Oleh: Muhammad Munir
(Pengurus Masyarakat Sejarawan
Indonesia Cabang Sulbar dan Pimpinan Komunitas Rumah Pustaka Tinambung)
Tanggal 25 Januari 2016 lalu, saya
di undang pada acara Maulid Nabi Muhammad SAW oleh Jamaah Pengajian Tarekat
Qadariyah Sulbar di Limboro Kec. Limboro. Acara yang berlangsung di Lapangan
Limboro tersebut dihadiri langsung oleh Gubernur Sulbar (Anwar Adnan Saleh),
Bupati Polewali Mandar (Andi Ibrahim Masdar) serta Andi Ali Baal Masdar dengan
KH. Ilham Saleh sebagai pembawa hikmah. Tulisan ini tidak bermaksud
mengkampanyekan keberadaan ketiganya tentang suksesi 2017 yang saat ini lagi
trend. Terlebih tak ingin membahas tentang KH. Ilham Saleh yang mengajak
jamaahnya bermaulid bersama tiga politisi AAS, ABM dan AIM sebagaimana KH.
Sybli Sahabuddin, SDK dan Aladin S. Mengga di acara Pengukuhan Pengurus Teater
Flamboyant Mandar di Gedung Mita Tinambung (06 Januari 2016).
Saya hanya ingin sedikit mnyampaikan
sanggahan kepada MC (Master Of Ceremony) yang mempersilahkan KH. Ilham Saleh
naik ke panggung dengan sebutan Innongguru. Hal ini penting, sebab persoalan
penyebutan gelar di Mandar adalah persoalan prinsip dan sakral. Seperti halnya
Tosalamaq, Tomakakaq dan Tomanurung. Bagaimanapun juga, Annangguru adalah
sematan yang tak harus diplesetkan lagi dengan sebutan Innongguru, Andongguru,
Anreguru karna Annagguru adalah sebutan yang sudah baku di Mandar. Annangguru
selain sebagai sebuah gelaran di Mandar, juga sekaligus menjadi status sosial
di masyarakat. Posisi Annangguru bisa dipadankan dengan ulama yang dalam
konteks lokal disebut Kiyai (Jawa), Ajengan (Jawa Barat), Teungku (Aceh), Buya
(Sumatera Barat), Tuan Guru (Lombok) dan Gurutta (Sulsel). Meski sebenarnya
peran antara Annangguru dengan Ajengan atau seorang Buya dapat saja berbeda,
terutama dari segi peran, porsi dan posisi di masyarakat.
Dalam kehidupan masyarakat Mandar,
Annagguru mempunyai dua peran sekaligus menjadi status yang dilikatkan padanya,
yaitu sebagai elit sosial yang dijadikan sumber rujukan dan sebagai panutan
yang sekaligus jadi pengayom masyarakat. Kedua peran itulah yang sukses
dijalankan oleh Annangguru-Annangguru yang ada di Mandar, seperti Annangguru
Ga'de, Annangguru Saleh, Annangguru Muhammad Tahir Imam Lapeo, Annangguru
Sahabuddin dll. Peran dan status Annangguru sebagai elit sosial dan sumber
rujukan itu bisa dilihat dari keseharian Annangguru seperti Imam Lapeo.
Masyarakat sekitar menempatkannya sebagai sosok yang "diasiriq
diarakke" (disegani dan ditakuti) dan setiap ada masalah yang dihadapi
oleh masyarakat kerap menjadi pilihan pertama untuk dimintai bantuan dalam
mencari jalan keluar.
Annangguru sebagai panutan itu
disebabkan posisi annangguru dalam bertindak selalu "sippappas liq-a anna
loa" (Sesuai kata dengan perbuatan). Annangguru juga lekat dengan nilai
amalaqbiang di Mandar karena dianggap "Macoa kedzo, Macoa loa, Macoa
gau". Hal itu menjadikan masyarakat selalu patuh terhadap informasi yang
disampaikan oleh Annangguru. Annangguru Kuma (Salah satu anak Imam Lapeo)
setiap saat memberikan informasi kepada masyarakat supaya "mattulaq
bala" pada hari jumat jika dianggap alam lagi kurang bersahabat atau
"makarraq nawang". Makarraq nawang itu misalnya akan ada ancaman
banjir besar, angin puting beliung dll. Masyarakat dengan serta merta melakukan
apa yang diperintahkan annangguru, sebab annangguru sebagai panutan dianggap
sosok yang suci dan mampu melihat peristiwa yang akan terjadi.
Ketika terjadi banjir besar pada
tahun 1987 annangguru mennjadi pelarian untuk minta do'a, demikian juga saat
angin kencang atau badai, annangguru juga menjadi harapan masyarakat untuk
mengalihkan arah angin. Hal-hal seperti itulah yang menjadikan Annangguru
sebagai panutan yang patut dipatuhi sekaligus sebagai pengayom yang diharapkan
mampu melindunginya dari mara bahaya. Imam Lapeo seperti yang banyak
diceritakan secara tutur dan turun temurun, pernah tiba-tiba menghentikan
pengajian di rumahnya dan langsung ke teras sembari mengangkat tangannya
tinggi-tinggi ke udara. Annangguru Tosalamaq Imam Lapeo menjawab ketika ditanya
muridnya, bahwa apa yang barusan dilakukan adalah upaya untuk menyelamatkan
sekelompok nelayan yang sedang diamuk badai dan nyaris menenggelamkan kapalnya.
Dan benar saja, sebab beberapa hari kemudian sekelompok nelayan dari Bugis yang
datang berziarah dan bercerita bahwa keselamatannya berkat dan atas pertolongan
Imam Lapeo, yang tiba-tiba muncul dibagian kepala perahu dan badaipun berlalu.
Pada saat Adam Air jatuh tahun 2007
lalu, salah seorang Annangguru sudah meramalkan bahwa akan ada peristiwa yang
akan menngemparkan dunia. Dan ternyata benar, sebab Adam Air jatuh disekitaran
teluk Mandar yang dalam pencarian kotak hitamnya melibatkan beberapa ahli dari
Amerika. Demikian sosok Annangguru di Mandar. Bukan lagi sebuah dongeng sebab
sejarah juga begitu gamblang menguraikan tentang keberadaan sosok
annangguru-annangguru yang sempat lahir dan menyebarkan ajaran Islam, ajaran
kebenaran. Bahkan salah satu yang memicu perkembangan agama Islam begitu pesat
dan cepat diterima oleh masyarakat disebabkan oleh annangguru-annangguru yang
menyampaikan dakwahnya.
Termasuk dalam hal ini, wilayah DOB
Balanipa yang saat ini diperjuangkan sebagai kabupaten adalah salah satu
wilayah yang tak satupun tempat ibadah lainnya selain Masjid. Dari 7 Kecamatan
yang ada, nyaris disetiap kampung ada masjid. Ini tentu disebabkan oleh
kehadiran sosok Tosalama dan Annagguru-Annangguru yang ada dan tetap terlahirkan
sampai saat ini. Akhirnya Catatan ini saya tutup dengan sebuah harapan, Jangan
adalagi acara-acara resmi yang memanggil annangguru sebagai Innongguru. Dan
mereka yang saat ini dianggap sebagai sosok annangguru di Mandar, semoga mampu
menjaga nilai-nilai sakral dibalik gelaran dan sematan yang didasari
kepercayaan penuh dari masyarakat. Jangan usik pendahulu kita dengan tampilan
sebagai Jurkam, sebab siapa lagi yang akan menjadi trah Tosalamaq kita jika
Annanngguru-Annagguru juga tergadai dalam pusaran demokrasi yang namanya
politik.
Semoga Annangguru kita hari ini bisa
sedikit lebih cendekia, intelek dan mencoba merogoh kantong sejarah untuk
mentadabburi kisah Abu Dzar Al Ghiffari yang dijamin Iman dan ketakwaannya oleh
Rasulullah, tapi ketika meminta jabatan politik kepada Rasulullah, justru
beliau disarankan oleh Rasulullah untuk tidak menjadi pejabat negara. Lalu apa
yang ingin difaktualkan oleh Rasulullah atas kisah tersebut? Ternyata sangat
sederhana, bahwa untuk membangun dan memperbaiki Negara dan keadaan di Mandar
Sulawesi Barat, tanpa jadi gubernurpun bisa. Semoga tulisan ini bermanfaat dan
menjadi renungan bersama. Wassalam bilma'af !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar