Pada menjelang
akhir era 70-an sampai 80-an juga terbentuk komunitas seni yang dibina oleh
Amru Sa'dong yang diberi nama "MEKAR". Komunitas Mekar besutan Amru
di Tinggas- Tinggas ini kurang melejit tapi mampu menjadi bagian penting yang
menanamkan bakat seni budaya ke personilnya. Hingga pada suatu ketika (1981)
alm. M.Takbir menemui M. Sukhri Dahlan dan menyampaikan keinginannya untuk
berkemah (Camping). Pada saat yang sama, Bung Ali Syahbana mudik berlibur di
Tinambung. Keinginan M. Takbir itu disampaikannya ke Bung Ali. Bung Ali
merespon baik rencana itu dan menetapkan lokasi campingnya yaitu di Salarri'
kampung leluhurnya.
M. Sukhri Dahlan
menyampaikan respon Bung Ali ke M. Takbir. Informasi itu kemudian ditindak lanjuti oleh M.
Takbir bersama Amru Sa'dong sehingga disepakatilah untuk pergi Camping dengan cara
patungan (masing-asing peserta harus bayar Rp.1000). Peserta Camping antara
lain Bung Ali Syahbana, M. Takbir, M. Sukhri Dahlan, Amru Sa’dong, Haidir, Abd. Manaf Baas, Abd. Rahman Karim atau
Epo', Bahmid, Mujahid, Amril, Firdaus, Badawi Nur, Pudding, Khaerul (Labaco)
dan lain-lain (peserta sekitar 18 orang). Banyak cerita dan kenangan yang terlukiskan dari lokasi Camping
tersebut. Ada semangat yang tiba-tiba melecut mereka untuk kerap bersama-sama
dalam situasi dan kondisi apapun. Semangat inilah yang kemudian membuat mereka
berfikir keras untuk menata diri. Satu-satunya yang bisa membuat mereka tetap
bercengkrama adalah dengan membentuk komunitas.
Pasca Camping
tersebut, pertemuan dan diskusi intensif dilakukan. Dari diskusi itulah lahir sebuah komitmen bersama untuk
medirikan sebuah komunitas. Untuk upaya itu, pertemuan demi pertemuan semakin gencar dilakukan.
Tempat pertemuan disepakati diadakan dikediaman M. Sukhri Dahlan, kadang juga di rumah Bu Kumala (saudara
Khairul atau Labaco).
Kesimpulannya adalah kesepakatan untuk mendirikan komunitas. Diskusi kecil dan
pertemuan itu rupanya membuat semakin banyaknya para
pemuda yang tertarik. Hal tersebut ditandai dengan bergabungnya Tappa, Hamzah Ismail, dan
lain-lainnya. Tindak lanjutnya adalah rapat
untuk menyapakati nama komunitas. Dalam rapat muncul beberapa usulan nama,
antara lain mawar, melati dan flamboyant. Forum kemudian sepakat memberi nama komunitasnya dengan nama
Teater Flamboyant - Mandar dan secara aklamasi menunjuk Amru Sa'dong sebagai Ketua dan M.
Sukhri Dahlan sebagai Sekretaris (belakangan sekretaris dijabat oleh Hamzah
Ismail).
Demikianlah
kronologis lahirnya sebuah komunitas besar yang digagas kurang lebih 1 tahun
itu. Perjalanan sejarah kemudian mencatat komunitas Teater Flamboyant Mandar (TF) ini didirikan
sebagai Lembaga pada tanggal 5 September 1983 dan diresmikan pada tanggal 15
September 1984. Dalam proses itulah Bung Ali Syahbana merasa bertanggung jawab
atas pengembangan Teater Flamboyant tersebut. Ali Syahbana
kemudian memboyong Emha Ainun Nadjib (Cak Nun) ke Mandar. Cak Nun melecut
semangat berkesenian mereka. Berlatih dan merekrut pemuda-pemuda lain untuk
berkarya. Tak heran jika kemudian pada tahun-tahun selanjutnya TF sudah merambah dunia
jejaringnya dengan komunitas serupa diberbagai penjuru nusantara. Hal itu diawali dengan
keterlibatannya di beberapa kegiatan, antara lain: mengikuti Pentas Seni Musik
di Polmas 1984; Pentas Tradisional "Pencari Rezeki" di Polmas tahun
1985; Pentas Teater "Perahu Nuh" di Polmas tahun 1986; Pentas Drama
"Terjebak" dan Pentas Teater "Cahaya Maha Cahaya" di Polmas
pada tahun yang sama 1987.
Demikian juga tahun
1988, TF mulai merambah wilayah luar Polmas yaitu Pentas Teater Keliling
"Lautan Jilbab" di Sulsel Pada tahun 1990 kembali TF mengikuti
Pertunjukan Rakyat "Kerikil Tajam" di Makassar dan Pertunjukkan
Rakyat "Dibalik Batu" di Pinrang tahun 1992. Tahun 1993 kembali ikut
Pertunjukan Rakyat "Kaca Mata" di Polmas. Lalu pada tahun 1995, TF
kemudian tampil lagi di Pertunjukkan Rakyat "Kauseng" di Makassar.
Tahun 1997 menjadi penanda semakin eksistnya Flamboyant dengan ikutnya di
Pentas Teater yang mengangkat "Koa-Koayang" di IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta. Berikut mendapat kesempatan di Pentas Musik Puisi di Jombang dan
pada tahun 1999 Mementaskan lagi Teater "Koa-Koayang" di beberapa
tempat di Yogyakarta. Setelah dari Jawa, TF merambah ke Sulawesi Tengah pada
tahun 2001 di ajang Indonesia Dance Forum di Palu. Naskah "Kauseng"
ditampilkan dengan sutradara Amru Sa'dong.
Kisah sukses TF
tersebut diatas terlakonkan seiring pergantian demi pergantian kepengurusan
dari Amru Sa'dong ke Hamzah Ismail hingga ke Abdul Rahman Karim. Ketiga sosok
yang pernah menjadi Ketua TF ini merupakan sebuah proses yang luar biasa.
Betapa tidak, tiga generasi tersebut melintasi era Orde Baru pemerintahan
Soeharto ke Era Reformasi. Perjalanan sejarah itulah yang membuat TF semakin
memposisikan dirinya sebagai satu-satunya komunitas seni budaya yang tak pernah
lekang dan lapuk, baik secara kualitas maupun nilai. Bung Ali Syahbana dan Emha
Ainun Nadjib serta Nurdahlan Jirana berhasil meretas jalan generasi generasi
kreatif dan cemerlang dari Tinambung dan berkarya entah di Mandar maupun di
Luar Mandar, termasuk mampu mengambil bagian dari sebuah proses lahirnya
Provinsi Sulawesi Barat. (Bersambung)
| |||||||
Rabu, 04 Mei 2016
SIMPUL SEJARAH FLAMBOYANT, CAK NUN DAN MANDAR (Bagian 2) “ M. Takbir, Camping dan Lahirnya Flamboyant ”
Oleh Muhammad Munir-Tinambung
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar