Sabtu, 24 Mei 2014

SOLUSI KREATIF UNTUK 12,23% RAKYAT MISKIN DI SULAWESI BARAT



SOLUSI KREATIF UNTUK 12,23% RAKYAT MISKIN DI SULAWESI BARAT.
Oleh:  Muhammad Munir

Perjalanan panjang dan melelahkan dari sebuah proses awal perjuangan yang dipersepsikan “golla tanjari”  mencapai titik klimaksnya ketika Presiden Megawati Soekarno Putri menginjakkan kakinya  di bumi tipalayo dalam rangka kunjungan kerja Presiden ke Kabupaten Polewali Mandar,22 Juni 2004. Kunjungan Presiden ini sontak mendapat sambutan meriah dan melahirkan sebentuk apresiasi dalam sebuah keputusan bersama pemerintah dan tokoh-tokoh Mandar menganugerahkan gelar kehormatan kepada Megawati sebagai “Puang Megawati Indo Banua”. Dalam kunjungan kenegaraan ini Megawati berjanji akan mengeluarkan ampres (Amanat Presiden)  sebagai prasyarat pembahasan RUU bersama dengan DPR-RI. Dan benar saja, janji politik itu terbayar pada tanggal 22 September 2004 ditandai dengan pengetukan palu di ruang paripurna DPR-RI Senayan, sebagai  pertanda disahkannya UU Nomor 26 Tahun 2004 yang ditandatangani oleh Presiden Megawati pada tanggal 5 Oktober 2004 sekaligus menjadi moment sejarah dimana bekas  wilayah konfederasi Pitu Ulunna Salu Pitu Ba’bana Binanga ini menemukan takdirnya sebagai provinsi.

Inilah babak baru yang menjadi peristiwa paling bersejarah dalam perjuangan pembentukan Provinsi Sulawesi Barat yang sekaligus tanggal 22 September 2004 itu dijadikan sebagai hari lahirnya Provinsi Sulawesi Barat, provinsi ke-33 dinegara kesatuan Republik Indonesia. Mulai saat itu Sulawesi Barat menata diri dengan bekal pemberian bantuan dana sebesar Rp. 8.000.000.000,- (delapan milyar) pertahun dalam kurung waktu 2 tahun. Modal itulah yang dipergunakan oleh penjabat pemerintah dalam menata pembangunan di Sulawesi Barat.

Seiring berjalannya waktu, Sulbar terus berbenah dengan  mengusung visi “Terwujudnya Peningkatan Kesejahteraan Rakyat Daerah Provinsi Sulawesi Barat menjadi provinsi yang malaqbiq”. Hasilnya adalah angka kemiskinan mulai menurun hingga 13.58% pada tahun 2010 yang terus mengalami penurunan sampai pada titik angka 12,23% pada tahun 2013. Pemerintah Sulawesi Barat memang telah berhasi menekan angka dan menurunkan jumlah penduduk miskin sampai 12,23% meski masih berada diatas angka rata-rata nasional sebesar 11,47%. Tapi kita tidak akan (sedang) membincang soal sukses tidaknya menurunkan angka-angka itu, tapi yang akan kita perbincangkan adalah langkah strategis apa yang harus dilakukan (termasuk pemerintah) dalam penanggulangan kemiskinan yang 12.23% itu? 

Untuk masuk dalam prose itu, sejenak kita telaah dulu pointer-pointer langkah yang dirumuskan dalam misi Sulawesi Barat yang dikawal oleh pemerintah, yaitu: (1) Meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berbasis potensi daerah. (2) Mewujudkan pemerataan, keseimbangan dan keserasian laju pembangunan antar daerah kabupaten serta meningkatkan kerja sama antar daerah, pemberdayaan, prakarsa dan peran serta masyarakat dalam pembangunan. (3) Menciptakan stabilitas daerah dan meningkatkan ketentraman, ketertiban, persatuan dan kesatuan serta kerukunan masyarakat. (4) Mengusahakan kesempatan berusaha dan menciptakan peluang lapangan kerja. (5) Mengembangkan kapasitas daerah dan perekonomian daerah serta kemampuan/kualitas SDM dan mengusahakan peningkatan kualitas lingkungan hidup. (6) Mengembangkan olahraga, seni budaya, dan meningkatkan kehidupan beragama dan kerukunan antar umat beragama.

Dari 6 point misi tersebut jika kita kaji secara mendalam maka akan kita temukan satu kalimat yang sekaligus dapat membantu Pemerintah Sulbar dalam menangani persoalan 12,23% rakyat miskin. Kata atau kalimat itu adalah Wirausaha  atau Entrepreneurship.

Wirausaha berasal dari kata “Wira” dan “Usaha”. Wira berarti mulia,luhur atau unggul, hal ini bisa dipadankan dengan Malaqbiq atau bisa juga diartikan sebagai gagah berani, utama, teladan, atau pemuka. Sedangkan usaha, diartikan sebagai kegiatan dengan mengerahkan tenaga, fikiran atau badan untuk mencapai sesuatu maksud; pekerjaan (perbuatan, daya, upaya, ikhtiar) untuk mencapai sesuatu maksud; kerajinan bekerja  (untuk menghasilkan sesuatu). 

Wirausaha juga dalam bahasa lebih keren disebut Entrepreneurship adalah istilah yang bersal dari bahasa Prancis, “entrepreneuriat” yang diterjemahkan dalam bahasa inggris menjadi “Ondertake” dan dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi “Kewirausahaan”.

Jadi Wirausaha adalah suatu kegiatan manusia dengan mengerahkan tenaga, fikiran, atau badan untuk mencapai/menciptakan suatu pekerjaan yang dapat mewujudkan insane mulia. Dengan kata lain, Wirausaha berarti manusia utama (unggul) dalam menghasilkan suatu pekerjaan bagi dirinya sendiri atau orang lain. Orang yang melakukan Wirausaha dinamakan Wirausahawan yang bergerak disektor rill meliputi semua kegiatan produksi yang menghasilkan barang dan jasa, yang diperoleh dari proses memadukan keseluruhan factor produksi. Mereka yang bias disebut Wirausahawan adalah pedagang, saudagar, pengusaha, konsultan, businessman, industrialis, kontraktor, waralaba, investor dan lain-lain.

Dalam kaitannya dengan pengertian wirausahaini, Rhenal Kasali mengartikannya sebagai orang yang menyukai perubahan, melakukan nilai tambah, memberikan manfaat bagi dirinya dan orang lain,. Karyawannya dibangun  dan dilembagakan agar kelak dapat bekerja dengan efektif di tangan orang lain. Sementara menurut SK Mentri Koperasi dan PPK No.961/Kep/M/XI/1995  mengartikannya sebagai orang yang mempunyai semangat, sikap dan perilaku dalam menangani usaha atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan,mengharapkan cara kerja,  teknologi dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan atau memperoleh keuntungan yang besar.

Melihat arti penting dari konsep wirausaha ini, maka dalam kongres World Association for small and medium entreprise di Turki menetapkan bahwa kewirausahaan adalah sebuah pendekatan baru dalam pembaruan ekonomi. Hal ini harus kita respon secara positif dan mulai mencoba bangkit dari keterpurukan ekonomi akibat krisis berkepanjangan di Negara yang (katanya) kaya akan sumber daya alam ini. Kendatipun kita telah kalah start  tapi untuk sebuah proses menuju perubahan tidak ada kata terlambat. Negara Negara lain memang telah lama bertumbuh dan menjadikan wirausaha sebagai pendekatan dan spearhead (pelopor) untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan berdaya saing tinggi. Dan ternyata konsep ini terbukti menjadi satu dari empat pilar lapangan pekerjaan dan mengeluarkan masyrakatnya dari lingkaran setan kemiskinan.

Dalam konteks kekinian, kewirausaan ini mesti didorong dan didukung penuh oleh pemerintah dan mulai dikembangkan seluas-luasnya dan sebenar-benarnya sebagai jawaban atau solusi dari penanggulangan kemiskinan. Secara nasional Indonesia yang mempunyai penduduk sekitar 238 juta ini baru memiliki 564.240 orang atau setara dengan 0.24% dari jumlah penduduk. Padahal idealnya Indonesia membutuhkan 4,07 juta wirausaha atau 2% dari total jumlah pendudk untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Bandingkan dengan Amerika Serikat yang mencapai 11,5-12% dari jumlah penduduknya. Jumlah wirausahawan di negara tetangga, Singapura mencapai 7% sementara China dan Korea jumlahnya mencapai 10% dari jumlah penduduknya.

Nah,sekarang ini pemerintah Sulawesi Barat sudah harus berusaha merumuskan angka-angka, berapa banyak jumlah wirausahawan baru yang harus dicetak untuk mengeluarkan masyarakat miskinnya dari lingkaran kemiskinan ?. Berapa nominal anggaran yang harus digelontorkan kepada masyarakat?.

Jika pemerintah serius,mencetak 50.000 wirausahawan dalam 5 tahun itu bukan hal yang sulit, mengingat sumber permodalan yang tersedia cukup banyak, misalnya melalui kredit usaha rakyat (KUR), lembaga pengelola dana bergulir (LPDB) melalui jaminan koperasi, kredit konvensional yang pakai agunan (hipotik) atau bisa juga melalui bansos pemerintah kabupaten atau provinsi. Begitupun dengan daya dukung lapangan (potensi dan lahan) juga sangat memadai untuk membuat ruang-ruang itu melalui usaha agraris (pertanian,perkebunan dll),usaha perdagangan (pertokoan,kaki lima,ekspor impor, dll), usaha industry (perhotelan,makanan,perbengkelan dll.), Usaha ekstraktif (pertambangan, hasil hutan,laut dll.), usaha jasa (simpan pinjam,dokter,internet,dll.).
Persoalannya adalah siap tidak (masyarakat dan pemerintah) untuk melakukan itu ? Sebagai masyarakat harus punya nawaitu yang mantap untuk maju demi sebuah perubahan. Karna sangat sulit juga membantu  masyarakat  untuk maju jika masyarakatnya tidak mau maju, sama saja mengajari babi bernyanyi. Ciri masyarakat yang mau maju jika diberikan bantuan sapi atau kambing, bisa jadi sebelum sapi atau kambing itu dia terima mereka sudah menjualnya kepada pedagang. Pun pemerintah juga dalam membuat dan merealisasikan programnya tidak seksedar terpaut pada proses prosedur adminstrasi, melainkan harus ada upaya rill dan memastikan bahwa program itu telah berjalan secara maksimal, tepat sasaran dan punya progres untuk mengubah nasib penerima program.
Terakhir, pemerintah juga juga harus siap menjadi personal guarantie bagi wirausahawan yang mempunyai prospek tapi tak punya agunan untuk jaminan pinjaman modal,serta terus menggalakkan pendidikan dan pelatihan, bimbangan teknik, workshop, studi banding, magang, utusan belajar bagi usahawan. Jika ini bisa dilakukan, yakin dan percaya angka kemiskinan itu tak akan menjadi beban lagi buat rakyat dan pemerintah.     
(Penulis adalah Pendiri Lembaga Pemberdayaan dan Kewirausahaan LPK-MITRA CEMERLANG dan Inisiator Komunitas Rumah Buku Sulawesi Barat)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar