Sabtu, 24 Mei 2014

PROYEK PERKEBUNAN SAWIT,BENCANA DALAM RENCANA



PROYEK PERKEBUNAN SAWIT,BENCANA DALAM RENCANA 

Oleh :Muhammad Munir
Primadona Kelapa sawit menjadi salah satu lambang kemajuan, khususnya di bidang perkebunan. Nama kelapasawitpun kerap dan sangat populer seiring dengan trend pengadaan perkebunan sawit berskala besar di daerah yang berpotensi objek lahan. Kelapasawit yang bertumbuh sangat pesat pda periode 1980 – 2000 dengan posisi awal pada tahun 1970 hanya sekitar 200 ribu hektare dan sekarang tembus mencapai angka sekitar 8 juta hektare. Nilai eksport minyak sawit pada medio 2010sekitar 17 miliar dolar AS atau sekitar 170 dolar perhektare perbulannya.
Pertumbuhan sub sektor kelapa sawit inipun banyak menghasilkan angka-angka pertumbuhan ekonomi yang sering digunakan pemerintah bagi kepentingannya. Dan ini terbukti pada Desember 2011, majalah Forbes merilis 40 orang terkaya di Indonesia, 10orang diantaranya adalah pengusaha kelapa sawit. Kondisi ini tak ayal membuat nafsu pemerintah ( baca: pusat dan daerah ) yang ingin menjadikan Indonesia sebagai produsen minyak kelapa sawit terbesar di Asia. Dan para investor melihat ladang empuk untuk dibalik nafsu pemerintah yang seakan memaksakan program perkebunan kelapa sawit itu.Pemerintah bahkan menggalakkan ekspansi besar-besaran ke wilayah kebun meski kemudian harus mengkonversi hutan.Bukan hanya itu, para investor juga dengan mudah menyisir semua wilayah dan mencari pemegang kebijakan (baca: Bupati/Gubernur dan Ketua DPRD) untuk menjadi sasaran tembak untuk memuluskan program sawit di daerah.Tak jarang para investor ini menyuap para kepala Daerah dan atau ketua DPRD yang serakah.

Dalam perjalanan pulang dari Gorontalo ke Tolitoli, saat penulis istirahat di sebuah rumah makan di Kota Raya. Tanpa sengaja melihat lembaran koran yang bekas pembungkus.Koran Mal edisi 20 April 2012 yang menurunkan berita berjudul : ”Ketua DPRD buka amplop suap investor sawit “. Dalam berita itu dijelaskan,seorang ketua DPRD Kabupaten Gorontalo Thomas Mopili membuka langsung amplop suap dari investor sawit di hadapan masyarakat umum. Bupati juga menjelaskan dalam berita itu, ada dua amplop yang diterima dari orang yang tidak dia kenal masing-masing berisi 500 dolar AS. Dikatakannya, amplop suapan itu adalah upaya penyuapan yang mengindikasikan ada hal- hal yang patut di duga meminta kemudahan dalam perizinan investasi di pemerintah daerah.
Lanjut Bupati,amplop itu sengaja dia ambil agar menjadi bukti bahwa ada upaya upaya yang dilakukan dalam memuluskan usahanya tanpa memperhatikan kaidah hukum yang harus dipatuhi. Pertanyaannya, bagaimana dengan daerah-daerah yang ketua DPRD dan Bupatinya diam-diam menerima amplop suap dari investor? lalu uang suap itu diakantongi dan dibuka sendiri dan berucap mesra kepada investor “ Selamat dating di daerah kami ! “.

Penulismenaruh kecurigaan hal itu terjadi di Kabupaten Polewali Mandar, ProvinsiSulawesi Barat, karena program pembangunan perkebunan kelapa sawit tiba-tiba mempunyai izin prinsip dengan peruntukan lahan 18.000 hektare dan terkesan memaksakan program itu masuk di wilayah kecamatan Campalagian, Luyo, Tubbi Taramanu, dan Alu.
Kekhawatiran itu didasarkan pada kenyataan bahwa pihak perusahaan pengembang sawit itu kemudian dengan seta merta melakukan pembibitan di wilayah kecamatan Mapilli dan bersosialisasi dengan propaganda dan janji-janji demi kesejahteraan rakyat.Tidak hanya itu, pihak awak perusahaan langsung mematok lahan kebun warga tanpa pemberitahuan sebelumnya. Dan lucunya, perushaan pengelola perkebunan sawit itu adalah milik salah satu keluarga penguasa di daerah ini, yaitu PT. Mandar SuburSejahtera.

Pemerintah,awak perusahaan dan kaum-kaum yang berkepentingan menggiring masyarakat padaposisi yang membuat mereka terbuai, terlena, terpana dengan segudang iming-iming dari kaum yang berkepentingan ini. Mereka semaikin agresif dan proaktif dan berani manjejakan kaki untuk mendekati masyarakat dengan menjanjikan: “ Jika mengizinkan adanya perkebunan kelapa sawit ini maka, selayaknyalah masyarakat akan memperoleh keuntungan untuk dapat mensejahterakan hidupnya kelak, seperti yang dialami oleh masyarakat Mamuju dan Mamuju Utara “.Begitulah kira-kira yang dijanjikan kepada masyarakat.

Disisi lain,masyarakat pemilik lahan terjadi pro dan kontra. Sebagian besar warga masyarakat mulai bersuara lantang dan melawan, setelah tahu bahwa dampak atau imbas dari perkebunan kelapa sawit begitu dahsyat bagi keberlangsungan hidup generasi selanjutnya. Belum lagi program ini terkesan menjadi mesin ATM buat para kaum yang berkuasa ditambah lagi tidak melalui mekanisme dan prosedur pembangunan perkebunan kelapa sawit, terutama belum adanya kajian ilmiah dan amdal dari program pohon berbuah dolar ini.

Sebagai penulis yang juga putra daerah Polewali Mandar, menyadari betul bahwa kenyataan ini begitu menyedihkan ketika sebagian masyarakat sempat tersugesti mengiyakan perkebunan sawit itu, padahal jelas-jelas hal ini merupakan proses dan bentuk pembodohan dan pemiskinan sekaligus penindasan yang luar biasa terhadap kehidupan sumber daya alam dan kehidupan generasi selanjutnya. Bentuk pembodohan dan penindasan itu antara lain :
1. Lahan peruntukan yang ditunjuk oleh pemerintah adalah wilayah kebun rakyat dan hutan produksi yang sebelum mereka berinvestasi,para investor ( Perusahaan) sudah dapat menikmati dan mendapatkan keuntungan besar berupa kayu dari hutan dengan hanya mengurus Surat IJIN PEMANFAATAN KAYU (IPK) kepada pihak pemerintah,dalam hal ini Kementrian Kehutanan.
2.Penghancuran ekosistem dan musnahnya kearifan lokal dan pengetahuan local hutan, lahan, tanah yang tak dapat berfungi penuh. Hal ini terjadi karena pembukaan lahan sering kali dilakukan dengan cara tebang habis dan land clearing dengan cara pembakaran demi efisiensi biaya dan waktu.Perkebunan kelapa sawit ini juga akan menimbulkan eksploitasi kerusakan kawasan hutan yang biasanya digunakan untuk berkebun, berladang, mencari sayur dan buah-buahan, setelah sawit ini tumbuh dan berkembang semua itu akan menjadi kenangan masa lalu. Padahal kita tahu bahwa masyarakat di daerah ini menggantungkan hidupnya terhadap hutandan isinya.
3. Munculnyapersoalan tata ruang dimana monokultur,homogenitas dan overloads konversi hutanyang berimbas pada hilangnya keaneka ragaman hayati.Hal ini memicu kerentanankondisi alam berupa menurunnya kualitas lahan disertai erosi,hama migran baruyang sangat ganas karena hama ini mencari habitat baru akibat kompetisi yangkeras dengan fauna lainnya.Dan pastinya ini akan menjadi sumber penyakit yangkapan saja mengintai dan melanda masyarakat setempat.
4. Kerakusan Unsur hara dan air bagi tanaman monokultur sejenis sawit ini dalam sehari menyerap 12-25 liter air perhari perpohon.Kondisi ini akan berimabas pada kurangnya debit air diwilayah gunung (hulu) yang tentunya mengurangi pasokan air untuk bendungan Sekka-Sekka (Maloso Kiri dan Kanan) yang merupakan satu-satunya bendungan yang mengairi ribuan hektare lahan sawah.

Berdasarkan deforetasi tersebut, penulis ingin mengajak segenap pemerhati masyarakat,penyelamat lingkungan untuk member warning bahwa program Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Polewali Mandar ini,adalah sebuah program BENCANA DAN PETAKA BUAT GENERASI SELANJUTNYA. Jika ini terus di biarkan,maka besar kemungkinan akan memicu konflik horizontal dikalangan masyarakat. Naudzubillahi min dzalik.

Hemat Penulis, Polewali Mandar dalam kajian apapun pasti tidak akan cocok dengan Kelapa sawit,karna Polewali Mandar adalah daerah yang mempunyai curah hujanyang rendah dengan bulan basah hanya 4-5 bulan pertahun,sementara Kelapa sawit hanya cocok dengan daerah yang curah hujannya tinggi dengan bulan basah 6-8bulan pertahun.Sawit juga membutuhkan kemiringan tanah 30-40 derajat,sementara objek lahan yang dipruntukan pemerintah kemiringan tanahnya hanya 30 derajat kebawah. Kalaupun ada yang mencapai kemiringan 30-40 derajat, maka kawasan itu pasti kawasan hutan lindung.

PesanPenulis, bahwa Polewali Mandar cukuplah dijadikan sentra industri dan mengembangkan potensi lahan sawah dan kebun kakao yang selama ini selalu di jadikan objek program peningkatan mutu intensifikasi pertanian dan gerakan nasional pro kakao yang kesemuanya itu telah menghabiskan anggaran yang tidak sedikit dan semua itu akan duberangus oleh kehadiran sebuah PERJUDIAN di Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit. Memang tidak mudah membalik sejarah,tetapi membiarkan masa depan yang tidak jelas atau tidak pasti dalam bidang pangan (baca:beras) atau dibidang perkebunan (baca: Kakao) dan mengharapkan yang juga tidak pasti memberikan harapan besar (baca:sawit) merupakan model kebijakan dan perjudian yang harus difikirkan dan dikaji secara kolektif dan dilawan sebagai musuh bersama !.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar