SOLUSI KREATIF UNTUK 12,23% RAKYAT MISKIN DI SULAWESI BARAT.
Oleh: Muhammad
Munir
Perjalanan panjang dan
melelahkan dari sebuah proses awal perjuangan yang dipersepsikan “golla
tanjari” mencapai titik klimaksnya
ketika Presiden Megawati Soekarno Putri menginjakkan kakinya di bumi tipalayo dalam rangka kunjungan kerja
Presiden ke Kabupaten Polewali Mandar,22 Juni 2004. Kunjungan Presiden ini
sontak mendapat sambutan meriah dan melahirkan sebentuk apresiasi dalam sebuah
keputusan bersama pemerintah dan tokoh-tokoh Mandar menganugerahkan gelar
kehormatan kepada Megawati sebagai “Puang Megawati Indo Banua”. Dalam kunjungan
kenegaraan ini Megawati berjanji akan mengeluarkan ampres (Amanat
Presiden) sebagai prasyarat pembahasan
RUU bersama dengan DPR-RI. Dan benar saja, janji politik itu terbayar pada
tanggal 22 September 2004 ditandai dengan pengetukan palu di ruang paripurna
DPR-RI Senayan, sebagai pertanda
disahkannya UU Nomor 26 Tahun 2004 yang ditandatangani oleh Presiden Megawati
pada tanggal 5 Oktober 2004 sekaligus menjadi moment sejarah dimana bekas wilayah konfederasi Pitu Ulunna Salu Pitu
Ba’bana Binanga ini menemukan takdirnya sebagai provinsi.
Inilah babak baru yang menjadi
peristiwa paling bersejarah dalam perjuangan pembentukan Provinsi Sulawesi
Barat yang sekaligus tanggal 22 September 2004 itu dijadikan sebagai hari
lahirnya Provinsi Sulawesi Barat, provinsi ke-33 dinegara kesatuan Republik
Indonesia. Mulai saat itu Sulawesi Barat menata diri dengan bekal pemberian
bantuan dana sebesar Rp. 8.000.000.000,- (delapan milyar) pertahun dalam kurung
waktu 2 tahun. Modal itulah yang dipergunakan oleh penjabat pemerintah dalam
menata pembangunan di Sulawesi Barat.
Seiring berjalannya waktu,
Sulbar terus berbenah dengan mengusung
visi “Terwujudnya Peningkatan Kesejahteraan Rakyat Daerah Provinsi Sulawesi
Barat menjadi provinsi yang malaqbiq”. Hasilnya adalah angka kemiskinan mulai
menurun hingga 13.58% pada tahun 2010 yang terus mengalami penurunan sampai
pada titik angka 12,23% pada tahun 2013. Pemerintah Sulawesi Barat memang telah
berhasi menekan angka dan menurunkan jumlah penduduk miskin sampai 12,23% meski
masih berada diatas angka rata-rata nasional sebesar 11,47%. Tapi kita tidak
akan (sedang) membincang soal sukses tidaknya menurunkan angka-angka itu, tapi
yang akan kita perbincangkan adalah langkah strategis apa yang harus dilakukan
(termasuk pemerintah) dalam penanggulangan kemiskinan yang 12.23% itu?
Untuk masuk dalam prose itu,
sejenak kita telaah dulu pointer-pointer langkah yang dirumuskan dalam misi
Sulawesi Barat yang dikawal oleh pemerintah, yaitu: (1) Meningkatkan
pertumbuhan ekonomi yang berbasis potensi daerah. (2) Mewujudkan pemerataan,
keseimbangan dan keserasian laju pembangunan antar daerah kabupaten serta
meningkatkan kerja sama antar daerah, pemberdayaan, prakarsa dan peran serta
masyarakat dalam pembangunan. (3) Menciptakan stabilitas daerah dan
meningkatkan ketentraman, ketertiban, persatuan dan kesatuan serta kerukunan
masyarakat. (4) Mengusahakan kesempatan berusaha dan menciptakan peluang
lapangan kerja. (5) Mengembangkan kapasitas daerah dan perekonomian daerah
serta kemampuan/kualitas SDM dan mengusahakan peningkatan kualitas lingkungan
hidup. (6) Mengembangkan olahraga, seni budaya, dan meningkatkan kehidupan
beragama dan kerukunan antar umat beragama.
Dari 6 point misi tersebut
jika kita kaji secara mendalam maka akan kita temukan satu kalimat yang
sekaligus dapat membantu Pemerintah Sulbar dalam menangani persoalan 12,23%
rakyat miskin. Kata atau kalimat itu adalah Wirausaha atau Entrepreneurship.
Wirausaha berasal dari kata
“Wira” dan “Usaha”. Wira berarti mulia,luhur atau unggul, hal ini bisa
dipadankan dengan Malaqbiq atau bisa juga diartikan sebagai gagah berani,
utama, teladan, atau pemuka. Sedangkan usaha, diartikan sebagai kegiatan dengan
mengerahkan tenaga, fikiran atau badan untuk mencapai sesuatu maksud; pekerjaan
(perbuatan, daya, upaya, ikhtiar) untuk mencapai sesuatu maksud; kerajinan
bekerja (untuk menghasilkan
sesuatu).
Wirausaha juga dalam bahasa
lebih keren disebut Entrepreneurship adalah istilah yang bersal dari bahasa
Prancis, “entrepreneuriat” yang diterjemahkan dalam bahasa inggris menjadi
“Ondertake” dan dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi “Kewirausahaan”.
Jadi Wirausaha adalah suatu
kegiatan manusia dengan mengerahkan tenaga, fikiran, atau badan untuk
mencapai/menciptakan suatu pekerjaan yang dapat mewujudkan insane mulia. Dengan
kata lain, Wirausaha berarti manusia utama (unggul) dalam menghasilkan suatu
pekerjaan bagi dirinya sendiri atau orang lain. Orang yang melakukan Wirausaha
dinamakan Wirausahawan yang bergerak disektor rill meliputi semua kegiatan
produksi yang menghasilkan barang dan jasa, yang diperoleh dari proses
memadukan keseluruhan factor produksi. Mereka yang bias disebut Wirausahawan
adalah pedagang, saudagar, pengusaha, konsultan, businessman, industrialis,
kontraktor, waralaba, investor dan lain-lain.
Dalam kaitannya dengan
pengertian wirausahaini, Rhenal Kasali mengartikannya sebagai orang yang
menyukai perubahan, melakukan nilai tambah, memberikan manfaat bagi dirinya dan
orang lain,. Karyawannya dibangun dan
dilembagakan agar kelak dapat bekerja dengan efektif di tangan orang lain.
Sementara menurut SK Mentri Koperasi dan PPK No.961/Kep/M/XI/1995 mengartikannya sebagai orang yang mempunyai
semangat, sikap dan perilaku dalam menangani usaha atau kegiatan yang mengarah
pada upaya mencari, menciptakan,mengharapkan cara kerja, teknologi dan produk baru dengan meningkatkan
efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan atau memperoleh
keuntungan yang besar.
Melihat arti penting dari
konsep wirausaha ini, maka dalam kongres World Association for small and medium
entreprise di Turki menetapkan bahwa kewirausahaan adalah sebuah pendekatan
baru dalam pembaruan ekonomi. Hal ini harus kita respon secara positif dan
mulai mencoba bangkit dari keterpurukan ekonomi akibat krisis berkepanjangan di
Negara yang (katanya) kaya akan sumber daya alam ini. Kendatipun kita telah
kalah start tapi untuk sebuah proses
menuju perubahan tidak ada kata terlambat. Negara Negara lain memang telah lama
bertumbuh dan menjadikan wirausaha sebagai pendekatan dan spearhead (pelopor) untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi
berkelanjutan dan berdaya saing tinggi. Dan ternyata konsep ini terbukti
menjadi satu dari empat pilar lapangan pekerjaan dan mengeluarkan masyrakatnya
dari lingkaran setan kemiskinan.
Dalam konteks kekinian,
kewirausaan ini mesti didorong dan didukung penuh oleh pemerintah dan mulai dikembangkan
seluas-luasnya dan sebenar-benarnya sebagai jawaban atau solusi dari
penanggulangan kemiskinan. Secara nasional Indonesia yang mempunyai penduduk
sekitar 238 juta ini baru memiliki 564.240 orang atau setara dengan 0.24% dari
jumlah penduduk. Padahal idealnya Indonesia membutuhkan 4,07 juta wirausaha
atau 2% dari total jumlah pendudk untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
Bandingkan dengan Amerika Serikat yang mencapai 11,5-12% dari jumlah
penduduknya. Jumlah wirausahawan di negara tetangga, Singapura mencapai 7%
sementara China dan Korea jumlahnya mencapai 10% dari jumlah penduduknya.
Nah,sekarang ini pemerintah
Sulawesi Barat sudah harus berusaha merumuskan angka-angka, berapa banyak
jumlah wirausahawan baru yang harus dicetak untuk mengeluarkan masyarakat
miskinnya dari lingkaran kemiskinan ?. Berapa nominal anggaran yang harus
digelontorkan kepada masyarakat?.
Jika
pemerintah serius,mencetak 50.000 wirausahawan dalam 5 tahun itu bukan hal yang
sulit, mengingat sumber permodalan yang tersedia cukup banyak, misalnya melalui
kredit usaha rakyat (KUR), lembaga pengelola dana bergulir (LPDB) melalui
jaminan koperasi, kredit konvensional yang pakai agunan (hipotik) atau bisa
juga melalui bansos pemerintah kabupaten atau provinsi. Begitupun dengan daya
dukung lapangan (potensi dan lahan) juga sangat memadai untuk membuat
ruang-ruang itu melalui usaha agraris (pertanian,perkebunan dll),usaha
perdagangan (pertokoan,kaki lima,ekspor impor, dll), usaha industry
(perhotelan,makanan,perbengkelan dll.), Usaha ekstraktif (pertambangan, hasil
hutan,laut dll.), usaha jasa (simpan pinjam,dokter,internet,dll.).
Persoalannya
adalah siap tidak (masyarakat dan pemerintah) untuk melakukan itu ? Sebagai
masyarakat harus punya nawaitu yang mantap untuk maju demi sebuah perubahan.
Karna sangat sulit juga membantu
masyarakat untuk maju jika
masyarakatnya tidak mau maju, sama saja mengajari babi bernyanyi. Ciri
masyarakat yang mau maju jika diberikan bantuan sapi atau kambing, bisa jadi
sebelum sapi atau kambing itu dia terima mereka sudah menjualnya kepada
pedagang. Pun pemerintah juga dalam membuat dan merealisasikan programnya tidak
seksedar terpaut pada proses prosedur adminstrasi, melainkan harus ada upaya
rill dan memastikan bahwa program itu telah berjalan secara maksimal, tepat
sasaran dan punya progres untuk mengubah nasib penerima program.
Terakhir,
pemerintah juga juga harus siap menjadi personal guarantie bagi wirausahawan
yang mempunyai prospek tapi tak punya agunan untuk jaminan pinjaman modal,serta
terus menggalakkan pendidikan dan pelatihan, bimbangan teknik, workshop, studi
banding, magang, utusan belajar bagi usahawan. Jika ini bisa dilakukan, yakin
dan percaya angka kemiskinan itu tak akan menjadi beban lagi buat rakyat dan
pemerintah.
(Penulis
adalah Pendiri Lembaga Pemberdayaan dan Kewirausahaan LPK-MITRA CEMERLANG dan
Inisiator Komunitas Rumah Buku Sulawesi Barat)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar