Sabtu, 16 Maret 2024

USMAN SUIL || RENUNGAN RAMADHAN (06)


Menumbuhkembangkan Sikap Wara'

Ada dua penyebab seseorang hanya akan mendapatkan lapar dan haus di bulan suci ramadhan, yaitu kebodohan dan kurangnya kehati-hatian. Sikap menyepelekan sesuatu adalah pangkal dari segala perbuatan maksiat. Ketidakhati-hatian inilah yang membuat kita selau merasa aman melakukan maksiat. Tidak memiliki tanggung jawab juga dikarenakan sikap wara tidak pernah kita tekuni. Korupsi dan kolusi mudah terpapar kepada para pejabat karena tidak memiliki sikap kehati-hatian. Banyak pejabat tidak amanah karena juga tidak menumbuhkan sifat wara dalam dirinya.

Begitu besar kasih sayang Allah yang selalu memberikan jalan kepada setiap hambanya termasuk dalam ibadah puasa sebagai jalan menempuh kemuliaan. Ibadah puasa mengajarkan sikap wara'. Kembali dari definisi wara adalah kehati-hatian maka puasa termasuk cara untuk menumbuhkembangkan sifat wara'. Dalam puasa kita tidak diperbolehkan makan, minum dan jima'. Artinya sesuatu yang halal pun dilarang  maka bagaimana dengan yang haram? Bukankah ini bisa dikatakan bahwa puasa itu mengajarkan wara?

Dasar bagi keutamaan ruhaniah adalah apa yang telah diharamkan Allah. Oleh karena itu maqam kesucian seseorang ditentukan dari semampu apa ia menjauhkan diri dari perkara yang haram. Ketika menekuni sikap wara pada setiap prilaku akan memudahkan seseorang untuk melepaskan diri dari apa yang telah dilarang Tuhan. Puasa melampaui ini semua dengan kata lain puasa adalah wara diatas wara (wara plus). Karena puasa merupakan neraca tahunan bagi umat Islam untuk menginstropeksi diri sejauh mana ia telah menjauhkan diri dari perkara haram dan sedekat apa ia telah melaksanakan perintah-perintah-Nya. 

Diriwayatkan bahwa Imam Ali Zainal Abidin pernah berkata: "berdusta dalam masalah-masalah sepele akan melahirkan melakukan keberanian-keberanian dalam masalah besar." Berarti seseorang yang apabila menyepelekan setiap perkara dosa sekecil apapun itu akan menuntun dirinya untuk melakukan dosa besar lantaran tidak mengajari dirinya untuk bersikap wara.

Ketika output puasa adalah "takwa" maka kendaraan yang pas untuk dipake bagi setiap sopir adalah sikap wara'. Karena dengan wara' ia akan lebih hati-hati terhadap segala sesuatu yang dianggap ragu atasnya. Akan menolak barang yang syubhat, perkara yang tidak diketahui halal-haramnya. Sufyan Ats-Tsaury menegaskan: "saya tidak melihat yang lebih mudah ketimbang wara'. Jadi apa yang mengganjal dalam dirimu tinggalkan saja."

Suatu ketika Rasulullah mendengar seorang perempuan memaki-maki budaknya pada bulan Ramadhan, beliau pun memanggil perempuan itu kemudian menyuruhnya untuk berbuka puasa. Perempuan itu menjawab: innii sho'imah (aku berpuasa). Rasulpun berkata: bagaimana mungkin kamu berpuasa sedang kamu memaki-maki budakmu." Juga suatu ketika seseorang berkata kepada Nabi, bahwa seseorang telah berpuasa di siang hari menghabiskan malamnya untuk shalat tetapi lidahnya menyakiti tetangganya. Nabi menjawab: dia di neraka." 

Rasulullah bersabda: 

كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوْع وَالْعَطْش 

Artinya, “Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan sesuatu dari puasanya kecuali rasa lapar dan dahaga” (HR An-Nasa’i).

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

فَوَيۡلٞ لِّلۡمُصَلِّينَ ٱلَّذِينَ هُمۡ عَن صَلَاتِهِمۡ سَاهُونَ
"Maka celakalah orang yang sholat, (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap shalatnya." (QS. Al-Ma'un 107: Ayat 4-5)

Orang yang lalai dalam shalatnya adalah mereka yang apabila shalat tidak menghadirkan kehati-hatian, karena tidak kehati-hatiannya itulah yang membuat dirinya pamer ketika shalat sebagaimana diperjelas pada ayat berikutnya.

ٱلَّذِينَ هُمۡ يُرَآءُونَ
"yang berbuat riya'," (QS. Al-Ma'un 107: Ayat 6)

Jadi supaya ibadah kita tidak hanya pada kekeringan tenggorokan dan kekosongan perut, maka berusaha semaksimal mungkin untuk menumbuhkembangkan prilaku wara'. Melatih agar menjadi lebih kuat sehingga kita termasuk orang yang panen banyak di bulan ini. Wallahu a'lam bisshowab.

Doa hari keenam

اَللَّهُمَّ لاَ تَخْذُلْنِيْ فِيْهِ لِتَعَرُّضِ مَعْصِيَتِكَ وَ لاَ تَضْرِبْنِيْ بِسِيَاطِ نَقِمَتِكَ وَ زَحْزِحْنِيْ فِيْهِ مِنْ مُوْجِبَاتِ سَخَطِكَ بِمَنِّكَ وَ أَيَادِيْكَ يَا مُنْتَهَى رَغْبَةِ الرَّاغِبِيْنَ

Artinya : Ya Allah! Janganlah Engkau hinakan aku di bulan ini karena perbuatan maksiatku terhadap-MU, dan janganlah Engkau cambuk aku dengan cambuk balasan-MU. Jauhkanlah aku dari hal-hal yang dapat menyebabkan kemurkaan-MU, dengan kelembutan dan ketinggian rahmat-Mu, Wahai pegangan terakhir orang-orang yang berkeinginan

Usman Suil.