Rabu, 04 Mei 2016

SIMPUL SEJARAH FLAMBOYANT, CAK NUN DAN MANDAR (Bagian 2) “ M. Takbir, Camping dan Lahirnya Flamboyant ”

Oleh Muhammad Munir-Tinambung 
Pada menjelang akhir era 70-an sampai 80-an juga terbentuk komunitas seni yang dibina oleh Amru Sa'dong yang diberi nama "MEKAR". Komunitas Mekar besutan Amru di Tinggas- Tinggas ini kurang melejit tapi mampu menjadi bagian penting yang menanamkan bakat seni budaya ke personilnya. Hingga pada suatu ketika (1981) alm. M.Takbir menemui M. Sukhri Dahlan dan menyampaikan keinginannya untuk berkemah (Camping). Pada saat yang sama, Bung Ali Syahbana mudik berlibur di Tinambung. Keinginan M. Takbir itu disampaikannya ke Bung Ali. Bung Ali merespon baik rencana itu dan menetapkan lokasi campingnya yaitu di Salarri' kampung leluhurnya.
M. Sukhri Dahlan menyampaikan respon Bung Ali ke M. Takbir. Informasi itu kemudian ditindak lanjuti oleh M. Takbir bersama Amru Sa'dong sehingga disepakatilah untuk pergi Camping dengan cara patungan (masing-asing peserta harus bayar Rp.1000). Peserta Camping antara lain Bung Ali Syahbana, M. Takbir, M. Sukhri Dahlan, Amru Sadong, Haidir, Abd. Manaf Baas, Abd. Rahman Karim atau Epo', Bahmid, Mujahid, Amril, Firdaus, Badawi Nur, Pudding, Khaerul (Labaco) dan lain-lain (peserta sekitar 18 orang). Banyak cerita dan kenangan yang terlukiskan dari lokasi Camping tersebut. Ada semangat yang tiba-tiba melecut mereka untuk kerap bersama-sama dalam situasi dan kondisi apapun. Semangat inilah yang kemudian membuat mereka berfikir keras untuk menata diri. Satu-satunya yang bisa membuat mereka tetap bercengkrama adalah dengan membentuk komunitas.
Pasca Camping tersebut, pertemuan dan diskusi intensif dilakukan. Dari diskusi itulah lahir sebuah komitmen bersama untuk medirikan sebuah komunitas. Untuk upaya itu, pertemuan demi pertemuan semakin gencar dilakukan. Tempat pertemuan disepakati diadakan dikediaman M. Sukhri Dahlan, kadang juga di rumah Bu Kumala (saudara Khairul atau Labaco). Kesimpulannya adalah kesepakatan untuk mendirikan komunitas. Diskusi kecil dan pertemuan itu rupanya membuat semakin banyaknya para pemuda yang tertarik. Hal tersebut ditandai dengan bergabungnya Tappa, Hamzah Ismail, dan lain-lainnya. Tindak lanjutnya adalah rapat untuk menyapakati nama komunitas. Dalam rapat muncul beberapa usulan nama, antara lain mawar, melati dan flamboyant. Forum kemudian sepakat memberi nama komunitasnya dengan nama Teater Flamboyant - Mandar dan secara aklamasi menunjuk Amru Sa'dong sebagai Ketua dan M. Sukhri Dahlan sebagai Sekretaris (belakangan sekretaris dijabat oleh Hamzah Ismail).
Demikianlah kronologis lahirnya sebuah komunitas besar yang digagas kurang lebih 1 tahun itu. Perjalanan sejarah kemudian mencatat komunitas Teater Flamboyant Mandar (TF) ini didirikan sebagai Lembaga pada tanggal 5 September 1983 dan diresmikan pada tanggal 15 September 1984. Dalam proses itulah Bung Ali Syahbana merasa bertanggung jawab atas pengembangan Teater Flamboyant tersebut. Ali Syahbana kemudian memboyong Emha Ainun Nadjib (Cak Nun) ke Mandar. Cak Nun melecut semangat berkesenian mereka. Berlatih dan merekrut pemuda-pemuda lain untuk berkarya. Tak heran jika kemudian pada tahun-tahun selanjutnya TF sudah merambah dunia jejaringnya dengan komunitas serupa diberbagai penjuru nusantara. Hal itu diawali dengan keterlibatannya di beberapa kegiatan, antara lain: mengikuti Pentas Seni Musik di Polmas 1984; Pentas Tradisional "Pencari Rezeki" di Polmas tahun 1985; Pentas Teater "Perahu Nuh" di Polmas tahun 1986; Pentas Drama "Terjebak" dan Pentas Teater "Cahaya Maha Cahaya" di Polmas pada tahun yang sama 1987.
Demikian juga tahun 1988, TF mulai merambah wilayah luar Polmas yaitu Pentas Teater Keliling "Lautan Jilbab" di Sulsel Pada tahun 1990 kembali TF mengikuti Pertunjukan Rakyat "Kerikil Tajam" di Makassar dan Pertunjukkan Rakyat "Dibalik Batu" di Pinrang tahun 1992. Tahun 1993 kembali ikut Pertunjukan Rakyat "Kaca Mata" di Polmas. Lalu pada tahun 1995, TF kemudian tampil lagi di Pertunjukkan Rakyat "Kauseng" di Makassar. Tahun 1997 menjadi penanda semakin eksistnya Flamboyant dengan ikutnya di Pentas Teater yang mengangkat "Koa-Koayang" di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Berikut mendapat kesempatan di Pentas Musik Puisi di Jombang dan pada tahun 1999 Mementaskan lagi Teater "Koa-Koayang" di beberapa tempat di Yogyakarta. Setelah dari Jawa, TF merambah ke Sulawesi Tengah pada tahun 2001 di ajang Indonesia Dance Forum di Palu. Naskah "Kauseng" ditampilkan dengan sutradara Amru Sa'dong.
Kisah sukses TF tersebut diatas terlakonkan seiring pergantian demi pergantian kepengurusan dari Amru Sa'dong ke Hamzah Ismail hingga ke Abdul Rahman Karim. Ketiga sosok yang pernah menjadi Ketua TF ini merupakan sebuah proses yang luar biasa. Betapa tidak, tiga generasi tersebut melintasi era Orde Baru pemerintahan Soeharto ke Era Reformasi. Perjalanan sejarah itulah yang membuat TF semakin memposisikan dirinya sebagai satu-satunya komunitas seni budaya yang tak pernah lekang dan lapuk, baik secara kualitas maupun nilai. Bung Ali Syahbana dan Emha Ainun Nadjib serta Nurdahlan Jirana berhasil meretas jalan generasi generasi kreatif dan cemerlang dari Tinambung dan berkarya entah di Mandar maupun di Luar Mandar, termasuk mampu mengambil bagian dari sebuah proses lahirnya Provinsi Sulawesi Barat. (Bersambung)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar