Sabtu, 24 Mei 2014

Arti Politik dan Wakil Rakyat



Arti Politik dan Wakil Rakyat
Oleh:  Muhammad Munir

ARTI POLITIK

Tahun 2014 adalah tahun politik. Demikian masyarakat Indonesia menyebut dan sepakat untuk menjadikan 2014 sebagai momentum dalam memberi warna pada wajah Indonesia di 34 provinsi pada 9 april 2014.

Politik,adalah sebuah kata yang hampir bisa dipastikan ketika masyarakat umum mendengar kata ini,maka dalam benak mereka adalah; kekuasaan, sikut menyikut, saling bohong membohongi, menghalalkan segala cara asal tujuan tercapai, identik dengan uang dll. Tentu hal ini bisa dimaklumi karena masyarakat selama ini kurang mendapatkan pemahaman tentang apa dan bagaimana itu politik. Dalam setiap pemilihan, baik itu pilkades, pilkada, pilgub, pileg, dan pilpres yang mereka dapatkan kebanyakan adalah uang, beras, gula, sarung, baju dll. Kondisi ini membuat masyarakat hanya mampu memaknai politik sebatas pada kata intrik atau cara-cara memenangkan sebuah pesta demokrasi yang dimana rakyat atau masyarakat disuguhi dengan visi,misi, janji, uang dan sembako.
Berbicara tentang politik, saya teringat dengan sebuah kisah humor ketika seorang murid SD mendapat tugas pekerjaan rumah dari gurunya untuk menjelaskan arti ‘ kata politik ’. Karena belum memahaminya, ia kemudian bertanya pada ayahnya.
Sang ayah yang menginginkan Si anak dapat berfikir secara kreatif kemudian memberikan penjelasan, “baiklah, Nak. Ayah akan mencoba menjelaskan dengan perumpamaan, misalkan ayahmu adalah orang yang bekerja untuk menghidupi keluarga, jadi kita sebut ayah sebagai ‘investor’. Ibumu adalah pengatur keuangan, jadi kita menyebutnya ‘pemerintah’. Ayah dan ibu disini memperhatikan kebutuhan-kebutuhanmu, jadi kita sebut engkau adalah ‘rakyat’,sementara pembantu kita masukkan dia kedalam kelas ‘pekerja’. Adapun adikmu yang masih balita itu kita sebut sebagai ‘masa depan’. Sekarang fikirkanlah hal itu dan saya mau lihat apakah penjelasan ayah ini bisa kau fahmi ?”.
Setelah itu,sang anak kemudian pergi ke kamarnya sambil memikirkan apa yang dikatakan oleh ayahnya sampai ia tertidur. Pada sekitar jam 03.00 dinihari, anak itu terbangun karena mendengar adiknya menangis karena ngompol. Lalu ia menuju ke kamar tidur orang tuanya dan mendapatkan ibunya sedang tertidur nyenyak. Karena tidak ingin membangunkan ibunya, maka ia kemudian pergi ke kamar pembantu. Karena pintu terkunci, maka ia kemudian mengintip melalui lubang kunci dan melihat ayahnya berada di tempat tidur bersama pembantunya.
Akhirnya ia menyerah dan kembali ke kamarnya,sambil berkata dalam hati bahwa ia sudah mengerti arti politik. Dan pagi harinya,sebelum berangkat kesekolah ia mengerjakan tugas yang diberikan oleh gurunya dan menulis pada buku tugasnya : “ Politik adalah hal dimana para investor meniduri kelas pekerja, sedang pemerintah tertidur lelap,rakyat diabaikan dan masa depan berada dalam kondisi yang menyedihkan”.
Hahahaha.......
Sampai disini,lagi lagi kita hanya bisa mengurut dada. Begitu rumitkah arti kata politik itu untuk di fahami ? Ok, mari kita kerucutkan masalah. Jika diibaratkan kita berada diruang tertutup ditengah terik mentari disiang bolong, tentu yang kita rasakan adalah pengap,gerah yang sungguh sangat menyiksa dan mengusik kenyamanan kita. Lalu kita kemudian berfikir untuk menyalakan kipas angin atau AC (air conditioner). Kipas angin atau AC yang memberikan kesejukan itulah politik menurut saya,meski tentunya,selalu banyak kemungkinan sebuah obyek diinterpretasi secara berbeda dan beragam.Karena politik menurut defenisi ilmiahnya adalah berasal dari dari kata Polish, Police yang bisa dipadankan dengan masyarakat madani. Masyarakat Madani adalah masyarakat yang sejahtera, mandiri serta tercerahkan secara kolektif dan setara. Berpolitik berarti berusaha secara bersama dalam aksi kolektif untuk menuju sebuah kehidupan sosial yang cerah, sejahtera dan mandiri, baik fisik maupun rohani.
Dari uraian dan kisah diatas, manakah diantara defenisi yang akan kita pilih untuk diaktualkan ?, apakah defenisi pertama yaitu dari masyarakat awam yang menganggap politik adalah kekuasaan atau uang, ataukah defenisi anak SD yang memberi arti politik berdasarkan cerita ayahnya dan fakta yang ia lihat, atau kita mengambil defenisi ilmiah,tetapi selayaknya bagaimana logika akademis mampu menerima hal ini ?. Persoalannya adalah, siapakah yang seharusnya diikuti dan siapakah yang selayaknya mengikuti.
Agaknya masyarakat sudah harus niscaya untuk bisa ikut memberi arti politik secara ilmiah, sebelum semuanya di politisir oleh  elite politik disetiap moment pemilihan. Hal ini penting karena politik adalah salah satu dari empat pilar masyarakat abad 21 selain ekonomi,teknologi dan masyarakat itu sendiri, sebagaimana yang dikemukakan oleh Frank Feather.
WAKIL RAKYAT
                Bagi kalangan tertentu, menjadi wakil rakyat (baca: anggota DPR/DPRD) adalah merupakan sebuah kehormatan yang tak ternilai harganya. Sebab lembaga DPR ini adalah representasi dari kepentingan rakyat luas, sehingga rakyat menempatkannya dalam posisi terhormat. Karena itu,tidaklah heran jika banyak orang siap berkompetisi untuk mendapatkan posisi terhormat tersebut.
                Sukses menjadi wakil rakyat tentunya tidak lepas dari berbagai upaya atau trik politik yang dilakukan untuk meningkatkan elektabilitas selama masa kampanye. Dari kampanye program, sampai janji-janji manis dan money politic dilakukan. Apalagi dengan mekanisme penetapan suara terbanyak, suasana demokratis benar-benar gegap gempita, menjadi ajang persaingan yang keras, bikan saja antar caleg dari partai yang berbeda tetapi juga antar caleg dalam satu partai. Inilah wajah demokrasi kita di negri ini, demokrasi untuk orang terkenal, orang kuat, banyak uang, dan tentu saja berbiaya sangat mahal.
                Kini,kompetisi itu telah reda. Proses perhitungan suara yang menimbulkan banyak harapan dan kecemasan telah berakhir dengan kegembiraan dan kesedihan. Yang menang akan melenggang ke gedung rakyat (baca; Kantor DPR/DPRD), duduk dikursi empuk dengan seragam safari diikuti ekspresi wajah penuh optimisme. Sebaliknya ekspresi berbeda terlihat pada mereka yang tidak terpilih; kekecewaan, kesedihan, dan mungkin trauma, karena banyaknya rupiah yang telah dikeluarkan, waktu dan tenaga yang dikorbankan untuk sebuah cita-cita yang menggiurkan. Demokrasi telah menang di negri ini, meski rakyat harus membayar terlalu mahal dengan pemilihan ini,termasuk keributan dan aksi demo yang disebabkan oleh sebuah ketidak puasan.
                Pasca rekapitulasi kemarin, meraka yang trpilih merayakan kemenangannya sebagai bentuk kesyukuran, padahal sukses sebagai wakil rakyat terlalu prematur kalau itu disyukuri, sebab kedepan akan ketahuan dalam perjalanan waktu, mana wakil rakyat sejati dan mana wakil rakyat yang palsu, mana yang mengabdi untuk kepentingan rakyat dan mana yang hanya memuja kepentingan pribadi.
                Wakil rakyat yang terpilih ini nantinya akan bekerja dibawah sorotan tajam publik, tekanan waktu yang ketat dan godaan duniawi yang menggiurkan. Wakil rakyat punya funsi legislasi, anggaran, dan pengawasan yang tentu harus di faktualkan. Jika mereka tidak kuat iman dan mental justru akan jatuh dan terpuruk menjadi golongan orang yang kaget jadi pejabat, yang justru menjadikan jabatan itu untuk gagah-gagahan dan melupakan urusan rakyat demi urusan pribadi.
                Semoga para politisi kita yang terpilih kali ini bisa sedikit vokal dan berkoar untuk mengkritisi program eksekutif dan tidak membuat rakyat menilainya sebatas aktualisasi diri dan partai semata, sebab kepentingan masyarakat juga merupakan fungsi dari partai politik, dimana persoalan program dan kebijakan eksekutif harus disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan konstituen dan rakyat di daerah pemilihan masing-masing.
                Ada spirit yang menarik kita simak melalui ungkapan “ my loyality to party end,when my loyality to country ”(kesetiaan saya kepada partai berekhir,ketika kesetiaan pada negra dimulai). Dalam konteks ini ungkapan “ ask not what your country can do for you, ask what you can do for your country ”(jangan tanya apa yang bangsa dapat kerjakan untuk anda, tanyalah apa yang dapat anda kerjakan untuk bangsa). Wakil rakyat kita sudah saatnya menjadi negrawan yang tidak punya pamrih kecuali kemajuan bangsa dan negara (baca: masyarakat).
                Akhirnta, tulisan ini saya tutup dengan statement politik antara I Manyambungi Todilaling selaku Maraqdia dan Puang di Rano sebagai Pappuangan Napo yang juga merangkap ketua Banua Kayyang yang diantaranya berbunyi : “ Upakarayao,mupakarayaq, Madzondong duang bongi Daeng, anna: maraqba-raqbqo petawung, mambottu-bottu bassiq, marrata-rattas uwakeq, marrappaqo batu, marrusaqo allewuang, mambueqo pura loa, moka-melo, tattaqi uala membali akayyanganmu anna dipependului lao di tomaiqdi “ (kami menjunjung tinggi kebesaran dan kekuasaan raja,namun selayaknya raja selalu menghargai hak dan peranan kami, kapan raja melakukan tindakan melanggar konstitusi, hikum, dasar budaya, dan kepentingan rakyat banyak, menindas rakyat kecil, merusak persatuan dan kesatuan, mengingkari kata janji yang telah terucapkan,maka,rela atau tidak rela akan kami tarik kembali kebesaran itu dan dikembalikan kepada rakyat).
Saatnya wakil rakyat sadar bahwa kepada merekalah tanggung jawab kesejahteraan masyarakat banyak dan masa depan lumbung moral bangsa ini dipertruhkan. Jadilah wakil rakyat yang amanah, punya integritas moral agama dan sense kerakyatan.
(Penulis adalah Inisiator Komunitas Rumah Buku Provinsi Sulawesi Barat)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar