Arti
Politik dan Wakil Rakyat
Oleh: Muhammad Munir
ARTI POLITIK
Tahun 2014 adalah tahun politik. Demikian
masyarakat Indonesia menyebut dan sepakat untuk menjadikan 2014 sebagai
momentum dalam memberi warna pada wajah Indonesia di 34 provinsi pada 9 april
2014.
Politik,adalah sebuah kata yang hampir bisa dipastikan ketika masyarakat
umum mendengar kata ini,maka dalam benak mereka adalah; kekuasaan, sikut
menyikut, saling bohong membohongi, menghalalkan segala cara asal tujuan tercapai,
identik dengan uang dll. Tentu hal ini bisa dimaklumi karena masyarakat selama
ini kurang mendapatkan pemahaman tentang apa dan bagaimana itu politik. Dalam
setiap pemilihan, baik itu pilkades, pilkada, pilgub, pileg, dan pilpres yang
mereka dapatkan kebanyakan adalah uang, beras, gula, sarung, baju dll. Kondisi
ini membuat masyarakat hanya mampu memaknai politik sebatas pada kata intrik
atau cara-cara memenangkan sebuah pesta demokrasi yang dimana rakyat atau
masyarakat disuguhi dengan visi,misi, janji, uang dan sembako.
Berbicara tentang politik, saya teringat dengan sebuah kisah humor ketika
seorang murid SD mendapat tugas pekerjaan rumah dari gurunya untuk menjelaskan
arti ‘ kata politik ’. Karena belum memahaminya, ia kemudian bertanya pada ayahnya.
Sang ayah yang menginginkan Si anak dapat berfikir secara kreatif kemudian
memberikan penjelasan, “baiklah, Nak. Ayah akan mencoba menjelaskan dengan
perumpamaan, misalkan ayahmu adalah orang yang bekerja untuk menghidupi
keluarga, jadi kita sebut ayah sebagai ‘investor’. Ibumu adalah pengatur
keuangan, jadi kita menyebutnya ‘pemerintah’. Ayah dan ibu disini memperhatikan
kebutuhan-kebutuhanmu, jadi kita sebut engkau adalah ‘rakyat’,sementara
pembantu kita masukkan dia kedalam kelas ‘pekerja’. Adapun adikmu yang masih
balita itu kita sebut sebagai ‘masa depan’. Sekarang fikirkanlah hal itu dan saya
mau lihat apakah penjelasan ayah ini bisa kau fahmi ?”.
Setelah itu,sang anak kemudian pergi ke kamarnya sambil memikirkan apa yang
dikatakan oleh ayahnya sampai ia tertidur. Pada sekitar jam 03.00 dinihari,
anak itu terbangun karena mendengar adiknya menangis karena ngompol. Lalu ia
menuju ke kamar tidur orang tuanya dan mendapatkan ibunya sedang tertidur
nyenyak. Karena tidak ingin membangunkan ibunya, maka ia kemudian pergi ke
kamar pembantu. Karena pintu terkunci, maka ia kemudian mengintip melalui
lubang kunci dan melihat ayahnya berada di tempat tidur bersama pembantunya.
Akhirnya ia menyerah dan kembali ke kamarnya,sambil berkata dalam hati
bahwa ia sudah mengerti arti politik. Dan pagi harinya,sebelum berangkat
kesekolah ia mengerjakan tugas yang diberikan oleh gurunya dan menulis pada
buku tugasnya : “ Politik adalah hal dimana para investor meniduri kelas
pekerja, sedang pemerintah tertidur lelap,rakyat diabaikan dan masa depan
berada dalam kondisi yang menyedihkan”.
Hahahaha.......
Sampai disini,lagi lagi kita hanya bisa mengurut dada. Begitu rumitkah arti
kata politik itu untuk di fahami ? Ok, mari kita kerucutkan masalah. Jika
diibaratkan kita berada diruang tertutup ditengah terik mentari disiang bolong,
tentu yang kita rasakan adalah pengap,gerah yang sungguh sangat menyiksa dan
mengusik kenyamanan kita. Lalu kita kemudian berfikir untuk menyalakan kipas
angin atau AC (air conditioner).
Kipas angin atau AC yang memberikan kesejukan itulah politik menurut saya,meski
tentunya,selalu banyak kemungkinan sebuah obyek diinterpretasi secara berbeda
dan beragam.Karena politik menurut defenisi ilmiahnya adalah berasal dari dari
kata Polish, Police yang bisa dipadankan dengan masyarakat madani. Masyarakat
Madani adalah masyarakat yang sejahtera, mandiri serta tercerahkan secara
kolektif dan setara. Berpolitik berarti berusaha secara bersama dalam aksi
kolektif untuk menuju sebuah kehidupan sosial yang cerah, sejahtera dan
mandiri, baik fisik maupun rohani.
Dari uraian dan kisah diatas, manakah diantara defenisi yang akan kita
pilih untuk diaktualkan ?, apakah defenisi pertama yaitu dari masyarakat awam
yang menganggap politik adalah kekuasaan atau uang, ataukah defenisi anak SD
yang memberi arti politik berdasarkan cerita ayahnya dan fakta yang ia lihat,
atau kita mengambil defenisi ilmiah,tetapi selayaknya bagaimana logika akademis
mampu menerima hal ini ?. Persoalannya adalah, siapakah yang seharusnya diikuti
dan siapakah yang selayaknya mengikuti.
Agaknya masyarakat sudah harus niscaya untuk bisa ikut memberi arti politik
secara ilmiah, sebelum semuanya di politisir oleh elite politik disetiap moment pemilihan. Hal
ini penting karena politik adalah salah satu dari empat pilar masyarakat abad
21 selain ekonomi,teknologi dan masyarakat itu sendiri, sebagaimana yang
dikemukakan oleh Frank Feather.
WAKIL RAKYAT
Bagi kalangan tertentu, menjadi wakil
rakyat (baca: anggota DPR/DPRD) adalah merupakan sebuah kehormatan yang tak
ternilai harganya. Sebab lembaga DPR ini adalah representasi dari kepentingan
rakyat luas, sehingga rakyat menempatkannya dalam posisi terhormat. Karena
itu,tidaklah heran jika banyak orang siap berkompetisi untuk mendapatkan posisi
terhormat tersebut.
Sukses menjadi wakil rakyat
tentunya tidak lepas dari berbagai upaya atau trik politik yang dilakukan untuk
meningkatkan elektabilitas selama masa kampanye. Dari kampanye program, sampai
janji-janji manis dan money politic dilakukan. Apalagi dengan mekanisme
penetapan suara terbanyak, suasana demokratis benar-benar gegap gempita,
menjadi ajang persaingan yang keras, bikan saja antar caleg dari partai yang
berbeda tetapi juga antar caleg dalam satu partai. Inilah wajah demokrasi kita
di negri ini, demokrasi untuk orang terkenal, orang kuat, banyak uang, dan
tentu saja berbiaya sangat mahal.
Kini,kompetisi itu telah reda.
Proses perhitungan suara yang menimbulkan banyak harapan dan kecemasan telah
berakhir dengan kegembiraan dan kesedihan. Yang menang akan melenggang ke
gedung rakyat (baca; Kantor DPR/DPRD), duduk dikursi empuk dengan seragam
safari diikuti ekspresi wajah penuh optimisme. Sebaliknya ekspresi berbeda
terlihat pada mereka yang tidak terpilih; kekecewaan, kesedihan, dan mungkin
trauma, karena banyaknya rupiah yang telah dikeluarkan, waktu dan tenaga yang
dikorbankan untuk sebuah cita-cita yang menggiurkan. Demokrasi telah menang di
negri ini, meski rakyat harus membayar terlalu mahal dengan pemilihan
ini,termasuk keributan dan aksi demo yang disebabkan oleh sebuah ketidak
puasan.
Pasca rekapitulasi kemarin,
meraka yang trpilih merayakan kemenangannya sebagai bentuk kesyukuran, padahal
sukses sebagai wakil rakyat terlalu prematur kalau itu disyukuri, sebab kedepan
akan ketahuan dalam perjalanan waktu, mana wakil rakyat sejati dan mana wakil
rakyat yang palsu, mana yang mengabdi untuk kepentingan rakyat dan mana yang
hanya memuja kepentingan pribadi.
Wakil rakyat yang terpilih ini
nantinya akan bekerja dibawah sorotan tajam publik, tekanan waktu yang ketat
dan godaan duniawi yang menggiurkan. Wakil rakyat punya funsi legislasi,
anggaran, dan pengawasan yang tentu harus di faktualkan. Jika mereka tidak kuat
iman dan mental justru akan jatuh dan terpuruk menjadi golongan orang yang
kaget jadi pejabat, yang justru menjadikan jabatan itu untuk gagah-gagahan dan
melupakan urusan rakyat demi urusan pribadi.
Semoga para politisi kita yang
terpilih kali ini bisa sedikit vokal dan berkoar untuk mengkritisi program
eksekutif dan tidak membuat rakyat menilainya sebatas aktualisasi diri dan
partai semata, sebab kepentingan masyarakat juga merupakan fungsi dari partai
politik, dimana persoalan program dan kebijakan eksekutif harus disesuaikan
dengan kebutuhan-kebutuhan konstituen dan rakyat di daerah pemilihan masing-masing.
Ada spirit yang menarik kita
simak melalui ungkapan “ my loyality to party end,when my loyality to country
”(kesetiaan saya kepada partai berekhir,ketika kesetiaan pada negra dimulai).
Dalam konteks ini ungkapan “ ask not what your country can do for you, ask what
you can do for your country ”(jangan tanya apa yang bangsa dapat kerjakan untuk
anda, tanyalah apa yang dapat anda kerjakan untuk bangsa). Wakil rakyat kita
sudah saatnya menjadi negrawan yang tidak punya pamrih kecuali kemajuan bangsa
dan negara (baca: masyarakat).
Akhirnta, tulisan ini saya tutup
dengan statement politik antara I Manyambungi Todilaling selaku Maraqdia dan
Puang di Rano sebagai Pappuangan Napo yang juga merangkap ketua Banua Kayyang
yang diantaranya berbunyi : “ Upakarayao,mupakarayaq, Madzondong duang bongi
Daeng, anna: maraqba-raqbqo petawung, mambottu-bottu bassiq, marrata-rattas
uwakeq, marrappaqo batu, marrusaqo allewuang, mambueqo pura loa, moka-melo,
tattaqi uala membali akayyanganmu anna dipependului lao di tomaiqdi “ (kami
menjunjung tinggi kebesaran dan kekuasaan raja,namun selayaknya raja selalu
menghargai hak dan peranan kami, kapan raja melakukan tindakan melanggar
konstitusi, hikum, dasar budaya, dan kepentingan rakyat banyak, menindas rakyat
kecil, merusak persatuan dan kesatuan, mengingkari kata janji yang telah
terucapkan,maka,rela atau tidak rela akan kami tarik kembali kebesaran itu dan
dikembalikan kepada rakyat).
Saatnya wakil rakyat sadar bahwa kepada merekalah tanggung jawab
kesejahteraan masyarakat banyak dan masa depan lumbung moral bangsa ini
dipertruhkan. Jadilah wakil rakyat yang amanah, punya integritas moral agama
dan sense kerakyatan.
(Penulis adalah
Inisiator Komunitas Rumah Buku Provinsi Sulawesi Barat)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar