Jika dalam
sejarah perjuangan kemerdekaan nasional, nama Fatmawati Soekarno tercatat
sebagai penjahit Sang Saka Merah Putih, maka di Majene, Abd. Wahab Anas adalah
salah satu dari tiga pemuda yang pertama kali mengibarkan Sang Saka Merah Putih
di ibukota Afedeling Mandar, Majene.
Peristiwa
monumental ini terjadi tak lama setelah berita kemerdekaan Republik Indonesia
yang diproklamirkan Soekarno-Hatta sampai ke Mandar. Pada sekitaran September
1945, lewat siaran sebuah radio Australia, segenap kalangan pejuang di Mandar
gegap gempita menyambut berita dibacakannya proklamasi kemerdekaan RI.
Sambutan
masyarakat Majene atas peristiwa bersejarah ini membahana memenuhi setiap sudut
dan ruang-ruang yang ada. Pekik merdeka menjadi kata yang paling sering
dikumandangkan. Puncaknya adalah Pengibaran perdana bendera Sang Saka Merah Putih
di tengah-tengah Kota Majene. Tepat jam tiga dinihari, Abd. Wahab Anas, A.
Halim A.E dan Muhsin Ali menjadi pelakonnya.
Atas
peristiwa ini, pihak kepolisianpun memanggil dan menginterogasi Abd. Wahab Anas
dan menanyakan alasan pengibaran bendera Merah Putih.
“Merah putih
adalah bendera resmi RI yang berpusat di Tanah Jawa”, Itulah jawaban Wahab Anas
atas pertanyaan tersebut.
Setelah
kejadian tersebut, Wahab Anas kemudian menginisiasi pembentukan organisasi
perjuangan di Majene. Berawal dari diskusi di rumah Wahab Anas di Saleppa, pada
tanggal 16 September 1945, diadakanlah rapat umum merah putih di gedung sekolah
rakyat putri Tanjung Batu Majene. Dari rapat ini, lahirlah organisasi
perjuangan kemerdekaan yang bernama Pemuda Republik Indonesia (PRI) di bawah
pimpinan Andi Tonra. Abd. Wahab Anas sendiri menjadi salah satu pengurusnya.
Bermula dari
PRI inilah Wahab Anas aktif dalam pergerakan mengawal dan mempertahankan
kemerdekaan di Majene. Di awal tahun 1946, Abd. Wahab Anas pernah tercatat
sebagai Ketua Partai Nasional Indonesia (PNI) Cabang Majene sektor barat. PNI
sendiri adalah partai pergerakan nasional yang didirikan oleh Soekarno, dan
menjadi salah satu sarana perjuangan dalam meraih kemerdekaan.
Aktifitasnya
di PRI dan PNI, menjadi alasan Belanda untuk menangkap Wahab dan aktivis PRI setelah
peristiwa pembantaian Westerling di Galung Lombok pada 11 Desember 1946. Wahab
Anas dan aktivis PRI lainnnya ditahan di tangsi KNIL Belanda Majene. Dalam
penjara, Wahab Anas banyak mengalami siksaan fisik. Ia digantung dengan kepala
terjungkal kebawah, dipukul hingga pingsan kemudian di siram dengan air. Wahab
Anas selanjutnya di tahan di penjara Makassar.
Selepas dari
penjara, tahun 1948, ia bersama A. Halim AE kembali ke Majene dan mempelopori
pendirian sebuah partai perjuangan baru. Pada tanggal 29 Februari 1948, bertempat
di rumah H. Abd. Halim, salah seorang tokoh Muhammadiyah Majene, secara resmi berdiri
Partai Kebaktian Rakyat.
Dalam rapat
umum pembentukan partai ini, Wahab Anas tampil membawakan materi yang
bertemakan perkembangan politik terakhir tanah air.
Kehadiran
Partai Kebaktian Rakyat ini mengundang banyak diskusi dan terkait ketidak
setujuan peserta sebab di dalam anggaran dasar partai hanya termuat kata-kata
menuntut kemerdekaan Republik Indonesia 100 % dan tidak tegas menyatakan Negara
berbentuk kesatuan. Perdebatan bermutu ini mengingatkan kita pada sejarah
perjuangan Tan Malaka, salah seorang tokoh kemerdekaan nasional seangkatan
Soekarno yang telah melanglang buana ke seluruh dunia menyuarakan anti
imperilalisme dan kolonialisme. Merdeka 100 % adalah tuntutan Tan Malaka pada
penjajah kolonialis Belanda. Partai Kebaktian Rakyat ini sendiri kemudian
ketuai oleh Aco Arif.
Partai ini
banyak melakukan kegiatan pendidikan politik rakyat. Dengan di pandu Abd. Wahab
Anas dan A. Halim AE, diadakanlah kursus-kursus dan diskusi membahas berbagai
problem kenegaraan. Diskusi politik ini sangat berarti dalam meningkatkan
pengetahuan politik masyarakat. Bahkan kepala pemerintahan Majene saat itu yang
berkebangsaan Belanda Totok. H.J. Ubbink beberapa kali mengunjungi forum
diskusi ini, karena dianggap bagus dan bermutu.
Usia Partai
Kebaktian Rakyat tidak berlangsung lama. Sebagai partai lokal, partai ini
segera dilebur ke dalam partai-partai berbasis nasional yang kemudian masuk di
Majene. Para aktivis partai kemudian bergabung dalam Partai Sarikat Islam
Indonesia (PSII) dan PKR. Abd. Wahab Anas sendiri kemudian terpilih memimpin
PKR Cabang Majene.
Untuk lebih
mengefektifkan koordinasi PKR dan PSII Majene, pada tanggal 17 Agustus 1948,
dibentuklah sebuah badan baru yang bernama BAPNA (Badan Permufakatan Nasional).
Badan ini mengkoordinasi seluruh elemen-elemen perjuangan di Majene. Lewat
BAPNA, Abd. Wahab Anas pernah diutus ke Yogyakarta untuk menghadiri konfrensi
pendidikan antar Indonesia yang dilaksanakan pada bulan Agustus 1949.
Resolusi
bersejarah yang pernah diusulkan BAPNA adalah mendorong pembentukan Dewan
Mandar (semacam DPRD) secara demokratis serta menuntut pembatalan hukuman mati
Wolter Monginsidi.
Setelah
penyerahan kedaulatan RI oleh pemerintah Belanda, Abd. Wahab Anas tetap memegang
peranan penting dalam percaturan politik di Afdeling Mandar. Dan saat Kabupaten
Dati II Majene terbentuk pada tahun 1959, Abd. Wahab Anas terpilih menjadi Ketua
DPRD Kabupaten Majene. (Sumber: Majene Menemukan Hari Lahirnya, Drs. Darmansyah. 2015)
Seusai
menjadi legislator, Wahab Anas berkecimpung di dunia birokrasi. Ia mengabdi dan
akhirnya pensiun di dinas Pekerjaan Umum Provinsi Sulawesi Selatan.
Abd. Wahab
Anas menutup usianya pada tahun (1982) di Majene. Atas jasa-jasanya pemerintah
daerah meminta kepada keluarga yang ditinggalkan untuk dapat di makamkan di
Taman Makam Pahlawan Majene. Tapi atas wasiat yang ditinggalkan, Wahab Anas
lebih memilih dimakamkan di pemakaman umum. Abd Wahab Anas tenang dan damai menghadap
Ilahi Rabb di peristirahatan terakhirnya di pekuburan Pettuanginan
Saleppa.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusMaaf... Saya adalah cucu pertama beliau... Disini saya mau koreksi sdikit, beliau wafat bukan di tahun 1982 tetapi tahun 1988 di Makassar, dan kemudian di makamkan di Pekuburan Islam Saleppa, sesuai wasiat beliau... Terima kasih
BalasHapus