Sabtu, 24 Mei 2014

PERIODE KERAJAAN DI MANDAR



PERIODE KERAJAAN DI MANDAR

Wacana mengenai sejarah kerajaan di Mandar pada umumnya dimulai dari terbentuknya kerajaan Balanipa pada pertengahan abad ke-16,sekalipun terdapat suatu kerajaan besar yang menonjol sebelumnya yaitu kerajaan Passokkorang (di mapilli,Polewali Mandar),kerajaan Talotu (Malunda,Majene) dan Kerajaan Baras (di Pasang Kayu,Mamuju Utara).

Periode kerajaan di Mandar kita mengangkat kerajaan Balanipa sebagai pelopor dari sejumlah fakta sejarah dari peralihan periode tomakaka ke periode kerajaan yang dipimpin oleh seorang Mara’dia.Disamping itu Balanipa juga memiliki nilai budaya tinggi untuk menjadi rujukan di bidang hukum(adat),pemerintahan,kepemimpinan bagi orang-orang Mandar.Kehadiran Balanipa dianggap sebagai titik balik peradaban Mandar setelah berhasil mengalahkan kerajaan Passokkorang yang dikenal sangat kejam dan jahat.

I Manyambungi atau Todilaling adalah putra satu-satunya Tomakaka Napo yang menghabiskan masa remaja dan mudanya di kerjaan Gowa (milai dari raja ke-7,Karaeng Batara Gowa),sampai raja ke-9 (Karaeng Tumapqrisi Kallona) dan raja ke-10 (Karaeng Lakiung Tunipalangga Ulaweng).Dengan pengalaman sekitar 20 tahun sebagai pimpinan perang,penasehat kerajaan,pemimpin ekspedisi dan bahkan kawin dengan kemanakan Raja Gowa yang bernama I Surya,Putri Karaeng I Sanrabone,kembali  ke Mandar dan lansung dilantik sebagai raja Napo yang kemudian menjadi Mara’dia I kerajaan Balanipa.

Todilaling banyak mengadopsi pelaksanaan hukum dari kerajaan Gowa yang kemudian dikenal sebagai peletak dasar pemerintahan yang demokratis dan mewariskan pesan-pesan dan pengalaman kepemimpinan yang sarat dengan nilai kemanusiaan dan keluhuran budi.
Pada era Todilaling ini banyak wilayah yang di taklukkan,wilayah yang berada dibawah kekuasaannya inilah yang kemudian menjadi wilayah kerajaan Balanipa.
Setelah beliau mangkat,Billa-Billami atau dikenal dengan Tomepayung  diangkat menjadi maraqdia Balanipa ke-2 yang kemudian menjadi Arajang Balanipa I.Sepeninggal ayahnya,Tomepayung kemudian meneruskan upaya ekspansi perluasan wilayah dan pada masa Tomepayung inilah Mandar mencapai puncak kejayaannya dan Balanipa menjadi titik balik relasi antara PUS (Pitu Ulunna Salu) dan PBB (Pitu Baqbana Binanga),relasi yang semula diwarnai dengan konflik berkepanjangan di akhiri dengan relasi persaudaraan sejati.

Hal ini terlihat dari persekutuan antar wilayah kerajaan baik yang ada di wilayah PUS maupun PBB dan Karua Tiparitti’na Uhai .Tak ada satu wilayah yang menguasai wilayah lainnya.Setiap wilayah memiliki derajat yang sama,yang membedakan hanyalah tugas dan fungsi masing-masing wilayah.

PITU ULUNNA SALU :

          Tabulahan (Digelari Indo Litaq)
          Rantebulahan (Digelari Tomaqdua Takin tomaq tallu sulekka
          Mambi (Digelari indona lantang kada nenek)
          Aralle (Digelari indona kada nenek)
          Matangnga (Digelari andiri tattepponna ullunna salu)
          Tabang (Digelari Baka disuraq gandang diroma)
          Bambang (Digelari Suqbuan Adaq)

PITU BAQBANA BINANGA :

          Balanipa sebagai Ayah (Passambolangiq atau Kamaq),
          Sendana sebagai Ibu(Lita’atau Indo),
          Banggae sebagai Putra Pemberaninya Balanipa(Ana’masonga-songanai Balanipa)
          Pamboang sebagai anak perempuan dari Balanipa (Ana’tobainena Balanipa)
          Tappalang
          Mamuju
          Benuang

KARUA TIPARITTIQNA UHAI :

          Mamasa (Digelari Rambu Saratu)
          Osango (Digelari Tokerang)
          Malaqboq (Digelari Tandu kaluaq Talasan Maroso)
          Messawa (Digelari  Talingarara’na Ulusalu)
          Lakkese (Digelari Kulambu suraq)
          Tuqbi (Digelari Karihatana Ulusalu)
          Taramanu (Digelari Tutuq baqbana Ulu salu)
Ulumandaq (Digelari Sulluran bassinna ulusalu)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar