Selasa, 06 Februari 2024
PAMENANGAN
Senin, 05 Februari 2024
MENGENAL DR. MUHAMMAD NAWAWI YAHYA ABDURRAZAQ, MA. DAN KARYA MONUMENTALNYA
HAMZAH ||Jangan Panggil Aku, Jika Bukan Perjuangan
Minggu, 04 Februari 2024
MENGENAL IMAM JANGGO'
Minggu, 17 Desember 2023
KOA-KOAYANG
Minggu, 10 Desember 2023
JEPA
JEPA adalah makanan tradisional yang terbuat dari singkong
atau ubi yang diparut terlebih dahulu kemudian diperas untuk menghilangkan
kadar airnya dan kemudian diayak dan dicampurkan dengan parutan buah kelapa
untuk memberinya rasa gurih dan nikmat.
Jepa dapat
dijadikan sebagai bahan makanan pokok, pengganti nasi karena kandungan
karbohidratnya yang cukup tinggi, seperti yang selalu dijadikan bahan logistik
oleh para nelayan Mandar saat melaut, dimana di laut lepas mereka membutuhkan
bahan makanan yang dapat disajikan dengan cepat sebagai pengganti nasi. Pada
beberapa orang yang telah berumur dan mengidap penyakit sistemik seperti
diabetes melitus maka jepa dapat dijadikan bahan makanan non nasi yang
dikonsumsi saat makan siang dan makan malam. Kandungan
karbohidratnya kurang lebih sama dengan yang dikandung oleh nasi.
Untuk
jenis-jenis jepa anda dapat
menemukannya dalam berbagai macam modifikasi, pengggolongan jenis jepa adalah
berdasarkan bahan pembuatnya, misalnya saja : 1. Jepa katong, yaitu jepa yang terbuat dari katong atau sagu 2. Jepa golla mamea, yaitu jepa yang memiliki campuran gula merah
atau gula aren di dalamnya 3. Jepa-jepa,
yaitu jepa dengan ukuran yang lebih kecil (bahan logistik utama nelayan Mandar
saat melaut) yang dibuat dengan membuat permukaan jepa agak tipis lalu kemudian
dijemur, setelah dijemur ia kemudian dihancurkan, lalu untuk proses
penyajiannya bisa dicampurkan dengan gula aren atau dengan potongan daging
kelapa muda.
Membuat
bahan utama jepa sederhananya adalah
dengan terlebih dahulu memarut ubi kayu atau singkong, lalu kemudian hasil
parutan tersebut diperas untuk dikeluarkan kandungan airnya. Ampas yang
tertinggal lah (berwarna putih) yang menjadi bahan utama pembuatan jepa. Ini yang lalu di campur dengan
bahan-bahan lain untuk melengkapi bahan utamanya misalnya dengan menambahkan
parutan kelapa, atau gula merah (gula aren). Untuk jepa yang seperti biasanya, tanpa campuran apa-apa bahan utama ini
kemudian ditaburkan diatas piring berbentuk bundar dari tanah liat dan
dipanaskan diatas tungku. Wanita Mandar biasa menggunakan tungku yang terbuat
dari tanah liat untuk memanaskan jepa.
Untuk
membuat kuliner Mandar yang lezat ini kaum wanita atau ibu-ibu biasa membuatnya
dengan alat yang disebut dengan nama panjepangang dengan bentuk seperti piring
namun dengan permukaan yang halus terbuat dari tanah liat. Membuat jepa membutuhkan keterampilan dalam
menuang bahan baku diatas panjepangang
dengan gerakan yang agak cepat dan terukur, jika terlalu lama memanggangnya
maka permukaan jepa akan terlihat
hitam, cukup dengan membuatnya berwarna coklat keemasan maka jepa tersebut sudah bisa diangkat.
Menyinggung
soal nilai gizi jepa, sepertinya
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap hal ini. Proses pengolahannya
yang sedemikian rupa mungkin saja akan mengurangi beberapa kandungan gizi
didalamnya. Belum lagi metode pengolahan yang lama seperti misalnya dengan
pengeringan. Namun sejak dulu kuliner ini telah menggantikan fungsi beras atau
nasi sebagai karbohidrat yang notabene digunakan sebagai sumber energi untuk
tubuh. Sejatinya jepa telah lama berfungsi sebagai sumber
karbohidrat efisien yang mudah dibuat.
SC : JEJAK-JEJAK MANDAR (kamus, sejarah, kebudayaan & ensiklopedia tokoh.
#ensiklopediasulbar #pusakaku_official #mandar #pusakaku
Senin, 13 November 2023
KULIWA
KULIWA merupakan ritual yang
banyak dilaksanakan oleh masyarakat Mandar entah di pesisir maupung di
pegunungan. Kuliwa dalam pandangan masyarakat terkesan menjadikannya sebagai
sesuatu yang hukumnya ‘wajib’ dilaksanakan. Kuliwa
sesungguhnya adalah simbol pernyataan syukur kepada sang pencipta atas sebuah
pencapaian atau reski dari-Nya.
Pada
masyarakat pesisir, kuliwa dilaksanakan ketika akan “meresmikan” sesuatu, baik
benda maupun kegiatan, misalnya: meresmikan perahu, alat tangkap (jala dan gae) dan ketika memulai kegiatan penangkapan. Mereka meyakini, jika
tidak melakukan kuliwa ketika akan
memulai turun ke laut (pelayaran pertama), maka boleh jadi akan ada sesuatu hal
yang merisaukan hati di dalam pelayaran.
Dalam
prakteknya, kuliwa dilaksanakan ketika akan ‘meresmikan’ sesuatu, baik benda
maupun kegiatan, misalnya: meresmikan perahu, alat tangkap dan ketika memulai
kegiatan penangkapan (setelah lama tidak melaut). Nelayan biasa juga melakukan kuliwa dalam pertengahan musim motangnga
ketika pada beberapa operasi pertama mereka tidak memperoleh hasil.
Kuliwa dilaksanakan di kediaman punggawa posasi’ yang dipimpin oleh
seorang pemuka agama (panrita) dan
dihadiri oleh awak kapal (sawi kappal). Jika meresmikan perahu, acara kuliwa (pembacaan barasanji) dilaksanakan di atas perahu. Demikian juga ketika
meresmikan roppong yang telah selesai
dibuat, tapi praktek kuliwa untuk roppong sudah lama tidak dilaksanakan.
Acara inti dalam kegiatan kuliwa
adalah pembacaan barasanji yang
dipimpin oleh seorang pemuka agama. Selesai membaca barasanji, dilanjutkan dengan pembacaan do’a kepada Allah SWT untuk
memohon keselamatan dan rezeki. Kemudian acara dilanjutkan dengan menyantap
hidangan yang telah disediakan.[1]
Pada
sebagian besar masyarakat pegunungan, kuliwa
dilakukan pada saat mendapatkan anugerah berupa pembelian barang berharga
seperti mesin atau kendaraan bermotor. Kuliwa
dilakukan dengan menggelar ritual do’a selamatan untuk barang yang mereka baru
saja beli. Bagi kedaraan atau mesin biasanya menggunakan makanan yang
manis-manis. Ini merupakan ussul agar
dalam menggunakan barang tersebut selalu diberkati oleh Allah hal-hal yang
menyenangkan dan terjauhkan dari hal-hal yang merisaukan.
SC : JEJAK-JEJAK MANDAR (kamus, sejarah, kebudayaan & ensiklopedia tokoh.