Selasa, 14 Juni 2016

SEDIKIT TENTANG ADMIN BLOG RUMPITA galerikopicoqboq.blogspot.com

Dari sebuah ruang yang pengap dan sempit, ketika malam makin jauh, seperti larinya kuda jantan di malam hari. Terlukis kecemasan, ketakutan dan kebahagiaan yang menyatu dalam diri seorang ibu yang sedang berjuang meregang nyawa, menikmati rasa sakitnya dalam dekapan seorang lelaki yang masih tampak gagah dari garis-garis wajahnya. Dengan sisa-sisa tenaga sang ibu yang berhasil memenangkan pertarungan itulah yang mengantarku merasakan udara dingin dirembang malam yang merupakan detik, menit dan hari pertama dunia mengenalku dan menyematkan identitas padaku sebagai penduduk bumi.

Alam sepi dan sunyi seketika rancu oleh suara tangis bayi yang sedang dalam penanganan seorang wanita tua yang akrab di panggil “Kanne Sando” alias “dukung beranak” yang dengan cekatan “Marrattas belarang” (memotong tali pusar) lalu kemudian mempersilahkan seorang lelaki muda dan gagah itu membisikkan bait-bait kalimat sakral (Adzan ditelinga kanan dan iqamat ditelinga kiri) yang ternyata kalimat itulah yang menjadikanku sebagai seorang hamba Allah yang hidup dalam naungan panji-panji keislaman.

Wanita yang sukses dalam pertarungannya itu adalah ibu (Amma’)nya yang bernama HARMI anak seorang kepala kampung yang bernama HASAN atau Ka’Pinda. Dan lelaki yang mengumandangkan kalimat suci itu adalah bapak (Pua’) nya yang bernama NURDIN atau ALIMUDDIN yang bapaknya bernama Razak. Mereka memberi pada putra keduanya dengan nama asli ”MUHAMMAD” yang kemudian pada saat megenal tulisan dia memperkenalkan nama pena “MUNIR” akronim dari MUHAMMAD BIN NURDIN IBNU RAZAK.

Seiring berjalannya waktu ia bertumbuh dan mengenali lingkungannya yang kumuh, kuno dan hanya bisa menikmati kasih sayang dari pasangan suami istri yang miskin (harta, ilmu dan pengalaman). Dengan kaki telanjang ia lalui hari-harinya dengan menggembala sapi (Ma’ambiq saping) sambil bersekolah. Masa kecil yang sulit ia nikmati dengan sebuah harapan yang penting bisa makan saja. Paceklik dan kemarau panjang dari tahun 1985 sampai 1987 yang cukup menyiksa sangat lengket dalam memori fikirannya betapa untuk makan dari beras sangat sulit, dan harus rela mengganti makanan pokok itu dengan pisang, sagu dan jagung.

Akhir tahun 1987 musim berganti, dari kemarau panjang ke musim hujan. Curah hujan diatas normal menjadikan air sungai meluap hingga akhirnya banjir besar melanda. Semua menjadi korban, mulai sapi, tanaman, sampai rumah dan perkampungan di dusun kelahirannya separuhnya terseret arus. Kesulitan makin meradang, kemiskinan semakin menyiksa. Hanya keajaiban dan pertolongan Tuhan jualah yang membuat dia dan masyarakat mampu bertahan hidup dan mempunyai peluang untuk menyelesaikan pendidikannya. Meski untuk itu, ia harus mengorbankan kenikmatannya dan berharap menikmati pengorbannya itu esok dan nanti. Lelaki ini ditakdirkan lahir berdarah Mandar di Botto, Campalagian, Kabupaten Polewali Mandar pada tanggal 15 Februari 1979.
Sosok pria berkulit hitam manis khas masyarakat pesisir ini, di usianya yang masih terbilang muda, ia cukup bahagia dalam karirnya yang aktif disalah satu parpol dan belakangan aktif dalam aktifitas yang berkaitan dengan budaya dan lingkungan hidup sebagai salah satu core person dalam Komunitas Appeq Jannangang. Kesuksesan publikasi aplikasi android Lontaraq Digital tidak lepas dari partisipasi aktifnya dalam berpromosi diberbagai media dan kesempatan.

Meskipun ia lahir di wilayah Mandar pesisir, namun pengetahuannya tentang seluk beluk Mandar pegunungan layak diacungi jempol. Selain ranah budaya dan lingkungan hidup, lelaki Mandar yang satu ini juga aktif dalam bidang literasi. Pendiri Komunitas RumahPustakaRumpita (Rumah Kopi dan Perpustakaan) ini getol menyumbangkan tulisan-tulisannya diharian Radar Sulbar dan media-media lain seperti Surat Kabar Plat Merah, Media online Seputar Sulawesi Barat, Kandora, Suryatop News, dengan berbagai tema.
Selain menulis, suami dari Hernawati Usman ini juga dikenal sebagai seorang penelusur. Nyaris seluruh wilayah Mandar ini ia telusuri, mulai dari Paku-Soremana, dari Polewali ke Mamasa, Mamasa ke Mambi-Aralle Tabulahan, Banehau. Bonehau ke Kalumpang dan dari Kalumpang kembali ke Bonehau, Keang, Kalukku Tasiu-Mamuju.
Demikian juga dari Tinambung, Alu, Pumbijagi, Poda, Padang Mawalle, Lullung, Ro'boang, Patulang, Ambo Padang, Batupanga, Luyo sampai ke Mapilli. Jalur Lampa-Kanusuang, Pulliwa Bulo ke Matangnga, Mehalaan, Keppe dan Mambi. Jalur dari Matangnga, ke Passembu, Kondo, Lenggo, Kalo, Ratte Kallang, Tubbi, Besoangin, Tibung tembus ke Pelattoang Majene sudah ia lalui.

Dengan kegemarannya ini kemudian membuatnya dilirik oleh Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Sulbar untuk menjadi Pengurus dan sering di undang sebagai pembicara di seminar sejarah dan kebudayaan serta acara diskusi di Majene, Balanipa dan Polewali. Selain buku Kamus Sejarah dan Kebudayaan Mandar ini, ia telahmenyelesaikan naskah bukunya Mengeja Mandar Lewat BalanipaDemokrasi Benu Base. Buku yang lain yaitu Novel Bamba Sangiq anna Cawa, Kolekserium Puisi Serigala Bertopeng Nabi. Maka sangat patutlah ia menjadi teman berdiskusi dan belajar tentang sejarah dan kebudayaan Mandar Lampau.

Lelaki yang akrab disapa MUNIR ini bisa dihubungi di: 0821 1300 8787 atau e-mailgalerikopicoqboq@gmail.com
Akun Fecebook: Muhammad Munir
Fanpage: RUMPITA (Rumah Kopi dan Perpustakaan), Website: jurnalbalanipa.comdan blog: galerikopicoqboq.blogspot.com

Profil Tokoh: ABDUL HAFID IMRAN, Ketua DPRD Majene 1987-1992


Dari Dosen menjadi legislator. Itulah sekelumit perjalanan panjang Drs. Hafid Imran, Ketua DPRD Kabupaten Majene masa bakti 1987-1992.
Hafid Imran dilahirkan di Majene pada tanggal 16 Juni 1928 dari pasangan Imran dan Hj Aminah. Dari pernikahannya dengan Hj. St. Zainab Fatani, tokoh Muhammadaiyah Majene ini dikarunia delapan orang anak, yaitu: Drs. Aminullah, Ir. Mahyuddin, Ir. Nasrullah, Drs. Darmawan, Dra. Marhama, Irfan ST, Zaenal Abidin SE, dan Erwin, Lc, M.Ag, M,Ed.
Hafid mengawali pendidikannya di Sekolah Rakyat (SR) Majene dan melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah (MTs) Majene. Pilihan MTs. mungkin sudah menggambarkan karakter hidupnya yang banyak bertawadhu kepada pencippta-Nya. Di zamannya, anak anak seusianya lebih gandrung melanjutkan sekoalah ke jenjang umum. Sekolah agama terkadang dianngap sebelah mata.
Dalam memilih jalur pendidikan, Hafid konsisten dengan jalur sekolah agama. Hal itu nampak pada pilihan ke Pendidikan Guru Agama (PGA) Majene. Tiga tahun di PGA, Hafid melanjutkan pendidikan ke Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Aluaddin Ujung Pandang. IAIN adalah salah satu kampus agama terbaik di Indodenesia Timur kala itu.
Setelah memperoleh gelar sarjana lengkap IAIN pada tahu 1974, Hafid terpilih menjadi dosen di kampusnya.
Menjadi dosen tentunya menjadi harapan semua mahasiswa tetapi menggapainya tidaklah mudah sebab dosen hanyalah mereka yang memiliki prestasi akademis di kampus kala menjadi mahasiswa.
Prestasi itulah yang mengantarkan Hafid lolos menjadi dosen di Fakultas Syariah IAIN Alauddin Ujung Pandang. Tak hanya dosen semata, peraih penghargaan pengabdian dasawarsa dosen IAIN Alauddin Ujungpandang ini juga pernah tercatat sebagai sekretaris fakultas syariah di kampus yang sama.
Menjelang pensiun, Hafid pindah ke Majene, kampung halamannya. Di Majene, Pimpinan Legiun Veteran Republik Indonesia Kabupaten Majene  ini kembali diserahi tugas untuk menjadi dekan fakultas syariah filial Majene yang merupakan cabang IAIN Alauddin Ujung Pandang.
Bukan hanya dekan Fakultas Tarbiyah Filial IAIN, Hafid juga diminta oleh kalangan akademisi Kampus Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiah (STIT) Majene sebagai ketua untuk turut membesarkan kampus agama ini.
Hafid Imran juga sempat tercatat sebagai Ketua DPRD Majene pada tahun 1987-1992. Hafid Imran memparipurnakan pengabdiannya dengan menghadap sang khalik dalam usia 76 tahun pada tahun 2004. Sebagai orang yang banyak berjasa pada daerah, bangsa dan negara.
Hafid Imran tetaplah sosok pejuang sejati yang rendah diri tak banyak menuntut jasa atas pengabdiannya. Peraih penghargaan ex komponen pejuang 45 ini diminta oleh pemerintah untuk dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Majene, tapi berdasarkan wasiatnya, ia kemudian di makamkan di pemakaman tugu 45 Baruga. Sebuah contoh yang baik untuk kita teladani. (Sumber: Majene Menemukan Hari Lahirnya, Drs. Darmansyah 2015)

Profil Tokoh: ABD. WAHAB ANAS (Ketua DPRD Majene 1966-1971)



Jika dalam sejarah perjuangan kemerdekaan nasional, nama Fatmawati Soekarno tercatat sebagai penjahit Sang Saka Merah Putih, maka di Majene, Abd. Wahab Anas adalah salah satu dari tiga pemuda yang pertama kali mengibarkan Sang Saka Merah Putih di ibukota Afedeling Mandar, Majene. 
Peristiwa monumental ini terjadi tak lama setelah berita kemerdekaan Republik Indonesia yang diproklamirkan Soekarno-Hatta sampai ke Mandar. Pada sekitaran September 1945, lewat siaran sebuah radio Australia, segenap kalangan pejuang di Mandar gegap gempita menyambut berita dibacakannya proklamasi kemerdekaan RI.
Sambutan masyarakat Majene atas peristiwa bersejarah ini membahana memenuhi setiap sudut dan ruang-ruang yang ada. Pekik merdeka menjadi kata yang paling sering dikumandangkan. Puncaknya adalah Pengibaran perdana bendera Sang Saka Merah Putih di tengah-tengah Kota Majene. Tepat jam tiga dinihari, Abd. Wahab Anas, A. Halim A.E dan Muhsin Ali menjadi pelakonnya.
Atas peristiwa ini, pihak kepolisianpun memanggil dan menginterogasi Abd. Wahab Anas dan menanyakan alasan pengibaran bendera Merah Putih.
“Merah putih adalah bendera resmi RI yang berpusat di Tanah Jawa”, Itulah jawaban Wahab Anas atas pertanyaan tersebut.
Setelah kejadian tersebut, Wahab Anas kemudian menginisiasi pembentukan organisasi perjuangan di Majene. Berawal dari diskusi di rumah Wahab Anas di Saleppa, pada tanggal 16 September 1945, diadakanlah rapat umum merah putih di gedung sekolah rakyat putri Tanjung Batu Majene. Dari rapat ini, lahirlah organisasi perjuangan kemerdekaan yang bernama Pemuda Republik Indonesia (PRI) di bawah pimpinan Andi Tonra. Abd. Wahab Anas sendiri menjadi salah satu pengurusnya.
Bermula dari PRI inilah Wahab Anas aktif dalam pergerakan mengawal dan mempertahankan kemerdekaan di Majene. Di awal tahun 1946, Abd. Wahab Anas pernah tercatat sebagai Ketua Partai Nasional Indonesia (PNI) Cabang Majene sektor barat. PNI sendiri adalah partai pergerakan nasional yang didirikan oleh Soekarno, dan menjadi salah satu sarana perjuangan dalam meraih kemerdekaan.
Aktifitasnya di PRI dan PNI, menjadi alasan Belanda untuk menangkap Wahab dan aktivis PRI setelah peristiwa pembantaian Westerling di Galung Lombok pada 11 Desember 1946. Wahab Anas dan aktivis PRI lainnnya ditahan di tangsi KNIL Belanda Majene. Dalam penjara, Wahab Anas banyak mengalami siksaan fisik. Ia digantung dengan kepala terjungkal kebawah, dipukul hingga pingsan kemudian di siram dengan air. Wahab Anas selanjutnya di tahan di penjara Makassar.
Selepas dari penjara, tahun 1948, ia bersama A. Halim AE kembali ke Majene dan mempelopori pendirian sebuah partai perjuangan baru. Pada tanggal 29 Februari 1948, bertempat di rumah H. Abd. Halim, salah seorang tokoh Muhammadiyah Majene, secara resmi berdiri Partai Kebaktian Rakyat.
Dalam rapat umum pembentukan partai ini, Wahab Anas tampil membawakan materi yang bertemakan perkembangan politik terakhir tanah air.
Kehadiran Partai Kebaktian Rakyat ini mengundang banyak diskusi dan terkait ketidak setujuan peserta sebab di dalam anggaran dasar partai hanya termuat kata-kata menuntut kemerdekaan Republik Indonesia 100 % dan tidak tegas menyatakan Negara berbentuk kesatuan. Perdebatan bermutu ini mengingatkan kita pada sejarah perjuangan Tan Malaka, salah seorang tokoh kemerdekaan nasional seangkatan Soekarno yang telah melanglang buana ke seluruh dunia menyuarakan anti imperilalisme dan kolonialisme. Merdeka 100 % adalah tuntutan Tan Malaka pada penjajah kolonialis Belanda. Partai Kebaktian Rakyat ini sendiri kemudian ketuai oleh Aco Arif.
Partai ini banyak melakukan kegiatan pendidikan politik rakyat. Dengan di pandu Abd. Wahab Anas dan A. Halim AE, diadakanlah kursus-kursus dan diskusi membahas berbagai problem kenegaraan. Diskusi politik ini sangat berarti dalam meningkatkan pengetahuan politik masyarakat. Bahkan kepala pemerintahan Majene saat itu yang berkebangsaan Belanda Totok. H.J. Ubbink beberapa kali mengunjungi forum diskusi ini, karena dianggap bagus dan bermutu.
Usia Partai Kebaktian Rakyat tidak berlangsung lama. Sebagai partai lokal, partai ini segera dilebur ke dalam partai-partai berbasis nasional yang kemudian masuk di Majene. Para aktivis partai kemudian bergabung dalam Partai Sarikat Islam Indonesia (PSII) dan PKR. Abd. Wahab Anas sendiri kemudian terpilih memimpin PKR Cabang Majene.
Untuk lebih mengefektifkan koordinasi PKR dan PSII Majene, pada tanggal 17 Agustus 1948, dibentuklah sebuah badan baru yang bernama BAPNA (Badan Permufakatan Nasional). Badan ini mengkoordinasi seluruh elemen-elemen perjuangan di Majene. Lewat BAPNA, Abd. Wahab Anas pernah diutus ke Yogyakarta untuk menghadiri konfrensi pendidikan antar Indonesia yang dilaksanakan pada bulan Agustus 1949.
Resolusi bersejarah yang pernah diusulkan BAPNA adalah mendorong pembentukan Dewan Mandar (semacam DPRD) secara demokratis serta menuntut pembatalan hukuman mati Wolter Monginsidi.
Setelah penyerahan kedaulatan RI oleh pemerintah Belanda, Abd. Wahab Anas tetap memegang peranan penting dalam percaturan politik di Afdeling Mandar. Dan saat Kabupaten Dati II Majene terbentuk pada tahun 1959, Abd. Wahab Anas terpilih menjadi Ketua DPRD Kabupaten Majene. (Sumber: Majene Menemukan Hari Lahirnya, Drs. Darmansyah. 2015)
Seusai menjadi legislator, Wahab Anas berkecimpung di dunia birokrasi. Ia mengabdi dan akhirnya pensiun di dinas Pekerjaan Umum Provinsi Sulawesi Selatan.

Abd. Wahab Anas menutup usianya pada tahun (1982) di Majene. Atas jasa-jasanya pemerintah daerah meminta kepada keluarga yang ditinggalkan untuk dapat di makamkan di Taman Makam Pahlawan Majene. Tapi atas wasiat yang ditinggalkan, Wahab Anas lebih memilih dimakamkan di pemakaman umum.  Abd Wahab Anas tenang dan damai menghadap Ilahi Rabb di peristirahatan terakhirnya di pekuburan Pettuanginan Saleppa.  

Senin, 13 Juni 2016

ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA PARTAI AMANAT NASIONAL


ANGGARAN DASAR/ANGGARAN RUMAH TANGGA
PARTAI AMANAT NASIONAL  

BAB I.  NAMA, KEDUDUKAN dan LOGO
Pasal 1.  Nama dan kedudukan  
Partai ini bernama PARTAI AMANAT NASIONAL disingkat dengan PAN yang dibentuk dan dideklarasikan pada hari Ahad tanggal 23 Agustus 1998 di Jakarta.
Dewan Pimpinan Pusat PAN berkedudukan di ibukota negara Republik Indonesia.
Pasal 2. Logo  
Nilai yang terkandung dalam logo PAN adalah dengan kehadiran partai ini diharapkan akan mampu membawa pencerahan   ke arah masa depan  Indonesia  yang lebih baik.
Penjelasan terhadap logo PAN tertera dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB II. ASAS, SIFAT dan IDENTITAS
Pasal 3.  Asas   Partai Amanat Nasional berasaskan Pancasila.
Pasal 4.  Sifat   PAN adalah partai politik di Indonesia yang bersifat terbuka, majemuk, dan mandiri.   Pasal 5. Identitas   Identitas partai ini adalah menjunjung tinggi moral agama dan  kemanusiaan.
BAB III. TUJUAN
Pasal 6.    PAN bertujuan  menjunjung  tinggi  dan menegakkan kedaulatan rakyat, keadilan,  kemajuan  material dan spiritual.
BAB  IV. USAHA
Pasal 7   Untuk mencapai tujuan pada Pasal 6, maka PAN menjalankan usaha antara lain sebagai berikut:  
Membangun masyarakat Indonesia baru, berdasarkan moral agama, prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia.
Membangun masyarakat madani yang bebas dari kesengsaraan, rasa takut, penindasan dan kekerasan.
Mewujudkan manusia Indonesia yang berdaulat, memiliki jati diri, cerdas, berakhlak mulia, beriman dan bertaqwa kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa.
Membangun manusia Indonesia yang mampu menguasai dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi kesejahteraan bangsa dan umat manusia.
Meningkatkan peran serta politik dan kontrol sosial masyarakat pada penyelenggaraan pemerintahan dan negara.
Meningkatkan kesadaran atas pelaksanaan kewajiban warga negara sebagai manusia dan kewajiban negara dalam penegakan hak-hak asasi manusia yang semakin terjamin dan bertanggung jawab.
Mengupayakan pertanggungjawaban yang terbuka dalam pengurusan negara melalui penguatan masyarakat madani dalam mengawasi kekuasaan.
Memperjuangkan peningkatan kemampuan daerah dalam mengembangkan kemandirian dalam mengurus sumber daya, mencari pendanaan dan menikmati hasil-hasilnya sehingga dapat mencegah disintegrasi nasional dan ekploitasi pusat terhadap daerah.
Memperjuangkan kebebasan pers yang memperhatikan norma-norma hukum, susila, akhlak dan kepatutan sehingga masyarakat memperoleh informasi yang obyektif dan transparan.
Mengusahaan penegakan hukum tanpa diskriminasi sehingga semua masyarakat mendapat akses yang sama dalam lembaga peradilan yang independen, adil, murah dan cepat.
Memperjuangkan secara tegas pemisahan antara lembaga eksekutif, yudikatif dan legislatif untuk menjamin proses dapat saling kontrol di antara lembaga-lembaga tersebut.
Mengupayakan peranan ABRI yang sesuai dengan fungsinya di bidang HANKAM, tunduk pada hukum, konstitusi dan kontrol publik.
Mengupayakan agar setiap warga negara memiliki akses langsung pada penguasaan dan pemilikan tanah, pengakuan hak ulayat, dan mengembalikan fungsi sosial yang melekat pada tanah. 
Mengusahakan persamaan hak Perempuan secara proporsional sebagai insan yang harus dihormati dengan memberikan kesempatan yang sama di mata hukum, sosial, ekonomi dan politik.
Mewujudkan kesejahteraan sosial lewat pemerataan yang berlandaskan moralitas agama serta menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia.
Memperjuangkan pemberian kesempatan yang sama bagi semua pelaku ekonomi untuk mewujudkan segala potensi yang dimiliki bagi penguatan daya saing nasional.
Meningkatkan alokasi anggaran untuk pendidikan nasional yang mampu meningkatkan sumber daya manusia yang merangsang kemandirian dan kreativitas.
Memperjuangkan perlindungan kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup dari keserakahan manusia untuk menjamin keadilan antar generasi.
Memperjuangkan kebijakan ekonomi yang memihak kepada yang lemah dan mendukung terciptanya keadilan bagi masyarakat luas.
Memperjuangkan berjalannya pemerintahan yang bersih, efektif, bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
Bab V. KEANGGOTAAN
Pasal 8.   Peraturan keanggotaan diatur lebih lanjut  dalam  Anggaran Rumah Tangga. 
Bab VI. SUSUNAN ORGANISASI
Pasal 9
  1.
Dewan Pimpinan Ranting ialah kesatuan anggota dan tingkat kepemimpinan di tingkat kelurahan / desa. 
Dewan Pimpinan Cabang ialah kesatuan anggota dan kepemimpinan di tingkat kecamatan. 
Dewan Pimpinan Daerah ialah kesatuan anggota dan kepemimpinan di daerah tingkat II. 
Dewan Pimpinan Wilayah ialah kesatuan anggota dan kepemimpinan di daerah tingkat I. 
Dewan Pimpinan Pusat ialah kesatuan anggota dan kepemimpinan yang berada di tingkat pusat.
Di setiap tingkat kepemimpinan di bentuk Majelis Pertimbangan Partai (MPP), yang berfungsi memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Dewan Pimpinan Partai. 
Di setiap tingkat kepemimpinan dapat dibentuk Badan Otonomi dan lembaga / Panitia khusus yang akan diatur lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga. 
Ketentuan tentang hubungan struktural antara DPW, DPD, DPC dan DPRt diatur dalam Anggaran Rumah Tangga. 
Pasal 10.   Pimpinan Organisasi  
Dewan Pimpinan Pusat  
Dewan Pimpinan Pusat adalah pimpinan tertinggi dalam memimpin partai . 
Pengurus Dewan Pimpinan Pusat dipilih dan ditetapkan dalam kongres. 
Anggota Dewan Pimpinan Pusat terdiri dari : 
- Majelis Pertimbangan Partai.   - Seluruh anggota pengurus Dewan Pimpinan Pusat. 
Dewan Pimpinan Wilayah 
Dewan Pimpinan Wilayah memimpin partai di wilayahnya dan melaksanakan kepemimpinan dari Pimpinan Pusat. 
Pengurus Dewan Pimpinan Wilayah dipilih dan ditetapkan dalam musyawarah wilayah untuk masa jabatan 5 tahun. 
Kepengurusan Dewan Pimpinan Wilayah berdasarkan hasil musyawarah wilayah disahkan oleh Dewan Pimpinan Pusat dengan Surat Keputusan. 
Anggota Dewan Pimpinan Wilayah terdiri dari : 
- Majelis Pertimbangan Partai wilayah.  - Seluruh anggota pengurus Dewan Pimpinan Wilayah. 
Dewan Pimpinan Daerah 
Dewan Pimpinan Daerah memimpin partai di daerahnya dan melaksanakan kepemimpinan dari Dewan Pimpinan Wilayah. 
Pengurus  Dewan Pimpinan Daerah dipilih dan ditetapkan dalam Musyawarah Daerah untuk masa jabatan 5 tahun. 
Kepengurusan Dewan Pimpinan Daerah hasil Musyawarah daerah disahkan oleh Dewan Pimpinan Pusat dengan surat keputusan yang tembusannya disampaikan kepada Dewan Pimpinan Wilayah dan Dewan Pimpinan Cabang. 
Anggota Dewan Pimpinan Daerah terdiri dari : 
- Majelis Pertimbangan Partai Daerah.- Seluruh anggota pengurus Dewan Pimpinan Daerah. 
Dewan Pimpinan Cabang  
Dewan Pimpinan Cabang memimpin partai dalam  cabangnya dan melaksanakan kepemimpinan dari Dewan Pimpinan Daerah. 
Pengurus Dewan Pimpinan Cabang dipilih dan ditetapkan oleh musyawarah cabang untuk masa jabatan 5 tahun. 
Kepengurusan Dewan Pimpinan Cabang hasil musyawarah cabang disahkan oleh Dewan Pimpinan Wilayah dengan surat keputusan yang tembusannya disampaikan kepada Dewan Pimpinan Pusat, Dewan Pimpinan Ranting. 
Anggota Dewan Pimpinan Cabang terdiri dari : 
- Majelis Pertimbangan Partai cabang.   - Seluruh anggota pengurus Dewan Pimpinan Cabang. 
Dewan Pimpinan Ranting 
Dewan  Pimpinan  Ranting  memimpin  partai  dalam  rantingnya   dan melaksanakan kepemimpinan dari  Dewan Pimpinan Cabang. 
Pengurus Dewan Pimpinan Ranting dipilih dan ditetapkan oleh musyawarah  ranting untuk masa jabatan 5 tahun. 
Kepengurusan  pimpinan  ranting hasil musyawarah  ranting  disahkan oleh  Dewan  Pimpinan Daerah dengan surat  keputusan  yang tembusannya disampaikan kepada Dewan Pimpinan Wilayah dan Dewan Pimpinan Daerah. 
Anggota Dewan Pimpinan Ranting  terdiri dari : 
- Majelis Pertimbangan Partai ranting. - Seluruh anggota pengurus Dewan Pim-pinan Ranting. 
BAB VII.  PERMUSYAWARATAN
Pasal 11  
Bentuk macam-macam permusyawaratan. 
1.1. Kongres   1.2. Rapat Kerja Nasional    1.3. Rapat Paripurna  1.4. Musyawarah Wilayah   1.5. Rapat Kerja Wilayah    1.6. Musyawarah Daerah   1.7. Rapat Kerja Daerah   1.8. Musyawarah Cabang   1.9. Rapat Kerja Cabang   1.10. Musyawarah Ranting  1.11. Rapat Kerja Ranting   1.12. Kongres Luar Biasa   1.13. Musyawarah   Wilayah Luar  Biasa   1.14. Musyawarah Daerah  Luar Biasa    1.15. Musyawarah Cabang Luar Biasa   1.16. Musyawarah Ranting Luar Biasa   1.17. Rapat Pleno   1.18. Rapat Harian   1.19. Rapat Anggota Ranting 
Hal-hal yang berkenaan dengan  aturan  permusyawaratan yang  belum  diatur dalam Anggaran Dasar  akan  diatur  lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga. 
Bab VIII.  ACARA PERMUSYAWARATAN
Pasal 12.   Acara permusyawaratan diatur dalam Anggran Rumah Tangga. 
Bab IX.  MASA JABATAN PENGURUS
Pasal 13   Masa Jabatan ketua Umum dalam Dewan Pimpinan Pusat serta jabatan ketua dalam tingkat DPW, DPD, DPC, dan DPRt paling lama hanya untuk 2 (dua) kali masa jabatan dan tidak dapat dipilih kembali. 
BAB X.  KORUM DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Pasal 14   Korum dan pengambilan keputusan diatur lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga. 
BAB XI.  HAK SUARA DAN HAK BICARA
Pasal 15   Hak  suara  dan  hak bicara dalam  permusyawaratan  diatur  dalam Anggaran  Rumah Tangga. 
BAB XII.  SUMBER KEUANGAN
Pasal 16   Sumber keuangan partai terdiri dari :  
Uang iuran anggota 
Usaha, sumbangan dan  infak 
Hibah dan wasiat 
Sumber sumber lain yang dianggap halal dan tidak mengikat. 
Bab XIII.  PENGESAHAN ANGGARAN DASAR
Pasal 17   Pengesahan Anggaran Dasar ini untuk  pertama  kalinya disahkan  dalam Rapat Formatur pada tanggal 22 Agustus 1998. 
BAB XIV. PERUBAHAN ANGGARAN DASAR
Pasal 18   Perubahan Anggaran Dasar hanya dapat diubah oleh kongres. 
Bab XV. PEMBUBARAN PARTAI
Pasal 19  
Partai hanya dapat dibubarkan oleh kongres dan atau kongres luar biasa yang khusus diadakan untuk itu.  
Kongres dan atau Kongres Luar Biasa tersebut diatas dinyatakan sah, apabila dihadiri oleh 2/3 (dua per tiga) dari Dewan Pimpinan Daerah dan disetujui oleh 2/3 suara yang hadir. 
Apabila terjadi pembubaran partai, maka seluruh harta benda milik partai diputuskan pula dalam kongres tersebut. 
Bab  XVI.  KETENTUAN PENUTUP
Pasal 20  
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga adalah  merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. 
Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Dasar ini akan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga. 
Ketentuan-ketentuan lain yang belum tercakup dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga akan diatur lebih lanjut oleh DPP PAN sejauh tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.






ANGGARAN RUMAH TANGGA
PARTAI AMANAT NASIONAL 

BAB I.  KEANGGOTAAN
1.1. pemberian sanksi teguran tertulis dilakukan oleh DPP PAN berdasarkan hasil keputusan Rapat Harian DPP PAN. 1.2.Pemberian Sanksi pemberhentian sementara sebagai pengurus dan atau anggota dan pemberhentian selamanya sebagai pengurus dan atau anggota dilakukan oleh DPP PAN berdasarkan Rapat Pleno DPP PAN.
BAB II.  PENDIRIAN dan PIMPINAN  ORGANISASI
1.1. Pendirian Dewan Pimpinan Ranting dilaksanakan ditingkat kelurahan/desa berdasarkan hasil musyawarah anggota dalam satu kelurahan/desa yang telah memiliki anggota paling sedikit 25 (dua puluh lima) orang.  1.2. Susunan pengurus berdasarkan hasil musyawarah ranting dimintakan pengesahannya kepada Dewan Pimpinan Daerah disertai dengan rekomendasi dari Dewan Pimpinan Cabang setempat.  1.3. Apabila dalam satu kelurahan/desa tidak terdapat Dewan Pimpinan Ranting bila dianggap perlu untuk kepentingan partai maka Dewan Pimpinan Cabang dan/atau Dewan Pimpinan Daerah dapat memprakarsai pendirian ranting.  1.4. Untuk mengisi kekosongan jabatan ketua, Dewan Pimpinan Ranting dapat melaksanakan Musyawarah Ranting Luar Biasa dengan melakukan koordinasi dengan Dewan  Pimpinan Cabang setempat.   1.5. Dewan Pimpinan Ranting dapat menambah dan/atau  mengur-angi Anggota Dewan pengurusnya melalui rapat pleno dengan meminta pengesahan kepada Dewan Pimpinan Daerah yang tembusannya dikirim kepada Dewan Pimpinan Cabang.   1.6. Dewan Pimpinan  Ranting dapat  membuat  pedoman kerja tersendiri sesuai dengan kebutuhannya dengan ketentuan tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah partai.  
2.1. Pendirian Dewan Pimpinan Cabang dilaksanakan di tingkat kecamatan yang telah memiliki sekurang-kurangnya tiga Dewan Pimpinan Ranting.   2.2. Susunan pengurus berdasarkan hasil musyawarah cabang dimintakan pengesahannya kepada Dewan Pimpinan Wilayah disertai dengan rekomendasi dari Dewan Pimpinan Daerah setempat.  2.3. Apabila dalam satu kecamatan belum terbentuk Dewan Pimpinan Cabang, namun dianggap perlu untuk kepentingan partai, maka Dewan Pimpinan Wilayah dapat memprakarsai pendirian cabang dengan melakukan koordinasi dengan Dewan Pimpinan Daerah.    2.4. Apabila terdapat kekosongan jabatan ketua, maka Dewan Pimpinan Cabang dapat melaksanakan Musyawarah Cabang Luar Biasa dengan melakukan koordinasi dengan Dewan  Pimpinan Daerah dan Dewan Pimpinan Wilayah setempat.   2.5. Dewan Pimpinan Cabang dapat menambah dan/atau  mengur-angi anggota dewan pengurusnya melalui  rapat pleno dengan meminta pengesahan kepada Dewan Pimpinan Wilayah yang tembusannya kepada Dewan Pimpinan Daerah.  
3.1. Pendirian Dewan Pimpinan Daerah dalam tingkat Kabupaten dan/atau Kotamadya dilaksanakan dalam Musyawarah Daerah yang telah memiliki sedikitnya tiga Dewan Pimpinan Cabang.   3.2. Pengesahan pendirian Dewan Pimpinan Daerah serta pengurus terpilih berdasarkan hasil Musyawarah Daerah dimintakan pengesahannya kepada Dewan Pimpinan Pusat disertai dengan rekomendasi dari Dewan Pimpinan Wilayah setempat.   3.3. Dewan Pimpinan Daerah berkedudukan di Ibukota Kabupaten  dan/atau Kotamadya setempat.   3.4. Dewan Pimpinan Daerah adalah pemimpin tertinggi yang memimpin partai didaerahnya.  3.5. Untuk mengisi kekosongan jabatan ketua, maka Dewan Pimpinan Daerah dapat melaksanakan Musyawarah Daerah Luar  Biasa dengan melakukan koordinasi dengan Dewan Pimpinan Wilayah untuk meminta pengesahan pada Dewan Pimpinan Pusat.  3.6. Dalam keadaan yang  tidak memungkinkan dilaksanakan Musyawarah Daerah Luar Biasa maka  Dewan Pimpinan Daerah dapat melaksanakan mekanisme rapat kerja daerah dan melaporkan hasilnya kepada Dewan Pimpinan Pusat dengan tembusannya kepada Dewan Pimpinan Wilayah.   3.7. Dewan Pimpinan Daerah dapat me-nambah dan atau mengurangi Anggota Dewan Pengurusnya melalui rapat pleno dan meminta pengesa-han kepada Dewan Pimpinan Pusat.  3.8. Dewan Pimpinan Daerah dapat membuat pedoman  kerja tersendiri sesuai dengan kebutuhan daerahnya asal tidak bertentangan dengan kaedah organisasi.   
4.1.   Pendirian Dewan Pimpinan Wilayah dalam tingkat Propinsi dilaksanakan dalam Musyawarah Wilayah yang telah memiliki sekurang-kurangnya tiga Dewan Pimpinan Daerah.   4.2. Pengesahan pendirian Dewan Pimpinan Wilayah serta pengurus terpilih berdasarkan hasil Musyawarah Wilayah dimintakan pengesahannya kepada Dewan Pimpinan Pusat.    4.3. Dewan Pimpinan Wilayah berkedudukan di Ibukota Propinsi.   4.4. Dewan Pimpinan Wilayah adalah pemimpin tertinggi yang memimpin Partai diwilayahnya.   4.5. Apabila terdapat kekosongan jabatan ketua, Dewan Pimpinan Wilayah dapat melaksanakan Musyawarah Wilayah   Luar  Biasa dengan melakukan koordinasi dengan Dewan Pimpinan Pusat.   4.6. Dalam keadaan yang  tidak memungkinkan dilaksanakan Musyawarah Wilayah Luar Biasa maka  Dewan Pimpinan Wilayah dapat melaksanakan rapat kerja wilayah  dengan meminta pengesahan  hasilnya kepada Dewan Pimpinan Pusat .   4.7.     Dewan Pimpinan Wilayah dapat menambah dan / atau mengurangi anggota dewan pengurusnya melalui  mekanisme Rapat Pleno dan dimintakan pengesahannya kepada Dewan Pimpinan Pusat.    4.8.   Dewan Pimpinan Wilayah dapat membuat pedoman  kerja tersendiri sesuai dengan kebutuhannya asal tidak bertentangan dengan kaedah organisasi. 
5.1.   Dewan Pimpinan Pusat adalah pemimpin tertinggi dalam kepemim-pinan partai yang melaksanakan dan meneruskan, mengawasi serta menginstrusikan keputusan-keputusan Kongres kepada seluruh Dewan Pimpinan Partai dalam semua tingkatan.  5.2.   Dewan Pimpinan Pusat dapat menambah dan/atau  mengurangi anggota pimpinannya yang kemudian dimin-takan pengesahannya dalam rapat harian.    5.3.    Dewan Pimpinan Pusat dapat menetapkan peraturan-peratu-ran khusus maupun pedoman kerja dan/atau pedoman organi-sasi lainnya  dalam rangka  menjaga ketertiban dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.  5.4.    Apabila terdapat kekosongan jabatan Ketua Umum, maka pimpinan  sementara akan dipimpin secara presidium  oleh para ketua-ketua, untuk selanjutnya dilaksanakan  Kongres Luar Biasa yang khusus diadakan untuk itu . 
BAB III. DEPARTEMEN-DEPARTEMEN
Pada tingkat DPP, DPW, DPD, DPC dan DPRt dibentuk departemen-departemen dimana lembaga dan pengurusnya ditempatkan berdasarkan profesionalitas. 
Jumlah dan komposisi   departemen di jenjang kepengurusan pada tingkat DPW ke bawah disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing akan tetapi tidak boleh melebihi jumlah departemen di tingkat Dewan Pimpinan Pusat. 
BAB IV.  BADAN OTONOM DAN LEMBAGA / PANITIA KHUSUS
Badan Otonom adalah institusi yang mempunyai kedudukan mandiri, berhak mengatur dan mengelola sendiri kerja lembaga berlandaskan AD / ART PAN. 
Badan Otonom dibentuk berdasarkan Surat Keputusan PAN. 
Badan Otonom bisa dibentuk di setiap eselon mengacu pada struktur organisasi yang ada di DPP. 
Hal-hal yang berkaitan dengan Badan Otonom akan diatur dalam peraturan lebih lanjut. 
Lembaga / Panitia Khusus adalah institusi yang dibentuk berdasarkan kebutuhan partai dalam rangka menjalankan program kerja dan agenda partai. 
Lembaga / Panitia Khusus dibentuk berdasarkan Surat Keputusan PAN. 
Lembaga / Panitia Khusus dapat dibentuk di setiap eselon kepengurusan. 
Hal-hal yang berkaitan dengan Lembaga / Panitia Khusus akan diatur di dalam peraturan lebih lanjut. 
BAB V.  PERGANTIAN PIMPINAN
Penggantian pimpinan partai dalam semua tingkatan dilaksana-kan lima tahun sekali. 
Penggantian  pimpinan pada tingkat DPP  dilaksanakan dalam Kongres, penggantian DPW, DPC, DPD dan DPRt dilaksanakan dengan musyawarah di jenjang masing-masing. 
Serah  terima  jabatan pimpinan harus dilaksanakan pada akhir acara Kongres /Musyawarah. 
BAB VI .  PEMILIHAN PIMPINAN
Kongres adalah permusyawaratan tertinggi dalam partai  yang diadakan atas undangan Dewan  Pimpinan  Pusat dilaksanakan sekali  lima  tahun yang dihadiri oleh peserta  Kongres  dan anggota Kongres. 
Peserta Kongres terdiri dari : 
2.1. Seluruh anggota pengurus Dewan Pimpinan Pusat.  2.2. Seluruh pengurus dan anggota MPP Dewan Pimpinan Pusat.  2.3. Ketua dan sekretaris Dewan Pimpinan Wilayah.   2.4. Ketua dan sekretaris Dewan Pimpinan Daerah. 
Anggota Kongres terdiri dari : 
3.1. Undangan Dewan Pimpinan Pusat yang diputuskan oleh rapat pleno DPP sebagai peninjau. 
Hak suara dan hak bicara 
4.1. Hak suara hanya dimilki oleh peserta Kongres.  4.2. Anggota Kongres hanya memiliki hak bicara akan tetapi tidak memiliki hak suara. 
Acara pokok kongres adalah sebagai berikut : 
5.1. Laporan pertanggungjawaban DPP tentang: pelaksanaan  dan kebijaksanaan, organisasi dan keuangan serta pengesahan laporan   DPP terhadap perjalanan organisasi  dalam satu periode. 5.2. Menetapkan dan/atau melakukan perubahan terhadap AD/ART serta peraturan organisasi lainnya.  5.3. Menetapkan program kerja untuk periode berikutnya.  5.4. Pemilihan dan penetapan Ketua Umum secara langsung. Ketua Umum terpilih secara ex officio adalah sebagai ketua formatur.  5.5. Memilih dan menetapkan formatur yang akan  menyusun kelengkapan personalia pengurus DPP.  5.6. Formateur berjumlah sebanyak 9 orang, termasuk ketua formatur.  5.7. Menyusun anggota Majelis Pertimbangan Partai DPP.  5.8. Dewan Pimpinan Pusat bertanggung jawab terhadap pelak-sanaan Kongres.  5.9. Isi dan susunan acara Kongres serta keputusan tentang pelaksanaan Kongres,  ditetapkan oleh Dewan Pimpinan Pusat dengan memperhatikan hasil-hasil Rapat Kerja Nasional.   5.10. Selambat lambatnya satu bulan setelah kongres dilaksanakan, pengurus DPP terpilih  sudah harus menyampaikan  hasil-hasil Kongres kepada seluruh DPW, selanjutnya paling  lambat dalam waktu 10 hari setelah diterimanya  oleh DPW  maka  DPW  telah harus menyampaikan pula kepada seluruh  DPD, demikian pula selanjutnya oleh DPD kepada DPC dan DPRt.   5.11. Keputusan Kongres diberlakukan untuk masa periode kepengurusan selanjutnya. 
Bab VII. KORUM dan PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Kongres  dinyatakan sah dan memenuhi korum  apabila  dihadiri oleh setengah lebih satu dari jumlah Dewan Pimpinan Daerah.  
Seluruh  rapat permusyawaratan selain Kongres dan Kongres  Luar Biasa, dinyatakan sah dan dapat berlangsung dengan  tidak memandang  jumlah yang hadir asal yang berkepentingan telah diundang  yang  dapat dibuktikan dengan bukti penerimaan dan atau pengiriman   baik  secara  langsung maupun  melalui   kantor  Pos negara. 

BAB VIII.  KONGRES LUAR BIASA   BAB IX. RAPAT- RAPAT 

1.1. Seluruh pengurus DPP.  1.2. Seluruh pengurus MPP DPP. 1.3. Ketua MPP Wilayah dan Daerah.   1.4. Ketua Dewan Pimpinan Wilayah.  1.5. Ketua Dewan Pimpinan Daerah. 
2.1. Laporan Dewan Pimpinan Pusat.  2.2. Masalah-masalah penting dan aktual yang menyangkut kepentingan partai.  2.3. Evaluasi perjalanan partai.   2.4. Masalah-masalah yang oleh Kongres diserahkan kepada rapat kerja nasional.  2.5. Acara-acara pokok dan persiapan serta masalah-masalah yang akan dibicarakan dalam Kongres.    2.6. Dewan Pimpinan Pusat bertanggung jawab terhadap pelaksa-naan rapat kerja nasional.  2.7. Isi dan susunan acara Rapat Kerja Nasional ditentukan oleh Dewan Pimpinan Pusat. 
2.1. Dewan Pimpinan Pusat (2 orang).  2.2. Seluruh anggota pengurus Dewan Pimpinan Wilayah.   2.3. Seluruh pengurus MPP Dewan Pimpinan Wilayah.   2.4. Ketua dan sekretaris Dewan Pimpinan Daerah.  2.5. Ketua, sekretaris dan ditambah 4 orang pengurus Dewan Pimpinan Cabang. 
4.1 Hak suara hanya dimiliki oleh Peserta Musyawarah  Wilayah.  4.2 Anggota Musyawarah Wilayah hanya memiliki hak bicara akan tetapi tidak memiliki hak suara. 
5.1. Laporan pertanggung jawaban DPW tentang pelaksanaan  dan kebijakan organisasi dan keuangan serta pengesahan laporan DPW terhadap perjalanan organisasi dalam  satu periode.  5.2. Menetapkan, melakukan perubahan terhadap peraturan organisasi di wilayahnya.  5.3. Menetapkan Program Kerja untuk periode berikutnya yang mengacu pada keputusan Kongres.  5.4. Pemilihan dan penetapan ketua DPW secara langsung, ketua terpilih secara ex officio adalah sebagai ketua formatur.  5.5. Memilih dan menetapkan formatur.  5.6. Formatur berjumlah tujuh orang termasuk ketua formatur.  5.7. Menyusun anggota Majelis Pertimbangan Partai wilayah.  5.8. Dewan Pimpinan Wilayah bertanggungjawab  terhadap pelaksanaan Musyawarah Wilayah.  5.9. Musyawarah Wilayah dilaksanakan  lima  tahun   sekali.  5.10. Isi dan susunan acara Musyawarah Wilayah serta kepu-tusan tentang pelaksanaan Musyawarah Wilayah, ditetapkan oleh Dewan  Pimpi-nan Wilayah dengan memperhatikan hasil-hasil Rapat Kerja Wilayah.  5.11. Selambat-lambatnya satu bulan setelah   Musyawarah  Wi-layah, pengurus DPW terpilih sudah harus  menyampaikan hasil-hasil Musyawarah Wilayah kepada seluruh DPD, selanjutnya paling lambat dalam waktu 10 hari setelah diterimanya oleh DPD maka DPD telah harus menyampaikan pula kepada DPC dan DPRt.  5.12. Keputusan Musyawarah Wilayah mulai diber-lakukan untuk masa kepengurusan selanjutnya.   5.13. Musyawarah  Wilayah dinyatakan sah dan  memenuhi korum apabila dihadiri oleh setengah lebih satu dari jumlah Dewan Pimpinan Daerah. 
2.1. Dewan Pimpinan Wilayah (2 orang).  2.2. Seluruh anggota pengurus Dewan Pimpinan Daerah.  2.3. Seluruh pengurus MPP Dewan Pimpinan Daerah.   2.4. Ketua dan sekretaris ditambah tiga orang pengurus harian Dewan Pimpinan Cabang.   2.5. Ketua dan sekretaris ditambah tiga orang pengurus DPRt yang dipilih oleh rapat kerja ranting yang khusus yang dilakukan untuk itu.  
3.1. Undangan Dewan Pimpinan Daerah yang ditetapkan oleh rapat pleno DPD.  
4.1. Hak suara hanya dimiliki oleh peserta Musyawarah Daerah.   4.2. Anggota Musyawarah Daerah hanya memiliki hak bicara akan tetapi tidak memiliki hak suara. 
5.1. Laporan pertanggungjawaban DPD  tentang  pelaksanaan dan kebijakan, organisasi dan keuangan serta penge-sahan laporan DPD terhadap perjalanan organisasi  dalam satu periode.   5.2. Menetapkan, melakukan perubahan terhadap peraturan organ-isasi di daerahnya.  5.3. Menetapkan program kerja untuk periode berikutnya yang mengacu kepada keputusan Kongres dan keputusan Musyawarah Wilayah.  5.4. Pemilihan dan penetapan ketua DPD secara langsung. Ketua DPD terpilih secara ex officio adalah sebagai ketua formatur.  5.5. Memilih dan menetapkan formatur.  5.6. Formatur berjumlah sebanyak 7 orang termasuk ketua formatur.  5.7. Menyusun anggota Majelis Pertimbangan Partai Daerah.  5.8. Dewan Pimpinan Daerah bertanggung jawab terhadap pelak-sanaan Musyawarah Daerah.    5.9. Musyawarah Daerah dilaksanakan lima tahun sekali.  5.10. Isi dan susunan acara Musyawarah Daerah serta keputu-san tentang pelaksanaan Musyawarah Daerah, ditetapkan oleh Dewan Pimpinan Daerah dengan memperhatikan hasil-hasil Rapat Kerja Daerah.  5.11. Selambat  lambatnya satu bulan setelah   Musyawarah  Daerah, Pengurus DPD terpilih sudah harus menyampaikan hasil-hasil Musyawarah Daerah kepada DPW  dan  seluruh DPC, dan DPRt.  5.12. Keputusan Musyawarah Daerah diberla-kukan untuk masa kepengurusan selanjutnya.  5.13. Musyawarah  Daerah dinyatakan sah dan  memenuhi  korum apabila dihadiri oleh setengah lebih satu dari Musyawarah Daerah. 
2.1. Dewan Pimpinan Wilayah ( 2 orang ).  2.2. Dewan Pimpinan Daerah ( 2 orang ).  2.3. Seluruh pengurus Dewan Pimpinan Cabang.  2.4. Seluruh pengurus MPP cabang.    2.5. Ketua dan sekretaris ditambah lima orang Dewan Pimpinan Ranting.  

BAB X.  STRUKTUR  KEPENGURUSAN

1. Ketua Umum   
2. Ketua - ketua   
3. Sekretaris Jenderal    
4. Wakil - wakil Sekretaris Jenderal    
5. Bendahara Umum   
6. Bendahara   
7. Dewan Ekonomi :   
- Ketua   
- Wakil Ketua  
- Sekretaris  
- Anggota   
8. Majelis Pertimbangan Partai :  
- Ketua  
- Wakil Ketua  
- Sekretaris  
- Anggota   
9. Departemen Kaderisasi, keanggotaan Organisasi.  
10. Departemen Kampanye dan pemenangan Pemilu.  
11. Departemen Humas / Media Massa.  
12. Departemen Hubungan Internasional.  
13. Departemen Buruh, Tani, Nelayan.  
14. Departemen Perhubungan/Telekomunikasi.  
15. Departemen Pendidikan. 
16. Departemen Sumber Daya Alam dan Energi.  
17. Departemen Agama.  
18. Departemen Perlindungan Konsumen.  
19. Departemen Hukum dan Keadilan.  
20. Departemen Kesehatan.  
21. Departemen Kebudayaan dan Kesenian.  
22. Departemen Pemberdayaan Perempuan.  
23. Departemen lingkungan Hidup.  
24. Departemen Agraria.  
25. Departemen Pemuda dan Olah Raga.   
26. Departemen Penelitian dan Pengembangan.  
27. Departemen Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.   
28. Departemen Wirausaha dan Koperasi.  
29. Departemen Sosial.   
30. Pengurus setiap departemen terdiri dari kepala departemen, wakil kepala, dan anggota.  
2.1. Ketua  2.2. Wakil-wakil ketua  2.3. Sekretaris  2.4. Wakil-wakil sekretaris  2.5. Bendahara  2.6. Wakil-wakil bendahara 2.7. Majelis Pertimbangan Partai - Ketua  - Wakil ketua  - Sekretaris  - Anggota 
2.8. Departemen-departemen sesuai dengan kebutuhan masing-masing. 
BAB. XI.  MAJELIS PERTIMBANGAN PARTAI  
BAB XII.  LOGO dan LAMBANG PARTAI  Pasal 30
1. Filosofi Logo :
Matahari putih yang bersinar cerah dilatarbelakangi segi empat warna biru dengan tulisan PAN dibawahnya, merupakan simbolisasi bahwa Partai Amanat Nasional membawa suatu pencerahan baru menuju masa depan Indonesia yang lebih baik.
2. Makna Logo :
Simbol Matahari yang bersinar terang :
Matahari merupakan sumber cahaya, sumber kehidupan. Warna putih adalah ekspresi dari kebenaran, keadilan dan semangat baru.

MANYANG

MANYANG

Minuman khas Mandar yang bernama "Manyang "atau Tuak, atau oleh Orang Bugis Makassar dinamai Ballo, Saguer (Kata Orang Sanger) dan Akel (kata orang Minahasa). Siapapun yang ada di Mandar dan pernah datang mengunjungi daerah Mandar atau yang sekarang dikenal Sulawesi Barat, pasti pernah mendengar dan mengetahui mengetahui jenis minuman tradisional yang bisa menjadi minuman beraroma khas dan nikmat "Manyang Mammis " atau tuak manisdan bisa menjadi minuman beralkohol tinggi jika diproses dalam bentuk minuman yang lebih dikenal dengan "Manyang Paiq" atau tuak pahit.
Baik Manyang Mammis ataupun Manyang Paiq, adalah minuman yang diproduksi secara tradisional oleh masyarakat tanpa ada campuran kimia ini memang dihasilkan oleh para petani yang daerahnya banyak dipenuhi pohon "Manyang" atau Pohon Aren. Manyang yang diproduksi menjadi minuman manyang mammis ini selain untuk menjadi minuman kesehatan, juga merupakan bahan untuk membuat "manisan".

MANISANG

Manisan adalah hasil dari proses pengawetan manyang yang ditanak, dengan pemanasan ini, manyang ini akan sedikit mengental dan menjadi cairan gula (gula cair) dan dari manisan ini kemudian jika diproses lagi. Dengan cara dipanaskan dengan suhu yang tinggi cairan manisan tadi akan mengental (mapuliq) dan langkah selanjutnya cairan yang sudah kental dan berbentuk kayak adonan kue ini di tuang ke wadah atau lembaga tertentu (kebanyakan dari tempurung kelapa atau kaqdaro), didinginkan dan kemudian dikeluarkan dari wadah tempurung itu, sehingga terbentuk bulat seperti bentuk kelapa dibelah. Dan hasil dari proses inilah kemudian atau golla mamea (gula merah atau gula aren).
Untuk diketahui, bahwa Manisan adalah bahan yang yang digunakan oleh masyarakat dalam memuat Bajeq (Bayeq). Dan sebelum dicetak dalam wadah tempurung, ada juga cara satu jenis cemilan yang namanya "Golla Coba" atau gula yang dibuat dalam bentuk permen yang biasanya dibungkus pake kulit jagung.Adapun Manyang paiq juga berasal dari sumber yang sama dengan manyang mammis tapi prosesnya yang beda. Manyang paiq ini memang diformulasi khusus oleh para petani yang akrab dikenal "Passari Manyang" sesuai order atau pesanan. Manyang Manyang Paiq ini dibuat dan punya campuran, cara dan perlakuan yang khusus. 


Jumat, 10 Juni 2016

Profil Singkat Darwin Badaruddin, Penulis Antologi Puisi "Potret Hitam Putih"

Darwin Badaruddin, Lahir di Polewali 22 Agustus 1961. Anak kedua dari pasangan Badaruddin dan  Hj. Ballu. Penulis dikaruniai dua orang anak Moh.Eka Lesmana dan Nur Ulfah Fakhrunnisa dari isteri bernama Hj. Harlina Halanding.
Menulis puisi, cerpen dan artikel sejak duduk di bangku SMA. Tahun 1982 dinobatkan oleh Harian Fajar Makassar sebagai Penulis Puisi Remaja Favorit, Tahun 1984 mendirikan teater Badai Makassar. Tahun 1986  mengikuti Fesitval Teater se Sulawesi Selatan. 
Naskah drama yang telah ditulis; Yaumul Jaza’, Episode Putih Tahun Gajah dan Rumah-rumah Kardus. Menyutradarai beberapa naskah drama, antara lain; Detak-detak Kemerdekaan (Syahrul Hidayat), Abu (B.Soelarto), Mereka Mulai menyerang (Rahman Arge), Domba-doba Revolusi (B.Soelarto), Interogasi I (Arifin C. Noer), Yaumul Jaza’, Muslim Sejati  dan Rumah-rumah Kardus.
Aktif dalam berbagai kegiatan organisasi kepemudaan, Pengurus KNPI Kab. Polmas 1994 – 1998, dan 1998 – 2002, Ketua MKKS Kab. Polmas 2004 – 2006, Sekretaris Umum PGRI Kab. Polmas (2004 – 2009).
Karier PNS diawali sebagai Guru pada SMEAN 1 Pinrang (1988), , Kepala SMKN 1 Polewali 2001 – 2006.  Kabid Dikmen Disdik Polman (2006), Tahun 2008 Sekretaris pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kab. Polewali Mandar dan pada Bulan Februari 2010 diangkat sebagai Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kab. Polewali Mandar.

Tahun 2011 menerbitkan Antologi Puisi "Potret Hitam Putih". http://www.jendelasastra.com/user/darwin-badaruddin

KUTIKA (PUTIKA)


 Catatan: Muhammad Munir

Suku Mandar memiliki banyak kearifan tradisional yang sampai saat ini terus diyakini dan dipelihara dengan baik. Salah satu dari kearifan tersebut adalah cara menentukan hari baik untuk memulai suatu aktifitas yang dinamakan dengan Kutika. Kutika dipakai sebagai petunjuk untuk menentukan hari baik bila ingin melakukan berbagai kegiatan seperti mendirikan rumah, memulai hari pertama mencari rejeki semisal kegiatan perdagangan, merantau, memulai hari menabur benih, hari pernikahan bahkan untuk menentukan hari memulai penyerangan terhadap musuh. Untuk kebutuhan tersebut, suku Mandar menentukan hari pertama setiap bulannya melalui pemantauan terhadap bintang-bintang dilangit.
Masyarakat Mandar meyakini pergerakan bulan dan benda-benda angkasa lainnya tersebut sangat mempangaruhi aktifitas dan keberuntungan manusia setiap harinya bahkan setiap jamnnya. Jadi dari perhitungan pergerakan bulan dalam mengitari bumi tersebut, masyarakat Mandar mempelajari metode dan  pencarian hari-hari baik yang dinamakan ‘kutika’.
Berdasarkan jenisnya, kutika di Mandar dikenal beberapa jenis berdasarkan metodenya, yaitu: Kutika Perang, Kutika Mencari Rejeki Dan Kutika Untuk Kegiatan Sosial. Ketiga KUTIKA itu berpedoman pada masa perputaran Bulan mengitari Bumi, sebagai pedoman untuk menentukan hari pertama setiap bulannya, seperti halnya yang dilakukan oleh orang Jawa yang dikenal adanya Mujarobat.
Mujarobat adalah  kitab tradsional untuk menentukan hari pasaran dan untuk menentukan hari baik untuk memulai suatu aktifitas
Sampai hari ini, di Mandar masih menggunakan metode pencarian hari-hari baik dalam bentuk bilangan amessa (sembilan), bilangan pitu (tujuh), dan bilangan duappulo (dua puluh). Yang terakhir ini merupakan adopsi dari kutika orang Bugis Makassar khusus untuk mencari hari baik untuk melaksanakan pernikahan.
Bagi masyarakat Bugis Makassar pernikahan adalah suatu hal yang sakral yang merupakan suatu pengukuhan dua pasang manusia yakni Pria dan Wanita yang diikat dalam satu kesatuan utuh yang diharapkan selalu bersama hingga akhir hayat, sehingga pernikahan juga hendaknya butuh perencanaan yang kuat karena ini merupakan pertaruhan masa depan.
Masuknya Islam di Sulawesi, dalam hal ini Mandar, ternyata bukan hanya mengubah agama masyarakat asli saat itu. Namun juga mempengaruhi secara kuat wajah peradaban masyarakat saat itu. Masyarakat menjadi sangat akrab dengan ajaran serta kebudayaan Islam. Saya kadang beda fikiran dengan beberapa orang yang mengatakan bahwa kutika itu bukan budaya Islam, karena islam tidak mengenal hari yang buruk. Semua hari baik untuk melakukan berbagai aktifitas apapun, jadi tidak perlu mencari hari-hari baik.
Tentu saja pernyataan itu tidak salah, hanya saja perlu sedikit pengkajian bahwa Islam adalah agama yang serba teratur, tertib dan semua harus mengikuti hukum-hukum itu dengan tertib. Rasulullah saja, saat akan hijrah ke Madinah, beliau berangkat dari rumahnya pada malam 1 Muharram dan memilih bermalam di gua Tsur selama 3 malam.
Itu artinya Rasulullah telah menanamkan dasar-dasar pencarian hari baik untuk melakukan sebuah perjalanan. Padahal kalau dipikir-pikir, seharusnya Rasulullah langsung saja ke madinah pada malam itu, karena bagaimanapun beliau adalah manusia yang selalu dilindungi keselamatannya oleh Allah. Tapi toh Rasulullah tidak melakukan itu. Dan ini adalah metode Rasulullah menanamkan dasar-dasar ilmu falaq dan pencarian hari-hari baik pada umatnya.
Dan ternyata, dalam perkembangan selanjutnya sangat mempengaruhi cara masyarakat dalam perhitungan hari, bulan, dan tahun, yakni dengan menggunakan kalender Hijriah.
Orang Mandar sejak dahulu selalu berpedoman pada bilangan bulan hijriah. Sangat berbeda dengan masa kini, yang menggunakan kalender Masehi secara umum, meski masih tetap menggunakan kalender hijriah dalam penetapan hari baik untuk melakukan sesuatu.
Penggunaan kalender Hijriah dapat dilihat dari setiap orang yang mau melaksanakan sesuatu, pencarian harinya menggunakan kalender hijriah yang dikorelasikan dengan metode kutika yang difahaminya.
Selain itu, naskah lontaraq yang ada pada masa-masa awal masuknya Islam di Mandar, juga kerap kita temukan naskah lontaraq yang merupakan catatan pencarian hari-hari baik atau kutika. Naskah lontaraq memang banyak berisi tentang kutika, misalnya melihat hari-hari apa saja yang baik dalam bulan Muharram untuk melakukan kegiatan yang berkaitan dengan rezeki. Seperti perkawinan, bercocok-tanam, membuat peralatan, pindah rumah, potong rambut, dan lain sebagainya.
Karena itu jangan heran jika menemukan catatan lontaraq kebanyakan menggunakan 12 bulan Hijriah dan tujuh nama hari dalam sebutan Hijriah (al-Ahad, al-Itsnayn, ats-Tsalaatsa‘, al-Arba‘aa, al-Khamiis, al-Jum‘aat, as-Sabt) dalam naskah Kutika. Perhatikan catatan atau lontaraq Tuan di Bulo-Bulo dan Lontaraq-Lontaraq lain, pasti hal tersebut dapat dengan mudah kita temukan.
Museum Sulteng terbilang cukup banyak memiliki koleksi naskah lontara dan kutika. Sedikitnya ada 50 naskah Lontaraq tua yang berbetuk buku dan dalam kondisi yang terawat. Naskah Lontara tersebut tidak hanya berasal dari Lembah Palu saja, namun juga berasal dari Kabupaten Poso, Kabupaten Parigi Mautong, Kabupaten Donggala, hingga Kabupaten Banggai.
Naskah tua yang berhubungan dengan masuknya Islam ke Lembah Palu, berisikan petuah serta tatakrama dalam berkehidupan itu ditulis dengan aksara Lontara yang dimiliki oleh orang Bugis-Makassar dan Mandar, sehingga ditenggarai masuknya naskah Lontara ke Lembah Palu bersamaan dengan masuknya para mubaliq Bugis-Makassar dan Mandar ke Lembah Palu.

Naskah Lontaraq umumnya dimiliki oleh para mubaligh Bugis-Makassar dan Mandar yang menyebarkan syiar Islam di Lembah Palu. Periodesasi syiar mubalig asal selatan itu ditengarai pada masa sesudah Datokarama atau pada abad ke 18 dan 19.