Tampilkan postingan dengan label Legislasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Legislasi. Tampilkan semua postingan

Senin, 16 Januari 2017

PENYUSUNAN PETA STRATEGIS DAN KPI KEMENSOS 2016 MELALUI METODE BALANCESCOCARD

 
Oleh : Eva Rahmi Kasim

            Hasil evaluasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Kementerian Sosial tahun 2015,  ditandai dengan  adanya  pelaporan yang masih berorientasi pada kegiatan dan belum menggambarkan laporan kinerja yang sesungguhnya. Situasi ini tentu berpengaruh  terhadap pencapaian kinerja Kementerian Sosial  secara keseluruhan. Berangkat dari situasi yang kurang menggembirakan ini, Biro Perencanaan melakukan reformulasi perencanaan strategis Kementerian Sosial dengan pendekatan Balancescorard (BSC), yang dimulai secara bertahap sejak Oktober lalu dengan melibatkan para perencana dan fungsional terkait dengan perencanaan dan kebijakan di lingkungan Kementerian Sosial. Tujuan kegiatan ini adalah untuk mewujudkan good governance di lingkungan Kementerian Sosial, dan tentunya mencapai penilaian SAKIP level A.
            Pendekatan metode Balances corecard  diadopsi karena pendekatan ini memiliki keunggulan lebih dari pendekatan yang dianut selama ini yang hanya bersifat normatif, umum  dan generik serta multi tafsir. Balances corecard  menawarkan pendekatan yang lebih pasti, spesifik, terukur dan jelas waktunya sehingga tidak multi tafsir. Menurut nara sumber, pakar balanced scorecard pemerintah Suyuti Marzuki yang juga telah menyelesaikan studi masternya bidang coastal engineering andmanajemen (2005) ini, pendekatan Balances corecard sudah banyak diadopsi dalam perencanaan strategis beberapa instansi pemerintah di Indonesia.  Keunggulan BSC adalah dapat menyeimbangkan indikator kepentingan perspektif Stake Holders dengan kepentingan performa lain yang mengacu ke masa depan, keseimbangan constituent internal dan eksternal organisasi, serta keseimbangan antara performa masa lalu dengan indikator yang berbentuk ukuran proses dan aktivitas untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
            Menurut Suyuti -yang banyak memberikan asistensi reformulasi dan rekonstruksi perencanaan strategis - beberapa Kementerian dan juga pemerintah daerah di Indonesia ini,   keunggulan lain metode ini adalah:
-       Memudahkan  organisasi menetapkan dan membangun Visi, Misi dan Peta Strategi,
-       Memudahkan mendefinisikan dan mengkomunikasikan Sasaran Strategi pada setiap Level Organisasi,. Strategi organisasi akan diterjemahkan kedalam rencana operasional dengan baik (put strategy into action) di semua tingkat jabatan di dalam organisasi. Selain itu, dapat menyelaraskan semua pihak dengan strategi yang dipilih melalui proses Cascading dan Aligment,
-       Memudahkan Monitoring pencapaian KPI dan Level Pimpinan hingga Level pelaksana secara real time,
-       Memudahkan melakukan rapat- rapat secara terukur untuk koordinasi pelaporan dan pengelolaan kinerja pemerintah.
-       Memudahkan melakukan pengawasan dan pembinaan pada setiap karyawan atas pencapaian Sasaran strategis dan KPI,
-       Serta memudahkan pengelolaan Kinerja SDM sehingga mendukung penerapan Reward and Punishment System (RPS),
-       Juga memudahkan pengelolaan kompetensi setiap karyawan/ASN dan melakukan asesmen dengan metode yang mudah disesuaikan (bank kompetensi),
-       Memudahkan pengelolaan Tindak Lanjut hasil evaluasi karyawan/ASN melalui Pemetaan Pengembangan SDM ASN.
-       Mempermudah pengelola organisasi mendapatkan Laporan cetak performa manajemen bisnisnya (Bisnis Proses) Manajemen kinerja organisasi akan selaras dengan strategi organisasi (strategy and performance management alignment) di semua tingkat jabatan di dalam organisasi. Akuntabilitas yang terjaga karena jelas siapa mengerjakan apa, serta apa indikator keberhasilannya di semua tingkat jabatan hingga individu di dalam organisasi.
-        
            Dari pertemuan penyusunan peta strategis Kementerian Sosial yang lalu, didapat kemajuan yang sangat signifiacant. Hal ini ditandai adanya peningkatan Sasaran Strategis Kemensosial yang semula berjumlah 2, berkembang menjadi 9,  begitu juga case cading-nya. Hal ini berarti sasaran yang akan dicapai menjadi  lebih jelas, lebih spesifik dan lebih terukur (lihat lampiran).
            Dalam pertemuan penyusunan peta strategis kementerian sosial itu, Suyuti juga mengingatkan, bahwa berdasarkan pengalamannya melakukan asistensi perbaikan kinerja beberapa instansi/Kementerianlembaga, kunci keberhasilan penerapan metode Balancescorecard ini  memerlukan keterlibatan aktif seluruh pemangku kepentingan, terutama, level pimpinan.  Ia mencontohkan proses yang terjadi di Kementerian Kelautan dan Perikanan, yang semula dinilai kurang, setelah melakukan perubahan dengan pendekatan Balancescorecard ini mendapat penilaian yang sangat baik diantara kementerian dan lembaga yang ada, yang selanjutnya berdampak pada peningkatan tunjangan kinerja instansi yang bersangkutan.

 1. Eva Rahmi Kasim, Adalah Analis Kebijakan Madya Kementerian Sosial RI. 









Jumat, 13 Januari 2017

MENGELABORASI MAKNA KATA KADER


                                                         
 Oleh: Muhammad Munir

Sebuah percikan sejarah ketika bom atom mengguncang Hiroshima dan Nagasaki. Tak terhitung berapa jiwa manusia yang hilang melayang pada kejadian itu. Disaat yang sama sang kaisar datang memantau kejadian itu. Dari bibir Sang Kaisar itu kalimat pertama yang terucap adalah sebuah pertanyaan; ”Masih adakah guru yang hidup?’. Kenapa harus guru? Karena gurulah yang sangat berpeluang untuk membangun masa depan sebuah negara.

Ketika semua tokoh politik didaerah ini kehilangan jati diri, maka yang harus kita pertanyakan adalah masih adakah kader partai...? Kenapa kader? Karena kaderlah yang paling berpeluang untuk membangun masa depan partai. Kader adalah penentu kalah menang suatu partai dalam setiap kontestasi, baik itu pemilu, pilpres maupun pilkada. Kader adalah makhluk yang akan selalu ada dalam lingkup sebuah partai. Pimpinan boleh berganti, tapi kader tetaplah kader.

Istilah ‘kader’ adalah kosa kata yang sering kita sebut dan tidak terlalu banyak yang mencoba mengelaborasi makna kedalamannya. Dalam sebuah organisasi partai, kader dibedakan dalam dua kategori, yaitu “Kader Formalitas” dan “Kader Esensial”. Kader Formalitas adalah sebutan bagi siapapun pengurus struktural partai dan pernah mengikuti pelatihan kader. Sementara Kader Esensial adalah penjumlahan kualitas yang terdapat dalam diri seseorang tanpa melihat apakah orang itu berada dalam struktur partai atau tidak.

Kualitas yang dimaksud meliputi bentuk immaterial seperti cita-cita, angan-angan, niat baik, sifat ikhlash, tulus dll, hingga bentuk material yang dapat dilihat dalam konstribusi pemikiran, tenaga, dana dll. Pada pengertian Kader Formalitas yang tidak memiliki kualitas Kader Esensial cenderung akan menjadi beban dan penghalang untuk menang, bahkan mungkin tepat disebut “benalu partai”.
Mengelaborasi kata kader sesungguhnya merupakan upaya sebuah lembaga politik untuk membangun ruang akademis dan hati nurani.  Sebuah keniscayaan untuk menjadikan politik sebagai lapangan kompetisi sekaligus sportifitas. Kader bukanlah karyawan, bukan pula staf yang setiap saat harus menjadi pihak yang dituntut bertanggung jawab dalam setiap proses yang menjadi tugas dan tanggung jawab partai. Kader tak harus menjadi korban adanya penyelewengan, pembiaran dan apapun bentuknya, lalu dijadikan kekuatan untuk menjadikan kader sebagai pembela.

Adalah sebuah kesalahan fatal yang yang tidak bisa di tolerir, ketika dandanan-dandanan politik yang sifatnya menina bobokan kader. Pun partai tak harus menjadi muara dari seluruh kepentingan politik, sebab jika ingin besar, partai harus dijadikan seragam kolektif untuk mengakomodasi keinginan masyarakat lebih dahulu ketimbang kader. Karena atas nama demokrasilah partai politik menemui takdirnya untuk dilahirkan dengan fungsi utama sebagai rumah aspirasi rakyat.Jangan lagi mengeja konsep politik Belanda yang ketika ada segolongan yang tidak pro atau menentang maka jalan satu-satunya adalah disingkirkan.

Lembaga partai politik yang didalamnya ada banyak kader yang menjadi wakil rakyat. Sejatinya Partai dan lembaga DPR menjadi wadah aspirasi dan aksentasi konstituen dengan masyarakat secara umum. Pengurus partai dan anggota dewan seharusnya memposisikan diri sebagai aspirator, inisiator dan mediator bagi kebutuhan masyarakat secara umum dan konstituen secara khusus. Apabila aspirasi tidak mampu diakomodir secara baik dan benar, maka jangan heran jika kemudian kritik, opini, bahkan mosi tidak percaya sebab jika rakyat lelah maka makian dan sumpah serapah adalah halal baginya.

Sampai hari ini, sejak 2006, penulis masih menemukan adanya kader partai yang belum menemukan jati dirinya. Tak jarang kader tersebut menjadi kayu bakar dalam setiap pemilihan. Belum juga lahir wakil rakyat yang betul-betul bisa menjadi bagian dari solusi, yang ada malah menjadi bagian dari masalah. Pun belum kutemukan pimpinan partai yang betul-betul bisa menjadi corong kepentingan kader dan masyarakat konstituen, yang ada malah menjadikan jabatan sebagai pimpinan partai sebagai ajang gagah-gagahan. Baik Wakil Rakyat maupun Pimpinan Partai masih butuh proses untuk bisa connect dan menemukan frekwensi untuk bisa berkomunikasi dengan rakyat pada gelombang yang sama.

Lalu apakah kondisi seperti ini akan terus dipertahankan dan tak ada upaya-upaya yang bisa membuat kader lebih berdaya dan mandiri dalam kehidupan bermasyarakat ? Tulisan ini tidak untuk membangun ruang diskusi lebih banyak, tapi diharapkan menjadi katalisator tersampaikannya harapan untuk membuat para pemimpin partai dan wakil rakyat lebih banyak berintrasfeksi diri, lebih sering mengeja jiwanya untuk merasakan pedih perih menjadi rakyat yang asing dan terlantar dalam sistem didaerahnya. Tak ada makan siang gratis...itu pasti. Tapi rakyat ini tak butuh makan gratis, tak ingin makan enak melulu. Yang mereka butuhkan adalah enak makan.


Maka siapapun, hari ini mari merubah pola berpolitik kita. Jangan lagi kita sibuk berfikir untuk bisa beli ikan buat rakyat, tapi berilah mereka kail agar mereka bisa memancing ikan. Janganlagi kita sibuk mengumpul pundi-pundi untuk membagi puing-puing ke rakyat. Mulailah kita berfikir masa depan, jangan menjadikan rakyat sebagai bagian dari masa lalu kita. Berani Berubah !

Senin, 09 Januari 2017

"SENI PERANG" Peluang Kemenangan ABM di Mamuju


Catatan dari Kampanye Akbar ABM-ENNY di Mamuju :


Sun Tzu, Jenderal Tiongkok di Abad Ke-5 SM, pernah berkata, " Untuk dapat mengalahkan lawanmu, kamu harus menjadi dan berperilaku seperti musuhmu". Filosofi yang tertuang dimanuskrip Art of War itu sebisa mungkin "Dinamisasi konteksnya", mampu direplikasi oleh think tank ABM pada pilgub Sulbar 2017. Layaknya sebuah perang, mematahkan supermasi taktik SDK selama menjadi petarung kuat di Mamauju. Meski kali ini nampak bahwa kemenangan SDK di Mamuju bisa dibilang tipis dari perkiraan. Kemenangan tipis adalah hal yang rawan, sebab menang tapi tipis.


Catatan ini bukanlah rekomendasi, melainkan reka simulasi startegi dan seni perang yang tidak semudah mengamalkan teori, tetapi segala aspek pendukungnya harus tepat dan efisien. Dari record pertarungan SDK di Mamuju, tentu memilik strategi jitu yang kemudian bisa saja, bukan tidak mungkin akan diadopsi dalam skala besar. Para pemikir ABM sepertinya menyadari hal-hal yang akan dijadikan starategi oleh SDK, sehingga untuk wilayah Mamuju ABM tentu bisa bicara banyak, terlebih dengan melihat record ABM tahun 2011 yang mampu meraih 18% di Mamuju tanpa dukungan dari Bupati Manapun, serta melawan Incumbent AAS.

Namun kini ABM kian kuat dengan lapisan kekuatan penuh Anwar. Bahkan kemenangan ABM di Mamuju bukanlah hal yang mustahil jika melihat progresnya kali ini. Menyadari bahwa, meski cukup sekedar mengandalkan kekuatan figur untuk mengalahkan SDK yang diperkuat sejumlah Bupati. Namun seperti umumnya, sebuah perang, penulis menilai taktik menjadi bagian yang sangat penting dalam mencari kemenangan. Memandang itu, dengan mereplikasi filosofi Art Of War, seni berperang yang dicetuskan Tzu pada abad 5 SM silam. Kejuatan itu yang akan memaksa SDK merefleksi internal.

Taktik dengan cara politik SDK "mungkin" menjadi efektif untuk diterapkan, namun tidak serta merta diciplak secara total melainkan penyesuaian yang tepat. Dengan sisa 35 hari lagi, cara keji (red: Sun Ztu) yang dilakukan dengan membiarkan terjadinya perang terbuka di Polman, SDK mengalami hard landing dan ABM justru Soft landing di Mamuju.

Dengan segala potensi ABM, maka taktik meniru lawan, jika salah satu elemen Art Of War ala Sun Tzu yang tidak dipraktikkan maka akan berakibat fatal. Selaian memahami lawan, tentu wajib mengenali kekuatan sendiri. Jika memahami keduanya, maka tidak akan risau dalam menghadapi ratusan pertempuran, demikian teori Sun Tzu. Dengan demikian kemenangan apik akan menjadi buah yang dibayar tuntas, meski belum tentu kalah dengan tidak menggunakan teori ini. Sebab ini sekedar mereka-reka pertarungan pilgub berdasarkan teori perang ala Sun Ztu pada zaman yang berbeda.

Ini adalah goresan refleksi dan koreksi, betapa setiap kekuatan strategi memiliki anti klimaks. Saat sebuah pertarungan kuat sesorang sudah tampil sangat impresif maka pada "pertandingan" berikutnya, biasanya akan tampil dengan anti klimaks.

Ya, klimaks dan anti klimaks, namun kondisi ABM yang gemilang di Polman justru tidak mampu dipertahankan SDK di Mamuju bahkan sampai 15 Februari 2017. Ini hanya sekedar analisa yang tentu memiliki banyak potensi sanggahan dan bersyukurlah jika rupanya lebih berpeluang pada dasar kemenangan. Semoga pilkada berjalan damai dan penuh cinta persatuan serta kemajemukan.

Rasa penasaran untuk saling mengalahkan dan untuk memulai kemenangan pertama dan kesekiannya, adalah syarat yang bakal mewarnai perhelatan. Apa yang pernah ditorehkan Sun Ztu dalam setiap kemenangannya bisa menjadi cetak biru bagi siapapun, terlebih mereka yang memiliki prasyarat mutlak yang lengkap. Kekuatan ABM di Mamuju oleh SDK harus segera disadari, sebab justru kemenangan ABM semakin besar. (Muhammad Munir)

NB:
Catatn penulis yang seharusnya menjadi renungan bagi setiap TIM Sukses untuk bisa membangun paradigma politik tanpa gaduh dan menjadi lebih cerdas berpolitik serta mencerahkan.

Foto: Dokumentasi Kampanye Akbar ABM-ENNY di Mamuju, 8 Januari 2017
(Dokumentasi : Muhammad Arif dan Hamka Hammanur-DPD PAN Polman)

Sabtu, 07 Januari 2017

BHINNEKA TUNGGAL IKA DALAM PERSPEKTIF MANDAR



Drs. Darmansyah
Oleh : Drs. Darmansyah*
Bhinneka Tunggal Ika adalah semboyan bangsa Indonesia yang berasal dari bahasa Jawa kuno, yang salah satu kata “tunggal” ada juga pada bahasa daerah Mandar, dan tidak menutup kemungkinan terdapat juga pada bahasa daerah lain. Penulis berpendapat bahwa, penggagas semboyang bangsa Indonesia berupaya mencari kalimat yang dianggap merangkum atau mewakili semua bahasa daerah di Indonesia ini. Adapun siapa yang memuasali atau diasali, wallahu a’lam – lakukan penelitian lebih dalam.
Bhinneka Tunggal Ika, seringkali diartikan dengan kalimat “berbeda-beda tetapi satu”.

Penulis lebih cenderung membahasakan dengan kalimat “beragam dalam kebersamaan”. Kalimat lain menyebutkan “bersatu kita teguh - bercerai kita runtuh”. Demi persatuan, penulis membahasakan “bersatu kita teguh – bercerai kita kawin kembali (rujuk)”. Bhinneka Tunggal Ika, jika diterjemahkan kata perkata. Kata Bhinneka berarti “beraneka ragam” atau “berbeda-beda”. Kata neka dalam bahasa Sangsekerta berarti “macam” dan menjadi pembentuk kata “aneka” dalam bahasa Indonesia. Kata tunggal dalam bahasa Jawa kuno berarti satu, memberi makna bahwa walaupun beragam tetapi hakekatnya satu kesatuan dalam bingkai NKRI.

Sabtu, 31 Desember 2016

ANDI IBRAHIM MASDAR : Sosok Penerus Masdar di Mandar

Andi Ibrahim Masdar[1] merupakan putra kedua dari pasangan alm. HM. Masdar Pasmar dengan Andi Suryani Pasilong. Ayahnya adalah mantan Ketua DPRD Polewali Mandar yang dikenal lues dan sangat sosial. Banyak yang mengatakan bahwa karakter dan talenta yang dimiliki ayahnya itu menurun ke Andi Ibrahim. Andi Ibrahim juga dikenal sebagai seorang politisi yang murah senyum, familiar dan mempunyai pergaulan dengan siapa saja, mulai anak muda sampai ke orang dewasa.

            Sosok yang akrab disapa Bram ini lahir di Makassar pada 18 Maret 1963. Sejak muda, ia telah banyak berkecimpung dalam organisasi kepemudaan namun tak pernah menjadi Ketua KNPI sebab momen-momen yang didapatinya tak pernah memberinya peluang untuk menjadi Ketua KNPI. Atas dasar itulah ia mendirikan sebuah wadah yang diberi nama GEMPITA, sebuah gerakan pemuda lokal yang justru gaungnya lebih besar dari pada KNPI itu sendiri. Sebab setelah itu ia kemudian banyak terlibat dan menjadi ketua diberbagai organisasi, antara lain Kosgoro, AMPI, dll.

            Pengalaman berorganisasi yang dilaluinya justru memudahkannya untuk terjun dalam dunia politik. Pengalaman politik ia dapatkan dari Partai Golkar, sebab ayahnya adalah Ketua DPD II Golkar. Orgnisasi pemuda dan partai politik ternyata membuatnya dengan mudah melenggang menjadi Anggota DPRD Sulsel pada tahun 2004. Setelah Sulbar terbentuk, ia kemudian menjadi Anggota DPRD Sulbar dan dipercaya sebagai Ketua Fraksi Golkar periode 2005-2009.

            Selain sebagai Angoota DPRD Sulbar, ia kemudian dipercaya sebagai Ketua DPD II Golkar Polewali Mandar, Ketua Kwarda Pramuka Sulbar dan pada tahun 2008 ia menjadi sosok yang mengejutkan sebab maju sebagai Calon Bupati melawan kakaknya Andi Ali Baal Masdar. Meski Pilkada dimenangkan oleh Ali Baal tapi kemudian ia lebih tersohr dengan inisial AIM. Pada Pemilu 2009, AIM dengan mudah melenggang kembali ke DPRD Sulbar untuk periode 2009-2014.

            Belum selesai jabatannya di DPRD Sulbar, pada tahun 2013 periode Ali Baal Masdar (ABM) telah usai di Polman yang mengharuskannya mengambil peluang untuk menjadi Bupati Polewali Mandar. Dengan menggandeng HM. Natsir Rahmat, ia dengan mudah mengungguli rivalnya yang tujuh pasangan. Praktis AIM kemudian dilantik menjadi Bupati Polman untuk periode 2013-2018.

            Sebagai bupati, AIM memang memberikan sebuah perubahan mendasar dalam corak pembangunan serta managemen pemerintahan yang ia pimpin. Ia menjalankan roda kepemimpinannya dengan sangat enjoy. Kunjungan ke berbagai pelosok terpencil ia nikmati bersama dengan Komunitas Trail yang ia bentuk, maka jadilah ia sebagai sosok pemimpin yang dikenal dekat dengan rakyatnya.
           
Pada saat masuk tahun ketiga pemerintahanya, ia kembali membuat sebuah kejutan dengan mengundurkan diri sebagai kader dan Ketua DPD Golkar sebab lebih memilih mendukung kakaknya ABM-Enny ketimbang mendukung calon yang diusung oleh GOLKAR yaitu Salim-Hasan. Pengunduran dirinya sebagai kader Golkar ini rupanya menjadi berkah bagi Partai Nasdem Sulbar, sebab ia diberikan kepercayaan untuk menjadi Ketua DPW Nasdem Sulbar yang sebelumnya dijabat oleh Abdul Rahim (Abdul Rahim mundur dari Ketua Nasdem Sulbar dan memilih menjadi Sektretaris dari AIM).





[1] Bupati Polewali Mandar periode 2013-2018

ABM-ENNY MEMBANGUN SDM : INI KAJIAN ILMIAHNYA !


Ali Baal dalam kepemimpinannya sebagai Bupati Polman selama dua periode berhasil menggenjot PAD yang hanya 5 miliar menjadi 11 miliar saat memimpin ditahun pertama. Manajemen birokrasi ia benahi secara profesional. SDM dibangun dengan cara menyekolahkan pegawainya yang berprestasi demi menunjang tugas-tugasnya. Dari segi stereotip keunggulan daerah, Polman memiliki keunggulan dari segi potensi pertanian sehubungan SDM untuk mengelola potensi pertanian juga ia genjot habis-habisan.

Semua ia genjot hingga merubah tampilan Polman menjadi lebih baik dan membanggakan. Sektor ekonomi, SDM, SDA, agama, seni dan budaya tak ketinggalan ia sentuh dengan sangat profesional sehingga tak heran ketika periode kedua melalui pemilihan langsung pun ia tetap mampu menjadi pemenang ditengah gempuran lawan-lawan politiknya.

Yang menarik dari periode kepemimpinannya terletak ketika periode pertama masih Polewali Mamasa tapi periode keduanya telah berubah menjadi Polewali Mandar. Termasuk sistem pemilihan pada peride pertam ia dipilih oleh Anggota DPRD Polmas, tapi pada periode keduanya dipilih secara langsung oleh seluruh rakyat Polewali Mandar. Dan pada periode keduanya juga melekat sebuah inisial yang begitu populer yaitu ABM.

ABM yang pada Pilkada 2011 lalu memperoleh suara terbanyak kedua saat berkompetisi melawan Anwar Adna Saleh dan Salim Mengga. Capaian pada Pilkda 2011 itu menjadi peluang paling besar untuk menjadi pemenang sebab pada 2011 ia melawan kubu AAS tapi pada Pilkada 2017 ini dua kekuatan yang menjadi pemenang Pilkada 2011 ini menyatu.

Sampai saat ini, ketokohan ABM memang sangat popular di Sulawesi Barat ketimbang rivalnya SDK dan SALIM. Diantara ketiganya, ABM tetap menjadi tokoh sentral yang layak diperhitungkan untuk memimpin banua malaqbiq yang bernama  Sulawesi Barat ini. Alasan memilih ABM-ENNY sesungguhnya adalah pilihan yang tepat dalam rangka melanjutkan segala program AAS selama dua periode. AAS dalam pemerintahannya terkesan lebih focus ke infrastruktur namun ABM sebagai pelanjut yang menggadeng istri AAS ini akan lebih focus membangun kultur dan SDM. Mengapa SDM menjadi prioritas dalam misi ABM-ENNY ? Inilah alas an ilmiahnya.

Pertama, karena memang dari hasil uji data yg telah dilakukan melalui 6 tahap, SDM memang memiliki persentase tertinggi (urgency 32%) dari misi lain, dimana setiap misi di topang berbagai sasaran strategisnya masing-masing...(Bhagwat & Sharma, 2007; Kaplan & Norton, 1992, 1996) (Lawrie & Cobbold, 2004).

Kedua, karena memang seluruh konsep pembangunan di dunia ini, pembangunan SDM adalah hal utama dan pertama yang harus dibangun dahulu (Gerring, Thacker, & Alfaro, 2012; Ife, 2006)....Oleh karena manusia adalah modal sosial utama (human capital) (Burt, 2000; Claridge, 2004; Woolcock & Narayan, 2000) merupakan salah satu faktor penting dalam proses pertumbuhan ekonomi (teori Cobb-Douglas). Dalam teori Cobb-Douglas mengemukakan bahwa pencapaian pertumbuhan ekonomi tidak terlepas dari kualitas human capital-nya. Dengan modal manusia yang berkualitas kinerja ekonomi diyakini juga akan lebih baik. Kualitas modal manusia ini misalnya dilihat dari tingkat pendidikan, kesehatan, ataupun indikator-indikator lainnya. Oleh sebab itu, dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi perlu pula dilakukan pembangunan manusia, termasuk dalam konteks ekonomi daerah.

Kebijakan pembangunan yang tidak mendorong peningkatan kualitas manusia hanya akan membuat daerah yang bersangkutan tertinggal dari daerah yang lain, termasuk dalam hal kinerja ekonominya (Suyuti, 2015).