Abdullah Rasyid |
Sejauh 19
kilometer bukanlah penghalang bagi Abdullah Rasyid. Di masa silam ia harus rela
berjalan kaki untuk sampai di kota Pinrang karena satu hasrat: melanjutkan
sekolah. Hanya berbekal beberapa liter beras yang kerap dibawanya dari kampung
tiap akhir pekan mudik, toh niatnya tak pernah urung untuk melanjutkan sekolah
setinggi-tingginya. Dari dasar “universitas kesulitan” dimasa kecil inilah yang
mengantarnya gemilang di pendidikan, hingga bisa sarjana dengan predikat Cumlaud. Dulu, begitu terjal jalan hidupnya. Tapi tekad untuk maju selalu menafasi
langkahnya. Dan sang anak desa itu telah mengitari tanah Eropa dan lalu
menemukan takdirnya sebagai Bupati Mamuju Utara yang pertama bersama Ir. Agus
Ambo Djiwa yang mendampinginya sebagai Wakil Bupati. Keduanya di nobatkan
menjadi Bupati dan Wakil Bupati Mamuju Utara yang pertama pada tahun 2005-2010.
Di sebuah
desa yang jauh dari kota Pinrang, Kabupaten Pinrang, lahirlah seorang bocah
yang bernama Abdullah Rasyid. Disuatu sore menjelang malam, tepat pada hari
jumat, 15 Juli 1959. Terlahir dari seorang petani yang bernama H. Abdul Rasyid
yang dipercaya oleh masyarakat sekitarnya sebagai Imam Masjid di desanya. Ia
menjadi imam lebih dari 20 tahun. Ayahnya berasal dari keluarga besar di
Pinrang bagian barat. Sedangkan ibunya berasal dari rumpun keluarga Pinrang
bagian utara, bahkan sampai Kabupatn Polewali Mandar dan Majene.
Dimasa kecil
Abdullah, ia memang senang berkelompok. Ia kerap mempengaruhi teman-teman
sebayanya untuk aktif bermain olahraga dan mengingatkan mereka agar membantu
orang tua masing-masing di sawah atau pun di kebun. Semasa kecil ia sangat
ingin tahu segala hal, dan kemndiriannya sudah mulai Nampak. Inilah yang
menandakan bahwa dalam diri Abdullah Rasyid telah tertanam jiwa dan talenta
kepemimpinan.
Abdullah
adalah anak tertua dari 8 orang bersaudara. Ketika ia menginjak kelas 3 Sekolah
Rakyat (SR), ayahnya harus berpindah rumah ke kota karena mempersunting lagi
seorang dara Pinrang. Sementara ibunya, selain sedih karena tak siap dimadu, ia
juga dipusing memikirkan siapa yang akan bekerja menghidupi keluarga besarnya.
Kondisi inilah yang memaksa Abdullah selain menjadi kakak bagi adik-adiknya ia
juga sekaligus menggantikan peran ayahnya mencari nafkah sehari-hari dalam
keluarga. Inilah cara Abdullah untuk membuat ibunya kembali bersemangat
mengarungi kehidupannya.
Masa-masa
sulit dan kelabu itu bertepatan dengan pasukan 710 mengadakan piutang pengadaan
militer. Dan Pasukan 721 ada disitu. Ketika 710 kalah, Abdullah sempat mendapat
sepucuk senjata namun ia buang karena takut mendapat masalah. Terlebih saat
itu, ia mendengar kabar bahwa anak laki-laki yang genap berusia 10 tahun akan
ditembak mati oleh 710. Ayah Abdullah Rasyid dikenal sebagai tokoh yang jika
ada orang yang mau ditembak oleh 710, selalu member saran kepada 710 agar orang
tersebut lebih baik disuruh bekerja kebun untuk kepentingan 710.
Ayah
Abdullah Rasyid juga sangat memperhatikan pendidikan anaknya, sehingga Abdullah
Rasyid disuruh sekolah ke kota sebab pada saat itu, sekolah rakyat di desanya
masih dakam bentuk kelas jauh. Untuk ke kota, Abdullah Rasyid harus menempuh
perjalanan dengan jalan kaki sejauh 10 km, itupun baru sampai di jalan raya.
Abdullah kemudian melanjutkan lagi perjalanan sepanjang 3 km untuk sampai di
tempat yang dituju. Dengan modal surat pindah sekolahnya di desa, ia diterima
sekolah di SD Negeri Pinrang.
Abdullah Rasyid
memulai kehidupan barunya di kota untuk bersekolah. Setiaphari sabtu ia harus
pulang ke kampung untuk mengambil bekal, beras dll. Sebuah rutinitas yang
sungguh sangat melelahkan, belum lagi di perjalanan harus memburu waktu agar
tiba dibawah jam 19.00 malam, sebab kadang muncul pasukan gerombolan yang juga
mengancam jiwanya. Kondisi itu harus membuatnya berlari untuk bisa kejar waktu
tidak sampai kemalaman tiba di kampungnya. Rupanya kebiasaannya berlari saat
pulang kampung setiap sabtu ini membuatnya menjadi seorang yang jago dalam
lomba lari.
Ia tamat SD
pada tahun 1966 bertepatan dengan masa-masa gentingnya Negara akibat
pemberontakan G.30 S/PKI. Kembali ia mengambil keputusan untuk melanjutkan
pendidikannya di tingkat SMP. Meski tak direstui oleh orang tuanya dengan
alasan ekonomi. Abdullah Rasyid tidak perduli, ia tetap ngotot untuk bisa
lanjut sekolah. SMP Negeri 1 Pinrang kembali menjadi saksi atas sejarah seorang
Abdullah Rasyid yang penuh semangat dan optimisme meraih masa depannya.
Berjalan dan berlari masih menjadi rutinitasnya, belum lagi ia harus terbiasa
dengan kekurangan bahan makanan, sebab tidak sama pada saat di SD, ia bisa
setiap sabtu mengambil beras di kampungnya. Sekarang sudah tidak bisa lagi
sebab gerombolan semakin merajalela dan bisa mengancam jiwanya jika kepergok
dengan kawanan tersebut.
Kelas dua
SMP, ayahnya berusaha membelikan sepeda untuknya. Ia memang anak yang piawai
dan cerdas . Selain menjadi ketua kelas, ia bahkan menjadi ketua ikatan pelajar
NU Kabupaten Pinrang. Memimpin rapat adalah kebiasaan bagi Abdullah Rasyid.
Kelas 3 SMP, ia semakin menguatkan tekadnya untuk mulai menetapkan impian dan
cita-citanya menjadi sarjana hukum. Pilihanya jadi sarjana hukum adalah
agar bisa membela orang kecil. Terlebih
ia kerap menyaksikan ayahnya dan masyarakat sekampungnya dianiaya oleh
gerombolan bersenjata. Abdullah bahkan sudh mengenal dunia demonstrasi melaui
wadah OSIS dan Ikatan Pelajar NU yang dipimpinnya. Rumah yang ia tempati di
kota sering dipenuhi oleh teman-temannya. Ia pun tak lagi bergantung seratus
persen pada orang tuanya.
Usai SMP, ia
lagi-lagi tak menyerah pada keadaan. SMA Negeri 1 Pinrang harus menjadi bagian
dari hari-harinya dalam proses pengembangan diri Abdullah Rasyid. Meski sekolah
ini masih berstatus 710, karena jam 7 pagi masuk belajar, jam 10 sudah pulang.
Ini terjadi karena terbatasnya guru yang bisa mengajar. Abdullah Rasyid
terpilih lagi menjadi ketua kelas dan sekretaris OSIS. Ia bahkan terpilih
menjadi siswa teladan di tingkat kabupaten Pinrang dan mewakili Pinrang ke
tingkat provinsi Sulawesi Selatan. Keunggulannya dilahat dari pelajaran dan
aktifitasnya di sekolah.
Pada saat
kelas 2 SMA, ia terpilih menjadi wakil Paskibraka Kabupaten Pinrang dan di
Makassar ia bergabung dengan 23 orang perwakilan dari kabupaten lain. Dalam
barisan itu, ia tergabung dalam pasukan delapan pada posisi penarik bendera
Merah Putih saat upacara peringatan 17 Agustus 1945 yang diperingati setiap
tahun. Yang memegang bendera saat itu adalah Baharuddin Baso (kelak menjadi Bupati
Jeneponto). Sehabis mengikiuti kegiatan Paskibraka ini, Abdullah Rasyid
terlecut jiwanya untuk bisa merambah kota besar dan berkeinginan untuk bisa
lanjut SMA kelas 3 di Makassar.
Tekad dan
juga nekad ia tempuh, sebab pindah ke Makassar tanpa member tahu orang tuanya
di kampung. Tapi demi mengejar cita-citanya, Abdullah Rasyid menikmati semua
itu. Di Makassar ia menumpang tinggal di rumah seorang tentara. Esoknya ia
mengayuh sepedanya menuju SMA 1 Negeri Makassar, tapi disana tak lagi menerima
siswa pindahan. Ia lanjut ke SMA 2, disana juga sudah tak menerima. Akhirnya ia
diterima di SMA Negeri 3 Makassar dengan persyaratan ia harus rela memotong
rambutnya yang gonrong saat itu.
Awal
mengikuti pelajaran di sekolah, ia amat canggung dan minder. Hal ini disebabkan
ia tak terlalu lancer berbahasa Indonesia, sebab ketika di SD sampai SMP di
Pinrang jarang ada siswa yang menggunakan bahasa Indonesia. Ia kemudian
menyesuaikan diri dan kembali dipercaya menjadi ketua kelas. Pada saat aktif
belajar, orang tuanya di kampung baru tahu kalau ia tak lagi tinggal di
Pinrang. Ayah ibunya hanya bisa kirim beras ke Makassar, sebab saat itu uang
adalah benda yang sangat sulit bagi masyarakat kampung. Abdullah Rasyid
menyiasati hidup dan biaya sekolahnya dengan memanfaatkan waktu malamnya di
pasar terong Makassar. Di sana ia kerap menjadi kuli panggul untuk membongkar
muatan mobil truk sampai selesai.
Saat tamat SMA,
sebetulnya ia ingin lanjut sekolah di AKABRI sebab ia sangat akrab dengan
Kamaruddin Patimbang (Mantan Kapolres Pinrang yang saat itu menjabat Kadapol
(kini Kapolda) Sulawesi Selatan Tenggara. Kebetulan anak dari Kamaruddin ini
pernah mewakili Kabupaten Pinrang saat menjadi siswa teladan mewakili
siswi/perempuan.
Kadapol
Sulselra ini megajak Abdullah Rasyid untuk mendaftar di AKABRI Kepolisisan dan
dijamin lulus. Tapi ia lebih memilih AKABRI Angkatan Udara meski tak ada
jaminan untuk lulus. Ia tetap mendaftar di AKABRI Angkatan Udara meski kemudian
ia harus gagal karena ada salah satu giginya yang berlubang dan ia cabut,
padahal gigi berlubang itu cukup ditempel saja. Tapi bukan Abdullah Rasyid
namanya kalau tak punya plan lain dalam merancang masa depannya. Gagal di
AKABRI, ia mendaftar di perguruan tinggi. Ia mendaftar di Universitas
Hasanuddin dan lulus di Fakultas Ilmu-Ilmu Pertanian.
Memasuki
dunia kampus adalah tahapan aktif yang begitu berarti bagi Abdullah Rasyid. Ia
tak hanya diperkenalkan pada pelajaran ilmiah yang kian meningkat, nalarnyapun
sudah mulai tajam. Ia sudah mengenal logika komunikasi berfikir tingkat atas.
Ia semakin menemukan kreatifitas retorika dan banyak menemukan kawan-kawan muda
yang menonjol dengan pelbagai latar belakang hidup. Ia jjuga sudah mulai
memperkenalkan diri dan mengenal seluk beluk organisasi pada level yanh
sesungguhnya. Sudah memahami arah sebuah gerakan yang terorganisir. Disinilah
dubut awal organisasi Abdullah Rasyid mulai dituliskan.
HMI adalah
pilihannya sebab UNHAS pada waktu itu adalah salah satu kampiun HMI. HMI adalah
wadah kemahasiswaan yang bernuansa Islam, yang pada tahun 1960-an dan 1970-an
menjadi tempat pengkaderan awal tumbuhnya pemimpin-pemimpin bangsa, setelah
satu atau dua-bahkan tiga dekade berikutnya. Abdullah Rasyid benar-benar
mengikuti dan menikmati proses. Di tingkat II ia tercatat dalam jajaran pengurus
inti senat mahasiswa, bahkan pernah menjabat Sekretaris Jendral Senat Mahasiswa
Fakultas Ilmu-Ilmu Pertanian, UNHAS. Pada tingkat III sudah masuk dalam
pengurus inti Dewan Mahasiswa (DEMA), ia juga pernah menjabat sebagai ketua
Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM) fakultas, semacam lembaga legislative
mahasiswa.
Untuk kian
mematangkan pemikirannya, ia mengikuti LK-2 (intermedit) HMI yang diadakan di
Bontolempangang, Sekretariat HMI Cabang Ujungpandang yang saat itu HM. Daeng
Patompo menjabat sebagai Walikota Ujungpandang. Dalam pengembangan kelembagaan
internal kampus, ia tercatat sebagai salah satu peserta LKM (Latihan
Kepemimpinan Mahasiswa) se-universitas angkatan ke-2 yang diselenggarakan oleh
Dewan Mahasiswa UNHAS. Nama-nama lain seperti, Marwah Daud Ibrahim, Andi
Mattalatta, Tadjuddin N. Said juga tercatat dalam pelatihan ini.
Ketika
Pemilu pertama Orde baru, 1971 lahir Golkar bentukan penguasa Orde baru.
Pentolan-pentolan kampus sangat diminati oleh Golkar untuk menjadi penyokong
kemenangan dalam pemilu. Tapi Abdullah
Rasyid justru memilih dan tertarik pada wadah yang merupakan afiliasi dari
partai-partai tertentu selain Golkar. Ia bergabung dalam pergerakan Pemuda
Anshor dan masuk IPNU Makassar. Abdullah Rasyid kian dikenal publik. Sepedanya mulai berganti dengan motor. Kegiatannya semakin
bertumpuk dan tentu sudah bisa ia jalani semuanya. Ia juga sudah bisa
menyambangi semua teman-temannya yang tersebar di kota Makassar.
Perubahan demi
perubahan terus terlakonkan dan didalamnya ada Abdullah Rasyid, sosok muda yang
tunduk pada hokum alam yang melingkupinya. Setelah beberapa tahun kuliah,
tibalah masanya Kuliah Kerja Nyata (KKN), salah satu prasyarat penting sebelum
seorang mahasiswa mengakhiri sebuah perkuliahan secara formal, lulus sebagai
sarjana.
Saat itu, 1979 Abdullah
Rasyid ditempatkan di Kabupaten Bone dan disana ia dipercaya sebagai Korcam.
Pengalaman dalam KKNnya itu sangat berkesan karena banyaknya problem yang
dihadapi oleh pemerintah di Kabupaten Bone. Pembangunan yang semrawut, bahkan tuntutan
harus jalan sementara pengendali pembangunan kurang begitu siap dengan
realitas. Yang ada. Abdullah Rasyid dkk harus terlibat langsung merancang
pembangunan. Mereka dengan begitu sigap membantu pemerintah daerah melakukan
apa saja demi pembangunan masyarakat kabupaten itu. Intinya, banyak hal yang
mereka kerjakan.
Usai KKN di Bone
rupanya bertepatan dengan penerimaan pegawai negeri sipil. Hal ini sejalan
dengan keluarnya Keppres Nomor 4 Tahun 1980 yang salah satu itemnya adalah akan
dibentuk Badan Perencanaan Pembangunan yang akan diadakan di daerah
kabupaten/kota. Dengan begitu, tentu pemerintah membutuhkan pegawai yang tak
sedikit termasuk di Sulawesi Selatan. Abdullah Rasyid termasuk salah satu yang
lulus dan ditempatkan di kantor Gubernur Sulawesi Selatan. (Bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar