Tampilkan postingan dengan label Literasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Literasi. Tampilkan semua postingan

Senin, 25 Maret 2024

DESA PAMBUSUANG DALAM LINTASAN ANTROPOLOGI SEJARAH (8)

By Ahmad M. Sewang

Dalam ilmu budaya, selalu diingatkan bahwa kita sedang menghadap ke depan menuju hidup yang lebih comport. Jika dahulu cukup sekolah paling tinggi PGA 6 Tahun. Itu pun ikatan dinas. Nanti pada periode saya, baru dibuka jalan melanjutkan studi ke PPS agama dan tempatnya cukup jauh di Syarif Hidayatullah Jakarta dan Yogyakarta, itupun lewat seleksi yang sangat ketat. Bandingkan sekarang PPs sudah ada di depan pintu rumah, misalnya di STAIN Majene.

Demikian pula pengangkatan dosen dahulu masih mudah. Dosen saya waktu masuk studi 1973 masih banyak tamatan BA. Kemudian sesuai perkembangan harus
sarjana dahulu atau Drs. Saya sendiri dosen tahun 1982 baru saja selesai sarjana. Ketika diangkat alhamdulillah sebagai dosen, terdapat tiga lembaga bersamaan: yaitu BKKBN Kendari, Kanwil Departemen Agama Sulawesi Selatan dan dosen di IAIN Alauddin Makassar. Berdasarkan petunjuk warek II, Drs. Muhammad Ahmad saya pilih masuk IAIN. Jika mengisahkan ini menggambarkan dahulu untuk PNS masih mudah. Sekarang persyaratan jadi dosen sharus magister. Magister sekarang sudah over capasity. Menurut pridiksi ke depan untuk jadi dosen harus doktor. Jadi untuk sekolah semakin mudah tetapi semakin panjang jalan yang ditempuh. Jadi studi semakin lama dan sulit sebagai persyaratan jadi PNS.

 Jadi sekali lagi,i di antara yang selalu saya pedomanI adalah menghadap ke depan untuk selalu bersemangat optimis. Adapun sekali-sekali melihat ke kaca spion ke belakang adalah agar tidak tertabrak kendaraan dari belakang atau untuk meluruskan perjalanan ke depan. Jadi tu melihat ke belakang agar meluruskan perjalanan ke depan.

Melihat ke depan dengan berani menembus batas, dan berani menerobos sekat-sekat yang kita ciptakan sendiri. Beranilah bersahabat dengan orang-orang pintar. Jika ingin mengetahui orang bisa dipercaya, maka kenallah sahabatnya lebih dahulu. Di Makassar agar menemukan sahabat yang baik maka saya bergabung di Pengajian Aqsha, disana tergabung umumnya, alumni kedokteran yang ingin mendalami pengetahuan agama, tampak perlu tahu latar belakang organisasi Islamnya, di Jakarta  bergabung di Paramadina dan bersahabat dengan Nurchalis Madjid, setelah kembali ke Makassar memimpin PPs saya bersahabat dengan Prof. Quraish Syihab, Dr. K.H. Jalaluddin Rakhmat, dan Husni Djamaluddin. Khusus yang disebut terakhir begitu dekatnya sama dengan keluarga sehingga waktu melamar berangkat dari rumah beliau. Bersahabat orang baik sama dengan menemukan prosfek lebih baik di masa depan. Mohon maaf, jika ini dikisahkan dengan maksud agar bisa dicontoh hal yang positif. Saya lebih mudah rasanya mengisahkan pengalaman pribadi daripasa pengalaman orang lain.

Wasalam,
Kompleks GPM, 26 Maret 2024

USMAN SUIL || RENUNGAN RAMADHAN (15)


Benarkah, tidur orang puasa adalah ibadah?

Ketika Rasullullah pada kesempatannya mengatakan bahwa tidur di bulan ramadhan adalah ibadah, banyak yang memperbanyak tidurnya di siang hari dengan alasan ibadah. Lebih baik tidur dari pada ngegosip, ngabuburead yang ngga jelas. Tidak salah tapi mengenai sabda Rasul, coba kita tanyakan ulang tidur yang bagaimana maksud Nabi? Takutnya sudah menganggap tidur kita itu sudah ibadah padahal malah menjadi tidur yang memakruhkan puasa.

نَوْمُ الصَّائِمِ عِبَادَةٌ وَصُمْتُهُ تَسْبِيْحٌ وَعَمَلُهُ مُضَاعَفٌ وَدُعَاؤُهُ مُسْتَجَابٌ وَذَنْبُهُ 

“Tidurnya orang puasa adalah ibadah, diamnya adalah tasbih, amal ibadahnya dilipatgandakan, doanya dikabulkan, dan dosanya diampuni” (HR Baihaqi).

Kalau kembali pada tujuan luhur puasa yakni usaha menekan syahwat lahir, sementara tidur bagian dari syahwat lahir manusia, maka tentu yang dimaksud nabi adalah tidur yang berkualitas bukan tidur yang kita pahami pada umumnya sebagaimana tidur seperti biasanya. 

 موتوا قبل أن تموتوا
"Matilah sebelum kamu mati".

Di hadits ini terdapat dua kata mati. Tentu kata mati yang pertama dengan mati yang kedua berbeda. Pada kata pertama dalam hadits ini "Matilah" yang dimaksud disini adalah mati secara batin sementara kata "mati" yang kedua adalah mati secra fisik.

Kira-kira apa maksud Nabi menyuruh kita mati sebelum mati? Karena mati yang pertama bermakna batin maka yang dimaksud Nabi kira-kira adalah mematikan semua panca indra kita kepada hal-hal yang negatif. Mematikan pandangan untuk tidak melihat tontonan senonoh, mematikan telinga untuk tidak mendengar yang kurang baik, mematikan mulut untuk bercerita aib, mematikan tangan dan kaki menuju maksiat dan mematikan semua panca indra untuk tidak memuaskan nafsu syahwat kita.

Karena puasa adalah training menekan dan mematikan kemauan-kemauan negatif panca indra kita maka tidur yang dimaksud adalah menidurkan atau menghentikan segala aktivitas-aktivitas negatif indrawi kita. Orang sedang tidur sebenarnya sedang mengistirahatkan segala aktivitas indrawinya tetapi pada saat yang sama tidur pada posisinya memuaskan kenyamanan syahwat tidur. Tidak relevan apabila di bulan puasa memperbanyak tidur karena nilai perjuangan menekan syahwat tidur tidak dijalankan.

Selanjutnya, coba kita tanyakan kembali kualitas tidur kita di bulan ramadhan. Apakah tertidur karena puasa atau tidur karena kelaparan? Ataukah tidur kita karena ingin bermalas-malasan? Tentu tidur ini tidak memiliki nilai ibadah. Tidur karena kelaparan berarti tidur yang disebabkan karena nafsu sementara tidur orang yang berpuasa adalah tidur dengan tujuan istirahat untuk memperoleh kembali kekuatan menjalankan ibadah-ibadah lainnya, tidur semata-mata karena kehendak-Nya, serta tidur karena tagihan fisik yang sudah tidak sanggup lagi menahan kantuk.

Imam al-Ghazali menjelaskan:

بل من الآداب أن لا يكثر النوم بالنهار حتى يحس بالجوع والعطش ويستشعر ضعف القوي فيصفو عند ذلك قلبه

“Sebagian dari tata krama puasa adalah tidak memperbanyak tidur di siang hari, hingga seseorang merasakan lapar dan haus dan merasakan lemahnya kekuatan, dengan demikian hati akan menjadi jernih” (Imam al-Ghazali, Ihya’ Ulumid Din, juz 1, hal. 246).

Wallahu a'lam bisshowab.

Doa Hari ke 15

اَللَّهُمَّ ارْزُقْنِيْ فِيْهِ طَاعَةَ الْخَاشِعِيْنَ وَ اشْرَحْ فِيْهِ صَدْرِيْ بِإِنَابَةِ الْمُخْبِتِيْنَ بِأَمَانِكَ يَا أَمَانَ الْخَائِفِيْنَ 

Artinya : Ya Allah, Mohon anugrahkan padaku di bulan ini dengan ketaatan orang-orang yang khusyu serta lapangkanlah dadaku dan dengan taubat orang-orang yang rendah diri. Dengan kekuatan-Mu. Wahai tempat berlindung bagi orang-orang yang ketakutan. 

Minggu, 24 Maret 2024

DESA PAMBUSUANG DALAM LINTASAN ANTROPOLOGI SEJARAH (7)

By Ahmad M. Sewang

Sejak pertama kali
menginjakkan kaki di PPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 1986 sudah menggariskan sebuah kaidah sebagai pedoman hidup dalam beragama bahwa semua mazhab, aliran, dan organisasi dalam Islam sepanjang secara tulus berpegang pada al Quran dan hadis sebagai premis utama, mereka itu adalah saudara sesama muslim yang tidak bisa dikeluarkan dari Islam, sekali pun berbeda firqah. Menurut yang saya pahami sampai sekarang kaidah tersebut terus dikembangkan di PPs PTKIN seluruh Indonesia.

 Umat masih terperangkap dengan sekat-sekat sempit yang diciptakannya sendiri. Mereka menganggap dirinya sendiri dan kelompoknyalah paling benar, sedang kelompok lain tidak ada benarnya. Klaim kebenaran inilah membuat stagnan umat berabad-abad. Sebagai contoh, saya sendiri mengalaminya. Pernah dalam sebuah seminar saya mengutip pendapat seorang ilmuwan, Dr. Firanda Andirja Abidin, Lc., M.A., Alumni universitas Madinah, kemudian segera mendapat teguran dari salah seorang peserta yang justru sudah menyandang gelar professor riset. Alasaannya,  melarang mengutip ilmuwan itu karena dia berfaham Wahhabi. Menurut saya, tidak semua ajaran Wahabi negatif yang harus dihindari, tetapi sebaliknya ada pula positif. Di antara jasa besar Dr. Firanda adalah satu-satunya orang Indonesia dipercaya pemerintah Arab Saudi membawakan pengajian di Masjid Nabawi dalam bahasa Indonesia, dan membuat bahasa Indonesia menjadi bahasa ke dua di Arab Saudi. Saya mengenal beliau ketika di Madinah. 

Karena itu umat harus memiliki kemanpuan selelktif kepada pendapatnya yang positif. Pendapatnya yang negatif tentu tidak perlu diterima. Sebaliknya tidak semua  pendapat kelompok sendiri lebih baik dibanding dengan yang lain. Bahkan pendapat sendiri bisa ditolak jika membawa mudarat atau bikin  keonaran dalam masyarakat. Masih ada sebagian masyarakat muslim lebih leluasa mengutip pendapat ilmuwan non Muslim daripada sesama muslim sendiri hanya karena beda mazhab. Seperti saya temukan pada sebuah komunitas Muslim Indonesia di pinggiran kota Melbeurne, Australia. Mereka sengaja kami datangi bersama Zamahsary Dzafir dan kawan-kawan lainnya. Komunitas tersebut sementara mengajarkan Tafsir al Misbah, karya Prof. Quraish Shihab. Ketika saya tanyakan kelebihan dan kekurangan tafsir itu. Menurutnya, kelebihannya terletak pada bahasa yang digunakan, lebih mudah diterima masyarakat Muslim Indonesia di Melbourne, tetapi kekurangannya, karena penafsirnya banyak mengutip pendapat al-Tabataba'i, sedang at-Tabataba'i adalah penganut mazhab Syiah. Namun, setelah saya tanyakan pada Prof. Quraish Syihab setiba di Indonesia, beliau menjawab, kenapa jika mengutip pendapat Plato, Agustinus dan Goerge Sarton tidak dimasalahkan? Mendengar itu, saya terdiam tak menjawab. Seperti halnya, di Unhas saya sering diundang menguji di universitas ini. Mereka sering mengutip pandangan Plato, Aristoteles, Agustinus, dan Ibn Khaldun. Bagi Unhas pendapat siapapun yang relevan harus diakomodir, tetapi sebaliknya, walaupun pendapat sendiri jika tidak relevan, apalagi bikin kacau masyarakat, maka hindari jangan dikutip.

Mengutip pendapat mazhab lain bukan berarti sesuatu yang terlarang, seperti mengutip pendapat non muslim langsung menjadi non muslim juga, melainkan menunjukkan keberanian menembus batas demi memperluas wawasan, seperti pendapat Prof. Quraish Shihab, "Semakin luas wawasan seseorang ilmuan berbanding lurus dengan sikap keterbukaan dan ketidakfanatikan pada seseorang." Ini juga menunjukkan kebesaranng hati dan penghormatan pendapat sesama muslim walau beda mazhab. Ketiga, pendapat lain dikutip karena dianggap lebih relevan dan lebih kontektual. Terkadang ada sebagian orang karena fanatik pada paham mazhabnya, membuat mereka terperangkap pada sekat-sekat sempit yang diciptakannya sendiri. Sehingga mereka tak peduli lagi pada pandangan ulama lainnya. Grand al Azhar, Pimpinan Pusat Muhammadiah, Prof. Din Syamsuddin dan almarhum mantan Ketua PB NU, KH Hasyim Muzadi serta 150 ulama se dunia, mereka ikut menyetujui risalah Amman. Salah satu  keputusannya bahwa tidaklah adil jika melakukan generalisasiasi pendapat satu kelompok kecil dari Sunni atau Syiah, kemudian dinisbahkan secara keseluruhan ke seluruh mazhab itu. Inilah sebuah kesalahan fatal dan salah satu faktor rumitnya membangun persatuan umat.

Keengganan bergabung secara struktural pada organisasi mainstream dimaksudkan agar bisa menjadi media untuk mempersatukan umat walau pada skala kecil seperti IMMIM. Sebagai mantan ketua umum  DPP IMMIM saya telah berusaha menghimpun anggota tanpa memandang latar belakang mereka. Bahkan saya bisa menikmati bergaul dengan sahabat-sahabat yang berbeda latar belakang organisasi tersebut. Saya pun patut bersyukur karena keinginan itu saya bisa inpelementasikan dengan menulis sebuah buku di tengah  era masih timbulnya perbedaabn. Buku itu berjudul, "Persatuan Islam dan Saling Menghargai Perbedaan." Buku itu berkesimpulan kita hanya bisa bersatu bila siap menghargai perbedaan dalam masalah furu'. Sebab perbedaan semacam ini adalah sunatullah, sebuah kekayaan dan rahmat untuk umat. dalam usaha berfastabiqul khaerat. Karena itu organisasi Islam mana pun mengundang saya dalam pengembangan Islam saya hadiri. Saya pernah diundang di kantor NU Wilayah untuk berbicara pengembangan dakwah ke depan dan saya pun penuhi. Sekarang saya diundang jadi dosen PPS, pembina mata kuliah Studi Peradaban Islam di Universitas Muhammadiyah Makassar. Saya pun menjalankan tugas itu dengan senang hati. Jadi dalam masalah akademik pasti saya penuhi pada setiap undangan, termasuk undangan seminar di HMI walau tidak pernah di kader di organisasi ini. Beberapa tahun lalu saya diundang berceramah di Unismu dan juga saya ladeni.

Akhirnya, setelah saya pulang kampung saya melihat sudah banyak perubahan yang terjadi. Sejalan dengan berjalannya waktu dan perubahan zaman. Semakin panjang bentang waktu melihatnya, semakin banyak terlihat perubahan itu. Kehidupan di kampung sudah hampir sama dengan di kota. Bahkan tidak lagi seragam paham keagamaan, tetapi sudah mulai transisi ke arah beraneka ragam. Hal ini karena sudah mulai beberapa keluarga anaknya dikirim ke kota untuk belajar. Mereka ini yang membawa paham baru ke kampung. Muhammadiyah yang dianggap paham sesat dahulu sudah mulai dianggap sebagai teman bersama mencari kebenaran. Dalam ilmu sosial dikatakan, "Tidak ada yang tetap di dunia ini, kecuali perubahan itu sendiri." Dalam QS al-Rahman, 26-28, dikatakan,-
كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ
وَيَبْقَىٰ وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ
فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan. Maka nikmat Tuhan  yang manakah yang kamu dustakan?
 Dalam ilmu budaya agama pun mengalami perubahan. Saya masih ingat waktu anak-anak, belum ada jam, radio, apa lagi tv. Beragama atau berpuasa berpedoman pada tanda-tanda alam, misalnya berbuka jika ayam sudah naik di praduan pertanda bahwa matahari sudah terbenam. Demikian pula kalau fajar sudah terbit ditandai jika ayam sudah mulai berkokok. Beragama ke depan akan mengalami perubahan.

"Sebagai tanda syukur pada-Mu ya Allah saya ingin mengucapkan terima kasih,
1. Engkau telah membukakan jalan untuk studi dan reset sampai di manca negara dan bertemu aneka macam pendapat, manusia yang cukup berarti dan memperkaya khazanah dalam menjalani samudra kehidupan. Saya berkeyakinan, andai bukan karena kehendak-Mu saya tetap tinggal di kampung seperti masyarakat kebanyakan niscaya saya akan jadi terlibat dalam professi sebagai nelayan atau petani.

2. Sebagai hamba, sepertinya merasa malu memohon lagi sesuatu yang bersifat duniawi pada-Mu, seperti panjang umur sebab jangan sampai dianggap sebagai hamba tak tahu diri dan tak tahu bersyukur, seperti Engkau firmankan secara berulang-ulang dalam QS  al-Rahman, 
فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan.

Wassalam,
Makassar,  25 Maret 2024

USMAN SUIL || RENUNGAN RAMADHAN (14)


Puasa sebagai Obat Psikologis-Biologis

Puasa adalah rukun keempat dalam Islam setelah syahadat, shalat dan zakat. Puasa hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang beriman sebagaimana panggilan Allah.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيۡكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ
"Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa," (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 183)

"Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian untuk berpuasa"._ Perintah untuk berpuasa ini pun telah diperintahkan Allah dari kaum terdahulu _"sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu"_ dengan tujuan _"agar kamu bertakwa". Itulah kata Allah pada surah al-Baqarah ayat 183 itu. Puasa untuk orang yang beriman dengan tujuan agar tingkat keimanannya bertambah sampai pada level takwa. Berdasarkan ayat tersebut, bahwa beriman belum tentu bertakwa oleh karenanya perintah puasa agar kita bertakwa.

Selain efek psikologis dari berpuasa (untuk takwa), puasa juga menuju kesehatan biologis, kesehatan untuk tubuh yang berpuasa.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

ٱلَّذِي خَلَقَكَ فَسَوَّىٰكَ فَعَدَلَكَ
"Yang telah menciptakanmu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang," (QS. Al-Infitar 82: Ayat 7)

Bisa saja kita menganggap bahwa puasa itu menyiksa karena menahan lapar dan haus akan tetapi dibalik dari lapar dan haus terdapat hikmah yang sangat dahsyat. Sebagaimana pada surah al-Infitar diatas Allah telah menjadikan tubuh manusia seimbang maka puasa termasuk salah satu cara Allah untuk tetap menyeimbangkan kondisi fisik atau tubuh manusia.

Dalam ilmu kedokteran, terdapat istilah Homeostasis. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), homeostasis adalah keadaan dalam tubuh suatu makhluk hidup yang mempertahankan kosentrasi zat dalam tubuh. Menurut Agus Mustofa (penulis puluhan buku best seller) menjelaskan bahwa homeostasis merupakan mekanisme otomatis yang ada dalam tubuh manusia, ketika tidak seimbang akan gampang terserang penyakit. Beliau memberikan contoh terkait dengan homeostasis seperti ketika seseorang menggigil karena kedinginan maka tubuh akan bereaksi panas begitu pun sebaliknya ketika panas, tubuh akan bereaksi mengeluarkan keringat untuk menetralisir panas tersebut atau ketika seseorang kekurangan makanan maka reaksi perut akan lapar. Inilah sistem kerja homeostasis menurut pandangan beliau.

Apa saja yang menyebabkan ketidakseimbangan makanan dalam tubuh manusia? menurut beliau, diantara penyebabnya adalah makanan yang masuk kedalam tubuh terlalu banyak, terlalu sering makan dan jenis makanan yang tidak baik. Islam telah menjelaskan tatacara makan yang baik sebagaimana dalam surah al-a'raf.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

يَٰبَنِيٓ ءَادَمَ خُذُواْ زِينَتَكُمۡ عِندَ كُلِّ مَسۡجِدٍ وَكُلُواْ وَٱشۡرَبُواْ وَلَا تُسۡرِفُوٓاْ ۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُسۡرِفِينَ
"Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan." (QS. Al-A'raf 7: Ayat 31)

Pertama, makan berarti memasukkan benda padat kedalam perut, kedua minum berarti memasukkan cairan dalam tubuh, ketiga jangan berlebih-lebihan yang berarti menyisakan rongga dalam perut untuk udara. Artinya minum untuk mencairkan makanan yang telah dimakan dan tidak berlebihan agar sistem kerja lambung berfungsi secara baik. Makan ibarat pabrik pembuatan jalan dengan pengecoran, apabila pabrik pembuatan jalan tersebut terlalu dipenuhi benda padat tanpa campuran air maka kemungkinan pabriknya akan rusak.

Berikutnya, menurut Agus Mustofa secara garis besar terdapat tiga tahap mekanan itu diolah dalam tubuh manusia, yaitu melalui mulut yang berfungsi sebagai pemecah makanan (amilase) dengan bantuan air liur, berikutnya melalui lambung yang berfungsi membunuh bakteri yang tersisa dari mulut (asam lambung) dan juga berfungsi untuk memecah makanan lebih kecil yang disebut dengan glukosa (amilase), yang terakhir adalah usus halus yang diedar ke seluruh tubuh yang telah diserap dengan darah sebelumnya.

Menurut para ahli bahwa munculnya banyak penyakit pada fisik manusia disebabkan karena banyaknya makanan yang dikonsumsi. Untuk itu, sebagaimana penjelasan diatas maka puasa selain berfungsi untuk meningkatkan level iman ke level takwa juga berfungsi untuk membersihkan saluran pencernaan yang terlalu banyak makanan yang telah kita masukkan kedalam tubuh sebelumnya dengan kata lain puasa menyembuhkan penyakit psikologis (penyakit dalam) juga menyembuhkan penyakit biologis (penyakit luar) pada diri manusia. Wallahu a'lam bisshowab.

(Dari buku Wisdom of The Moment: Usman Suil)

Doa hari ke 14

اَللَّهُمَّ لاَ تُؤَاخِذْنِيْ فِيْهِ بِالْعَثَرَاتِ وَ أَقِلْنِيْ فِيْهِ مِنَ الْخَطَايَا وَ الْهَفَوَاتِ وَ لاَ تَجْعَلْنِيْ فِيْهِ غَرَضًا لِلْبَلايَا وَ الآفَاتِ بِعِزَّتِكَ يَا عِزَّ الْمُسْلِمِيْنَ

Artinya : Ya Allah! Mohon Janganlah ENGKAU tuntut dari kami di bulan ini semua kesalahan yang aku lakukan. Hapuskan seluruh kesalahan dan kebodohanku. Hindarkan aku dari bencana dan malapetaka. Demi kemuliaan-MU, Wahai sandaran Kemulian kaum Muslimin.

Sabtu, 23 Maret 2024

USMAN SUIL || RENUNGAN RAMADHAN (13)


Peperangan Dua Kubu

Manusia tidak pernah berhenti bergerak untuk selalu mengindentifikasi kesempurnaanya sebagai makhluk yang sebaik-baiknya ciptaan. Namun karena manusia adalah gabungan dari jasmani dan ruhani maka geraknya pun ada yang bersifat metafisik dan kadang-kadang bersifat jasmani (fisik). Atau mungkin gerak pada tujuan jasmani lebih dominan sehingga berputar-putar pada masalah tujuan jasmani bukan tujuan ruhani.

Manusia adalah tempat berperangnya dua kutub yang saling berlawanan, yaitu jasmani dan ruhani. Perbedaan dari keduanya dapat dilihat dari tujuannya masing-masing. Tubuh yang dimiliki manusia adalah tempat gerak jasmani dan di dalam tubuh manusia ada jiwa sebagai tempat gerak ruhani. Pada dua kubu ini masing-masing memilki wilayah kekuasan. Keduanya selalu siap berperang untuk saling merebut dan memperluas kekuasaannya. Nafsu sebagai pemimpin fisik sementara jiwa dipimpin oleh hati atau fitrah. Keduanya memiliki penasehat yang sama yang berusaha bersikap netral tapi kadang-kadang menghianati satu diantara keduanya, ia adalah akal.

Akal adalah bahan jiwa menuju Allah namun juga kadang-kadang berperang sebagai bahan hawa nafsu untuk menjauh dari-Nya. Akal yang apabila disetir oleh hawa nafsu akan menjadi petunjuk jalan memperlancar kehendak hawa nafsu pada saat yang sama akal juga berperang sebagai petunjuk menuju Allah ketika yang meguasainya adalah hati. Dengan akal, hawa nafsu mampu menyerap sifat setan dan juga dengan akal, hati mampu menyerap unsur ketuhanan. Dengan kata lain, akal menjadi rebutan antara dua kubu besar yakni kubu hawa nafsu dan kubu hati.

Sebagai ilustrasi, dalam persidangan perceraian misalnya. Perdebatan antara suami istri memperbutkan hak masing-masing maka akal disini berperang sebagai pengamat. Ia senantiasa berada pada yang benar jika ia mampuenghalangi dirinya dari suap menyuap. Tapi ketika tidak maka ia akan menjadi lawan kebenaran. Artinya, akal tidak tertutup kemungkinan mengalami penyimpangan dan membela yang salah apabila tidak disuplai dari ilmu pengetahuan yang baik.

Oleh karena itu, akal membutuhkan pengetahuan terkait dengan hawa nafsu, seperti apa ia dan bagaimana wataknya dalam diri manusia. Akal mempunyai kewajiban untuk mengetahui peran positif negatif hawa nafsu serta dengan ciri-cirinya karena ia mampu membangun sekaligus meruntuhkan kehidupan manusia.

Nabi Saw bersabda: "Sekiranya anak cucu Adam mempunyai dua lembah emas, niscaya dia masih berhasrat pada lembah yang ketiga." Hadits Nabi ini memberikan satu petunjuk bahwa sifat atau watak hawa nafsu itu ekspansif (luas). Hawa nafsu yang apabila disuap satu kali akan meminta dua kali, tiga kali, seterusnya dan seterusnya. Tintutan hawa nafsu yang brrsifat mutlak ini mengakibatkan tidak memilki akhir pemuasan. Semakin mencoba untuk dipuaskan ia akan semakin memiliki banyak tuntutan untuk dipuaskan. Arti kata, ia tidak memilki batasan kepuasan.

Keinginan yang dilandasi gerak hawa nafsu mendesak seseorang untuk cepat-cepat memiliki apa yang menjadi keinginannya tersebut. Artinya selain ekspansif, hawa nafsu juga memiliki daya gerak cepat. Lihatlah pemerkosaan terjadi karena si pelaku didesak oleh nafsu syahwatnya untuk menuruti keinginannya pada seksual. Syahwat tidak akan memperhitungkan pada sah atau tidaknya karena yang ia lihat adalah bagaimana pemenuhannya dapat terpenuhi secepat mungkin. 

Ungkapan menarik dari Amirul Mukminin Ali bin AbibThalib, "Dosa-dosa syahwat tak ubahnya kuda liar yang terlepas kendalinya, ia akan dengan kencang melarikan pengendaranya ke neraka. Ketahuilah takwa adalah pengendara yang patuh. Pengendaranya dengan santai dapat memegang kendali dan ia akan membawanya masuk surga." 

Sudah jelas bahwa puasa diperintahkan sekurang-kurangnya mempersempit wilayah kekuasaan hawa nafsu sekaligus memperlambat pengendaranya menuju ke neraka. Puasa menjadi tali pengikat keliaran syahwat. Puasa adalah jalan menuju takwa agar kemudian kendaran takwa menjadi wasilah menuju surga-Nya. Wallahu a'lam bisshowab.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

وَأَمَّا مَنۡ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِۦ وَنَهَى ٱلنَّفۡسَ عَنِ ٱلۡهَوَىٰ  فَإِنَّ ٱلۡجَنَّةَ هِيَ ٱلۡمَأۡوَىٰ
"Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya, maka sungguh surgalah tempat tinggal (nya)." (QS. An-Nazi'at 79: Ayat 40-41)

Doa Hari ke 13

اَللَّهُمَّ طَهِّرْنِيْ فِيْهِ مِنَ الدَّنَسِ وَ الْأَقْذَارِ وَ صَبِّرْنِيْ فِيْهِ عَلَى كَائِنَاتِ الْأَقْدَارِ وَ وَفِّقْنِيْ فِيْهِ لِلتُّقَى وَ صُحْبَةِ الأَبْرَارِ بِعَوْنِكَ يَا قُرَّةَ عَيْنِ الْمَسَاكِيْنِ

Artinya : Ya Allah! Mohon sucikanlah diri kami di bulan ini dari segala nista dan perbuatan keji. Berilah aku kesabaran atas apa yang telah Engkau tetapkan. Anugerahkan kepada kami ketakwaan dan persahabatan dengan orang-orang yang baik dengan pertolongan-MU, Wahai cahaya hati orang-orang yang miskin.


Jumat, 22 Maret 2024

DESA PAMBUSUANG DALAM LINTASAN ANTROPOLOGI SEJARAH (6)

By Ahmad M. Sewang

Biasanya saya istirahat menulis pada akhir pekan, sebagai mana halnya kantor berita yang saya ikuti. Tetapi khusus hari ini saya tetap menulis, sebab hari ini bersamaan hari haul Darwis Hamsa yang saya singgung di akhir tulisan.

Saat studi di S1 Fakultas Adab IAIN Alauddin Makassar.  Sikap saya berbeda ketika di Polewali. Kecuali  aktivitas sebelumnya yang tetap saya teruskan, yaitu megikuti kegiatan pengajian kitab kuning sebagai pesan kiyai saya di kampung, seperti akttif pengajian di Masjid Raya Makassar dan Pasar Terong, K.H. Mustari, Makassar di samping rutin mengikuti kuliah. Di Makassar tidak lagi ikut pada organisasi mainstamen Islam, kecuali hanya aktif mengikuti kegiatan ormas Islam yang independent. Saya tidak ikut di NU, Muhammadiyah dan SI. Saya hanya aktif di pengajian Aqsha, Remaja Masjid dan di IMMIM. Saya masuk di IAIN Makassar tahun 1973. Jika dibuat dalam bentuk perangkatan, saya masuk angkatan ke dua setelah angkatan pertama dari Mandar sebagai as Sabiqunal Awwalun. Dari Pambusuang yang masuk angkatan pertama: Baharuddin Lopa yang mulai kuliah di Unhas tahun 1955, Basri Hasanuddin, dan Muchtar Husein. Zaman itu termasuk zaman kesulitan. Mandar masih dikuasai 7.10 dan gerombolan bersenjata. Tetapi siapa pun yang lolos dari seleksi alam dalam studi akan langsung kerja. Saya sendiri termasuk angkatan kedua dari Pambusuang. Mulai saat itu sudah ada beberapa generasi muda kampung yang pergi studi. Bisa dilihat teman SR atau Ibtidaiyah berapa yang lanjut ke Sanawiah, dan berapa lagi yang lanjut SP IAIN dan yang bisa melanjutkan ke IAIN dari sini berapa orang seangkatan yang lanjut ke Pascasarjana dan berapa orang yang bisa jadi Guru Besar. Dari sini saya bersyukur jika saya kemukakan ini semata-mata   فامابنعمة ربك فحدث  bukan sebuah kesombongan:
1. Kamilah professor pertama di UIN Alauddin suami isteri.
2. Saya termasuk orang pertama yang bisa menyelesaikan biografi dan auto biografi di UIN Alauddin Makassar.
3. Saya juga bersyukur karena termasuk al-sabiqunal awwalun menginjakkan kaki di lima benua di dunia.
4. Saya juga termasuk di antara keluarga yang Assabigunal Awwlun melakukan perkawinan exogami. Sebelumnya perkawinan umumnya indogami mengingat pergaulan masih terbatas. Sedang pergaulan keluar terbatas karena dibatasi oleh transfort yang belum semaju seperti sekarang. Bergaul di luar suku penuh kecurigaan. Beberapa orang selalu menyuruh berhati-hati, misalnya hati-hati ke Mamuju sebab mereka punya guna-guna bikin lembek kepala atau jangan ke Papua nanti di makan, mereka pemakan manusia. Dahulu perkawinan ideal adalah sepupu. Sekarang tidak ada lagi kecurigaan semacam itu, pergaulan tambah meluas pergi studi ke mana saja, ketemu orang yang berbeda suku bisa saja kawin. Dan perkawinan lebih didominasi oleh yang bersangkutan, jika dahu didominasi keluarga. Bahkan ada kecenderungan perkawinan masa kini exogami setelah pergaulan semakin meluas. Sebagai contoh perkawinan antara negara, Prof. Dr. Andi Faisal kawin dengan muslimah Prancis setelah sama-sama studi di negara Ganada.

Saya bermukim di Belanda untuk riset selama satu tahun  di Leiden, dan naik haji pertama saya bersama isteri justru dari Belanda. Sebulan penuh riset di Mesir, seminggu short riset di Melbourne, Australia.
 Karena itu ketika saya tiba di Ibu kota dunia, New York, AS, saya langsung bersyukur dan berterima kasih pada Allah swt. dengan berkata dalam hati, "Saya dilahirkan di kampung bersahaja dan bisa menyaksikan Ibu Kota Peradaban Dunia, tempat berkantor PBB, andai saya lahir di New York, mungkin s⁰aya tidak pernah tahu budaya bersahaja di kampung.

Setelah diangkat sebagai PNS dan diutus melanjutkan sekolah di Pascasajana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta dari sini saya mendapat pengetahuan baru dan berpendapat, "Semua paham fikih dan teologi yang muncul dalam sejarah adalah Islam selama mendasarkan diri pada al-Quran dan Hadis dengan tulus." Paham inilah yang saya bawa melanglang buana ke manca negara. Lima benua di dunia ini sudah saya tempati untuk belajar paling kurang 14 negara saya telah lewati. Saya telah menulis buku khusus tentang in dengan judul, "Rihlah ke Mancanegara." Ketika saya tiba di air port New York sebagai Ibu kota Dunia, di sana saya bersyukur pada Allah swt. sambil berdoa, "Ya Allah saya berterima kasih pada-Mu sebab saya lahir di kampung bersahaja, kemudian Engkau telah membuka mata dan hati saya melihat peradaban dunia begitu kaya dan luas bahkan pernah hidup di Leiden, Belanda, selama satu tahun. Bayangkan, jika saya tetap di kampung mungkin tetap berpaham konservatif tradisional dalam beragama. Sebaliknya, andai kata saya lahir dan hidup di New York sebagai pusat peradaban dunia, sudah pasti saya tidak paham kehidupan kampung yang bersahaja." 

Berhubung karena ada Haul Darwis Hamsa hari ini di Pesantren Jareje Pambusuang, maka kesempatan ini saya akan menyinggung sepanjang yang saya ketahui. Selama studi di Polewali saya banyak berinteraksi dengan beliau, beliau tempat bertanya apa yang tidak diketahui. Darwis Hamsa memang tidak banyak disinggung sebelumnya karena tempat kelahirannya masih kontroversi; apakah lahir di Pambusuang atau di Pulau Sabaru? 

Yang jelas beliau termasuk tokoh yang terhormat. Darwis Hamsa Ketua Partai Syarikat Islam cabang Polmas sekaligus ketua cabang IMMIM Polmas, bahkan sebagai pernah saya singgung tempat saya pelatihan SEPMI di Polewali. Beliau Pimpinan cabang PSI Cabang Polmas adalah lanjutan Syarikat Mandar yang didirakan para pedagang Mandar yang berdagang sampai di Padang yang documen photonya masih bisa disaksikan tahun 1923. Abdul Muis Pimpinan SI Pusat Jakarta duduk di tengah-tengah di kelilingi para pedagang asal Mandar, yaitu dari Pambusuang, Karama dan Tangnga-Tangnga. Barangkali photo itu masih bisa ditemukan di rumah almarhum annaguru Hawu. Photo docomen itu sangat penting dan memiliki nilai sejarah.

Ketika saya kuliah di Jakarta saya ketemu lagi almarhum Darwis Hamsa dan beliau bekerja di Pusat Lembaga Pembangunan milik Adi Sasono. Di Jakarta beliau bergabung paguyuban asal dari Lambanan di sana beliau  mengatur pelaksanaan dakwrahnya. Dari sini beliau selalu menempatkan diri orang yang bermanfaat. Dalam suasana demikian muncul  pertanyaan besar? Mengapa orang Mandar yang tergabung dalam Syarikat Islam rata-rata orang cerdas, seperti Darwis Hams, Basri Hasanuddin, Rahmat Hasanuddin, Makmun Hasanuddin, Andi Mappatunru, dan Husni Djamaluddin?

Wasalam,
Kompleks GPM, 23 Maret 2024

MAMUJU ETNIC || Tintilingang Sang Jawara

Dalam tradisi lisan masyarakat Mamuju kita sering mendengar nama Tintilingang yang menjadi sosok legenda Tobarani (jagoan) dari bumi Manakarra ini. Namanya yang kini diabadikan sebagai nama salah satu jalan di lingkungan Kasiwa di Kelurahan Binanga Kecamatan Mamuju ini bagi masyarakat penduduk asli Mamuju pasti pernah mendengar dan tahu bagaimana kisah kehebatan Sang Jawara tersebut. 

Dikisahkan bahwa sosok Tintilingang ini berpostur tubuh kecil dan berkulit hitam dan memiliki kesaktian yang tinggi dan merupakan pendekar tak tertandingi dikalangan Tobarani dikerajaan Mamuju. Tidak banyak informasi tentang sosok ini hidup di masa siapa raja yang berkuasa saat itu, kuat dugaan bahwa beliau hidup di masa kejayaan kerajaan Mamuju yaitu Maradika Tomatindo disambayanna atau Lasalaga di tahun 1500.M. 

Tintilingan hanyalah nama gelar yang disandangkan padanya yang berarti "PanTinting Talingang" yang diartikan dengan "orang yang menenteng telinga", digelar dengan Pantinting Talinga karena dikisahkan bahwa setiap telinga musuh musuh yang dikalahkan dalam perjalanannya akan dipotong dan diikat pada seutas tali dari kulit kayu kemudian dibawa pulang ke Mamuju sebagai pembuktian kepada Maradika Mamuju bahwa baginya tidak satupun jagoan mulai dari kerajaan Gowa sampai ketanah Mandar yang mampu menandingi kesaktiannya. 

Diceritakan bahwa suatu saat dimasa itu Raja Mamuju diundang oleh raja Gowa untuk datang menghadiri suatu gelaran adat di Kerajaan Gowa dan raja Mamuju pun berniat datang menghadirinya dengan membawa serta beberapa punggawa dan anggota keluarga kerajaan. 

Dan sebagai seorang punggawa kerajaan tentunya Tintilingang tidak mau ketinggalan untuk hadir, namun keinginannya itu tidak mendapat restu dari raja karena raja tahu bahwa Tintilingang punya sifat tempramen dan suka berkelahi dengan siapapun yang dianggapnya sok jagoan. Alhasil raja pun menolak Tintilingan ikut dalam rombongan tersebut.

Singkat cerita rombongan kerajaan Mamuju pun telah sampai dipelabuhan Gowa dengan perahu besar beserta Punggawa dan keluarga kerajaan, tapi alangkah kagetnya mereka tiba tiba sesosok manusia melompat keluar dari bawah buritan perahu yang tak lain adalah Tintilingang. Raja dan anggota kerajaan lainnya kaget dan heran melihat keberadaannya yang tiba tiba muncul dari bawah perahu tersebut, raja tentu saja marah dan mengingatkan Tintilingang untuk menjaga kehormatan kerajaan Mamuju dengan tidak berbuat sesuatu yang bisa merusak hubungan dengan kerajaan Gowa.

Melihat kehadiran Tintilingang dikerajaan Gowa para jagoan dan pendekar Gowa yang telah mendengar ketenaran Tintilingang ini ingin mencoba bertarung dengannya. Mereka berupaya menggoda Tintilingang dengan berkokok layaknya ayam jago yang bermakna isyarat untuk memancing siapapun untuk masuk arena untuk berduel jika ada yang menyahuti kokokan itu. Para punggawa kerajaan Mamuju dan berapa undangan dari kerajaan kerajaan lain tahu makna kokokan dari jagoan Gowa tersebut. Punggawa dan jagoan kerjaan Mamuju tidak mau terpancing dan berusaha menahan diri agar tidak terprovokasi dan berusaha menenangkan Tintilingang agar tenang dan bersabar. Semakin lama kokokan sang pendekar pendekar dari kerajaan Gowa ini membuat Tintilingang tak mampu menahan diri lagi, dengan suara lantang ia pun membalas kokokan tersebut. Semua undangan kaget dan tahu bahwa tidak lama lagi pasti terjadi pertarungan duel antar jagoan ini, dan benar saja akhirnya pertarunganpun terjadi.

Alhasil jagoan kerajaan Gowapun tumbang ditangan Tintilingang dan ini membuat raja Mamuju semakin murka melihat kelakuan Tintilingang yang telah mencoreng kehormatan raja Mamuju di gelaran adat yang seharusnya penuh dengan kedamaian. Namun raja Gowa menganggap itu hal yang pantas bagi jagoannya karena telah lebih dulu memancing situasi jadi kacau balau. Raja Mamuju akhirnya menghukum Tintilingang agar tidak ikut dalam perahu dalam perjalanan pulang ke Mamuju, sebagai hukuman Tintilingang harus berjalan kaki lewat darat jika ingin kembali pulang ke Mamuju seorang diri, dan harus membawa potongan telinga setiap jagoan dari kerajaan lain untuk membuktikan kasaktian dan keberanian yang dimilikinya. Lama berselang kemudian telah tersiar kabar akhirnya sang jagoan ini telah tiba di tanah Mamuju kembali.

Dan tentunya kedatangannya juga untuk membuktikan kepada Maradika (raja) Mamuju bahwa dia telah berhasil pulang dengan membawa seuntai telinga yang telah dipotong untuk membuktikan kesaktian dan keberanian Tintilangan Sang Jawara dari tanah Mamuju tidak tertandingi siapapun saat itu. (Arman Husain2018).

Sumber : informasi dari penutur yang dapat dipercaya. Kisah ini ditulis bukan maksud apapun melainkan sebagai upaya pelestarian budaya dan sejarah di Mamuju, adapun jika cerita dari versi kami ada kekeliruan mohon untuk dikoreksi. Wassalam..

Kamis, 21 Maret 2024

DESA PAMBUSUANG DALAM LINTASAN ANTROPOLOGI SEJARAH (5)

By Ahmad M. Sewang

BIOGRAFI STUDI SINGKAT PENULIS

Saya sekolah di Pambusuang mulai di Sekolah Rakyat Negeri (SRN) 1959, sambil sekolah di madrasah Diniah sore hari. Saya tamat SRN No. 2 tahun  1964/1965. Di sini saya menganggur dan ikut irama  suasana lingkungan masyarakat nelayan. Beruntung ada sebuah historical aksident terjadi pada pribadi saya yang mejadi rahmat tak terduga, membuat saya tidak meneruskan mengikuti sebagai nelayang. Kemudian setelah itu terjadi gempa bumi tektonik di daerah ini. Peristiwa ini membawa hikmah pada saya, sebab banyak tokoh Pambusuang dari Makassar berdatangan untuk menyatakan solidaritas dan membantu memajukan mayarakat Pambusuang. Di antaranya, K.H. Muchtar Husein, beliaulah pengide pendirian Pesantren Nuhiyah, bersama H. Zainuddin sebagai penyandan dana. Beliaulah juga yang mewakafkan tanahnya untuk bangunan Pesantren Nuhiyah yang kita saksikan sekarang, atas bantuan Arab Saudi, lewat usaha H. Muhammad Mu'ti beliau dengan kreativitasnya melakukan pembangunan masjid dan pesantren. Di sini saya terselamatkan dengan masuk pesantren tersebut pada tingkat Sanawiyah. Pengajarnya direktur Sayyid Mutfhhar dan gurunya para kiyai mulai dari paman saya sendiri, K.H. Ismail, K.H. Hafidh, K.H. Abdullah, K.H. Muhammad Said, K.H. Alwi al-Attas, K.H. Sayyid Thaha, dan K.H Rasyid. Jadi mereka di samping memberi pengajian dalam bentuk halakah juga mengajar di madrasah Sanawiah dalam bentuk klasikal. Di Sanawiah ada pengajar tetap seperti Sayyid Mutahhar, Kiyai muda H. Abdurrahman, H. Syauqaddin yang dibantu oleh kiyai mudah lainnya. Setelah selesai Sanawiah 1968, saya  melanjutkan studi di SP IAIN Alauddin di Polewali 1969.

Sebelum ke Ibu Kota kabupaten melanjutkan sekolah, Polewali, saya minta izin kepada guru saya, K.H. Hafid, beliau langsung menegur dengan berkata, "Pergilah karena di sini pelajaran tidak punya makna" tegurnya dalam bentuk setire. Artinya saya dilarang meninggalkan pengajian halakah di kampung." Itu juga menggambarkan bahwa Kiyai sangat menyayangi saya dan beliau berpandangan bahwa  pengajian kitab adalah yang terbaik pada saat itu. Namun, karena tekad sudah kuat untuk lanjut. Mendorong saya meyakinkan K.H. Hafid bahwa akan tetap melanjutkan pengajian kitab kuning di tempat baru. Akhirnya saya diizinkan lanjut ke SP IAIN di Polewali, namun sebagai orang yang haus ilmu pengetahuan, kepada siapa pun saya belajar, setelah  keluar dari dari kampung. Seperti yang dikatakan almarhum Prof. Dr. Baharuddin Lopa (Barlop) di salah satu kuliah umumnya di IAIN Alauddin Makassar sekitar tahun 2000 bahwa saya saat itu sama dengan euporia di era reformasi yang dilukiskan oleh Barlop, "Bak burung yang baru ke luar dari sangkarnya, bebas terbang ke mana saja sampai tembok sendiri ditabrak." Saya mulai membuka diri, tidak lagi tebatas pada NU, seperti di kampung, juga pada semua ormas Islam yang ada di Polewali waktu itu. Jika ada kegiatan IPNU, PII saya ikuti, demikian pula Perti, IPM, bahkan saya ikut pengkaderan SEPMI saya pun di sinilah mulai tercium banyak teman-teman. Akhirnya saya dipanggil khusus K.H. Muhsin Tahir, putra Imam Lapeo sekaligus Syuriah NU Kabupaten Polmas. Saya diinterogasi di rumah beliau dengan beberapa pertanyaan, yaitu:
 "Kenapa kamu ikut pengkaderan di SEPMI?" tanya beliau. Saya pun sepontan menjawabnya dengan lugu, yaitu: "Sebab mereka juga muslim. Bukankah mereka juga adalah organisasi Islam?," kata saya spontan. Reaksi beliau mendengar jawaban saya dengan nada tinggi beliau berkata, "Jawabanmu sudah mulai salah," katanya. Namun karena berbagai buku telah saya baca, melalui penjual buku dari Parepare bernama Sayid Sahel, bahkan saya membantu menjualkan buku-bukunya dengan tujuan untuk banyak membaca. Dari sinilah saya berkesimpulan bahwa semua organisasi Islam di samping memiliki persamaan satu sama lain juga bisa berbeda dalam masalah furu. Berbeda dalam masalah furu adalah sunatullah dan dibokehkan. Karena itu, perlu disikapi dengan toleransi. Di Polewali saya aktif di pengajian dan berguru pada K.H. Muchtar Baedawi, K.H. Arif Lewa, K.H. Syamsuddin, K.H. Muhammad Idrus, dan K.H. Ma'mun.

Saya juga agak heran karena K.H. Zainal Abidin, waktu itu juga beliau menjabat Kandepag Polmas di samping sebagai guru. Beliau mengangkat saya sebagai asisten Mahfuzat di SP IAIN, padahal saya juga berkedudukan sebagai siswa di kelas itu. Dari sini saya mendapat pelajaran berharga,  1. Sikap fanatisme tidak ada untungnya dipelihara. 
2. Kemungkinan lain,  yaitu beliau beranggapan pengetahuan bahasa Arab saya rara-rata lebih baik dari teman-teman siswa lainnya. Beliaulah yang menceritakan sebagian peristiwa yang dialaminya beberapa dekde lewat di Pambusuang.

Wasalam, 
Kompleks GPM, 22 Maret 2024

USMAN SUIL || RENUNGAN RAMADHAN (11)


Kata Allah: Puasa itu untuk-Ku

Puasa sebagai instrumen pendidikan ruhani manusia. Mewujud kedalam satu amalan perbuatan yang meninggalkan perbuatan. Puasa adalah amalan rahasia karena sifatnya yang meninggalkan perbuatan (tidak makan, minum, dan jima). Keistimewaan puasa karena amalan yang Allah  nisbahkan diri-Nya sendiri. Sebagaimana dalam hadits qudsi "puasa itu untuk-Ku dan Aku sendirilah yang akan membalasnya." 

Diriwayatkan oleh Bukhari, 1761 dan Muslim, 1946

عن أَبي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قال : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : قَالَ اللَّهُ : كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلا الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu berkata, Rasulullah Shallallahu’alai wa sallam bersabda, “Allah berfirman, ‘Semua amal anak Adam untuknya kecuali puasa. Ia untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya.”

Menurut Syaikhul Akbar Ibnu Arabi terkait hadits ini, ia mengganti kata "ajzi" yang artinya membalas" menjadi "ujzi" yang berarti tebusan. Dengan demikian menurut Ibnu Arabi Allah itu sebenarnya berkata "Puasa itu untuk-Ku dan Akulah tebusannya." Wallahu a'lam bisshowab

Marhaban ya ramadhan adalah kalimat paling populer diucapkan di berbagai media sosial serta media tulisan. Banyak ragam dan prilaku umat Islam ketika menyambut datangnya bulan agung ini. Terkait hal ini, terdapat tiga level atau cara umat Islam menyambut datangnya bulan suci ramadhan.

Tingkatan pertama:
Pada level ini seseorang akan menyambut bulan suci ramadhan sebagai bulan tarbiah atau bulan ujian. Bulan puasa adalah bulan yang yang mendidik, bulan yang penuh rintangan karena di dalamnya secara terang-terangan melawan kemauan hawa nafsu. Pada level ini, puasa dianggap sebagai paksaan yang harus dilakukan. Cara menghadapinya adalah dengan menghadirkan kesabaran.

Tingkatan kedua:
Pada level ini  seseorang tidak hanya menganggap puasa sebagai ujian yang harus dilakukan melainkan ridha dari segala apa yang harus dilakukan dalam ibadah puasa di bulan ramadhan. Menerima segala konsekuensinya.

Tingakatan ketiga:
Adalah syukur. Syukur berarti berterima kasih kepada Allah. Memahami bahwa puasa sebagai khalisun lillah yang tentu konsekuensinya bukan pahala, bukan syurga melainkan Allah itu sendri sebagai konsekuensinya dari puasa-puasa hamba-Nya.

Kembali kepada Puasa itu untuk Allah. Artinya orang yang berpuasa sedang mentransfer sifat Allah yang tidak makan, tidak minum dan lain sebagainya ke dalam dirinya, berpuasa berarti sedang mentarbiyyah diri dengan mensifati dirinya dengan sifatnya Allah. 

Puasa itu Untuk-Ku juga berarti puasa itu untuk Allah dan untuk yang berpuasa hanya makan, minum dan jima'. Menjalankan sifat-Nya berarti berusaha menarik ridha-Nya. Puasa itu untuk-Ku juga berarti penghilangan kesombongan, riya serta tangga ikhlas. Apa yang patut kita sombongkan sementara puasa bukan untuk orang yang berpuasa melainkan untuk Allah sendiri. Harapan apa yang kita tunggu sebagai bentuk balasan dari-Nya akibat puasa-puasa kita sementara Dia tidak menyebutkan bentuk dan seperti apa jenis balasannya.

Dengan demikian puasa itu untuk-Ku adalah puasa kembali kepada Allah sementara kesabaran, rasa syukur, keikhlasan untuk manusia sebab dengan puasa manusia sedang mendudik dirinya untuk mampu meraih dan sampai ke ketiga maqam tersebut yakni sabar, syukur dan ikhlas. Inilah bentuk pengajaran Allah dalam ibadah puasa ramadhan. Wallahu a'lam bisshowab.

Doa Hari ke 11

اَللَّهُمَّ حَبِّبْ إِلَيَّ فِيْهِ الْإِحْسَانَ وَ كَرِّهْ إِلَيَّ فِيْهِ الْفُسُوْقَ وَ الْعِصْيَانَ وَ حَرِّمْ عَلَيَّ فِيْهِ السَّخَطَ وَ النِّيْرَانَ بِعَوْنِكَ يَا غِيَاثَ الْمُسْتَغِيْثِيْنَ

Artinya : Ya Allah! Mohon tanamkanlah ke dalam diriku kecintaan kepada perbuatan baik, dan tanamkanlah ke dalam diriku kebencian terhadap kemaksiatan dan kefasikan. Mohon jauhkanlah dariku kemurkaan-MU dan api neraka dengan pertolongan-MU, Wahai Penolong orang-orang yang meminta pertolongan. 

Rabu, 20 Maret 2024

DESA PAMBUSUANG DALAM LINTASAN ANTROPOLOGI SEJARAH (4)

By Ahmad M. Sewang

Awal tahun 1940-an seorang pempinan Muhammadiyah sekaligus sebagai kadi di Ibu Kota Afdeling Mandar, Majene.  Karena kedudukannya itu, menbuat beliau diberi kesempatan sebagai khatib salat Jumat di masjid Jami di kampung ini. Beliau bernama K.H. Zainal Abidin. Waktu itu sebagai imam di Pambusuang H. Sahbuddin (biasa dipanggil Annangguru Hawu). Selesai Jumat Anangguru Hawu serta merta tidak setuju K.H. Zainal Abidin atas materi hotbahnya bahkan beliau sengaja membuatkan Kalindada yang menggambarkan pemahaman keagamaan ketika itu. Disampaikan tidak lama setelah selesai Jumat, kalindada itu berbunyi:

Polei Muhammadiyah
Namarrusa agama
Nasiturui 
Maradianna sara.

Mokai tia marola
Iman di Pmbusuang
Apa tania 
Agamana Nabitta

Artinya:
Muhammadiyah datang
Bermaksud merusak agama
Mereka bekerja sama atau
pemerintah agama

Tidak ingin menyerah
 Imam di Pambusuang
Sebab yang dibawa
Bukan agama dari Nabi

(Waktu itu Muhammadiyah
Dianggap bukan agama yang bersumber dari Nabi).

(Diperoleh dari wawncara Hj. Asia mantu H. Hawu)

Dalam periode berikunya K.H. Zainal Abidin datang kembali di kampung ini menyelenggarakan Majlis Taklim di rumah Ayahnya, H. Kumma yang dikenal sebagai penerima Muhammadiyah pertama di kampung ini. Beliau termasuk orang pertama siswa Normal Islam di Majene, di sinilah dia menerima Muhamadiyah karena di antara gurunya adalah dari anggota Muhammadiyah. Kedatangan Muhammadiyah di Pambusuang, ternyata diprotes oleh Annagguru Syekh Yasin al-Mandary (Annangguru Kacing) beliau setelah itu ke Mekah jadi warga negara Saudi dan beliau dipercaya memberi pengajian di Masjid Haram. Menurut wawancara dengan keluarga bahwa kepergian ke Saudi karena perbedaan paham tarekat dengan salah seorang tokoh di kampung. Jadi dahulu seakan tidak boleh ada perbedaan pendapat, berbeda adalah salah dan dianggap kafir. Perbedaan semacam ini, gtngan perjalanan waktu mengalami perubahan, tidak setajam lagi dengan beberapa dekade lalu bahkan cenderung saling memahami. Dalam menerima data sejarah saya seialu melewati dua prosedur sbagaimana dianjurkan metode sejarah, yaitu:
1. Mempertanyakan apakah orang ini mampu dan mau memberi data?
2. Selalu mencari second opinion agar data lebih bisa dipercaya.

Kita kembali ke K.H. Zainal Abidin setelah beliau didemo di Pambusuang. Menurut wawancara langsung dengan K.H. Zainal Abidin, menurutnya, "Saya dibawakan keris (Annagguru Kacing)." Kemungkinan sejak saat itulah, tidak pernah lagi Muhammadiyah ke kampung ini. Sampai terjadi periode perubahan, yaitu semakin banyaknya orang terdidik di kampung ini membuat orang tidak lagi banyak memperbincangkan organisasi Muhammadiyah. 

Perbahan itu terjadi bersamaan booming orang pergi sekolah sekitar tahun 1970-an, maka banyak generasi baru yang melanjutkan studi ke Makassar, ada yang lanjut ke Perguruan Tinggi Umum ada pula ke Perguruan Tinggi Agama. Mereka inilah yang pulang dan sekaligus membawa pembaharuan di kampung sehingga perbedaan antara mazhab cendrung untuk tidak setajam dahulu. Mereka berubah saling memahami apalagi interaksi antara firqah di perantauan. Bahkan sekarang ada yang kawin mawin, seperti  iparnya K.H. Muchtat Husein adalah anggota Muhammadiyah. Malah keluarga yang dahulu bertenkar karena perbedaan paham terekat, sekarang sudah menjalin sebuah kelkeuargaan saling kawin-mawin seakan tidak pernah terjadi komplik masa lalu. Saya sendiri sejak keluar dari kampung studi cemdrung memahami perbedaan mazhab atau firqah dalam Islam dan menganggap peristiwa itu sudah masa lalu. Orang yang masih keras menghadapi perbedaan, menurut Quraisy Sihab, orang yang terlambat lahir, maunya ia lahir di awal tahun-40 an atau kurang bergaul, sama dengan orang yang hidup ditempurung, setelah tempurung di buka baru sadar bahwa di atas tempurung masih ada langit. Bahkan sekarang saya menulis sebuah buku tentang fikih perbedaan dengan berpedoman pada, buku ulama besar Mesir. Seorang ulama besar dari Mesir, Direktur Ulama Sedunia. Almarhum Prof. Dr. Syekh Yusuf al Qardawi berkedudukan di Qatar. Setelah bukunya saya bahas. Saya komunikasi dengan Dr. dr. Iqbal Moctar Husein di QatarV agar dipertemukan. Sayang sekali beliau terlanjur dipanggil Allah kehadiratNya sebelum terealisasi pertemuan itu. Beliau berkata bahwa perbedaan adalah sunnatullah dalam rangka fastabiqul khaerat, jika ada orang menghendaki, kita sependapat atau seragam saja. Beliau berpandangan لم يكن و قوعه (Tidak mungkin terjadi dalam realitas) karena bertentangan dengan sunnatullah. Tentang bagaimana pengaruh pendidikan pada diri saya, bisa dibaca pada buku biografi saya.

Wasalam, 
Kompleks GPM. 21 Maret 2024

USMAN SUIL || RENUNGAN RAMADHAN (10)


Puasa Memerdekakan Para Jomblo

Fase dimana seseorang berapi-api, pikirannya kuat dan fresh, punya keinginan yang tinggi dan memiliki perasaan yang menggebu-gebu, segala sesuatu selalu ingin dicoba. Masa ini disebut dengan remaja, ya namanya masa remaja. Kata lainnya masa keemasan. Masa remaja adalah waktu luang untuk meraih banyak pengetahuan, prestasi, pengalaman, manfaat, impian karena masa remaja adalah masa dimana daya ingat sangat kuat. Selain itu ada juga satu hal yang justru remaja sangat menggemarinya, itulah pacaran. Faktanya, satu gemaran ini mampu meruntuhkan pengetahuan, prestasi, dan hal-hal positif lainnya pada kalangan remaja.

Begitu banyak remaja yang menjalin kasih dengan lawan jenisnya dan amatlah sedikit remaja yang menjomblo sebagai pilihan hidupnya. Jomblo dianggap sebagai kata aib dan diskriminasi. Jomblo diartikan sebagai kesendirian atau tidak mempunyai pasangan. Benarkah? Jomblo bukan sendiri, sejak kapan anda sendiri? Jomblo bukan tidak memiliki pasangan, sejak kapan anda tidak memiliki pasangan? Religiusnya nih, kapan Allah meninggalkanmu sehingga ada suatu waktu anda sendiri dan tidak mempunyai pasangan. Padahal Allah sendiri berkata setiap makhluk ciptaan-Nya berpasang-pasangan.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقۡنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلۡنَٰكُمۡ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓاْ ۚ إِنَّ أَكۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَىٰكُمۡ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٞ
"Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti." (QS. Al-Hujurat 49: Ayat 13)

Di bulan ramadhan, ada satu prilaku menarik sekaligus memprihatinkan. Prilaku ini sudah mengkristal dan menjadi tradisi khusus di bulan ramadhan. Golongan remaja menjadikan bulan ramadhan sebagai moment instimewa untuk berduaan, ngabuburiet bareng pacar. Padahal ramadhan itu aslinya memenjarakan hawa nafsu tapi malah sibuk berduaan. Miris kan?

Selain dijadikan moment istimewa untuk berduaan, krusialnya ia (pacaran) memilki juga metode dakwah. Ia ikut andil berdakwa sebagaimana mesjid-mesjid ramai penceramah, siraman ruhani ketika bulan puasa. Target atau sasaran dakwanya tertuju pada orang jomblo. Ia memakai metode bermesraan di tempat ramai, ngabuburit di sore hari menjelang buka puasa, dan juga memenuhi hasrat postingan di media sosial seperti Facebook, TikTok, Instagram dan aplikasi medsos lainnya.

Selanjutnya, ia juga memiliki judul-judul dakwah yang mau diceramahkan. Seperti penyemangat diri, menghilangkan rasa minder, menjauhkan diri dari bullyan dan lain sebagainya. Padahal belum dilihat efek sampingnya seperti tekanan harus ngabarin tiap hari, tekanan harus bangunin makan sahur, tekanan dianggap tidak peka, tekanan pesan WhatsApp lambat dibalas dianggap sudah ada yang lain, dan lain-lain.

Lanjut ke efek samping kedua, ketika lambat ngabarin dan lain sebagainya akan membuat pasangan hilang semangat, banyak ngelamun, suka menyendiri, menghabiskan banyak waktu di kamar, semua kegiatan dianggap sia-sia, menganggap hidupnya tidak ada artinya lagi, kurang bergaul, mudah sedih, gampang tidak fokus pada masa depan, dan lain lain.

Lanjut ke efek samping ketiga (efek tertinggi) pacaran mengakibatkan hamil diluar nikah, bunuh diri, banyak berbohong, sering minta uang ke orang tua buat biaya pacaran, banyak maksiat, banyak menyia-nyiakan waktu, mendekati zina, banyak dosa dan lain sebagainya.

Bersyukurlah wahai para jomblo karena tidak pacaran sejatinya menyelamatkan kamu dari hal-hal negatif, dan juga menjauhkan dari efek samping yang telah disebutkan diatas. Bersyukurlah wahai para jomblo karena puasa yang hakikatnya pelajaran atau latihan pengendalian hawa nafsu membantumu jauh dari efek buruk pacaran. Makan minum yang jelas bisa dan tidak haram dilarang apalagi pacaran yang tidak jelas asal usulnya. Dengan puasa, orang jomblo merdeka karena jauh dari bullyan dan hal-hal negatif lainnya.

Oleh karena itu, menjadi jomblo jangan setengah-setengah. Masa menjomblo adalah masa mengamati potensi, masa meluruskan tujuan, mengekspresikan bakat, masa menggapai cita-cita, kesempatan mewujudkan impian, kebebasan melakukan hal-hal yang bermanfaat. Menjadi jomblo total adalah berkah bukan hinaan. Wallahu a'lam bisshowab.

Doa hari ke 10

اَللَّهُمَّ اجْعَلْنِيْ فِيْهِ مِنَ الْمُتَوَكِّلِيْنَ عَلَيْكَ وَ اجْعَلْنِيْ فِيْهِ مِنَ الْفَائِزِيْنَ لَدَيْكَ وَ اجْعَلْنِيْ فِيْهِ مِنَ الْمُقَرَّبِيْنَ إِلَيْكَ بِإِحْسَانِكَ يَا غَايَةَ الطَّالِبِيْنَ

Artinya : Ya Allah! Mohon jadikanlah aku diantara orang-orang yang bertawakkal kepada-Mu, dan jadikanlah aku diantara orang- orang yang menang disisi-MU, dan jadikanlah aku diantara orang-orang yang dekat kepada-MU, dengan kebaikan-MU, Wahai Tujuan orang-orang yang memohon


DESA PAMBUSUANG DALAM LINTASAN ANTROPOLOGI SEJARAH (3)

By Ahmad M. Sewang

Sejak dahulu dikenal dua tokoh ulama sufi, yaitu K.H. Muhammad Tahir, Imam Lapeo Beliau melanlang buana belajar sampai ke Turki dan beliaulah yang membawa Tarekat Syadziliyah ke Mandar. Ulama Pambusuang lainya yang terkenal adalah K.H. Muhammad Saleh beliau belajar di Arab Saudi berpuluh tahun dan membawa Tarikat Qadiriyah ke Mandar. Anehnya, kedua terekat ini tidak tersebarluas di Pambusuang melainkan di luar Pambusuang, yaitu di Lapeo dan Majene. Kenapa tidak menyebar di Pambusuang? akan diuraikan tersendiri.

Sejalan terbukanya akses untuk studi ke Perguruan tinggi di bidang agama, muncul pula ahli di bidang ini, yaitu Dr. K.H. Mochtar Husein yang dapat dianggap Assabiqunal Awwalun, juga dikenal melahirkan banyak ilmuan seperti Dr. dr. Iqbal Mocntar, sekarang tinggal di kota Daha dan bekerja disana sebagai dokter ahli, Dr. Zainal Arifin Mochtar, ahli tatanagara di UGM, dan Dr. Zulkifli Mochtar yang sekarang kawin dan bermukim di Jepang. Generasi kedua setalah al Sabiqunal Awwalun, yaitu Prof. Dr. Ahmad M. Sewang, M.A., sedang generasi berikutnya yang sudah menyelesaikan tingkat doktoraknya. Mereka bermunculan kemudian setelah  akses pendidikan semakin bagus, yaitu:
1.DR.MUH.HARAS RASYID
2.DR.UBBADAH M.YASIN
3.DR.SALAHUDDIN 
SOPU
4.DR.DALIF USMAN
5.DR.MALKAN MUHAMMAD ALI
6.DR.HAMZAH AZIZ
7.DR.MABRUR INWAN. 8.DR.RAJAB
9.DR.MUSLIMIN KADIR
10.DR.ASWAD KADIR

Mohon maaf jika ada yang terlupakan ditulis, tidak lain semata-mata bukan karena kesengajaan tetapi karena keterbatasan atau penulis belum tahu. Sejak dahulu banyak orang datang menimbah ilmu di tempat ini. Misalnya H. M. Asyik berasal dan pengusaha Hotel di Makassar merasa bangga pernah belajar di desa ini. Ia pernah menegur seseorang setelah mendengar bacaan Al Qur‘annya, menurutnya "Tidak begitu yang pernah saya terima di Pambusuang," katanya suatu waktu. Apalagi dari daerah sekitar Pambusuang, misalnya dari K.H. Muhammad Idrus yang berasal dari Soreang juga pernah belajar di Pambusuang, beliau jugahijrah dan hijrah ke Polewali guru saya membaca kitab kuning ketika sekolah di Polewali. 

Dari ilmuwan umum di kampung ini termasuk Prof. Dr. Baharuddin Lopa, S.H, beliau termasuk keluarga terpelajar dan juga dianggap Assabiqunal Awwalun di desa ini di bidang pengetahuan umum,  saudaranya Dr. Nursiah Lopa SH, Prof. Dr. Tahir Lopa, Dr. Ahmad Lopa, SH. Yang juga dilahirkan di desa ini adalah Prof. Dr. Basi Hasanuddin, nama yang disebut terakhir ini termasuk keluarga berpendidikan, seperti almarhum Prof. Dr. Makmun Hasanuddin, dan Dr. Rahmat Hasanuddin. 

Wasalam,
Kompleks GPM, 20 Maret 2024

AHMAD M. SEWANG || DIASPORA ULAMA MANDAR

FOOTNOTE HISTORIS:
DIASPORA ULAMA MANDAR
By Ahmad M. Sewang 

Kata migrasi berbeda dengan: diaspora. Ensiklopedia mendefinisikan bahwa migrasi adalah perpindahan penduduk dari satu tempat ke tempat lain dalam sebuah negara untuk menetap permanen atau sementara. Sedang diaspora adalah perpindahan penduduk dari satu tempat ke tempat lain yang melintasi toritorial negara untuk menetap permanen atau bersifat sementara. 

Al-Quran dan hadis memotivasi umat untuk studi terus-menerus dengan meninggalkan tempat melakukan diaspora sampai ke ujung dunia. Dalam Islam studi baru berakhir saat manusia sudah mengakhiri hidupnya di dunia fana. Umat dianjurkan meninggalkan kampung halaman pergi belajar mendalami ilmu pengetahuan dan memperluas wawasan, dimaksudkan nantinya bisa mencerdaskan dan mencerahkan masyarakatnya jika mereka kembali dari studinya. (Lihat Al Qur‘an)

Agaknya itu pula yang memotivasi banyak ulama Mandar jauh sebelum kemerdekaan meninggalkan kampung halaman bertahun-tahun melakukan diaspora pergi menuntut ilmu pengetahuan dengan menetap permanen atau sementara di negara lain, misalnya:
1. Annangurutta H. Muhammad Tahir, Imam Lapeo, belajar sampai ke Istambul Turki. Di sana beliau menerima tarekat Syaziliah yang kemudian disebarkan di Tana Mandar saat beliau kembali. Beliau berpuluh tahun melakukan migrasi dan bertahun-tahun berdiaspora di Singapura, Mekah, dan Turki.
2. Annangurutta H. Syekh Yasin al-Mandari meninggalkan kampung Pambusuang sejak awal 1940-an pergi belajar agama di tanah suci. Beliau jadi warga negara Saudi dan tidak pernah kembali lagi ke Mandar sampai meninggal dunia di Mekah awal tahun 1980. Saya terkesan ketika ditugaskan mengawas ujian Kopertais di Asadiyah Sengkang. Di sana bertemu AGH Abdullah Maratan, Lc. dan mengkisahkan pada saya bahwa dia banyak menimba ilmu pada Syekh Yasin al-Mandari di Mekah.
3. Syekh Sayyid Hasan Jamalullail melakukan diaspora ke Mekah sejak anak-anak dan orang Mandar menggelarinya sebagai, "Kamus Arab Berjalan." Ia menguasai bahasa Arab secara detail dan megajarkannya ketika kembali dari Mandar. 
4. Dr. Nawawi Yahya, beliau meninggalkan kampug Karama untuk studi di Mesir. Dia adalah doktor pertama orang Mandar di al-Azhar University. Disertasinya menyangkut masalah Zakat yang tebalnya lebih tiga ribu halaman. Ia kawin dengan wanita Mesir. Sejak meninggalkan kampung halaman, hanya sekali kembali ke Karama tahun 1984 dan saat itu pula beliau dipanggil Allah swt. Saya bersyukur karena sempat bertemu ketika kembali ia ke Mandar dan saya mengundangnya ke Majene untuk memberi kuliah umum di Fakultas Syariah IAIN Filial Majene.
5. AGH Muhammad Saleh, ulama yang lama tinggal di tanah suci tafaqqahu fi al-din. Beliau kembali ke tanah air setelah 16 tahun berdiaspora di Mekah dan Madinah. Beliau mendapat syahadah dari Syekh al-Malik dan Tarekat Qadiriyah dari Syekh Habib al-Haddad. Dialah pembawa dan menyebar tarekat Qadiriyah pertama di Tana Mandar.
6. Annangurutta H. Jalaluddin Abdul Gani tinggal berpuluh tahun di Mekah Beliau melakukan diaspora hampir bersamaan waktunya dengan Syekh Yasin al Mandari dan kembali ke Mandar segera serelah proklamasi kemerdekaan RI. Setelah kembali di tana Mandar beliau aktif mengajar dan menyebarkan Islam.
7. Syekh Abdillah el- Mandari melakukan diaspora ke Mekah. Beliau menjadi warga negara Saudi dan menjadi tempat bagi orang Mandar dan Bugis bersyekh ketika mereka melaksanakan ibadah Haji.

Natijah
1. Sesuai perintah al-Quran, mereka berdiaspora berpuluh tahun menuntut ilmu dan setelah kembali ke tanah air, mereka ikut berkontribusi mencerdaskan umat dan menyebarkan Islam.
2. Kebanyakan para ulama Mandar menjadikan tanah suci Mekah sebagai destinasi diaspora menuntut ilmu.
3. Tulisan ini baru sedikit di antara para ulama diaspora Mandar. Saya yakin masih banyak lagi belum terungkap. Tulisan ini sekedar mendorong teman-teman untuk melakukan penelitian mendalam.
4. Saya mengharapkan kiranya dalam waktu dekat segera terealisasi sebuah buku, "Diaspora Manusia Mandar," sebagai legacy untuk generasi masa kini dan masa depan. "Orang besar adalah yang bisa menghargai warisan masa lalunya untuk kehidupan lebih baik di masa depan."

Wassalam,
Cengkareng Jakarta, 17 Desember 2018 direwriting, 27 Febr. 2024

Selasa, 19 Maret 2024

USMAN SUIL || RENUNGAN RAMADHAN (09)


Demi Waktu 

Di saat mendapati hal-hal yang sulit diprediksi, anda mungkin sering mendengar atau bahkan pernah juga berkata: "biar waktu yang akan menjawab." Seringkali seseorang atau kita semua memberikan kesempatan kepada waktu untuk menjawab apa yang sulit kita pecahkan. Padahal disaat berkata demikian pun sebenarnya kita sudah dii lingkaran waktu. Waktu adalah makhluk yang paling tidak kenal simpati atau empati. Apa dan bagaimanapun keadaanmu waktu akan tetap berjaan dari waktu ke waktu yang lain. Ia tidak akan pernah menoleh kebelakang sedikitpun. Ia tidak memiliki toleransi, dispensasi atau semacamnya. Ibarat kata, urusanmu ya urusanmu, urusanku ya urusanku. Ia akan tetap ada pada misi waktunya, kemarin saat ini dan yang akan datang.

Terkadang kita bersemangat menyambut dan menjalani waktu namun juga kadang berharap agar waktu berputar lambat. Begitulah keadaan kita dihadapan waktu. Kita hanya tahu kalau waktu terus berjalan dan tidak ada sedetik-sedikitpun kesempatan untuk memutar kembali waktu yang telah kita lewati. Kita juga tahu kalau tiap-tiap orang hanya bisa berada di satu keadaan dari tiga keadaan waktu; telah terjadi, sedang terjadi dan akan terjadi. Kita hanya mampu berada di keadaan "sedang" itupun rasa-rasanya kita terpaksa atau dijabr. Begitu perkasa waktu ini. 

Sebenaranya yang ingin saya sampaikan adalah begitu berharganya waktu dan alangkah ruginya kita yang senantiasa menyianyiakannya. 

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

وَٱلۡعَصۡر   إِنَّ ٱلۡإِنسَٰنَ لَفِي خُسۡر   إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلۡحَقِّ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلصَّبۡرِ

"Demi masa, sungguh manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran." (QS. Al-'Asr 103: Ayat 1-3)

Al-Qur'an sangat menaruh perhatian terhadap waktu, perhatian ini menunjukkan betapa pentingnya waktu. Pada surah diatas seakan-akan Allah berkata: "Demi masa, sungguh manusia diliputi kerugian kalau menyia-nyiakan masa (waktu) itu." Dan ternyata pada ayat ketiga Allah memberikan bocoran untuk kita yang tidak mau dirugikan. Terdapat empat orang yang tidak akan rugi berdasarkan ayat ini. Orang yang beriman, amal saleh, pendakwah dan motivator.

Selain ayat diatas, banyak di surah lainnya dalam al-Quran yang Allah menyinggung tentang waktu yang memakai waw qosam atau waw yang bermakna sumpah. Menurut pengertian yang masyhur di kalangan para penafsir. Apabila Allah memakai waw qosam atau atau sumpah, maka hal tersebut memiliki pesan dan pelajaran yang sangat penting. Rata-rata Allah memakai waw qosam ketika menyinnggung masalah waktu. 

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

وَٱلسَّمَآءِ وَٱلطَّارِقِ
"Demi langit dan yang datang pada malam hari." (QS. At-Tariq 86: Ayat 1)

وَٱلۡفَجۡرِ
"Demi fajar," (QS. Al-Fajr 89: Ayat 1)

وَٱلشَّمۡسِ وَضُحَىٰهَا
"Demi matahari dan sinarnya pada pagi hari," (QS. Asy-Syams 91: Ayat 1)

وَٱلَّيۡلِ إِذَا يَغۡشَىٰ
"Demi malam apabila menutupi (cahaya siang)," (QS. Al-Lail 92: Ayat 1)

وَٱلضُّحَىٰ
"Demi waktu duha (ketika matahari naik sepenggalah)," (QS. Ad-Duha 93: Ayat 1)

Ayat-ayat diiatas semuanya dimulai dari huruf "waw" yang bermakna sumpah. Artinya Allah telah menetapkan kepada hambanya akan adanya pertanggungjawaban terhadap waktu. Sehingga kelak nanti ada empat pertanyaan pokok yang sekaitan dengan waktu. Umur dihabiskan untuk apa, masa muda digunakan dihabiskan kemana, dari mana hartanya diperoleh dan kemana ia membelanjakannya dan yang terakhir tentang ilmu kemana diamalkan. Empat hal inilah yang harus dipetanggungjawabkan nanti.

Akankah kita dalam keadaan rugi ataukah sebaliknya? Biarkan waktu yang menjawab! Masihkah kata ini akan kita ucapkan? Demi waktu, ia tidak akan memberimu kesempatan. Demi waktu, kesempatan hanya ada di kita masing-masing. Wallahu a'lam bisshowab.

Doa hari ke 09

اَللَّهُمَّ اجْعَلْ لِيْ فِيْهِ نَصِيْبًا مِنْ رَحْمَتِكَ الْوَاسِعَةِ وَ اهْدِنِيْ فِيْهِ لِبَرَاهِيْنِكَ السَّاطِعَةِ وَ خُذْ بِنَاصِيَتِيْ إِلَى مَرْضَاتِكَ الْجَامِعَةِ بِمَحَبَّتِكَ يَا أَمَلَ الْمُشْتَاقِيْنَ

Artinya : Ya Allah! Anugerahilah untukku sebagian dari rahmat-MU yang luas, dan berikanlah aku petunjuk kepada ajaran- ajaran-MU yang terang, dan bimbinglah aku menuju kepada keridhaan-MU yang penuh dengan kecintaan-MU, Wahai harapan orang-orang yang merindu

Usman Suil

Senin, 18 Maret 2024

DESA PAMBUSUANG DALAM LINTASAN ANTROPOLOGI SEJARAH (02)

DESA PAMBUSUANG DALAM LINTASAN ANTROPOLOGI SEJARAH (2)
by Ahmad M. Sewang

PAMBUSUANG AWALNYA BERKENALAN DENGAN ISLAM KONSERFATIF TRADISIONL

Kampung ini memiliki paham keagamaan yang konservatif tradisional. Konserfatif berarti bersifat mempertahankan keadaan dan tradisional berarti cendrung mempertahankan kebiasaan yang bersifat tradisi. Karena itu pula gerakan keagamaan pertama sampai di tempat ini. Sungguh benar kaidah sejarah bahwa paham agama yang berkembang di sebuah masyarakat ditentukan oleh paham apa yang pertama bersentuhan masyarakat itu;   maka tidak heran jika mereka lebih memilih paham NU yang datang menyusul kemudian. Di akhir tahun 1939-an Paman saya K. H. Muh. Yasin (Annangguru Kacing) seorang yang terpandang ulama di desa ini. Ketika terjadi perbedaan paham tarekat keagamaan dengan seorang tokoh, membuat ia komflik, dampaknya ia berhijrah ke Mekkah dengan menjual semua harta bendanya yang ada di kampung. Beliau beruntung ketika tiba di Mekkah, karena dipercaya memberikan pengajian di Mesjd Haram dan menjadi Syekh bagi jemaah yang menunaikan ibadah haji dari Nusantara. 

Sejak ia meninggalkan tanah air tidak pernah lagi kembali ke kampung sampai ia meninggal dunia tahun 1980. Tulisan  ini menggambarkan bahwa seseorang di kampung ini dianggap sesat jika ada orang lain berbeda pendapat dengannya. Itu juga sebabnya, jika ada paham yang beda dengan yang ada dianggapnya sesat, dapat dipahami jika paham di desa ini bersifat ho.ogen, yaitu konvensional tradisionalis yang akan dikemukakan pada uraian berikutnya.

Sekitar tahun 1983 saya mendapat tugas dari IAIN Alauddin ke Perguruan Asadiyah Sengkang untuk mengawas ujian Kopertais. Di sana saya bertemu dengan dosen senior, Abdullah Maratan. Beliau berkisah tentang pengalaman pribadinya ketika di Mekkah bahwa yang mengajar mengaji di Masjid Haram adalah Syekh Muhammad Yasin al Mandary. Penilitian ini berusaha menyampaikan seobjektif mungkin tanpak memihak kepada satu paham atau firqah keagamaan. Saya pun sedang berusaha melakukan redepinisi muslim berdasarkan pengalaman rihlah di lima benua dan bertemu berbagai tokoh dari berbagai paham keagamaan. Yaitu seorang muslim jika ia sudah bersyahadat dengan tulus berdasarkan Alquran dan Hadis; itu adalah saudara kita sesama muslim yang wajib di cintai. Mungkin ada yang tidak senang pada pandangan seperti ini, tetapi merasa saya sudah tidak lagi butuh pujian seseorang. Saya sekarang berpandangan biarlah banyak orang benci asal Allah dan Rasulnya tetap mencintai.

Wasalam,
Kompleks GPM, 19 Maret 2024

USMAN SUIL || RENUNGAN RAMADHAN (08)


Puasa dan terorisme

Kurang lebih lima tahun yang lalu pembunuhan dengan cara sadis memakai alat peledak ditengah-tengah keramaian. Menjadi moment penting untuk kita renungi adegan radikal tersebut. Kejadian ledakan bom di Polrestabes Surabaya, senin, 14 Mei 2018 pagi, pada kelompok  umat islam tertentu  menyambut bulan suci ramadhan dengan cara membunuh.

Kejadian ini sangat memprihatinkan bagi umat islam tanpa terkecuali. Kenapa tidak, sebab adanya ketidaksesuaian antara ideologi dan praktiknya dalam tubuh islam itu sendiri. Padahal kita tahu bahwa banyak ayat dalam al-qur’an yang menekankan untuk tidak adanya paksaaan dalam beragama dan ayat yang berkaitan dengan toleransi serta ayat yang berbicara masalah dilarangnya saling menyakiti apalagi membunuh. 

Mentalitas para kaum jihadisme sebenarnya telah jauh dari alam kerumunan, telah melanggar fitrahnya dan telah hilang nilai estetik dalam jiwanya, membuang empati dalam dirinya dan mengandalkan selera pribadinya. Kesadaran terhadap antar kelompok telah mati sehingga yang tumbuh kuat adalah kesadaran kepada individualitas kelompoknya sendiri. Nah ini tentu berbahaya apabila penyakit seperti ini terus menyebarkan virus-virusnya sebab akan membuat hidup ini menjadi ajang pertarungan. 

Dari sisi gerakan sosial, saya teringat salah satu gold power bangsa seperti Tan Malaka, beliau pernah bertutur: terbentur, terbentur, terbentur hasilnya akan terbentuk maksud dari kata ini tidaklah salah, karena untuk menciptakan hasil yang utuh maka memerlukan benturan terlebih dahulu. Akan tetapi kita membutuhkan  kejelian untuk menginterpretasi perkataan tersebut. Jika tidak, maka kesannya bahwa terbentur akan terbentuk sepenuhnya akan mendukung para kaum terorisme. 

Beliau mengatakan demikian dalam suasana genting dan konteksnya pada saat itu memang pas dan tepat untuk menguatkan atau memberikan motivasi kepada para pejuang bangsa pada saat itu. Kemudian akan lebih tepat jika kita artikan saat ini yaitu jiwa yang mengalami benturan beberapa kali akan terbentuk dengan sendirinya. Makin banyak huru-hara dalan kehidupan akan membuat jiwa semakin tegar dan kuat. Saya kira lebih tepat kita tafsirkan seperti itu. 

Sementara dari sisi bulan suci ramadhan, maka kita dapat melihat perintah yang mewajibkan melaksanakan puasa. Dalam tinjauan ilmu ushul fiqhinya, dapat kita mengintip sedikit dari pembahasan mafhum muwafaqahnya. Artinya kita dapat melihat apa saja yang diwajibkan dalam puasa. Seperti adanya pelarangan untuk tidak makan, minum, menggunjing orang lain. Kalau yang halal saja tidak diperbolehkan (seperti makan)  maka mebunuh apalagi.

Pendapat dari ilmuan islam seperti imam Gazali terkait masalah puasa. Menurut beliau, puasa merupakan ibadah yang cukup tua sebab perintah untuk menjalankannya tidak hanya pada kaum nabi penutup akan tetapi juga pada nabi-nabi sebelumnya. Dari nabi Adam sampai hari ini puasa telah diperintahkan hanya saja konteks pelaksanaannya yang berbeda. Ini membuktikan betapa mulianya bulan suci ramadhan.

Bukti kemuliaan bulan suci ramadhan yang lain adalah dengan adanya perintah untuk menyambut kedatangannya. Itu artinya bahwa bulan puasa memiliki kandungan yang levelnya tinggi. Mengapa Allah mewajibkan makhluknya untuk berpuasa? Apakah keuntungannya kembali kepada-Nya? Jawabannya adalah bahwa hakikat ibadah suci ini tidaklah berbicara masalah untung dan rugi. Allah mewajibkan sebab Dia sangat mengerti faedah dan manfaat bagi manusia, baik lahir maupun bathinnya. Bukankah ini adalah bentuk kasih sayangNya? Tentu jawabannya adalah ia sebab puasa itu melenyapkan dimensi setan dalam diri dan dengan puasa kesabaran menjadi lebih kokoh.

Imam Gazali juga mengatakan, pada dasarnya Allah tidak butuh lapar dan hausnya akan tetapi butuh manfaatnya. Dari sini kita dapat melihat, orang yang berpuasa hanya pada tingkatan lapar dan haus, biasanya akhir puasanya melakukan pembalasdendaman dengan cara makan sebanyak-banyaknya pada waktu berbuka puasa. Rumusnya “Puasa + lapar dan haus = balas dendam”. Ini tentu sangat berkaitan dengan tindakan para kaum jihadisme saat ini. Hubungannya yaitu Menegakkan syariat islam dengan cara kebencian. Lalu  apa hubungannya dengan balas dendam? Hubungannya adalah sama-sama dalam ruang kebencian dan sama-sama rakus. Puasa orang pada level lapar dan haus akan rakus dalam berbuka puasa begitu juga dengan kaum jihadisme (dalam tanda kutip) mereka rakus dalam meneggakkan syariat, akibatnya membunuh islam dari dalam.

Doa hari ke 08

اَللَّهُمَّ ارْزُقْنِيْ فِيْهِ رَحْمَةَ الأَيْتَامِ وَ إِطْعَامَ الطَّعَامِ وَ إِفْشَاءَ السَّلاَمِ وَ صُحْبَةَ الْكِرَامِ بِطَوْلِكَ يَا مَلْجَأَ الآمِلِيْنَ

Artinya : Ya Allah, anugrahilah kepada kami rasa sayang terhadap anak-anak yatim dan suka memberi makan (orang miskin) serta menyebarkan kedamaian dan bergaul dengan orang-orang mulia dengan kemurahanmu wahai tempat berlindung bagi orang-orang yang berharap

Tulisan lama lima tahun lalu (Jakarta Timur, 15 Mei 2018)

Usman Suil

Minggu, 17 Maret 2024

USMAN SUIL || RENUNGAN RAMADHAN (07)


Dituliskan untukmu berpuasa

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيۡكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ
"Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,"
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 183)

Hal menarik dalam ayat ini adalah dari kata "Kutiba" yang artinya diwajibkan. Padahal kalau dilihat dari segi bahasa seharusnya memakai kata "furidha" (yaa ayyuhalladzina aamanu furidha) atau "wujiba" (yaa ayyuhalladzina aamanu wujiba)  yang artinya diwajibkan. Seperti niat shalat yang memakai kata "Fardh". Tetapi pada ayat ini memakai kata yang berbeda tetapi memiliki arti yang sama, yakni sama-sama mempunyai arti "diwajibkan."

Kalau dikembalikan dari makna aslinya dari kata "kutiba" berarti "telah dituliskan" bukan "diwajibkan" tetapi seluruh umat islam sepakat kalau artinya adalah diwajibkan dan corak tafsir fiqhi ini sangat populer di kalangan Muslim. Penceramah-penceramah di mesjid ketika membacakan ayat puasa ini semuanya mengartikan yang sama yakni "diwajibkan" bukan "dituliskan" sebagaimana dari kata dasar aslinya. Barangkala memang kita tidak pernah terpikirkan kesana atau karena memang sifatnya sangat rahasia.

Terkait hal ini, ada satu ulama Indonesia yang pernah menyinggung makna kutiba pada ayat puasa ini, beliau adalah Prof. Dr. K.H. Abdul Syakur Yasin, M.A, yang dikenal sebagai Buya Syakur, beliau yang tidak lama ini telah tutup usia semoga amal ibadahnya diterima disisi-Nya. Heningkan cipta sejenak untuk mengirimkan surah al-fatiha untuk beliau. Al-Fatihah. Aamiin..

Beliau menafsirkan kata kutiba tersebut sebagai perintah puasa yang kewajibannya secara tertulis dan juga tanda bahwa puasa itu sangat penting. Beliau membagi dua jenis perintah dari Allah. Yaitu perintah secara lisan dan yang lainnya perintah secara tulisan. Puasa termasuk perintah secara tulisan. Beliau melanjutkan dengan memberikan perumpamaan seperti halnya undangan dalam suatu acara yang ditulis kemudian di stempel lalu ditanda tangani. Seperti itulah perintah puasa yang distempel secara resmi oleh Allah. Untuk itu kata perintah  ayat dalam ini memakai kata kutiba yang artinya dituliskan.

Sementara menurut K.H. Musta'in Syaifi'i bahwa kata kutiba memilki perspektif psikologis. Makna kata "kutiba" (dituliskan) menjadi lebih memandang bahwa manusia itu sesungguhnya telah dicatat oleh Allah Swt untuk berpuasa. Bermakna pula bahwa sejatinya manusia telah digariskan atau ditakdirkan oleh Allah untuk melakukan puasa. Utamanya puasa ramadhan. Berpuasa berarti menahan hawa nafsu walaupun hawa nafsunya telah dihalalkan. 

Lantas, hal apa yang bisa dijadikan pelajaran? Terlepas dari kedua makna yang telah disampaikan diatas bahwa al-Quran memilki begitu banyak rahasia di dalamnya. Sebagaimana kata Sahabat Nabi Ali bin Abi Thalib, "setiap huruf pada ayat Allah memiliki empat puluh makna dan disetiap satu makna memilki empat puluh kandungan rahasia." Seumur hidup pun hanya untuk mempelajari Al-Quran tidak akan cukup mengurai semua makna-makna di dalamnya. Terbukti sudah ratusan bahkan ribuan kitab tafsir al-quran yang dikarang oleh para ulama-ulama Islam yang isinya tetap saja berbeda-beda. 

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

ذَٰلِكَ ٱلۡكِتَٰبُ لَا رَيۡبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى لِّلۡمُتَّقِينَ
"Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa," (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 2)

Doa hari ketujuh

اَللَّهُمَّ أَعِنِّيْ فِيْهِ عَلَى صِيَامِهِ وَ قِيَامِهِ وَ جَنِّبْنِيْ فِيْهِ مِنْ هَفَوَاتِهِ وَ آثَامِهِ وَ ارْزُقْنِيْ فِيْهِ ذِكْرَكَ بِدَوَامِهِ بِتَوْفِيْقِكَ يَا هَادِيَ الْمُضِلِّيْنَ

Artinya : Ya Allah, bantulah aku untuk berpuasa dan shalat malam serta jauhkan aku dari kesia-siaan dan perbuatan dosa. Anugrahi aku di dalamnya dengan dawamnya ingat pada-Mu dengan taufik-Mu wahai yang menunjuki orang tersesat

DESA PAMBUSUANG DALAM LINTASAN ANTROPOLOGI SEJARAH (01)

DESA PAMBUSUANG DALAM LINTASAN ANTROPOLOGI SEJARAH (1)
by Ahmad M. Sewang 

Pendekatan antropologi sejarah adalah upaya memahami suatu masyarakat dengan memperhatikan wujud praktek keagamaan dalam sebuah  perkembangan. Motivasi yang mendorong penulis meneliti desa ini adalah ketika mendengar pernyataan seorang dosen UNM di sebuah pertemuan bahwa Desa Pambusuang yang berpenduduk sedikit tetapi terbanyak memproduksi ulama dan ilmuan di Sulawesi Barat. Mendengar itu saya mulai mengumpulkan peristiwa-pristiwa penting dalam sejarah desa ini. Hasilnya saya kirim ke beberapa tokoh dan WA untuk dikritisi. Dengan tujuan yang sama kita rencanakan untuk merencanakan seminar di desa ini setelah lebaran nanti dengan mengundang mereka yang sementara studi atau bekerja di  luar. Saya sadar seperti ungkapan Imam Syafii, "Semakin banyak saya tahu, semakin banyak yang saya tidak tahu." Mengingat ilmu Tuhan begitu luas, sedang umur manusia terbatas(Lihat QS al Kahfi 109).
Desa Pambusuang  berada di Kabupaten Polman, Provinsi Sulawesi Barat km 286 sebelah utara kota Makassar. Desa ini terbelah dua oleh jalan poros yang membentang di tengah dari Timur ibu kota kabupaten Polewali menuju Barat ke kota Majene. Di sebelah utara desa terbentang gunung yang disebut gunung Lego dan di sebelah selatan terdapat teluk yang disebut teluk Mandar. Menurut salah seorang guru Pesantren, Ilham Sopu bahwa jumlah murid ibtidaiyah, Stanawiyah, dan Aliyah yang tergabung dalam Pesantren Nuhiyah sekitar400 murid. 

Ulama pertama kali yang menyebarkan Islam dan mermelahirkan banyak ulama dari generasi ke generasi adalah KH Muhammad Nuh yang diperkirakan lahir pada abad ke-19. Karena itu namanya diabadikan dalam bentuk lembaga pesantren bernama Pesantren Nuhiyah.
Dari KH Muhammad Nuh kemudian memunculkan generasi berikunya, yaitu K. H. Muhammad Tahir (Imam Lapeo), selanjutnya generasi K. H. Sahabuddin (Annangguru Hawu), K. H. Muh. Yasin (Annangguru Kacing), K. H. Muh. Alwi (Annangguru Kaiyyang), kemudian generasi K. H. Muhammad Saleh, K. H. Abd. Galib (Annangguru Gale), K. H. Abd Hafid, K. H. Ismail, K.H. Sayyid Thaha, K.H. Abd. Hadi, KH. Muh. Said, K. H. Abdullah dan K. H. Abd. Rasyid (Imam Sawang). Para generasi di atas, kemudian disusul generasi berikunya, yaitu
Generasi K. H. Muh. Yasin, K. H. Abdurrahman, K.H. Syauqaddin dan K. H. Muh. Alwi. Kemudian lahir generasi  terakhir sebagai pembina pengajian di Pambusuang sekarang, di antaranya K. H. Muh. Bisri Jinis (pengasuh pondok pesantren Nuhiyah sekarang), KH. Abd. Syahid Rasyid (Ketua MUI Polman/pengaruh pondok pesantren Jare'je Pambusuang), K. H. Muhasib Kamaluddin dan K. H. Herman Aziz. Generasi terakhir ini, mereka tdak lagi berguru langsung secara fisik pada generasi ulama  di atas (KH. Hafid)

Generasi sekarang yang konsen pada pengajian dan pendalaman nahwu sharaf yang langsung  pada praktik pengajian kitab kuning secara terus menerus setiap hari dalam bentuk halakah adalah KH Syahid Rasyid. Di samping Pesantren Nuhiyah yang pengasuhnya melakukan pengajian kitab kuning di masjid Jsmi' Pambusuang, maka dapat diprediksi masa depan akan banyak melahirkn ulama. Bahkan informasi yg didapatkan, generasi santri muda di Pambusuang (khususnya di ponpes Jare'je) sudah biasa dalam pengajian membaca kitab-kitab standar atau kitab kuning yang lain. Perlu diketahui, setiap bulan suci Ramadhan, Pambusuang didatangi para santri musiman
belajar nahwu saraf selama satu bulan Ramadhan dari berbagi daerah di Suawesi Selatan dan Barat.

Setelah mencoba meneliti secara sambil lalu desa ini, mulai saya rethinking bahwa andai belum doktor, saya akan jadikan desa ini sebagai objek penelitian karena begitu menarik tentang potensi sumber daya insan yang dimiliki desa ini. Saya berdoa semoga ada generasi baru bisa melanjutkannya dalam bentuk penelitian disertasi, saya meneliti Islamisasi Gowa ketika dapat kesempatan riset selama setahun di Leiden University karena belum melihat ada penelitian yang menarik di Mandar. Itu juga alasan untuk menyebarkan tulisan in agar ada mahasiswa doktoral menelitinya. Sekali lagi bahwa saya merasa gembira jika ada generasi baru menjadikan desa ini sebagai objek peneletian disertasi, selain itu saya harap pada pembaca yang ingin para netizen menkritisinya nanti setela selesai semua ditelaah, berhubung karena tulisan ini berseri. Jadi alangkah sempurnanya jika nanti selesai  semua dibaca, baru dikritisi. Saya bereharap setelah sekesai lebaran saya mengundang turun ke Pambusuang untuk seminar tentang sejarah desa ini   dengan mengharapkan seluruh terpelajar penduduk hadir pada seminar nanti di desa ini. Sebagai orang yang lahir di desa ini, maka saya telah menulis biografi dan auto biografi pribadi yang diharapkan sebagai bahan yang bisa melengkapi⁰⁰ para peneliti yang berminat nanti. (Bersambung)

Wasalam,
Komleks GFM,  18 Maret 20240