Tampilkan postingan dengan label Ensiklopedia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ensiklopedia. Tampilkan semua postingan

Selasa, 06 Februari 2024

PAMENANGAN

PAMENANGAN adalah salah satu parewa gallang yang banyak di produksi di Mandar karena memang benda ini sangat dibutuhkan dalam berbagai ritual adat terutama peristiwa pernikahan. Bentuknya seperti tropi yang umumnya berdiameter 26 cm dengan tinggi sekitar 22 cm. 

Dalam prosesi pernikahan adat di Mandar, Pamenangan ini dibawa pada saat pelamaran dan saat metindor. Itulah makanya terdapat istilah Pamenangan Tonganna dikalangan muda mudi di Mandar. 

Adapun benda yang berada diatas pamenangan disebut Salappa' yang berfungsi sebagai penyimpanan uang belanja kepada keluarga mempelai wanita. 

Senin, 05 Februari 2024

MENGENAL DR. MUHAMMAD NAWAWI YAHYA ABDURRAZAQ, MA. DAN KARYA MONUMENTALNYA



SEKILAS RIWAYAT INTELEKTUAL DAN KEULAMAAN 
DR. MUHAMMAD NAWAWI YAHYA ABDURRAZAQ, MA.  
DAN KARYA MONUMENTALNYA

Oleh: Wajidi Sayadi

Sehubungan hari ini Senin, 5 Pebruari 2024 diperingati Haul wafatnya Dr. Muhammad Nawawi Yahya, MA oleh para alumni Universitas Al-Azhar Kairo Mesir yang tergabung dalam Organisasi  Internasional Alumni al-Azhar (OIAA) wilayah Sulawesi Barat, berikut ini kami menuliskan sedikit riwayat intelektual dan keulamaan Dr. Muhammad Nawawi Yahya,MA., sebagai putera Mandar yang mengukir prestasi Internasional di Universitas Al-Azhar Kairo Mesir. 

Dr. Muhammad Nawawi Yahya Abdurrazaq lahir di Dusun Manjopai (Mojopahit) Desa Karama Kecamatan Tinambung Kabupaten Polewali Mandar Sulawesi Barat pada tahun 1929. 
Dr. Muhammad Nawawi Yahya dibesarkan dan dididik dalam lingkungan keluarga yang kental dan ketat dengan tradisi agama Islam. Ayahnya adalah KH. Yahya Abd Razak seorang ulama yang kharismatik dan disegani. Beliau imam masjid Jami Tanwir al-Masajid di Manjopai. Rumah tempat tinggalnya banyak berderetan dan berjejeran di rak-rak dan lemari kitab-kitab kuning dari berbagai disiplin keilmuan. Kitab-kitab ini merupakan peninggalan dari milik ayahnya sebagai seorang ulama. 

Dr. Muhammad Nawawi Yahya dilahirkan dari seorang ibu yang luar biasa bernama Hj. Siti Fatimah Abdullah. Adapun saudara-saudaranya adalah H. Muhammad Zawawi Yahya, H. Muhmmad Nahrawi Yahya, Hj. Maawiyah Yahya, Hj. Jugariyah Yahya, dan Ir. Hj. Jawiyah Yahya. 

Masa kecil dan remaja Dr. Muhammad Nawawi Yahya di kampung halaman Manjopai Desa Karama Tinambung dengan asuhan bimbingan dari ayah dan guru-guru lainnya. Riwayat Pendidikan formalnya tingkat Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah diselesaikan di daerahnya kelahirannya di masa penjajahan Belanda dan bangsa Jepang. 

Dua tahun setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dinyatakan secara resmi, terjadi suatu peristiwa bencana peradaban kemanusiaan bagi masyarakat Mandar yang terpusat di Galung Lombok oleh kekejaman Westerling. Peristiwa ini dikenal di Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan, sebagai pembantaian korban 40.000 jiwa oleh Westerling, pada tanggal 2 Pebruari 1947. 
Dalam peristiwa pembantaian masyarakat Mandar oleh Westerling di Galung Lombok, selain ribuan korban tewas juga banyak tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat dan tokoh pemuda ditangkap dengan semena-mena. Salah seorang diantaranya adalah saudara Muhammad Nawawi sendiri ikut tertangkap namanya Muhmmad Zawawi Yahya. 

Sehari setelah peristiwa Westerling di Galung Lombok ini, Muhammad Nawawi Yahya yang pada wakut itu umurnya 18 tahun tinggalkan Manjopai Karama menuju Sawitto di Kabupaten Pinrang atas inisiatif dari ayah dan keluarganya. Selama tiga tahun di Pinrang menyelesaikan sekolah Madrasah Aliyah. Tahun 1950, Beliau berangkat ke Mekah bergabung bersama rombongan jamaah haji. Selain untuk melaksanakan ibadah haji, niat utamanya adalah tinggal dan belajar di Mekah. Beberapa tahun tinggal di Mekah belajar, hingga akhirnya berangkat pindah ke Kairo Mesir. 

Sejak usia yang masih muda itulah Muhammad Nawawi Yahya tinggalkan kampung halaman pergi belajar dan belajar di Mekah kepada papar ulama besar pada zamannya hingga pindah dan masuk belajar di Universitas Al-Azhar Kairo Mesir. 
Perjalanan dan pengabdian umurnya lebih banyak digunakan di luar negeri termasuk di Eropa pernah tinggal beberapa lama di Belanda sebelum berlabuh dan tinggal menetap belajar di Kairo Mesir.

Suatu saat Muhammad Nawawi Yahya mengalami sakit dan dirawat di rumah sakit kebetulan ditangani oleh seorang perawat perempuan. Perawat tersebut statusnya janda punya empat orang anak. Selama di berada pembaringan di rumah sakit, Beliau tidak mau dilihat auratnya dan apalagi disentuh oleh perempuan yang tidak halal baginya atau yang bukan mahramnya, akhirnya Beliau melamar dan menikahi janda tersebut yang berprofesi sebagai perawat di rumah sakit. Istrinya ini sangat berjasa mengantarkan Beliau hingga menyelesaikan Disertasinya dan berhasil meraih gelar Doktor di bidang Zakat pada tahun 1980. 

Proses karir intelektual dan keulamaannya dibentuk sejak dini melalui ayah, guru-guru, ulama-ulama di kampung halaman serta keluarga, dilanjutkan pendalamannya  di Mekah hingga dimatangkan di Kairo Mesir. 

Muhammad Nawawi Yahya masuk di Fakultas Syariah wa al-Qanun yang dianggap konsisten menulis tentang zakat perspketif perbandingan madzhab sejak program Magister dan dikembangkan serta disempurnakan pada Program Doktor. 

Muhammad Nawawi Yahya satu almamater dan program studi  dengan Syekh Yusuf al-Qaradhawi di Fakultas Syariah wa al-Qanun. Syekh Yusuf al-Qaradhawi lebih tua tiga tahun, Beliau lahir tahun 1926 sedang Muhammad Nawawi Yahya lahir 1929. 
Yusuf al-Qaradhawi menulis disertasi berjudulفقه الزكاة دراسة مقارنة لأحكامها وفلسفتها في ضوء القرآن والسنة  yang selesai lebih awal sekitar tahun 1977. Disertasi Yusuf al-Qaradhawi terdiri dari 2 jilid 1.227 halaman. 
Sedangkan Muhammad Nawawi Yahya menulis disertasi berjudul الزكاة والنظم الإجتماعية المعاصرة selesai tahun 1980 terdiri dari 6 jilid 3.246 halaman. 

Kitab فقه الزكاة  karya Dr. Yusuf al-Qaradhawi ini menjadi sudah rujukan referensi tentang zakat di era kontemporer termasuk di Indonesia karena sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Sementara الزكاة والنظم الإجتماعية المعاصرة karay Dr. Muhammad Nawawi Yahya belum banyak dikenal, belum dibaca, apalagi dijadikan referensi, acuan tentang zakat. Inilah Mutiara karya Ulama Nusantara Putra Manjopai Mandar Sulawesi Barat yang bereputasi Internasional tetapi masih terpendam dan melangit belum membumi. 

Pada masanya, Muhammad Nawawi Yahya tercatat sebagai satu-satunya Doktor bidang syariah khususnya tentang zakat perspektif perbandingan dari Asia Tenggara. Karya monumentalnya berupa disertasi terdiri atas 6 jilid 3246 halaman. 

Empat tahun setelah menyelesaikan program Doktornya di Universitas Al-Azhar Kairo, tahun 1984 Beliau balik silaturrahmi ke kampung kelahirannya di Dusun Manjopai Desa Karama Polewali Mandar. Sekitar satu bulan di kampung halamannya, Beliau wafat secara mendadak tanpa perawatan sakit. 
Selepas shalat subuh Beliau jalan pagi keliling di sekitar lingkungan rumah. Seusai shalat Dhuha Beliau wafat dalam posisi sedang memegang dan mendekap sebuah kitab kuning di dadanya tepatnya pada hari kamis, 9 Pebruari 1984 dalam usia 55 tahun. 

Jenazahnya dimakamkan di samping makam ayah dan ibunya di halaman Masjid Tanwir al-Masajid Dusun Manjopai Karama Tinambung Polewali Mandar. Sulawesi Barat. 

إنا لله وإنا إليه راجعون
يٰٓاَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَىِٕنَّةُۙ ارْجِعِيْٓ اِلٰى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً ۚ فَادْخُلِيْ فِيْ عِبٰدِيْۙ  وَادْخُلِيْ جَنَّتِيْ ࣖࣖ

Sekilas Karya Monumental Dr. Muhammad Nawawi Yahya
Dr. Muhammad Nawawi Yahya menulis Disertasi berjudul الزكاة والنظم الإجتماعية المعاصرة atas bimbingan Promotor Dr. Muhammad Anis Ubbadah 
Disertasi ini terdiri atas 6 jilid ditulis masih menggunakan mesik tik zaman dahulu di atas kertas HVS berukuran 30 X 21 cm dengan jumlah halaman 3246.

Sistematika pembahasannya terdiri atas: 
Muqaddimah terdiri atas 16 halaman:
Membahas mengenai terminologi zakat dan sedekah dan landasan normatif agama baik al-Qur’an maupun hadis mengenai ketetapan kewajiban zakat dalam Islam. Awal mula penetapan kewajiban zakat serta periodisasinya. Kebijakan Abu Bakar ash-Shiddiq mengenai zakat dan pengaruhnya dalam tatanan masyarakat negara serta pengembangan dakwah Islam. 

Jilid I terdiri atas 1- 626 halaman:
Membahas mengenai zakat sebagai ibadah dan kewajiban sosial sebagai modal dasar dalam pembentukan sebuah tatanan negara. Kedudukan zakat dalam pembinaan sosial dalam Islam, sebagai kekuatan material dan spiritual. Harta dan sistem kepemilikan dalam perspektif kerangka hukum Islam dan hukum positif yang mengandung kebaikan universal melalui sistem zakat. Sistem sosial dan kekayaan material di era kontemporer dan perbandingannya dengan system zakat. 

Jilid II terdiri atas 627 – 1045 halaman:
membahas mengenai kriteria zakat meliputi syarat-syarat global diwajibkannya zakat seperti muslim, mukallaf, memiliki secara sempurna, bebas dari hutang, nisab dan haul. Kedudukan niat dalam transaksi dan distribusinya. Apakah zakat wajib disegerakan atau boleh ditangguhkan penyerahannya? Ta’jil zakat dan klasifikasinya. Apakah kewajiban zakat gugur karena kematian pemiliknya? 

Jilid III terdiri atas 1046 - 1667 halaman: 
membahas mengenai terminologi harta dan batasannya yang wajib dizakati beserta kadar pendistribusiannya disertai dalil masing-masing. Masalah emas dan perak, hasil pertanian dan buah-buahan, hewan, harta perdagangan.

Jilid IV terdiri atas 1668 – 2109 halaman: 
Membahas secara rinci mengenai delapan kelompok yang berhak menerima pendistribusian zakat. Apakah delapan kelompok akan diberikan dalam jumlah yang sama atau diberikan atas dasar pertimbangan skala prioritas? 

Jilid V terdiri atas 2110 – 2779 halaman: 
Membahas secara rinci mengenai perbandingan pendapat dari kalangan sahabat dan tabiin ahli hukum Islam, serta empat imam madzhab dan dari kalangan imam madzhab zhahiriyah, Syi’ah dan Zaidiyah. 

Jilid VI terdiri atas 2780 – 3246 halaman: 
Membahas mengenai tarjih. Mendialogkan atau mendiskusikan beberapa pendapat dari beberapa argumentasi yang dikemukakan, lalu memilah dan memilih pendapat yang dianggap lebih unggul dan tepat.  

Disertasi DR. Muhammad Nawawi al-Mandary tersebut merupakan karya monumental ulama dan intelektual muslim Indonesia sangat penting dan dipandang perlu untuk dijadikan referensi dalam studi hukum Islam khususnya kajian tentang zakat dalam kaitannya dengan pemberdayaan potensi ekonomi umat masa depan. 

Pontianak, 5 Pebruari 2024

HAMZAH ||Jangan Panggil Aku, Jika Bukan Perjuangan

"Upangipi sala toi, mua' nemenjaria Caleg (Mimpipun tak pernah jika saya harus jadi Caleg)" . Pungkas Hamzah suatu ketika kepada penulis. Guratan takdirlah yang  mengusung namanya sebagai salah satu deretan Caleg DPRD Polman Dapil 3 dari Partai Amanat Nasional (PAN). Hamzah mungkin tak setenar dan sekaya dengan Caleg lain. Bahkan mustahil memiliki kemampuan untuk melakukan serangan fajar.

Satu-satunya yang dimiliki oleh pria kelahiran Berampa Katumbangan, 28 September 1988 ini adalah harapan. Harapan yang dibungkus dengan semangat untuk mempertanggung jawabkan suara dan amanah rakyat yang di setiap TPS pada Pemilu 2024 yang akan digelar pada tanggal 14 Februari. Inilah yang menjadi impian besar Hamzah dalam kontestasi lima tahunan kali ini. 

Menjadi wakil rakyat sejatinya diraih dengan cara bermartabat, bukan dengan cara mempedaya rakyat dengan imbalan uang, sembako atau sarung dan voucher. Politisi yang menggunakan uang harus dijadikan sebagai musuh bersama, sehingga kedepan rakyat benar-benar memiliki perwakilan di gedung rakyat. Harus difahami, selama ini hak-hak sebagai rakyat telah dihilangkan oleh bandit-bandit demokrasi yang punya uang tapi miskin integritas. 

Hamzah adalah caleg yang lahir dari rahim rakyat, ia lahir di sebuah kampung bernama Berampa Desa Katumbangan. Ia mengenal pendidikan dasarnya di SD Inpres 039 Katumbangan. Lalu melanjutkan ke MTs. Mas'udiyah Wonomulyo. Ia sempat sekolah di SPP (Sekolah Pertanian Pembangunan) Polewali sampai kelas dua dan berakhir di MA. Darul Falah Tomandar Campalagian 2011. 

Perjalanan hidup Hamzah jangan bayangkan sebagai seorang yang dimanjakan fasilitas. Untuk bisa sekolah, ia harus nyambi bekerja di Toko Citra Mas Wonomulyo. M. Said Sidar memberinya kesempatan menyelesaikan studinya di tingkat SMA. Terhitung sejak tahun 2004 hingga 2011, ia menjadi karyawan PT. Citra Mas Silolongi mulai dari Wonomulyo sampai ke Fajar Mas Mapilli dan Albar Cell yang juga milik Said Sidar (politisi yang telah 4 periode jadi anggota DPRD Polman). 

Hamzah sempat merantau ke Negeri Seberang, Kuala Lumpur selama 2 tahun setengah. Sepulang dari sana, ia kembali dipanggil oleh Said Sidar sebagai Sopir Pribadinya dari tahun 2014 sampai 2021. Politisi PAN itu menjadikan Hamzah banyak berbaur dengan politisi di DPRD Polman. Ia banyak belajar dari para politisi dan mengenal banyak karakter yang berbeda. Jika kemudian Hamzah menjadi politisi tentu bukan hal yang tabu, sebab ia faham betul bagaimana harusnya menjadi wakil rakyat. 

Hamzah telah mengambil keputusan maju sebagai Caleg dari PAN No. 5 Dapil 3 Polman. Keputusannya itu harus kita sambut gembira dengan dukungan suara dan doa. Harapan kita tak lain adalah menjadi bagian dari perjuangan rakyat untuk meretas gerakan politisi kotor yang selama ini mencederai demokrasi di negeri ini. 

Kami mengajak semua pihak bergerak secara kolektif dan menjadikan Politik Uang sebagai musuh bersama. Kedepan, masyarakat harus berdaya dan mendapatkan hak-haknya yang azasi sebagai rakyat. 

Jika anda sepakat, maka Jangan Panggil Aku, Jika Bukan Untuk Perjuangan. 
Salam Demokrasi !!! 



Minggu, 04 Februari 2024

MENGENAL IMAM JANGGO'

MENGENAL IMAM JANGGOQ, IMAM LEGENDARIS MESJID AL HURRIYYAH TINAMBUNG.

By Muhammad Ridwan Alimuddin

Dari sekian imam mesjid Al Hurriyyah Tinambung, ada satu yang melegenda. Mungkin karena sapaannya yang nyentrik dan mudah diingat, Imam Janggoq "imam berjanggut". Nama aslinya K. H. Achmad Alwy, ulama dari Pambusuang yang lahir di Mekkah di awal abad ke-20. Achmad lahir bisa lahir di Mekkah karena saat menunaikan ibadah haji, ibunya, bernama Puang Sapi, sedang hamil.

Selain belajar agama dari orangtuanya, K. H. Alwy "Annangguru Kaeyyang", juga berguru ke pamannya, K. H. Yasin (Annangguru Kacing, menjadi warga negara Arab Saudi dan wafat di sana), K. H. M. Ghalib (Annangguru Gale), K. H. Syed Hasan bin Sahil, dan K. H. Syahabuddin (bukan K. H. Syahabuddin pendiri Univ. As Syariah Mandar).

Imam Janggoq memegang amanah sebagai imam mesjid Tinambung dua periode. Pertama dari tahun 1936 – 1942, menggantikan ayahandanya yang wafat di tahun 1936, tepat 1 Ramadhan kala memimpin jamaah tarwih (imam) di rakaat terakhir shalat witir.

Jabatan imam dilepaskan ketika terlibat dalam perang kemerdekaan. Alwy muda terlibat dalam penurunan bendera Belanda di Pambusuang. Hal itu membuatnya jadi buronan Belanda. Lewat campur tangan Imam Lapeo, Alwy diungsikan ke luar Mandar, berpindah dari satu pulau kecil ke pulau kecil lain di Selat Makassar dan Laut Jawa sambil tetap berdakwah.

Sang imam berjuang lewat organisasi Jami’atul Islamiyah dan KRIS Muda Mandar. Sebelumnya pada 1929 mulai aktif politik lewat partainya HOS Cokroaminoto, yaitu Partai Syarikat Islam Indonesia cabang Mandar.

Tahun 1959 bekerja di Kantor Legiun Veteran Cabang Mandar yang berkedudukan di Makassar di bawah pimpinan Riri Amin Daud. Tahun 1962 diutus ke Bandung mempelajari persuteraan alam. Imam Janggoq-lah pionir budidaya ulat sutera di Mandar, yang mana sebelumnya bahan baku benang sutera diimpor dari Cina.

Kembali diminta menjadi imam mesjid Tinambung pada awal Januari 1963. Andi Depu, sang Raja Balanipa, mengutus adiknya Abdul Malik Pattana Endeng ke Pambusuang, menemui K. H. Ahmad Alwy. Jabatan imam terus diembang sampai wafatnya, 19 Maret 1983. Makamnya di dalam "koqba" di Kompleks Makam Koqba, Pambusuang.

Sebagai ulama cum pejuang dan praktisi (sutera), Imam Janggoq aktif berdakwah, mengelola mesjid, dan sosial kemasyarakatan. Perawatan dan pengembangan mesjid Raya yang bertiang 100 buah, pagar-pagar, dan sebagainya, semuanya menjadi tanggung jawab beliau di samping menjaga agar jama’ah mesjid tetap terpelihara. 

Imam Janggoq-lah yang memulai pengadaan lampu listrik di mesjid Tinambung serta penyediaan "kollang" untuk berwudhu. Penting dicatat, masa Imam Janggoq-lah sehingga mesjid di Tinambung memiliki nama. Awalnya hanya disebut Mesjid Jami Tinambung untuk kemudian menjadi Mesjid Al Hurriyyah Tinambung.

Minggu, 17 Desember 2023

KOA-KOAYANG

 

KOA-KOAYANG berasal dari nama koa', sejenis burung yang sudah jarang ditemukan dan hampir punah. Burung koa’ ini mempunyai ciri berbadan besar, terbang tinggi sekuat tenaga. Menurut Nurdin Hamma (budayawan Balanipa), selain 'koa' burung ini dahulu dijuluki 'kali arung' (kali artinya kadhi atau hakim dan arung adalah yang dituakan atau pemimpin) . Burung kali arung ini diberi kesempatan oleh tuhan meluruhkan seluruh bulunya dan mentakdirkannya jatuh sebelum menggapai arasy.
Dahulu kala, koa-koayang dikenal dengan nama 'pammanu-manu', ini menjadi ritual pada acara pernikahan di Mandar. Pammanu-manu ini dilaksanakan pada malam setelah proses akad nikah disiang harinya. Mempelai wanita dipakaikan kostum dari sarung yang tak dikenal oleh mempelai laki-laki. Sehingga lelaki harus mencari dan mengejar wanitanya sampai ia dapatkan. Ini menjadi sebuah ritual pernikahan yang mengandung hiburan.
Perjalanan selanjutnya kemudian dieksflorasi menjadi seni pertunjukan seni tradisi parrawana tommuane yang kemudian dinamai pakkoa-koayang. Pada fase ini pakkoa-koayang menjadi sebuah seni pertunjukan yang berlangsung puluhan tahun dan tampil kadang dibuatkan panggung. Untuk saat ini, kelompok parrawana tommuane yang masih melestarikan tradisi ini adalah kelompok rebana yang ada di Lamase Kec. Tinambung.
Pakkoa-Koayang pertama kali diangkat dalam seni teater oleh kelompok Teater Flamboyant (TF) yang diberi judul Koa-Koayang. Sutradara Teater Koa-Koayang awalnya Amru Sa'dong sekaligus penulis naskahnya tahun 1997, lalu adaptasi naskah Koa-koayang yang ditulis Rahman Baas pada pentas teater di TMII Jakarta tahun 2010 yang di sutradarai oleh Ramli Rusli beberapa kali. Kemudian pentas trater koa-koayang 2014 kembali di Jakarta disutradarai oleh Candrawali, kemudian teater koa-koayang 2015 di Mamuju kembali sutradarai oleh Ramli Rusli.
Tahun 1997 itu menjadi momentum paling bersejarah karena lewat penampilan dipentas seni teater di IAIN Sunan Kalijaga Jogyakarta ini, melahirkan sebuah konsep cerdas mengenai pembacaan kondisi bangsa Indonesia dibawah pemerintahan Soeharto selama 32 tahun. Lewat bangsa koa-koayang dari Mandar ini sampai pada simpulan bahwa Indonesia selama ini berada di selangkangan elit yang tak serius dan kesalahan paling besar terletak pada ketidak seriusannya dalam pengertian tidak boleh berfikir normal dalam situasi tidak normal.

SC : JEJAK-JEJAK MANDAR (kamus, sejarah, kebudayaan & ensiklopedia tokoh.
#ensiklopediasulbar #pusakaku_official #mandar #pusakaku

Minggu, 10 Desember 2023

JEPA

JEPA adalah makanan tradisional yang terbuat dari singkong atau ubi yang diparut terlebih dahulu kemudian diperas untuk menghilangkan kadar airnya dan kemudian diayak dan dicampurkan dengan parutan buah kelapa untuk memberinya rasa gurih dan nikmat. 

Jepa dapat dijadikan sebagai bahan makanan pokok, pengganti nasi karena kandungan karbohidratnya yang cukup tinggi, seperti yang selalu dijadikan bahan logistik oleh para nelayan Mandar saat melaut, dimana di laut lepas mereka membutuhkan bahan makanan yang dapat disajikan dengan cepat sebagai pengganti nasi. Pada beberapa orang yang telah berumur dan mengidap penyakit sistemik seperti diabetes melitus maka jepa dapat dijadikan bahan makanan non nasi yang dikonsumsi saat makan siang dan makan malam. Kandungan karbohidratnya kurang lebih sama dengan yang dikandung oleh nasi. 

Untuk jenis-jenis jepa anda dapat menemukannya dalam berbagai macam modifikasi, pengggolongan jenis jepa adalah berdasarkan bahan pembuatnya, misalnya saja : 1. Jepa katong, yaitu jepa yang terbuat dari katong atau sagu 2. Jepa golla mamea, yaitu jepa yang memiliki campuran gula merah atau gula aren di dalamnya 3. Jepa-jepa, yaitu jepa dengan ukuran yang lebih kecil (bahan logistik utama nelayan Mandar saat melaut) yang dibuat dengan membuat permukaan jepa agak tipis lalu kemudian dijemur, setelah dijemur ia kemudian dihancurkan, lalu untuk proses penyajiannya bisa dicampurkan dengan gula aren atau dengan potongan daging kelapa muda.

Membuat bahan utama jepa sederhananya adalah dengan terlebih dahulu memarut ubi kayu atau singkong, lalu kemudian hasil parutan tersebut diperas untuk dikeluarkan kandungan airnya. Ampas yang tertinggal lah (berwarna putih) yang menjadi bahan utama pembuatan jepa. Ini yang lalu di campur dengan bahan-bahan lain untuk melengkapi bahan utamanya misalnya dengan menambahkan parutan kelapa, atau gula merah (gula aren). Untuk jepa yang seperti biasanya, tanpa campuran apa-apa bahan utama ini kemudian ditaburkan diatas piring berbentuk bundar dari tanah liat dan dipanaskan diatas tungku. Wanita Mandar biasa menggunakan tungku yang terbuat dari tanah liat untuk memanaskan jepa. 

Untuk membuat kuliner Mandar yang lezat ini kaum wanita atau ibu-ibu biasa membuatnya dengan alat yang disebut dengan nama panjepangang dengan bentuk seperti piring namun dengan permukaan yang halus terbuat dari tanah liat. Membuat jepa membutuhkan keterampilan dalam menuang bahan baku diatas panjepangang dengan gerakan yang agak cepat dan terukur, jika terlalu lama memanggangnya maka permukaan jepa akan terlihat hitam, cukup dengan membuatnya berwarna coklat keemasan maka jepa tersebut sudah bisa diangkat.

Menyinggung soal nilai gizi jepa, sepertinya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap hal ini. Proses pengolahannya yang sedemikian rupa mungkin saja akan mengurangi beberapa kandungan gizi didalamnya. Belum lagi metode pengolahan yang lama seperti misalnya dengan pengeringan. Namun sejak dulu kuliner ini telah menggantikan fungsi beras atau nasi sebagai karbohidrat yang notabene digunakan sebagai sumber energi untuk tubuh. Sejatinya jepa telah lama berfungsi sebagai sumber karbohidrat efisien yang mudah dibuat.

SC : JEJAK-JEJAK MANDAR (kamus, sejarah, kebudayaan & ensiklopedia tokoh.
#ensiklopediasulbar #pusakaku_official #mandar #pusakaku 


 

Senin, 13 November 2023

KULIWA

KULIWA merupakan ritual yang banyak dilaksanakan oleh masyarakat Mandar entah di pesisir maupung di pegunungan. Kuliwa dalam pandangan masyarakat terkesan menjadikannya sebagai sesuatu yang hukumnya ‘wajib’ dilaksanakan. Kuliwa sesungguhnya adalah simbol pernyataan syukur kepada sang pencipta atas sebuah pencapaian atau reski dari-Nya.

Pada masyarakat pesisir, kuliwa dilaksanakan ketika akan “meresmikan” sesuatu, baik benda maupun kegiatan, misalnya: meresmikan perahu, alat tangkap (jala dan gae) dan ketika memulai kegiatan penangkapan. Mereka meyakini, jika tidak melakukan kuliwa ketika akan memulai turun ke laut (pelayaran pertama), maka boleh jadi akan ada sesuatu hal yang merisaukan hati di dalam pelayaran.

Dalam prakteknya, kuliwa dilaksanakan ketika akan ‘meresmikan’ sesuatu, baik benda maupun kegiatan, misalnya: meresmikan perahu, alat tangkap dan ketika memulai kegiatan penangkapan (setelah lama tidak melaut). Nelayan biasa juga melakukan kuliwa dalam pertengahan musim motangnga ketika pada beberapa operasi pertama mereka tidak memperoleh hasil.

Kuliwa dilaksanakan di kediaman punggawa posasi’ yang dipimpin oleh seorang pemuka agama (panrita) dan dihadiri oleh awak kapal (sawi kappal). Jika meresmikan perahu, acara kuliwa (pembacaan barasanji) dilaksanakan di atas perahu. Demikian juga ketika meresmikan roppong yang telah selesai dibuat, tapi praktek kuliwa untuk roppong sudah lama tidak dilaksanakan. Acara inti dalam kegiatan kuliwa adalah pembacaan barasanji yang dipimpin oleh seorang pemuka agama. Selesai membaca barasanji, dilanjutkan dengan pembacaan do’a kepada Allah SWT untuk memohon keselamatan dan rezeki. Kemudian acara dilanjutkan dengan menyantap hidangan yang telah disediakan.[1]

Pada sebagian besar masyarakat pegunungan, kuliwa dilakukan pada saat mendapatkan anugerah berupa pembelian barang berharga seperti mesin atau kendaraan bermotor. Kuliwa dilakukan dengan menggelar ritual do’a selamatan untuk barang yang mereka baru saja beli. Bagi kedaraan atau mesin biasanya menggunakan makanan yang manis-manis. Ini merupakan ussul agar dalam menggunakan barang tersebut selalu diberkati oleh Allah hal-hal yang menyenangkan dan terjauhkan dari hal-hal yang merisaukan.
SC : JEJAK-JEJAK MANDAR (kamus, sejarah, kebudayaan & ensiklopedia tokoh.


 

Minggu, 12 November 2023

KAWAO

KAWAO adalah ‘gurita raksasasa’ yang dipercayai sebagai isyarat baik atau sebaliknya pertanda buruk bagi nelayan yang sedang melaut. Agar terhindar bertemu dengan kawao, perlu disiapkan sesajian berupa makanan atau telur yang dibuang ke dalam laut sebagai persembahan.
Kepercayan kepada makhluk gaib seperti kawao ini juga ditemukan dalam kepercayaan nelayan di Wakatobi dan mereka menyebutnya dengan gurita berkaki sembilan. Kawao di tengah laut bisa ditafsirkan sebagai pertanda akan terjadi musibah atau malah sebaliknya yaitu, keberuntungan. Makhluk kawao ini sering dilihat atau muncul di tempat-tempat tertentu seperti di Baturoro di Kabupaten Majene atau di Tanjung Rangas (semacam segitiga bermuda) di laut Mandar (Dahri Dahlan, Rahman Hamid, 2018).
Kemunculan kawao ditengah laut menurut Suradi Yasil (2022:81), dari kejauhan matanya yang sebesar bola kaki menyala seperti lampu listrik yang menyala kemerah-merahan. Ketika mendekat seluruh jari-jarinya (tentakel) tampak menyala di dalam laut. Ia menyerang dengan melilitkan salah satu jari-jarinya melingkari badan perahu atau menarik tiangnya lalu membalikkannya. Giginya seperti paruh burung kakatua sebesar kapak yang dapat melukai atau membunuh mangsanya.
Untuk menghindari serangan kawao, maka awak kapal ketika berada diperairan yang disinyalir tempat tinggal kawao seperti di Pulau Sembilan (antara pulau Kalimantan Selawesi), termasuk Tanjung Ngalo, Tanjung Buku dan lainnya akan memadamkan lampu atau memindahkan semua benda yang menyala di perahu. Ritual membuang terasi atau tembkau di laut adalah salah satu cara yang dilakukan para awak kapal. Ada juga yang menirukan suara kokok ayam untuk memberikan rasa takut pada makhluk ini sebab suara kokok ayam identik dengan daratan dan kawao tidak menginginkan tinggal di dekat perkampungan.
SC : JEJAK-JEJAK MANDAR (kamus, sejarah, kebudayaan & ensiklopedia tokoh.