disetiap satu makna memilki empat puluh kandungan rahasia." Seumur hidup pun hanya untuk mempelajari Al-Quran tidak akan cukup mengurai semua makna-makna di dalamnya. Terbukti sudah ratusan bahkan ribuan kitab tafsir al-quran yang dikarang oleh para ulama-ulama Islam yang isinya tetap saja berbeda-beda. 

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

ذَٰلِكَ ٱلۡكِتَٰبُ لَا رَيۡبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى لِّلۡمُتَّقِينَ
"Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa," (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 2)

Doa hari ketujuh

اَللَّهُمَّ أَعِنِّيْ فِيْهِ عَلَى صِيَامِهِ وَ قِيَامِهِ وَ جَنِّبْنِيْ فِيْهِ مِنْ هَفَوَاتِهِ وَ آثَامِهِ وَ ارْزُقْنِيْ فِيْهِ ذِكْرَكَ بِدَوَامِهِ بِتَوْفِيْقِكَ يَا هَادِيَ الْمُضِلِّيْنَ

Artinya : Ya Allah, bantulah aku untuk berpuasa dan shalat malam serta jauhkan aku dari kesia-siaan dan perbuatan dosa. Anugrahi aku di dalamnya dengan dawamnya ingat pada-Mu dengan taufik-Mu wahai yang menunjuki orang tersesat

DESA PAMBUSUANG DALAM LINTASAN ANTROPOLOGI SEJARAH (01)

DESA PAMBUSUANG DALAM LINTASAN ANTROPOLOGI SEJARAH (1)
by Ahmad M. Sewang 

Pendekatan antropologi sejarah adalah upaya memahami suatu masyarakat dengan memperhatikan wujud praktek keagamaan dalam sebuah  perkembangan. Motivasi yang mendorong penulis meneliti desa ini adalah ketika mendengar pernyataan seorang dosen UNM di sebuah pertemuan bahwa Desa Pambusuang yang berpenduduk sedikit tetapi terbanyak memproduksi ulama dan ilmuan di Sulawesi Barat. Mendengar itu saya mulai mengumpulkan peristiwa-pristiwa penting dalam sejarah desa ini. Hasilnya saya kirim ke beberapa tokoh dan WA untuk dikritisi. Dengan tujuan yang sama kita rencanakan untuk merencanakan seminar di desa ini setelah lebaran nanti dengan mengundang mereka yang sementara studi atau bekerja di  luar. Saya sadar seperti ungkapan Imam Syafii, "Semakin banyak saya tahu, semakin banyak yang saya tidak tahu." Mengingat ilmu Tuhan begitu luas, sedang umur manusia terbatas(Lihat QS al Kahfi 109).
Desa Pambusuang  berada di Kabupaten Polman, Provinsi Sulawesi Barat km 286 sebelah utara kota Makassar. Desa ini terbelah dua oleh jalan poros yang membentang di tengah dari Timur ibu kota kabupaten Polewali menuju Barat ke kota Majene. Di sebelah utara desa terbentang gunung yang disebut gunung Lego dan di sebelah selatan terdapat teluk yang disebut teluk Mandar. Menurut salah seorang guru Pesantren, Ilham Sopu bahwa jumlah murid ibtidaiyah, Stanawiyah, dan Aliyah yang tergabung dalam Pesantren Nuhiyah sekitar400 murid. 

Ulama pertama kali yang menyebarkan Islam dan mermelahirkan banyak ulama dari generasi ke generasi adalah KH Muhammad Nuh yang diperkirakan lahir pada abad ke-19. Karena itu namanya diabadikan dalam bentuk lembaga pesantren bernama Pesantren Nuhiyah.
Dari KH Muhammad Nuh kemudian memunculkan generasi berikunya, yaitu K. H. Muhammad Tahir (Imam Lapeo), selanjutnya generasi K. H. Sahabuddin (Annangguru Hawu), K. H. Muh. Yasin (Annangguru Kacing), K. H. Muh. Alwi (Annangguru Kaiyyang), kemudian generasi K. H. Muhammad Saleh, K. H. Abd. Galib (Annangguru Gale), K. H. Abd Hafid, K. H. Ismail, K.H. Sayyid Thaha, K.H. Abd. Hadi, KH. Muh. Said, K. H. Abdullah dan K. H. Abd. Rasyid (Imam Sawang). Para generasi di atas, kemudian disusul generasi berikunya, yaitu
Generasi K. H. Muh. Yasin, K. H. Abdurrahman, K.H. Syauqaddin dan K. H. Muh. Alwi. Kemudian lahir generasi  terakhir sebagai pembina pengajian di Pambusuang sekarang, di antaranya K. H. Muh. Bisri Jinis (pengasuh pondok pesantren Nuhiyah sekarang), KH. Abd. Syahid Rasyid (Ketua MUI Polman/pengaruh pondok pesantren Jare'je Pambusuang), K. H. Muhasib Kamaluddin dan K. H. Herman Aziz. Generasi terakhir ini, mereka tdak lagi berguru langsung secara fisik pada generasi ulama  di atas (KH. Hafid)

Generasi sekarang yang konsen pada pengajian dan pendalaman nahwu sharaf yang langsung  pada praktik pengajian kitab kuning secara terus menerus setiap hari dalam bentuk halakah adalah KH Syahid Rasyid. Di samping Pesantren Nuhiyah yang pengasuhnya melakukan pengajian kitab kuning di masjid Jsmi' Pambusuang, maka dapat diprediksi masa depan akan banyak melahirkn ulama. Bahkan informasi yg didapatkan, generasi santri muda di Pambusuang (khususnya di ponpes Jare'je) sudah biasa dalam pengajian membaca kitab-kitab standar atau kitab kuning yang lain. Perlu diketahui, setiap bulan suci Ramadhan, Pambusuang didatangi para santri musiman
belajar nahwu saraf selama satu bulan Ramadhan dari berbagi daerah di Suawesi Selatan dan Barat.

Setelah mencoba meneliti secara sambil lalu desa ini, mulai saya rethinking bahwa andai belum doktor, saya akan jadikan desa ini sebagai objek penelitian karena begitu menarik tentang potensi sumber daya insan yang dimiliki desa ini. Saya berdoa semoga ada generasi baru bisa melanjutkannya dalam bentuk penelitian disertasi, saya meneliti Islamisasi Gowa ketika dapat kesempatan riset selama setahun di Leiden University karena belum melihat ada penelitian yang menarik di Mandar. Itu juga alasan untuk menyebarkan tulisan in agar ada mahasiswa doktoral menelitinya. Sekali lagi bahwa saya merasa gembira jika ada generasi baru menjadikan desa ini sebagai objek peneletian disertasi, selain itu saya harap pada pembaca yang ingin para netizen menkritisinya nanti setela selesai semua ditelaah, berhubung karena tulisan ini berseri. Jadi alangkah sempurnanya jika nanti selesai  semua dibaca, baru dikritisi. Saya bereharap setelah sekesai lebaran saya mengundang turun ke Pambusuang untuk seminar tentang sejarah desa ini   dengan mengharapkan seluruh terpelajar penduduk hadir pada seminar nanti di desa ini. Sebagai orang yang lahir di desa ini, maka saya telah menulis biografi dan auto biografi pribadi yang diharapkan sebagai bahan yang bisa melengkapi⁰⁰ para peneliti yang berminat nanti. (Bersambung)

Wasalam,
Komleks GFM,  18 Maret 20240