Assalamu
Alaikum Wr. Wb.
Hamdan
wa Syukran Ilallah, Shalatan wa Salaman ‘ala Rasulillah. Pertama-tama, atas
nama pribadi dan keluarga, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada
Pemerintah Sulawesi Barat terutama Adinda Muhammad Munir dan semua yang
terlibat dalam proses penerbitan buku ini. Terima kasih, telah bersedia
meluangkan waktunya untuk melacak jejak Hj. Maemunah Djud Pantje yang notabene
kakak kami dari pihak ayah, Muhammad Saleh. Kami tentu bahagia, sebab tiba-tiba
saja keluarga kami dari Baruga Majene menelpon ke Makassar sekaligus
menyambungkan kepada Dinda Muhammad Munir. Hari itu Munir menyampaikan hasil
penjejakannya terhadap sosok Maemunah mulai dari kampung kelahirannya sampai ke
tempat pemakaman terakhirnya di Pekuburan Dadi Makassar.
Upangipi
sala toi, jika kemudian buku ini bisa terbit, sebab selama ini kami tak
pernah berfikir membukukan apalagi harus membentuk tim penulis untuk menuliskan
jejak Maemunah sebagai sosok pejuang, sebab keluarga kami berjuang adalah
pilihan hidup, lain tidak. Jika saja Memunah berfikir sebagai pribadi, ia tentu
tetap menjadi guru atau pejabat pemerintah Hindia Belanda. Dengan demikian, ia
bisa menikmati hidup dengan nyaman dan berlimpah materi. Tapi pilihan untuk
berjuang bersama rakyat adalah keputusan yang tak mungkin dicegah. Begitupun
konsekwensi atas perlawanan yang dilakukannya harus membuatnya menderita,
bahkan nyaris seumur hidupnya ia habiskan demi perjuangan mempertahankan dan mengisi
kemerdekaan. Saya sekeluarga ikut merasakan bagaimana rasanya hidup dalam
kungkungan penjajahan.Betapa masa-masa pergolakan di Mandar ikut membuat kami
harus terusir dari tanah kami dilahirkan.
Sebagai saudara, Maemunah adalah
sosok yang akan terus kami banggakan. Tak peduli apakah sebagai pejuang ia
diberi penghargaan atau tidak. Sebab harga yang telah dibayarkan Maemunah
selama hidupnya tentu tak akan mampu kami takar. Terlebih jika harus menggunakan
nama besarnya untuk ajang gagah-gagahan. Maemunah adalah guru , pejuang yang
tak kenal kompromi. Bagi kami dan bagi Maemunah sendiri memilih hidup
bermanfaat bagi sesama, ia ingin hadir membahagiakan, bukan untuk membahayakan.
Itulah makanya, nyaris selama hidupnya ia tetap berjuang guna memberi manfaat
pada Mandar dan bangsa Indonesia.
Sebagai keluarga, kami tau dan kami
faham. Sejak wafatnya, ia dimakamkan di Pekuburan Dadi Makassar bersama ribuan
warga masyarakat Makassar. Tak ada yang istimewa dari makamnya. Tak ada penanda
yang mencerminkan sebagai sosok pejuang. Itu kami biarkan, sebab kami bukan
type keluarga yang haus dengan penghargaan dan penghormatan. Kami biarkan
begitu, sebab bangsa ini sejak lahirnya, slogan Bangsa Yang Besar Adalah Bangsa Yang Menghargai Pahlawannya kerap
didengungkan dalam setiap momentum. Dan ketika Dinda Muhammad Munir
berinisiatif menulis buku tentang beliau, praktis kami mendukung sepenuhnya
hingga buku ini lahir sebagaimana adanya. Harapan kami tentu saja menginginkan
jejak beliau bisa kembali dibaca minimal oleh keluarga besar kami, bersyukur
jika kemudian bisa diakomodir sebagai bacaan umum di sekolah-sekolah di Mandar.
Proses lahirnya buku ini juga kami
tak ingin terlibat secara penuh selain mendukung, sebab kami sepenuhnya
memberikan restu dan kewenangan kepada penulis untuk mengungkap dan menyingkap
Sosok Maemunah sesuai data dan fakta yang ada. Kami bahkan tak ingin memberi catatan
apresiasi andai penulisnya tidak memohon dengan sangat. Makanya apresiasi ini
kami buat kepada pemerintah dan kepada penulis saja, sebab yang anda baca pada
buku ini adalah hasil penjejakan murni dan ditulis berdasarkan data yang ada.
Andai kata buku ini kemudian menghasilkan rekomendasi bahwa Maemunah adalah
sosok yang layak diusulkan sebagai Pahlawan Nasional, semua kami serahkan
kepada pemerintah dan kepada masyarakat Mandar Sulawesi Barat.
Akhir kata, semoga semua yang
terlibat dalam proses lahirnya buku ini diberikan umur yang panjang, sehat dan
sukses serta ma’barakka’ diseseta
iyanasanna. Amin.
Makassar,
30 September 2021
ABRAR