Jumat, 30 Desember 2016

KADO PERGANTIAN TAHUN PENULIS BUTUH ILMU SEJARAH ?

Oleh: Muhammad Rahmat Muchtar

Beragam latar dan basic para penulis. ada yang berbasic kelautan, agama, budaya, fisika, antropologi, kesenian dan penulis sejarah (sejarawan) itu sendiri dll.
Mutlakkah para penulis butuh ilmu sejarah? Bisa jadi tidak. tergantung pada bobot apa sejarah itu dibutuhkan dalam narasinya tuk menguatkan gagasan atau issu yang ingin disampaikan.Tergantung penulis basic apa kita dalam membutuhkan dan memperlakukan sejarah. 

Kalau kita adalah penulis dan sejarawan sekaligus, maka tentu memperlakukan sejarah dengan metode : mencari bukti-bukti otentik untuk menyusun narasi sejarah, mencari narasi sejarah karya sejarawan sebelum kita sebagai bandingan atas interpretasi kita. Bukti-bukti otentik di sini tentu berupa sumber tulisan dari masa lalu, mulai dari lontar, prasasti, dll, bukti visual dua dan tiga dimensi dari masa lalu,fhoto2, sumber lisan dlsb. Berdasar dari sumber otentik itu sejarawan membuat narasi, cerita, yang runtut dan dapat dipertanggungjawabkan keutuhan logikanya. 

Kerja yang tidak mudah. dibutuhkan ketekunan, keterampilan (misalnya kemampuan bahasa yang dipakai pada masa yang kita teliti), ketelitian, kejujuran dan finansial. Dengan memahami proses ini, selalu ada selorohan ketika mis. ada 5 sejarawan menyusun sejarah pada sebuah masa, maka akan muncul banyak versi sejarah. Semua narasi yang kita buat, seganjil apapun, bisa disebut sebagai sejarah asalkan dapat dipertanggungjawabkan dengan sumber otentik tadi. Dari sini pulalah ungkapan bahwa sejarah ada di tangan penguasa muncul. Penguasa bisa melakuan apa saja untuk menutup satu fakta (dg kata lain, bukti otentik) dan menyoroti fakta yang lain.

Kalau kita penulis yang “hanya” membutuhkan sejarah untuk mendukung topik-topik lain yang kita tulis, tentu kita perlukan narasi sejarah yang sudah dibuat oleh sejarawan yang bisa kita andalkan, maksimal observasi dan wawancara langsung. Diwilayah ini bisa jadi termasuk penulis Pramudia Ananta Toer yang kuat mengeksplor sejarah ditiap karya novelnya. Atau Adi Arwan Alimin (asal Sulawesi Barat) penulis Novel Daeng Rioso. maka praktis beliau banyak membutuhkan pemahaman akan sejarah kerajaan Balanipa secara khusus & kerajaan Pamboang dimasa itu serta suasana politik Mandar, bugis dan Makassar secara umum. Tentu dibutuhkan rujukan-rujukan sejarawan-sejarawan dan masyarakat umum yang pernah membahas dan mengetahui periode Balanipa waktu itu, Masing-masing sejarawan dan sumber akan memiliki tesis dan panangan tersendiri mengenai hal itu, mis.penyebab utama Daeng Rioso naik tahta, siapa sebenarnya Daeng Rioso dalam silsilah kerajaan Balanipa, ada apa dengan I Pura Parabue (istri raja Pamboang) yang ia persunting dll.

Demikian pun para penulis seni rupa mis.Kus Indarto yang mengkuratori pameran lukisan butuhkan sejarah perupa, latar lahir dan bahkan sejarah identitas etnis perupa tersebut. Tentang bagaimana menulis peninggalan seni rupa tertua digua Leang-leang, Maros. Butuhkan sejarah tentu.

Dalam penggunaan sejarah sebagai latar belakang seperti ini, kita bisa menggunakan lebih dari satu sejarawan, meskipun mereka memiliki tesis sejarah yang berbeda-beda. Karena mungkin saja karya yang kita teliti lebih bisa didekati dengan menyadari adanya alternatif penafsiran. Tentu ini operasi yang cukup pelik. Namun, kewaspadaan akan berbagai narasi sejarah ini, asalkan disertai dengan ketelitian penulisan untuk mencegah kesimpangsiuran, hasil penelitian kita akan lebih bernuansa.
Uraian diatas kita dengan mudah dapat memilah atau memaklumi dari berbagai karya tulis, buku dan apa saja yang telah mereka hasilkan. Misalnya didaerah kita Sulawesi Barat, Kita bisa memahami secara intelektual bagaimana bobot sejarah pada karya2 Saiful Sinrang, Mu’is Mandra, Darmawan Mas’ud, Husni Djamaluddin dan sederet serta seangkatan dengan mereka.

Bisa kita berwisata bagaimana sejarah dalam karya Suradi Yasil, puisi2 Nur Dahlan Jirana, buku-buku Ahmad Asdy dan karya2 Idham Khalid Bodi. Dapat kita berselancar lewat karya2 nya Adi Arwan Alimin, Darwin Badaruddin, puisi dan esay budayanya Muh. Syariat Tajuddin, buku2 yang kental nuansa baharinya Muhammad Ridwan Alimuddin, karya2 Bustan Basyir Maras yang tidak pernah berhenti Ziarahi Mandar, buku puisinya Hendra Djafar yang baru satu, antologi puisinya Syuman Saeha (pirappari pole bayi langit,hehe). 


Para penulis2 perempuan dalam analekta beru-beru, Uni Sagena cs, jangan lupa juga penulis muda yang lahirkan karya “ masihkah engkau diberandaku “ Irwan Syamsir. (yang satu ini nuansa sejarahnya kayaknya kurang ya? Lebih hot cinta, sepi dan DIK), meski suatu waktu ia akan butuh sejarah, sejarah cinta dan sepi.
Selamat Tahun baru 2016 – 2017.
By. Rahmat, Desember 2016.



(Penulis adalah Pendiri Uwake' Culture Fondation, Pemerhati Literasi "Bendi Pustaka Paissangang" dan Pimpinan Lingkar Musik Uwake' beralamat di Tinggas-Tinggas Kel. Tinambung Kec. Tinambung)

Minggu, 25 Desember 2016

BANJIR UCAPAN SELAMAT ULTAH: Begini Ilham Muin Meresponnya !



                                                                     Oleh: Ilham Muin

Satu kata yang ingin saya ucapkan. Terima kasih kepada seluruh teman-teman, sahabat, adik, kakak, bapak, ibu dan luluare’u semuanya. Telah memberikan ucapan selamat atas hari ulang tahunku hari ini. 25 Desember 2016. Banyak kata kalian telah tulis dan kirimkan ke FB-ku. Dengan kata-kata beragam makna. Kagum atas semuanya walaupun terkadang tertawa sendiri membacanya.

Yaumil Milad Honey. Love You, Qifa And Ayyubi. Tulis Sarfiani Bakri. Sosok perempuan yang telah mendampingiku 6 tahun terakhir. Kami telah dikaruniai Allah SWT 2 orang anak. Aqifa Faeezah Muin (Qifa) dan Muhammad Tharik Al Ayyubi Muin (Ayyubi).

Selamat hari lahir broo. Ucap Muliawan Ahmad. Dia ini sebenarnya teman dan yuniorku. Sebentar lagi ia akan bertugas jadi abdi Negara. Ia salah satu putra Sulbar yang lulus Guru Garis Depan. Sebuah program yang digagas kementerian Pendidikan Nasional.
Yaumil Milad Teman. Ucap Lily Afriani, teman kelasku waktu sekolah di SMA 1 Majene. Lulusan Fapertahut Unhas yang nyebrang kerja di Panin Bank Mamuju.

Yaumil Milad Bro. Salamaki. Tulis Fahri Bougnize. Terakhir ketemu dengannya di Bandara Sultan Hasanuddin Makassar. Saya satu pesawat ke Jakarta. Saat saya tanya urusan apa, saya kaget atas jawabannya. Ternyata ia sudah mau menyelesaikan Program Study S3 nya. Benar-benar hebat. Padahal saya seusia dengan Bang Fahri.

Yaumil Milad Kanda. Tulis Sukardi. Ia ini adalah yuniorku di IPPMIMM Makassar. Saat saya jadi Presiden DPP IPPMIMM Makassar, ia adalah ketua Komisariat IPPMIMM kecamatan Tammero’do. Sekedar untuk promosi, IPPMIMM adalah singkatan dari Ikatan Pemuda Pelajar Mahasiswa Indonesia Mandar Majene.

Met Ultah Kanda. Tulis Iwan Malasang, Yunior yang sudah saya anggap sebagai saudara sendiri. Saya termasuk orang yang mendukung keputusannya keluar kerja dari sebuah perusahaan Batubara di Kaltim dan memulai bisnis “kecil-kecil-an” di Majene.

Kami satu kecamatan mengucapkan selamat ulang tahun. Kata Andi Sri Wahyuni Ismail. Ketawa setengah mati membacanya. Entah dia dapat mandat dari mana untuk mewakili rakyat kecamatan Sendana mengucapkan selamat ultah. Tapi saya mau ucapkan balik. Selamat atas prestasinya menjadi juara 1 Pertandingan Bola Volley di Polman. Salut atas prestasinya telah mengharumkan nama kecamatan Sendana.

Selamat Panjang Umur. Tulis Putra Leman-Leman. Sepupu satu kaliku yang tinggal di Gresik Jawa Timur. Ibuku dan Bapaknya bersaudara. “Terima Kasih Ucapannya Kali”.
Met Ultah Bro. Tulis Acha Firhan. Politisi muda Sulbar yang sudah berkiprah di Jakarta. Dia adalah “tangan kanan” Ibnu Munzir, politisi Golkar yang sebentar lagi akan dilantik sebagai anggota DPR RI menggantikan Ibu Enny Anggraeny yang memilih bertarung sebagai kandidat Wakil Gubernur Sulbar.

Selamat Ulang Tahun A’ba. Tulis Darmawati MDY. MDY adalah singkatan nama dari Muhammad Daud Yahya. Ibu Darmawati adalah kemenakanku yang jadi Ibu Sekda Kabupaten Mamuju.
Salama Tuo Rai Marendeng. Tulis To Mandar. Sahabat yang sudah saya anggap sebagai kakak sendiri. Terakhir Saya ketemu dengannya di Pendopo Rujab Majene. Sama denganku, Dia juga mengantar anaknya semata wayangnya ikut Gebyar PAUD se Kab Majene..

Selamat Ultah Dek. Tulis Amriani Chairani. Saya mulai berkenalan dengan Puang Ina saat kegiatan Pesona Cakkuriri di Sendana. Beliau adalah ketua panitianya. Beliau juga adalah salah seorang pewaris tahta Kerajaan (Mara’dia) Sendana.

Selamat Hari Natal Ner. Eh Salah. Selamat Ultah. Tulis Asmuddin Kadir, teman SMA dan juga satu Alumni Asrama Mahasiswa Majene Toa Daeng di Makassar. Memang hari ulang tahunku bertepatan dengan perayaan Natal. Jadi walaupun saya tak merayakan Ultah, jutaan orang pasti akan merayakannya.

Happy Milad. Tulis Mursyid Wulandari. Dia ini benar-benar teman dunia maya. Tak sekalipun saya pernah bertemunya langsung, tapi sering komunikasi di FB. Bangga dengan aktifitas sosialnya menggiatkan gerakan literasi di Kecamatan Pamboang. Insya Allah saya juga akan nyumbang buku di Rumah Baca AVATAR untuk mensukseskan programnya. One Person One Book. Satu orang satu buku.

Sucses Pak Sekertaris. Tulis Hamzah. Beliau ini Kepala Desa Lombong Kec Malunda. Tapi kedepannya sudah punya target politik. Menjadi Anggota DPRD Kab Majene.
Selamat memperingati hari lahirnya Bos. Tulis Akhmad Rifai. Putra Totolisi yang sekarang kuliah di Teknik Pertambangan Universitas Mulawarman Samarinda. Geli membacanya dipanggil Bos. Tapi mereka memang selalu memanggil begitu kalau lagi kumpul di kampung. Totolisi.

Mat Milad Kanda. Tulis Hamdani Hairuddin, Alumni Jurnalistik UIN yang sekarang tugas di Perum Pegadaian. Entah dimana nyambungnya. Waktu di Makassar, saya aktif bersamanya di Tabloid Suara Mala’bi. Seingat saya dia tak pernah punya cita-cita selain di dunia jurnalistik. Tapi itulah garis hidup.

Semoga Panjang Umur. Tulis Thuan Raja. Dia ini besar di dunia pemberdayaan. Dulu di PNPM. Sekarang di PNPM Generasi Cerdas. Saya tidak tahu dimana dia dapat signal waktu menuliskan ucapan selamat di kronologiku. Soalnya hari-harinya dihabiskan di daerah pedalaman Polman. Tempatnya bertugas kini.

Selamat Ultah Saudaraku. Semoga makin mantap dengan impiannya ke 2019. Tulis Muhammad Munir. Dia ini salah seorang pemuda Polman yang banyak paham dengan Mandar. Selain itu juga jago nulis dan tukang baca. Tak heran kalau ia juga sangat aktif menggiatkan gerakan literasi di Polman dan Majene. Kalau mau sumbangan buku, ke Rumpita saja.
Masih banyak yang saya ingin tulis. Tentang ucapan-ucapan selamat ultah dari semua luluare’u. Tapi maaf tak bisa menyebutkan ucapan-ucapan kalian satu persatu. I just wanna say Great Thanks For You All.
(Majene, 25-12-2016)

Puisi:
 
MET ULTAH !

Dari rimbun teknologi
Pada rimba belantara akun
Kita berteman
Belum bertemu
Tapi kita telah saling bertutur
Dari lembar bilangan tanggal
Pada suatu hari
Kau mengirim kabar
Ingin bertemu meski tak ada yang bertamu
Kitapun saling sapa
Ketemuan
Kita punya banyak cerita
Aku punya berita
Berita dan cerita itu kita racik
Menjadi sebuah obrolan
Namun waktu masih membatasi saat itu
Cerita selanjutnya
Waktu tak lagi punya batas
Ajang diskusi, seminar
Sampai ke dingin malam pada Even Cakkuri
Semua melingkupi
Kita mungkin maksyuk pada alur waktu yang kadang menyusahkan, mengisahkan, menyenangkan dan menggetarkan
Itulah cerita kita
Tautan yang kadang kita bagikan
Pada tanah leluhur
Dan pagi ini
Ketika sifat tuhan merona indah
Aku menyeruput waktu
Merambah dunia telusur
Kutemukan namamu tercetak tebal
Kau ulang tahun rupanya
Yah hari ini
Tepat hari ini jatah umurmu berkurang lagi, fikirku
Aku prihatin, tapi ikut membatin
Semoga sisa umur itu
Segalanya untuk kita
Untuk semuanya
Met milad !

By: Muhammad Munir
Rumpita, 25 Desember 2016

MAULID DALAM IMPERIUM SEJARAH PERADABAN MANUSIA “ Andai Bukan Karena Muhammad, Dunia Tak Akan Pernah Ada ” (Bagian 2)


Catatan Muhammad Munir (Rumpita - Tinambung)

Tulisan ini tidak dalam rangka mempertajam polemik tersebut, sekedar menarasikan bahwa di era modern hari ini tentu tak bijak mengandalkan ilmu agama dari jasa Ustadz Google. Google mungkin mempunyai ilmu pengetahuan yang banyak tentang apa saja, tapi sebagai orang Islam, berkah annangguru pangaji, panrita atau annangguru adalah salah satu yang tak dimiliki oleh google. Setinggi apapun ilmu yang kita bisa dapatkan digoole, pasti tak akan bisa bermanfaat ketika kita abai pada persoalan barakkaq pole di annangguru. Jika ingin punya pengetahuan banyak maka gunakan google tapi ingin mendalami ilmu maka dapatkanlah berkah atau barakkaq  pole di annangguru.Pengetahuan mungkin bisa menjawab semuanya, tapi ilmu tak akan dapat kita raih ketika kita melupakan berkah. Imu adalah cahaya, maka raihlah cahaya yang dititipkan kepada annangguru atau panrita. Cahaya itu adalah barakkaq pole di annangguru. 

Muhammad adalah sumber cahaya, Nurun ala Nur. Muhammad adalah orang terhebat diantara makhluk yang diciptakan oleh Allah ke dunia ini. Andaikan bukan karena Muhammad, maka tak pernah ada Adam yang diturunkan kedunia. Andai bukan karena Muhammad, maka dunia tak akan pernah diciptakan. Andai bukan karena Muhammad, maka tak akan pernah Allah menurunkan rahmat berupa pammase dan pappenyamang kepada manusia. Andai bukan karena Muhammad, Allah tak akan pernah ada dalam setiap zikir. Andai masih ada kata mulia untuk Muhammad maka pastilah Allah akan merangkai kata seindah Muhammad. Muhammad adalah kata dan nama terindah, maka tak heran jika bukan hanya makhluk yang bernama manusia dan malaikat yang bershalawat. Shalawat adalah akumulasi dari rasa cinta yang tidak hanya untuk manusia, tapi Allahpun menikmati keindahan itu bersama Muhammad. Pantaskah kita menyamakan Muhammad dengan makhluk yang bernama manusia? Jawabannya tentu hanya shalawat dan berharap kita mendapat syafa’at dari shalawat itu.  
           
              Membincang Maulid mungkin iya, sampai hari ini kita masih disuguhi oleh beberapa pandangan tentang bid’ah. Tapi karena Maulid itu untuk Muhammad SAW, maka kata bid’ah itupun harus mengalami pengembangan makna. Bid’ah bisa jadi adalah istilah untuk menggambarkan sebuah amalan yang tak pernah dilakukan oleh nabi Muhammad, tapi lagi-lagi atas nama Muhammad SAW itu bid’ah sampai pada pemaknaan kreatif, atau kreatifitas. Yah, itulah Maulid Nabi Muhammad. Kata maulid adalah kata pilihan yang hanya diperuntukkan buatnya, dan Maulid Nabi Muhammad itu adalah puncak dari segala kreatifitas umat Islam untuk bisa bershalawat lebih banyak dan lebih nyaman. Tujuannya adalah satu bagaimana membumikan shalawat untuk menjadi cahaya bagi semua makhluk-Nya.
Lahirnya Tokoh Nomor Satu Dunia.
 
Muhammad dilahirkan pada Tanggal 12 Rabi’ul Awal adalah hari dimana manusia pilihan itu dilahirkan kedunia. Muhammad bin Abdullah itulah yang pantas disandingkan dengan kata maulid. Sejatinya memang, sebagai umat Muslim kita memposisikan beliau sebagai muara dari segala keindahan, termasuk kata, suara dan amaliah yang diinginkan belaiau pada umatnya. Michael H. Hart adalah salah satu dari sekian banyak umat kristiani yang mendaulat nabi Muhammad sebagai manusia paling berpengaruh dalam sejarah dunia. Ia tokoh dan penulis dunia yang mashur dengan buku 100 Tokoh Paling Berpengaruh Dalam Sejarah. Ia menempatkan Muhammad SAW pada posisi nomor satu. Michael H. Hart dalam tulisannya mengurai alasannya sehingga menempatkannya pada posisi nomor satu dalam bukunya. Menurutnya, Muhammad berasal dari keluarga sederhana, Muhammad menegakkan dan menyebarkan salah satu dari agama terbesar di dunia, Agama Islam. Dan pada saat yang bersamaan tampil sebagai seorang pemimpin tangguh, tulen, dan efektif. Bahkan setelah empat belas abad sesudah wafatnya, pengaruhnya masih tetap kuat dan mendalam serta berakar.

Muhammad adalah tokoh dunia yang tak sama beruntungnya dengan tokoh-tokoh dunia lainnya, sebab mereka sebagian besar merupakan makhluk lahir dan dibesarkan di pusat-pusat peradaban manusia, berkultur tinggi dan tempat perputaran politik bangsa-bangsa. Namun Muhammad lahir pada tahun 570 M, di kota Mekkah, di bagian agak selatan Jazirah Arabia, suatu tempat yang waktu itu merupakan daerah yang paling terbelakang di dunia, jauh dari pusat perdagangan, seni maupun ilmu pengetahuan. Muhammad Menjadi yatim-piatu di umur enam tahun, dibesarkan dalam situasi yang sederhana dan rendah hati. Sumber-sumber Islam menyebutkan bahwa Muhamnmad seorang buta huruf. Keadaan ekonominya baru mulai membaik di umur dua puluh lima tahun tatkala beliau menikah dengan seorang janda berada, Khadijah. Bagaimanapun, sampai mendekati umur empat puluh tahun nyaris tak tampak petunjuk keluarbiasaannya sebagai manusia. (Bersambung)


MAULID DALAM IMPERIUM SEJARAH PERADABAN MANUSIA : “ MAULID: DARI AMALIYAH NYATA KE DISKUSI MAYA” (Bagian 1)

Oleh: Muhammad Munir (Rumpita-Tinambung)

Sebuah Pelontar 

Keinginan untuk menulis tentang Maulid ini dilatarbelakangi oleh polemik antara penulis dengan Muhammad Ridwan Alimuddin yang secara spontan menggunakan kata HBD Muhammad SAW ketika ikut memperingati Maulid Nabi Besar Muhammad Rasulullah disalah satu masjid di Kecamatan Balanipa. Status yang diposting melalui akun pribadinya difacebook tersebut memang tak sehangat kasus penistaan al-Qur’an Surah Al Maidah 51 oleh Ahok yang melahirkan gelembung kebencian yang ditandai oleh gerakan 212. Keterangan Muhammad Ridwan Alimuddin mengatakan bahwa ide penggunaan HBD itu muncul ketika menjawab pertanyaan Nabigh (putranya) yang bertanya, Apa itu maulid? Lalu dijawabnya , “Ini acara ulang tahun, hari lahirnya Nabi Muhammad. "Di namamu ada kata Muhammad kan? Ayah juga." Ditambahkannya, “Sejauh tdk menjurus ke sirik atau yang melanggar agama, penggunaan kata ini, terima atau tidak, dugaan saya karena selera semata”.

Penulis sedikit tergelitik ketika nama Muhammad SAW itu harus disandingkan dengan nama manusia biasa sekelas Muhammad Nabigh dll. Ini murni tentang bagaimana kita membuat tulisan atau ucapan yang berbeda ketika menyebut nama Manusia Pilihan yang kita junjung sebagai orang islam. Dalam tinjauan tata bahasa dan kemajemukan yang masahoro digunakan oleh masyarakat dunia Islam juga,  misalnya Maulid Untuk Nabi Muhammad SAW, Haul bagi Ulama dan Milad bagi masyarakat secara umum. Konteks bahasa dalam sudut pandang pemaknaan bahasa Inggris boleh jadi itu, tapi sebagai orang Islam yang nota bene menjadikan al-Qur’an dan bahasa Arab sebagai rujukan mutlak harus diluruskan. Kendati ini bukan persoalan prinsip bagi masyarakat pada umumnya, namun tetap ini menjadi sebuah obyek yang layak untuk diperdebatkan.

Pro Kontra Seputar Kata Maulid dan HBD Muhammad SAW

Pertentangan penulis dengan Muhammad Ridwan Alimuddin di Facebook itu ternyata melahirkan pro kontra yang mengharuskan penulis harus berdiskusi didunia maya selama 3 hari 3 malam. Pro kontra itu jelas terbaca dari beberapa statemen yang dituliskan teman-teman dalam kolom komentar. Mainunis Amin (Tokoh pemuda, Pimpinan Media Sulbar Politika) misalnya, ia berpandangan bahwa istilah HBD Nabi Muhammad yang menjadi "aneh" di Mandar karena tidak terdapat dalam kamus istilahiyah Mandar berkaitan dengan maulid. Lalu apakah karena aneh di Mandar, lalu lantas mendistorsi peristilahan dunia islam secara umum?. Bahkan lebih dipertegas lagi, bahwa dalam ilmu bahasa Arab, HBD itu adalah makna kontekstual yang disebut al-ma'na al-istilahiyah (arti bahasa yang berkembang dikalangan muslim disuatu tempat tertentu lalu diterima sebagai istilah bersama).

Lagi-lagi persoalan akan kian meruncing ketika HBD ini diinginkan untuk menjadi sebuah istilah yang disepakati dan bersama. Sebab ketika hal tersebut harus disepakati bersama oleh masyarakat Islam, jelas menjadi proses pengebirian secara verbal terhadap tata bahasa yang jamak dipahami dan diyakini oleh umat Islam. Mahmuddin Hakim (Tokoh pendidik dan penceramah) membantah pernyataan itu dengan tulisannya yang menyatakan bahwa,  Maulid itu adalah kata serapan dari bahasa Arab yang khusus dipakai untuk memperingati hari lahir Nabi Muhammad. Untuk penggunaan kepada manusia dan organisasi umumnya menggunakan kata milad yang juga adalah kata serapan yang digunakan untuk memperingati hari lahir individu maupun organisasi. Hal tersebut seudah menjadi hasil kesepakatan oleh para ahli bahasa bahwa maulid adalah kata yang khsus untuk hari lahir Nabi Muhammad. Mahmuddin juga menjelaskan bahwa kata HBD bisa saja dimaknai sebagai Hari lahir tapi tidak untuk nabi Muhammad, sebab dalam konteks tata bahasa kata maulid dan milad itu beda, satu ismu makan dan satu ismu fa’il. HBD mungkin bisa dipadankan dengan kata milad tapi tidak secara umum untuk kata maulid.

Persoalan kian meruncing  sebab Muhammad Ridwan Alimuddin tetap bersikukuh mempertahankan pendapatnya atas pertimbangan arti kata Happy (selamat), Birth (lahir), dan Day (hari). Menurutnya Selamat Hari Lahir Nabi Muhammad SAW. Itu bahasa Indonesianya. Bahasa Arabnya Maulid Nabi Muhammad SAW. Kondisi yang sama terjadi pada kata  Maulid jadi Munuq, Ulama jadi panrita (pendeta). Ia bahkan mengemukakan contoh menarik berupa perbandingan kata yang sudah umum yang tak menuai protes. Contoh menarik yang dijadikan penguat pernyataannya itu adalah ketika Cak Nun dan Kyai Kanjeng mengaransemen lagu pujian kepada Nabi Muhammad yang musiknya diadopsi dari music/lagu yang biasa dinyanyikan di gereja atau oleh kaum Nasrani.  Sampai disini, penulis semakin tergelitik bahwa kondisinya jelas beda ketika penguatan tersebut harus melibatkan Emha Ainun Nadjib dan Kiyai Kanjengnya, sebab diantara situasi itu menurut penulis nyaris tak ada korelasi dan tidak nyambung.

Melihat nama Emha dan Kiyai Kanjeng disebut-sebut, salah satu tokoh Maiyah Abed El Mubarak tak mau diam. Abed bahkan menegaskan bahwa memang kalau dikaji secara bahasa, kata maulid beda dengan milad, kalo milad setahu saya kelahiran biologis sedangkan maulid adalah kelahiran spiritual yang bisa saja terus menerus lahir dalam jiwa kita. Komentar seorang Tokoh dan Ustadz datang dari S. Fadl Al Mahdaly. Beliau menulis Identitas kita dimandar salah satunya adalah manjagai Turang loa kepada siapa saja apalagi kepada seseorang yang dimuliakan. Kita sudah terbiasa begit.. Nah ketika pilihan kata lain yang digunakan dalam menyapa atau menyebut seseorang misalnya (ita’ menjadi i'o) atau HBD nya bang Muhammad Ridwan Alimuddin, pasti kita merasa ngeri-ngeri  sedap. Sebab Orang Mandar itu luar biasa kemampuannya menjaga sikap bertutur. Misalnya, Dalam bahasa Arab,( kamu disebut anta). ArabBahasa Arab ya begitu saja dan tidak ada pilihan kata lain entah itu bicara sama Tuhan atau Rasulullah SAW. Tetappakai kata anta. Nah, Kalau di-Mandar-kan pasti tidak enak dengarnya (i'o puang, i'o Muhammad). Makanya digantilah oleh kita "anta" menjadi "ita". Walaupun peruntukan maknanya tetap sama. Soal akkeada’ pada akhirnya. Demikian komentar pertama S. Fadl yang kemudian lebih dipertajam bahwa penyebutan HBD pada Nabi Muhammad jelasmerupakan tindakan dan pernyataan yang tidak beretika, apalagi kita sebagai orang yang beridentitas Mandar. (Bersambung)

Jumat, 23 Desember 2016

Mengenang Sosok S. Mengga (3 - Selesai)


Menjadi komandan

Berdasarkan Radiogram Menteri Panglima Angkatan Darat (Menpangad) Nomor: R-03072/1969, Mayor S. Mengga dinaikkan pangkatnya menjadi letnan kolonel (letkol). Setelah itu ia diberi amanah sebagai Komandan Kodim 1409 Gowa/Takalar oleh Panglima Kodam XIV/Hasanuddin Brigjen Sayidiman.

Mengbbdi di kampung halaman lalu pensiun

Dari Kodim 1409 Gowa Takalar, Letkol S. Mengga kembali ke daerah asalnya sebagai Komandan Kodim 1402 Polmas. Jabatan yang diembannya dari tahun 1972-1974 ini, juga tidak terlepas dari sentuhan (pembangunan) seorang S. Mengga. Program partisipasi pembangunan teritorial Kodim 1402 yang dicanangkan. S. Mengga mendapat respon dan apresiasi masyarakat, serta dukungan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Polmas, Abdullah Majid. Fokus pembangunan diarahkan S. Mengga pada rehabilitasi selokan dan drainase di beberapa tempat, antara lain selokan pasar Campalagian dan pasar Tinambung.

Komandan Kodim 1402 Polmas adalah jabatan terakhir yang disandang Letkol S. Mengga sebagai militer aktif. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima Angkatan Bersenjata Nomor: SKEP. 002/XIV/II/1978, Letkol S. Mengga diberhentikan dengan hormat dari Dinas Militer, terhitung tanggal 1 Oktober 1975, dengan hak pensiun.

Pensiun dari dinas militer tidaklah berarti menyurutkan langkah pengabdian S. Mengga kepada masyarakat Mandar yang dicintainya. Setelah pensiun S. Mengga melangkah pasti ke Pare’deang, untuk mewujudkan cita-citanya sebagai petani, diatas ratusan hektar areal perkebunannya. Hasil sebagai petani, tentu saja telah memberikan kehidupan layak bagi S. Mengga dan keluarganya. Dan tidak sedikit dana pribadi S. Mengga (dari hasil bertani) telah disumbangkan untuk berbagai kepentingan pembangunan.

Dari petani ke bupati

Setelah kurang lebih lima tahun bermukim sebagai petani di Pare’deang, S. Mengga mendapat kepercayaan dari rakyat menjadi Bupati Kepala Daerah Tingkat IPolmas periode 1980-1985. Meskipun pada awalnya tidak bersedia, tetapi akhirnya ia menerima amanah rakyat itu dengan sebuah tekad: Membangun Polmas dari tidurnya yang panjang”.

Sekitar akhir tahun 1978, beberapa mahasiswa kesatuan pelajar mahasiswa Polewali Mamasa Mandar (KPMPMM) Pimpinan Drs. Nadir Arifuddin mengembangkan sebuah wacana. Isu yang diangkat adalah figur Bupati Kepala Daerah Tingkat II Polmas pasca H. Abdullah     Majid, setelah beberapa kali pertemuan (rapat) di asrama mahasiswa Balanipa II jalan rusa 22a/13 Makassar, akhirnya kelompok mahasiswa yang terdiri dari Drs. Nadhir Arifuddin, A. Sanif Aco, A. Aziz Rachmat, Alimuddin Lidda, A. Waris Hasan, A. Samad Bonang, M. Dahlan Lidda, Syahruddin Rasyid, M. Thalib Banru dan lain-lain bersepakat, bahwa figur yang akan diusung adalah letkol (purn.) S. Mengga, yang sejak pensiun dari TNI tahun 1975, bermukim sebagai petani di Pare’deang. Selanjutnya, PEPABRI secara resmi mengusulkan letkol (purn.) S. Mengga ke DPRD sebagai Calon Bupati Kepala Daerah Tingkat II Polmas periode 1980-1985.

Akhirnya, pada tanggal 30 Mei 1980 dalam suatu rapat paripurna istimewa DPRD kabupaten Polmas, dengan agenda tunggal, pemilihan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Polmas periode 1980-1985. Letkol S. Mengga memenangkan pemilihan tersebut, dengan memperoleh 27 suara, mengungguli Drs. M. Jusuf Jafar (Sekda Polmas) dan Samuel Matasak yang masing-masing hanya memperoleh 2 dan 3 dukungan suara.

Sebagai realisasi dari Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: 131.53.151 tanggal 1 Juni 1980, DPRD Kabupaten Daerah Tingkat II Polmas hari selasa tanggal 17 Juni 1980 menggelar rapat paripurna istimewa, dengan agenda pengambilan sumpah dan pelantikan S. Mengga sebagai bupati kepala daerah, oleh Gubernur Sulawesi Selatan H. A. Oddang, menggantikan H. A. Samad Suhaeb sebagai pejabat sementara.

Kembali terpilih

Tanggal 5 Juni 1985, sidang paripurna istimewa DPRD Kabupaten Tingkat II Polmas yang dipimpin oleh H. A. Rachman Ali, memutuskan letkol (purn) S. Mengga terpilih kembali sebagai Bupati Polmas periode 1985-1990 dengan memperoleh 27 suara anggota dewan. Menyisihkan Drs. Abdullah Jaga dan Muhammad Marzuki Sammu yang masing-masing hanya memperoleh 3 dan 2 suara anggota dewan.

Terpilihnya S. Mengga untuk kembali memimpin Polmas, membuat sukacita yang mendalam di hati rakyatnya. Dihadapan rakyat Polmas, S. Mengga mengatakan:
“Bahwa rahasia suatu keberhasilan terletak pada itikad baik, kesungguhan, kejujuran, dan dukungan semua pihak. Semua orang yang mau kerja keras insyaallah akan berhasil, asal disertai keikhlasan. Untuk itu saya mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh masyarakat Polmas yang telah mendukung kepemimpinan saya, serta tak lupa memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila selama ini saya melakukan hal-hal yang kurang berkenan di hati semuanya, baik disengaja maupun tidak. Yang pasti bahwa apa yang telah dan akan saya lakukan selama menjadi bupati kepala daerah tingkat II Polmas, adalah untuk kepentingan rakyat Polmas secara keseluruhan dan sama sekali bukan untuk kepentingan Mengga pribadi.”

Terpilihnya S. Mengga untuk periode kedua dipastikan dengan terbitnya Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri no. 131.53-521 tertanggal 17 Juni 1985. Keputusan Menteri Dalam Negeri ini mengesankan sebuah keistimewaan bagi S. Mengga. Bahwa dia lah satu-satunya bupati dari unsur ABRI di Sulawesi Selatan saat itu yang lolos untuk dua kali masa jabatan. Ada aturan yang melarang ABRI dipilih kembali, kecuali memang sangat dibutuhkan dan memiliki “keluarbiasaan”. Hal ini membuktikan bahwa rekomendasi Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) yang diberikan pada S. Mengga merupakan bentuk pengakuan almamaternya atas prestasi kerja yang telah dibuatnya sepanjang tahun 1980-1985.

Bencana banjir

Tahun 1987 tepatnya bulan Desember, kabupaten daerah tingkat II Polmas dilanda bencana alam banjir dan tanah longsor di beberapa tempat. Akibat bencana ini, korban jiwa manusia tercatat 67 orang, 2.521 rumah penduduk, 60 buah kios pasar desa hancur. Selain itu, 1.100 ha. Sawah siap tanam terendam lumpur, 147 hektar tanaman kacang hijau yang siap panen, serta 81 hektar tanaman bawang merah rusak berat.

Kerusakan jalan dan jembatan yang menyebabkan hubungan Ujung Pandang-Polmas; Polmas-Majene dan hubungan Polewali-Mamasa terputus. Berhadapan dengan realitas seperti itu, S. Mengga tetap tegar. “Tuhan menguji kita!”Tetapi bukan berarti kita harus pasrah. S. Mengga dangan semangat, memotivasi rakyatnya untuk bangkit kembali di tengah-tengah puing-puing harta benda mereka.

Penghargaan Prasamya Purnakarya Nugraha “Kita tidak boleh terus meratapi tetapi harus bekerja lebih keras lagi untuk memulihkan kembali semua yang telah rusak”. Berkat kerja keras S. Mengga bersama rakyat dan jajarannya, kondisi Polmas berangsur-angsur pulih, bahkan lebih ditingkatkan lagi. Akibat kerja keras itu Kabupaten Daerah Tingkat II Polmas menjadi salah satu nominasi peraih petaka “Prasamya Purnakarya Nugraha”, di samping Kabupaten Soppeng dan kabupaten Sidrap.

Pengumuman pemerintah akhirnya menyatakan Kabupaten Daerah Tingkat II Polewali Mamasa (Polmas) sebagai peraih penghargaan Prasamya Purnakarya Nugraha. Rakyat Polmas dalam luapan kegembiraan, dan S. Mengga tersenyum bahagia melihat rakyatnya menikmati dan mensyukuri hasil jerih payahnya.

Saat menerima Prasamya Purnakarya Nugraha tanggal 3 September 1989, itu berarti kurang lebih tujuh bulan lagi S. Mengga akan mengakhri masa jabatannya untuk periode ke-2. Ambisinya yang kuat untuk mempersembahkan yang terbaik buat rakyatnya benar-benar telah terwujud, namun tidak berarti setelah itu ia boleh berpuas diri dan tidak berbuat apa-apa lagi. Tujuh bulan yang tersisa dari masa jabatannya, bagi S. Mengga masih terlalu luang untuk berbuat lebih banyak lagi. Artinya, setelah itu entah berapa banyak lagi infrastruktur yang dibangun dan dirampungkannya, sampai betul-betul masa jabatannya tuntas tanggal 15 Juni 1990.

Pemain bola idola

Bermain sepak bola adalah salah satu kegemaran S. Mengga di masa muda. Kepiawaiannya di lapangan hijau menempatkan dirinya menjadi salah seorang pemain handal di Bond Mandar pada masanya. Posisinya sebagai striker (penyerang tengah) dan kamampuan individunya menciptakan gol ke gawang lawan-lawannya menjadikan S. Mengga sebagai idola, terutama di kalangan wanita.

Setiap S. Mengga tampil di lapangan hijau, akan terlihat banyak sekali wanita yang menjadi penonton. Boleh jadi, mereka tidak hanya melihat aksi bolanya, tetapi sekaligus mengintip ketampanannya. Seangkatan dengan S. Mengga di lapangan hijau, antara lain: Sarani, Samamang, dan Djamaluddin.

Setelah S. Mengga menjadi bagian dari dunia “gurilla” militer, praktis ia tidak punya kesempatan lagi untuk menyalurkan hobi bolanya. Namun sebagai pemerhati dan pembina sepakbola di kesatuannya S. Mengga tetap eksis dan berkesinambungan. Satu-satunya hobi olah raga yang rutin dan konsisten dilakukannya adalah joging pagi atau sore hari disekitar rumah tinggalnya. Kegemarannya terhadap olah raga joging sejak dulu, membuat S. Mengga tetap sehat dan segar di dalam kesehariannya.

Akhir hayat

S. Mengga yang sampai akhir hayatnya masih menjabat sebagai Ketua Markas Daerah Legiun Veteran RI (LVRI) Kabupaten Polmas, mengisi hari-hari tuanya dengan mengurus perkebunannya yang luas di Pare’deang. Beliau menikmati hobi dan kegemarannya, seperti memelihara satwa/binatang ternak.

Dalam usianya yang ke-83 tahun, S. Mengga meninggal dunia dengan tenang di rumah sakit akademis Makassar pada hari jumat tanggal 13 April 2007, sekitar jam 01.30 malam, karena sakit. Jasad beliau dimakamkan di depan Masjid At-Taqwa Pambusuang pada sabtu, tanggal 14 April 2007, dalam suatu upacara kebesaran militer, dipimpin Komandan Korem 142 Taro Ada Taro Gau; mewakili Pangdam VII Wirabuana. Di makam yang sama juga terdapat makam saudara(i)nya; Puang Kosseng, Puang Barlian, Puang Bela, juga terdapat makam Andi Baso Mara’dia Balanipa ke-51 dan beberapa keluarga bangsawan Balanipa Mandar.

Penghargaan yang diterimanya

Dalam kurung waktu kurang lebih 50 tahun pengabdiannya kepada bangsa dan negara, S. Mengga telah menerima sejumlah tanda jasa dan bintang penghargaan. Sebagai veteran pejuang kemerdekaan, ia menerima Bintang Gerilya, Satya Lencana dan Bintang Legiun Veteran Republik Indonesia, serta bintang penghargaan dari DHD angkatan 45 Sulawesi Selatan.

Sebagai perwira TNI Angkatan Darat, S. Mengga menerima Medali Sewindu APRI, Satya Lencana Perang Kemerdekaan Dan II, Satya Lencana Kesetiaan 8 dan 16 tahun, Satya Lencana Gom III dan IV, Satya Lencana Penegak, Satya Lencana Sapta Marga, Satya Lencana Dharma, Serta Sam Karya Nugraha dari Panglima Kodam XIV/Hasanuddin.

Sebagai bupati kepala daerah tingkat II Kabupaten Polewali Mamasa (Polmas) selama dua periode, S. Mengga menerima, antara lain, piagam penghargaan IPEDA dari Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan Satya Lencana Pembangunan Bidang Ekonomi dan koperasi tahun 1989 dari Menteri Koperasi, Lencana Pramuka Klas IV Dan V.

Di samping itu beliau juga menerima piagam sebagai peserta penataran P4 type A angkatan XIX di Makassar, serta piagam penghargaan peserta diskusi nasional ke-7 penggunaan tanah bencana dan pembangunan di Jakarta, dan piagam sebagai peserta latihan bupati kepala daerah/Ketua pelaksana Bimas tahun 1983 di Jakarta.

Puncak dari segala penghargaan itu, Bupati S. Mengga menerima tanda kehormatan Prasamya Purnakarya Nugraha PELITA IV dari Presiden Republik Indonesia, tanggal 3 November 1989.

Dalam bentuk lain, S. Mengga menerima Surat Keputusan Nomor: 01/K.S/1982 dari masyarakat Kondosapata. Surat keputusan yang ditanda tangani dua orang anggota DPRD asal daerah Pitu Ulunna Salu, yaitu Y. Depparinding dan D. Pualilin itu, berisi tentang pemberian penghargaan dan pengangkatan S. Mengga sebagai warga terhormat masyarakat Kondosapata, dengan gelar “Gayang Bulawanna Kondosapata”.

Gelar itu secara harfiah berarti keris emasnya Kondosapata. Terminologinya, seorang putra yang dihormati, disayangi dan terpercaya dari masyarakat Kondosapata. Salah satu poin konsiderans surat keputusan tersebut, disebutkan bahwa tanda penghargaan itu diberikan atas jasa dan pengabdian S. Mengga dalam upaya “pemulihan keamanan” tahun 1950-1960 di daerah Kondosapata. Karenanya semangat juang dan rasa tanggung Jawab S. Mengga itu, perlu mendapat tanggapan yang serius dan positif seluruh masyarakat Kondosapata, sebagai ungkapan “terima kasih”.[1]



[1] Sarman Sahuding dan Ibnu Madhi Sahl