Kamis, 21 Maret 2024

DESA PAMBUSUANG DALAM LINTASAN ANTROPOLOGI SEJARAH (5)

By Ahmad M. Sewang

BIOGRAFI STUDI SINGKAT PENULIS

Saya sekolah di Pambusuang mulai di Sekolah Rakyat Negeri (SRN) 1959, sambil sekolah di madrasah Diniah sore hari. Saya tamat SRN No. 2 tahun  1964/1965. Di sini saya menganggur dan ikut irama  suasana lingkungan masyarakat nelayan. Beruntung ada sebuah historical aksident terjadi pada pribadi saya yang mejadi rahmat tak terduga, membuat saya tidak meneruskan mengikuti sebagai nelayang. Kemudian setelah itu terjadi gempa bumi tektonik di daerah ini. Peristiwa ini membawa hikmah pada saya, sebab banyak tokoh Pambusuang dari Makassar berdatangan untuk menyatakan solidaritas dan membantu memajukan mayarakat Pambusuang. Di antaranya, K.H. Muchtar Husein, beliaulah pengide pendirian Pesantren Nuhiyah, bersama H. Zainuddin sebagai penyandan dana. Beliaulah juga yang mewakafkan tanahnya untuk bangunan Pesantren Nuhiyah yang kita saksikan sekarang, atas bantuan Arab Saudi, lewat usaha H. Muhammad Mu'ti beliau dengan kreativitasnya melakukan pembangunan masjid dan pesantren. Di sini saya terselamatkan dengan masuk pesantren tersebut pada tingkat Sanawiyah. Pengajarnya direktur Sayyid Mutfhhar dan gurunya para kiyai mulai dari paman saya sendiri, K.H. Ismail, K.H. Hafidh, K.H. Abdullah, K.H. Muhammad Said, K.H. Alwi al-Attas, K.H. Sayyid Thaha, dan K.H Rasyid. Jadi mereka di samping memberi pengajian dalam bentuk halakah juga mengajar di madrasah Sanawiah dalam bentuk klasikal. Di Sanawiah ada pengajar tetap seperti Sayyid Mutahhar, Kiyai muda H. Abdurrahman, H. Syauqaddin yang dibantu oleh kiyai mudah lainnya. Setelah selesai Sanawiah 1968, saya  melanjutkan studi di SP IAIN Alauddin di Polewali 1969.

Sebelum ke Ibu Kota kabupaten melanjutkan sekolah, Polewali, saya minta izin kepada guru saya, K.H. Hafid, beliau langsung menegur dengan berkata, "Pergilah karena di sini pelajaran tidak punya makna" tegurnya dalam bentuk setire. Artinya saya dilarang meninggalkan pengajian halakah di kampung." Itu juga menggambarkan bahwa Kiyai sangat menyayangi saya dan beliau berpandangan bahwa  pengajian kitab adalah yang terbaik pada saat itu. Namun, karena tekad sudah kuat untuk lanjut. Mendorong saya meyakinkan K.H. Hafid bahwa akan tetap melanjutkan pengajian kitab kuning di tempat baru. Akhirnya saya diizinkan lanjut ke SP IAIN di Polewali, namun sebagai orang yang haus ilmu pengetahuan, kepada siapa pun saya belajar, setelah  keluar dari dari kampung. Seperti yang dikatakan almarhum Prof. Dr. Baharuddin Lopa (Barlop) di salah satu kuliah umumnya di IAIN Alauddin Makassar sekitar tahun 2000 bahwa saya saat itu sama dengan euporia di era reformasi yang dilukiskan oleh Barlop, "Bak burung yang baru ke luar dari sangkarnya, bebas terbang ke mana saja sampai tembok sendiri ditabrak." Saya mulai membuka diri, tidak lagi tebatas pada NU, seperti di kampung, juga pada semua ormas Islam yang ada di Polewali waktu itu. Jika ada kegiatan IPNU, PII saya ikuti, demikian pula Perti, IPM, bahkan saya ikut pengkaderan SEPMI saya pun di sinilah mulai tercium banyak teman-teman. Akhirnya saya dipanggil khusus K.H. Muhsin Tahir, putra Imam Lapeo sekaligus Syuriah NU Kabupaten Polmas. Saya diinterogasi di rumah beliau dengan beberapa pertanyaan, yaitu:
 "Kenapa kamu ikut pengkaderan di SEPMI?" tanya beliau. Saya pun sepontan menjawabnya dengan lugu, yaitu: "Sebab mereka juga muslim. Bukankah mereka juga adalah organisasi Islam?," kata saya spontan. Reaksi beliau mendengar jawaban saya dengan nada tinggi beliau berkata, "Jawabanmu sudah mulai salah," katanya. Namun karena berbagai buku telah saya baca, melalui penjual buku dari Parepare bernama Sayid Sahel, bahkan saya membantu menjualkan buku-bukunya dengan tujuan untuk banyak membaca. Dari sinilah saya berkesimpulan bahwa semua organisasi Islam di samping memiliki persamaan satu sama lain juga bisa berbeda dalam masalah furu. Berbeda dalam masalah furu adalah sunatullah dan dibokehkan. Karena itu, perlu disikapi dengan toleransi. Di Polewali saya aktif di pengajian dan berguru pada K.H. Muchtar Baedawi, K.H. Arif Lewa, K.H. Syamsuddin, K.H. Muhammad Idrus, dan K.H. Ma'mun.

Saya juga agak heran karena K.H. Zainal Abidin, waktu itu juga beliau menjabat Kandepag Polmas di samping sebagai guru. Beliau mengangkat saya sebagai asisten Mahfuzat di SP IAIN, padahal saya juga berkedudukan sebagai siswa di kelas itu. Dari sini saya mendapat pelajaran berharga,  1. Sikap fanatisme tidak ada untungnya dipelihara. 
2. Kemungkinan lain,  yaitu beliau beranggapan pengetahuan bahasa Arab saya rara-rata lebih baik dari teman-teman siswa lainnya. Beliaulah yang menceritakan sebagian peristiwa yang dialaminya beberapa dekde lewat di Pambusuang.

Wasalam, 
Kompleks GPM, 22 Maret 2024

USMAN SUIL || RENUNGAN RAMADHAN (11)


Kata Allah: Puasa itu untuk-Ku

Puasa sebagai instrumen pendidikan ruhani manusia. Mewujud kedalam satu amalan perbuatan yang meninggalkan perbuatan. Puasa adalah amalan rahasia karena sifatnya yang meninggalkan perbuatan (tidak makan, minum, dan jima). Keistimewaan puasa karena amalan yang Allah  nisbahkan diri-Nya sendiri. Sebagaimana dalam hadits qudsi "puasa itu untuk-Ku dan Aku sendirilah yang akan membalasnya." 

Diriwayatkan oleh Bukhari, 1761 dan Muslim, 1946

عن أَبي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قال : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : قَالَ اللَّهُ : كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلا الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu berkata, Rasulullah Shallallahu’alai wa sallam bersabda, “Allah berfirman, ‘Semua amal anak Adam untuknya kecuali puasa. Ia untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya.”

Menurut Syaikhul Akbar Ibnu Arabi terkait hadits ini, ia mengganti kata "ajzi" yang artinya membalas" menjadi "ujzi" yang berarti tebusan. Dengan demikian menurut Ibnu Arabi Allah itu sebenarnya berkata "Puasa itu untuk-Ku dan Akulah tebusannya." Wallahu a'lam bisshowab

Marhaban ya ramadhan adalah kalimat paling populer diucapkan di berbagai media sosial serta media tulisan. Banyak ragam dan prilaku umat Islam ketika menyambut datangnya bulan agung ini. Terkait hal ini, terdapat tiga level atau cara umat Islam menyambut datangnya bulan suci ramadhan.

Tingkatan pertama:
Pada level ini seseorang akan menyambut bulan suci ramadhan sebagai bulan tarbiah atau bulan ujian. Bulan puasa adalah bulan yang yang mendidik, bulan yang penuh rintangan karena di dalamnya secara terang-terangan melawan kemauan hawa nafsu. Pada level ini, puasa dianggap sebagai paksaan yang harus dilakukan. Cara menghadapinya adalah dengan menghadirkan kesabaran.

Tingkatan kedua:
Pada level ini  seseorang tidak hanya menganggap puasa sebagai ujian yang harus dilakukan melainkan ridha dari segala apa yang harus dilakukan dalam ibadah puasa di bulan ramadhan. Menerima segala konsekuensinya.

Tingakatan ketiga:
Adalah syukur. Syukur berarti berterima kasih kepada Allah. Memahami bahwa puasa sebagai khalisun lillah yang tentu konsekuensinya bukan pahala, bukan syurga melainkan Allah itu sendri sebagai konsekuensinya dari puasa-puasa hamba-Nya.

Kembali kepada Puasa itu untuk Allah. Artinya orang yang berpuasa sedang mentransfer sifat Allah yang tidak makan, tidak minum dan lain sebagainya ke dalam dirinya, berpuasa berarti sedang mentarbiyyah diri dengan mensifati dirinya dengan sifatnya Allah. 

Puasa itu Untuk-Ku juga berarti puasa itu untuk Allah dan untuk yang berpuasa hanya makan, minum dan jima'. Menjalankan sifat-Nya berarti berusaha menarik ridha-Nya. Puasa itu untuk-Ku juga berarti penghilangan kesombongan, riya serta tangga ikhlas. Apa yang patut kita sombongkan sementara puasa bukan untuk orang yang berpuasa melainkan untuk Allah sendiri. Harapan apa yang kita tunggu sebagai bentuk balasan dari-Nya akibat puasa-puasa kita sementara Dia tidak menyebutkan bentuk dan seperti apa jenis balasannya.

Dengan demikian puasa itu untuk-Ku adalah puasa kembali kepada Allah sementara kesabaran, rasa syukur, keikhlasan untuk manusia sebab dengan puasa manusia sedang mendudik dirinya untuk mampu meraih dan sampai ke ketiga maqam tersebut yakni sabar, syukur dan ikhlas. Inilah bentuk pengajaran Allah dalam ibadah puasa ramadhan. Wallahu a'lam bisshowab.

Doa Hari ke 11

اَللَّهُمَّ حَبِّبْ إِلَيَّ فِيْهِ الْإِحْسَانَ وَ كَرِّهْ إِلَيَّ فِيْهِ الْفُسُوْقَ وَ الْعِصْيَانَ وَ حَرِّمْ عَلَيَّ فِيْهِ السَّخَطَ وَ النِّيْرَانَ بِعَوْنِكَ يَا غِيَاثَ الْمُسْتَغِيْثِيْنَ

Artinya : Ya Allah! Mohon tanamkanlah ke dalam diriku kecintaan kepada perbuatan baik, dan tanamkanlah ke dalam diriku kebencian terhadap kemaksiatan dan kefasikan. Mohon jauhkanlah dariku kemurkaan-MU dan api neraka dengan pertolongan-MU, Wahai Penolong orang-orang yang meminta pertolongan. 

Rabu, 20 Maret 2024

DESA PAMBUSUANG DALAM LINTASAN ANTROPOLOGI SEJARAH (4)

By Ahmad M. Sewang

Awal tahun 1940-an seorang pempinan Muhammadiyah sekaligus sebagai kadi di Ibu Kota Afdeling Mandar, Majene.  Karena kedudukannya itu, menbuat beliau diberi kesempatan sebagai khatib salat Jumat di masjid Jami di kampung ini. Beliau bernama K.H. Zainal Abidin. Waktu itu sebagai imam di Pambusuang H. Sahbuddin (biasa dipanggil Annangguru Hawu). Selesai Jumat Anangguru Hawu serta merta tidak setuju K.H. Zainal Abidin atas materi hotbahnya bahkan beliau sengaja membuatkan Kalindada yang menggambarkan pemahaman keagamaan ketika itu. Disampaikan tidak lama setelah selesai Jumat, kalindada itu berbunyi:

Polei Muhammadiyah
Namarrusa agama
Nasiturui 
Maradianna sara.

Mokai tia marola
Iman di Pmbusuang
Apa tania 
Agamana Nabitta

Artinya:
Muhammadiyah datang
Bermaksud merusak agama
Mereka bekerja sama atau
pemerintah agama

Tidak ingin menyerah
 Imam di Pambusuang
Sebab yang dibawa
Bukan agama dari Nabi

(Waktu itu Muhammadiyah
Dianggap bukan agama yang bersumber dari Nabi).

(Diperoleh dari wawncara Hj. Asia mantu H. Hawu)

Dalam periode berikunya K.H. Zainal Abidin datang kembali di kampung ini menyelenggarakan Majlis Taklim di rumah Ayahnya, H. Kumma yang dikenal sebagai penerima Muhammadiyah pertama di kampung ini. Beliau termasuk orang pertama siswa Normal Islam di Majene, di sinilah dia menerima Muhamadiyah karena di antara gurunya adalah dari anggota Muhammadiyah. Kedatangan Muhammadiyah di Pambusuang, ternyata diprotes oleh Annagguru Syekh Yasin al-Mandary (Annangguru Kacing) beliau setelah itu ke Mekah jadi warga negara Saudi dan beliau dipercaya memberi pengajian di Masjid Haram. Menurut wawancara dengan keluarga bahwa kepergian ke Saudi karena perbedaan paham tarekat dengan salah seorang tokoh di kampung. Jadi dahulu seakan tidak boleh ada perbedaan pendapat, berbeda adalah salah dan dianggap kafir. Perbedaan semacam ini, gtngan perjalanan waktu mengalami perubahan, tidak setajam lagi dengan beberapa dekade lalu bahkan cenderung saling memahami. Dalam menerima data sejarah saya seialu melewati dua prosedur sbagaimana dianjurkan metode sejarah, yaitu:
1. Mempertanyakan apakah orang ini mampu dan mau memberi data?
2. Selalu mencari second opinion agar data lebih bisa dipercaya.

Kita kembali ke K.H. Zainal Abidin setelah beliau didemo di Pambusuang. Menurut wawancara langsung dengan K.H. Zainal Abidin, menurutnya, "Saya dibawakan keris (Annagguru Kacing)." Kemungkinan sejak saat itulah, tidak pernah lagi Muhammadiyah ke kampung ini. Sampai terjadi periode perubahan, yaitu semakin banyaknya orang terdidik di kampung ini membuat orang tidak lagi banyak memperbincangkan organisasi Muhammadiyah. 

Perbahan itu terjadi bersamaan booming orang pergi sekolah sekitar tahun 1970-an, maka banyak generasi baru yang melanjutkan studi ke Makassar, ada yang lanjut ke Perguruan Tinggi Umum ada pula ke Perguruan Tinggi Agama. Mereka inilah yang pulang dan sekaligus membawa pembaharuan di kampung sehingga perbedaan antara mazhab cendrung untuk tidak setajam dahulu. Mereka berubah saling memahami apalagi interaksi antara firqah di perantauan. Bahkan sekarang ada yang kawin mawin, seperti  iparnya K.H. Muchtat Husein adalah anggota Muhammadiyah. Malah keluarga yang dahulu bertenkar karena perbedaan paham terekat, sekarang sudah menjalin sebuah kelkeuargaan saling kawin-mawin seakan tidak pernah terjadi komplik masa lalu. Saya sendiri sejak keluar dari kampung studi cemdrung memahami perbedaan mazhab atau firqah dalam Islam dan menganggap peristiwa itu sudah masa lalu. Orang yang masih keras menghadapi perbedaan, menurut Quraisy Sihab, orang yang terlambat lahir, maunya ia lahir di awal tahun-40 an atau kurang bergaul, sama dengan orang yang hidup ditempurung, setelah tempurung di buka baru sadar bahwa di atas tempurung masih ada langit. Bahkan sekarang saya menulis sebuah buku tentang fikih perbedaan dengan berpedoman pada, buku ulama besar Mesir. Seorang ulama besar dari Mesir, Direktur Ulama Sedunia. Almarhum Prof. Dr. Syekh Yusuf al Qardawi berkedudukan di Qatar. Setelah bukunya saya bahas. Saya komunikasi dengan Dr. dr. Iqbal Moctar Husein di QatarV agar dipertemukan. Sayang sekali beliau terlanjur dipanggil Allah kehadiratNya sebelum terealisasi pertemuan itu. Beliau berkata bahwa perbedaan adalah sunnatullah dalam rangka fastabiqul khaerat, jika ada orang menghendaki, kita sependapat atau seragam saja. Beliau berpandangan لم يكن و قوعه (Tidak mungkin terjadi dalam realitas) karena bertentangan dengan sunnatullah. Tentang bagaimana pengaruh pendidikan pada diri saya, bisa dibaca pada buku biografi saya.

Wasalam, 
Kompleks GPM. 21 Maret 2024

USMAN SUIL || RENUNGAN RAMADHAN (10)


Puasa Memerdekakan Para Jomblo

Fase dimana seseorang berapi-api, pikirannya kuat dan fresh, punya keinginan yang tinggi dan memiliki perasaan yang menggebu-gebu, segala sesuatu selalu ingin dicoba. Masa ini disebut dengan remaja, ya namanya masa remaja. Kata lainnya masa keemasan. Masa remaja adalah waktu luang untuk meraih banyak pengetahuan, prestasi, pengalaman, manfaat, impian karena masa remaja adalah masa dimana daya ingat sangat kuat. Selain itu ada juga satu hal yang justru remaja sangat menggemarinya, itulah pacaran. Faktanya, satu gemaran ini mampu meruntuhkan pengetahuan, prestasi, dan hal-hal positif lainnya pada kalangan remaja.

Begitu banyak remaja yang menjalin kasih dengan lawan jenisnya dan amatlah sedikit remaja yang menjomblo sebagai pilihan hidupnya. Jomblo dianggap sebagai kata aib dan diskriminasi. Jomblo diartikan sebagai kesendirian atau tidak mempunyai pasangan. Benarkah? Jomblo bukan sendiri, sejak kapan anda sendiri? Jomblo bukan tidak memiliki pasangan, sejak kapan anda tidak memiliki pasangan? Religiusnya nih, kapan Allah meninggalkanmu sehingga ada suatu waktu anda sendiri dan tidak mempunyai pasangan. Padahal Allah sendiri berkata setiap makhluk ciptaan-Nya berpasang-pasangan.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقۡنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلۡنَٰكُمۡ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓاْ ۚ إِنَّ أَكۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَىٰكُمۡ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٞ
"Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti." (QS. Al-Hujurat 49: Ayat 13)

Di bulan ramadhan, ada satu prilaku menarik sekaligus memprihatinkan. Prilaku ini sudah mengkristal dan menjadi tradisi khusus di bulan ramadhan. Golongan remaja menjadikan bulan ramadhan sebagai moment instimewa untuk berduaan, ngabuburiet bareng pacar. Padahal ramadhan itu aslinya memenjarakan hawa nafsu tapi malah sibuk berduaan. Miris kan?

Selain dijadikan moment istimewa untuk berduaan, krusialnya ia (pacaran) memilki juga metode dakwah. Ia ikut andil berdakwa sebagaimana mesjid-mesjid ramai penceramah, siraman ruhani ketika bulan puasa. Target atau sasaran dakwanya tertuju pada orang jomblo. Ia memakai metode bermesraan di tempat ramai, ngabuburit di sore hari menjelang buka puasa, dan juga memenuhi hasrat postingan di media sosial seperti Facebook, TikTok, Instagram dan aplikasi medsos lainnya.

Selanjutnya, ia juga memiliki judul-judul dakwah yang mau diceramahkan. Seperti penyemangat diri, menghilangkan rasa minder, menjauhkan diri dari bullyan dan lain sebagainya. Padahal belum dilihat efek sampingnya seperti tekanan harus ngabarin tiap hari, tekanan harus bangunin makan sahur, tekanan dianggap tidak peka, tekanan pesan WhatsApp lambat dibalas dianggap sudah ada yang lain, dan lain-lain.

Lanjut ke efek samping kedua, ketika lambat ngabarin dan lain sebagainya akan membuat pasangan hilang semangat, banyak ngelamun, suka menyendiri, menghabiskan banyak waktu di kamar, semua kegiatan dianggap sia-sia, menganggap hidupnya tidak ada artinya lagi, kurang bergaul, mudah sedih, gampang tidak fokus pada masa depan, dan lain lain.

Lanjut ke efek samping ketiga (efek tertinggi) pacaran mengakibatkan hamil diluar nikah, bunuh diri, banyak berbohong, sering minta uang ke orang tua buat biaya pacaran, banyak maksiat, banyak menyia-nyiakan waktu, mendekati zina, banyak dosa dan lain sebagainya.

Bersyukurlah wahai para jomblo karena tidak pacaran sejatinya menyelamatkan kamu dari hal-hal negatif, dan juga menjauhkan dari efek samping yang telah disebutkan diatas. Bersyukurlah wahai para jomblo karena puasa yang hakikatnya pelajaran atau latihan pengendalian hawa nafsu membantumu jauh dari efek buruk pacaran. Makan minum yang jelas bisa dan tidak haram dilarang apalagi pacaran yang tidak jelas asal usulnya. Dengan puasa, orang jomblo merdeka karena jauh dari bullyan dan hal-hal negatif lainnya.

Oleh karena itu, menjadi jomblo jangan setengah-setengah. Masa menjomblo adalah masa mengamati potensi, masa meluruskan tujuan, mengekspresikan bakat, masa menggapai cita-cita, kesempatan mewujudkan impian, kebebasan melakukan hal-hal yang bermanfaat. Menjadi jomblo total adalah berkah bukan hinaan. Wallahu a'lam bisshowab.

Doa hari ke 10

اَللَّهُمَّ اجْعَلْنِيْ فِيْهِ مِنَ الْمُتَوَكِّلِيْنَ عَلَيْكَ وَ اجْعَلْنِيْ فِيْهِ مِنَ الْفَائِزِيْنَ لَدَيْكَ وَ اجْعَلْنِيْ فِيْهِ مِنَ الْمُقَرَّبِيْنَ إِلَيْكَ بِإِحْسَانِكَ يَا غَايَةَ الطَّالِبِيْنَ

Artinya : Ya Allah! Mohon jadikanlah aku diantara orang-orang yang bertawakkal kepada-Mu, dan jadikanlah aku diantara orang- orang yang menang disisi-MU, dan jadikanlah aku diantara orang-orang yang dekat kepada-MU, dengan kebaikan-MU, Wahai Tujuan orang-orang yang memohon


DESA PAMBUSUANG DALAM LINTASAN ANTROPOLOGI SEJARAH (3)

By Ahmad M. Sewang

Sejak dahulu dikenal dua tokoh ulama sufi, yaitu K.H. Muhammad Tahir, Imam Lapeo Beliau melanlang buana belajar sampai ke Turki dan beliaulah yang membawa Tarekat Syadziliyah ke Mandar. Ulama Pambusuang lainya yang terkenal adalah K.H. Muhammad Saleh beliau belajar di Arab Saudi berpuluh tahun dan membawa Tarikat Qadiriyah ke Mandar. Anehnya, kedua terekat ini tidak tersebarluas di Pambusuang melainkan di luar Pambusuang, yaitu di Lapeo dan Majene. Kenapa tidak menyebar di Pambusuang? akan diuraikan tersendiri.

Sejalan terbukanya akses untuk studi ke Perguruan tinggi di bidang agama, muncul pula ahli di bidang ini, yaitu Dr. K.H. Mochtar Husein yang dapat dianggap Assabiqunal Awwalun, juga dikenal melahirkan banyak ilmuan seperti Dr. dr. Iqbal Mocntar, sekarang tinggal di kota Daha dan bekerja disana sebagai dokter ahli, Dr. Zainal Arifin Mochtar, ahli tatanagara di UGM, dan Dr. Zulkifli Mochtar yang sekarang kawin dan bermukim di Jepang. Generasi kedua setalah al Sabiqunal Awwalun, yaitu Prof. Dr. Ahmad M. Sewang, M.A., sedang generasi berikutnya yang sudah menyelesaikan tingkat doktoraknya. Mereka bermunculan kemudian setelah  akses pendidikan semakin bagus, yaitu:
1.DR.MUH.HARAS RASYID
2.DR.UBBADAH M.YASIN
3.DR.SALAHUDDIN 
SOPU
4.DR.DALIF USMAN
5.DR.MALKAN MUHAMMAD ALI
6.DR.HAMZAH AZIZ
7.DR.MABRUR INWAN. 8.DR.RAJAB
9.DR.MUSLIMIN KADIR
10.DR.ASWAD KADIR

Mohon maaf jika ada yang terlupakan ditulis, tidak lain semata-mata bukan karena kesengajaan tetapi karena keterbatasan atau penulis belum tahu. Sejak dahulu banyak orang datang menimbah ilmu di tempat ini. Misalnya H. M. Asyik berasal dan pengusaha Hotel di Makassar merasa bangga pernah belajar di desa ini. Ia pernah menegur seseorang setelah mendengar bacaan Al Qur‘annya, menurutnya "Tidak begitu yang pernah saya terima di Pambusuang," katanya suatu waktu. Apalagi dari daerah sekitar Pambusuang, misalnya dari K.H. Muhammad Idrus yang berasal dari Soreang juga pernah belajar di Pambusuang, beliau jugahijrah dan hijrah ke Polewali guru saya membaca kitab kuning ketika sekolah di Polewali. 

Dari ilmuwan umum di kampung ini termasuk Prof. Dr. Baharuddin Lopa, S.H, beliau termasuk keluarga terpelajar dan juga dianggap Assabiqunal Awwalun di desa ini di bidang pengetahuan umum,  saudaranya Dr. Nursiah Lopa SH, Prof. Dr. Tahir Lopa, Dr. Ahmad Lopa, SH. Yang juga dilahirkan di desa ini adalah Prof. Dr. Basi Hasanuddin, nama yang disebut terakhir ini termasuk keluarga berpendidikan, seperti almarhum Prof. Dr. Makmun Hasanuddin, dan Dr. Rahmat Hasanuddin. 

Wasalam,
Kompleks GPM, 20 Maret 2024

AHMAD M. SEWANG || DIASPORA ULAMA MANDAR

FOOTNOTE HISTORIS:
DIASPORA ULAMA MANDAR
By Ahmad M. Sewang 

Kata migrasi berbeda dengan: diaspora. Ensiklopedia mendefinisikan bahwa migrasi adalah perpindahan penduduk dari satu tempat ke tempat lain dalam sebuah negara untuk menetap permanen atau sementara. Sedang diaspora adalah perpindahan penduduk dari satu tempat ke tempat lain yang melintasi toritorial negara untuk menetap permanen atau bersifat sementara. 

Al-Quran dan hadis memotivasi umat untuk studi terus-menerus dengan meninggalkan tempat melakukan diaspora sampai ke ujung dunia. Dalam Islam studi baru berakhir saat manusia sudah mengakhiri hidupnya di dunia fana. Umat dianjurkan meninggalkan kampung halaman pergi belajar mendalami ilmu pengetahuan dan memperluas wawasan, dimaksudkan nantinya bisa mencerdaskan dan mencerahkan masyarakatnya jika mereka kembali dari studinya. (Lihat Al Qur‘an)

Agaknya itu pula yang memotivasi banyak ulama Mandar jauh sebelum kemerdekaan meninggalkan kampung halaman bertahun-tahun melakukan diaspora pergi menuntut ilmu pengetahuan dengan menetap permanen atau sementara di negara lain, misalnya:
1. Annangurutta H. Muhammad Tahir, Imam Lapeo, belajar sampai ke Istambul Turki. Di sana beliau menerima tarekat Syaziliah yang kemudian disebarkan di Tana Mandar saat beliau kembali. Beliau berpuluh tahun melakukan migrasi dan bertahun-tahun berdiaspora di Singapura, Mekah, dan Turki.
2. Annangurutta H. Syekh Yasin al-Mandari meninggalkan kampung Pambusuang sejak awal 1940-an pergi belajar agama di tanah suci. Beliau jadi warga negara Saudi dan tidak pernah kembali lagi ke Mandar sampai meninggal dunia di Mekah awal tahun 1980. Saya terkesan ketika ditugaskan mengawas ujian Kopertais di Asadiyah Sengkang. Di sana bertemu AGH Abdullah Maratan, Lc. dan mengkisahkan pada saya bahwa dia banyak menimba ilmu pada Syekh Yasin al-Mandari di Mekah.
3. Syekh Sayyid Hasan Jamalullail melakukan diaspora ke Mekah sejak anak-anak dan orang Mandar menggelarinya sebagai, "Kamus Arab Berjalan." Ia menguasai bahasa Arab secara detail dan megajarkannya ketika kembali dari Mandar. 
4. Dr. Nawawi Yahya, beliau meninggalkan kampug Karama untuk studi di Mesir. Dia adalah doktor pertama orang Mandar di al-Azhar University. Disertasinya menyangkut masalah Zakat yang tebalnya lebih tiga ribu halaman. Ia kawin dengan wanita Mesir. Sejak meninggalkan kampung halaman, hanya sekali kembali ke Karama tahun 1984 dan saat itu pula beliau dipanggil Allah swt. Saya bersyukur karena sempat bertemu ketika kembali ia ke Mandar dan saya mengundangnya ke Majene untuk memberi kuliah umum di Fakultas Syariah IAIN Filial Majene.
5. AGH Muhammad Saleh, ulama yang lama tinggal di tanah suci tafaqqahu fi al-din. Beliau kembali ke tanah air setelah 16 tahun berdiaspora di Mekah dan Madinah. Beliau mendapat syahadah dari Syekh al-Malik dan Tarekat Qadiriyah dari Syekh Habib al-Haddad. Dialah pembawa dan menyebar tarekat Qadiriyah pertama di Tana Mandar.
6. Annangurutta H. Jalaluddin Abdul Gani tinggal berpuluh tahun di Mekah Beliau melakukan diaspora hampir bersamaan waktunya dengan Syekh Yasin al Mandari dan kembali ke Mandar segera serelah proklamasi kemerdekaan RI. Setelah kembali di tana Mandar beliau aktif mengajar dan menyebarkan Islam.
7. Syekh Abdillah el- Mandari melakukan diaspora ke Mekah. Beliau menjadi warga negara Saudi dan menjadi tempat bagi orang Mandar dan Bugis bersyekh ketika mereka melaksanakan ibadah Haji.

Natijah
1. Sesuai perintah al-Quran, mereka berdiaspora berpuluh tahun menuntut ilmu dan setelah kembali ke tanah air, mereka ikut berkontribusi mencerdaskan umat dan menyebarkan Islam.
2. Kebanyakan para ulama Mandar menjadikan tanah suci Mekah sebagai destinasi diaspora menuntut ilmu.
3. Tulisan ini baru sedikit di antara para ulama diaspora Mandar. Saya yakin masih banyak lagi belum terungkap. Tulisan ini sekedar mendorong teman-teman untuk melakukan penelitian mendalam.
4. Saya mengharapkan kiranya dalam waktu dekat segera terealisasi sebuah buku, "Diaspora Manusia Mandar," sebagai legacy untuk generasi masa kini dan masa depan. "Orang besar adalah yang bisa menghargai warisan masa lalunya untuk kehidupan lebih baik di masa depan."

Wassalam,
Cengkareng Jakarta, 17 Desember 2018 direwriting, 27 Febr. 2024

Selasa, 19 Maret 2024

TUNDA TO'DO' PULI I CALO AMMANA WEWANG

TUNDA TO'DO" PULI I Calo' Ammana Wewang kepada Para Kalula' yang beliau rekrut.   

Indi tia batuammu Daeng, Balango Tarrara’na Mandar. Madondonna duambongi anna’ diang pole namarropo-ropo’ petawunna Mandar. Mua’ siruppa’ di sasia’, naupeapparmi sasi Naupepa’disammi tu'u lembong, 

Mua’ siruppa' di galungnga’ nasipettombanganma’ ressa’ namepa’disang di petawung, Mua’ siruppa’ di buttua’, nasiaccuramma’ buttu.

(lnilah prajurit Tuanku, jangkar pantang terbongkar dari Mandar, Besok atau lusa (kapan saja) ada yang mau mendaulat Mandar, Jika hamba bertemu di lautan, maka lautlah tempat pembaringanku, dan berbantal di atas ombak. Jika aku bertemu di sawah, maka aku akan bergelimang di lumpur, dan berbantal di pematang. Jika aku bertemu di gunung, maka aku siap rubuh bersama gunung".

USMAN SUIL || RENUNGAN RAMADHAN (09)


Demi Waktu 

Di saat mendapati hal-hal yang sulit diprediksi, anda mungkin sering mendengar atau bahkan pernah juga berkata: "biar waktu yang akan menjawab." Seringkali seseorang atau kita semua memberikan kesempatan kepada waktu untuk menjawab apa yang sulit kita pecahkan. Padahal disaat berkata demikian pun sebenarnya kita sudah dii lingkaran waktu. Waktu adalah makhluk yang paling tidak kenal simpati atau empati. Apa dan bagaimanapun keadaanmu waktu akan tetap berjaan dari waktu ke waktu yang lain. Ia tidak akan pernah menoleh kebelakang sedikitpun. Ia tidak memiliki toleransi, dispensasi atau semacamnya. Ibarat kata, urusanmu ya urusanmu, urusanku ya urusanku. Ia akan tetap ada pada misi waktunya, kemarin saat ini dan yang akan datang.

Terkadang kita bersemangat menyambut dan menjalani waktu namun juga kadang berharap agar waktu berputar lambat. Begitulah keadaan kita dihadapan waktu. Kita hanya tahu kalau waktu terus berjalan dan tidak ada sedetik-sedikitpun kesempatan untuk memutar kembali waktu yang telah kita lewati. Kita juga tahu kalau tiap-tiap orang hanya bisa berada di satu keadaan dari tiga keadaan waktu; telah terjadi, sedang terjadi dan akan terjadi. Kita hanya mampu berada di keadaan "sedang" itupun rasa-rasanya kita terpaksa atau dijabr. Begitu perkasa waktu ini. 

Sebenaranya yang ingin saya sampaikan adalah begitu berharganya waktu dan alangkah ruginya kita yang senantiasa menyianyiakannya. 

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

وَٱلۡعَصۡر   إِنَّ ٱلۡإِنسَٰنَ لَفِي خُسۡر   إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلۡحَقِّ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلصَّبۡرِ

"Demi masa, sungguh manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran." (QS. Al-'Asr 103: Ayat 1-3)

Al-Qur'an sangat menaruh perhatian terhadap waktu, perhatian ini menunjukkan betapa pentingnya waktu. Pada surah diatas seakan-akan Allah berkata: "Demi masa, sungguh manusia diliputi kerugian kalau menyia-nyiakan masa (waktu) itu." Dan ternyata pada ayat ketiga Allah memberikan bocoran untuk kita yang tidak mau dirugikan. Terdapat empat orang yang tidak akan rugi berdasarkan ayat ini. Orang yang beriman, amal saleh, pendakwah dan motivator.

Selain ayat diatas, banyak di surah lainnya dalam al-Quran yang Allah menyinggung tentang waktu yang memakai waw qosam atau waw yang bermakna sumpah. Menurut pengertian yang masyhur di kalangan para penafsir. Apabila Allah memakai waw qosam atau atau sumpah, maka hal tersebut memiliki pesan dan pelajaran yang sangat penting. Rata-rata Allah memakai waw qosam ketika menyinnggung masalah waktu. 

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

وَٱلسَّمَآءِ وَٱلطَّارِقِ
"Demi langit dan yang datang pada malam hari." (QS. At-Tariq 86: Ayat 1)

وَٱلۡفَجۡرِ
"Demi fajar," (QS. Al-Fajr 89: Ayat 1)

وَٱلشَّمۡسِ وَضُحَىٰهَا
"Demi matahari dan sinarnya pada pagi hari," (QS. Asy-Syams 91: Ayat 1)

وَٱلَّيۡلِ إِذَا يَغۡشَىٰ
"Demi malam apabila menutupi (cahaya siang)," (QS. Al-Lail 92: Ayat 1)

وَٱلضُّحَىٰ
"Demi waktu duha (ketika matahari naik sepenggalah)," (QS. Ad-Duha 93: Ayat 1)

Ayat-ayat diiatas semuanya dimulai dari huruf "waw" yang bermakna sumpah. Artinya Allah telah menetapkan kepada hambanya akan adanya pertanggungjawaban terhadap waktu. Sehingga kelak nanti ada empat pertanyaan pokok yang sekaitan dengan waktu. Umur dihabiskan untuk apa, masa muda digunakan dihabiskan kemana, dari mana hartanya diperoleh dan kemana ia membelanjakannya dan yang terakhir tentang ilmu kemana diamalkan. Empat hal inilah yang harus dipetanggungjawabkan nanti.

Akankah kita dalam keadaan rugi ataukah sebaliknya? Biarkan waktu yang menjawab! Masihkah kata ini akan kita ucapkan? Demi waktu, ia tidak akan memberimu kesempatan. Demi waktu, kesempatan hanya ada di kita masing-masing. Wallahu a'lam bisshowab.

Doa hari ke 09

اَللَّهُمَّ اجْعَلْ لِيْ فِيْهِ نَصِيْبًا مِنْ رَحْمَتِكَ الْوَاسِعَةِ وَ اهْدِنِيْ فِيْهِ لِبَرَاهِيْنِكَ السَّاطِعَةِ وَ خُذْ بِنَاصِيَتِيْ إِلَى مَرْضَاتِكَ الْجَامِعَةِ بِمَحَبَّتِكَ يَا أَمَلَ الْمُشْتَاقِيْنَ

Artinya : Ya Allah! Anugerahilah untukku sebagian dari rahmat-MU yang luas, dan berikanlah aku petunjuk kepada ajaran- ajaran-MU yang terang, dan bimbinglah aku menuju kepada keridhaan-MU yang penuh dengan kecintaan-MU, Wahai harapan orang-orang yang merindu

Usman Suil

Senin, 18 Maret 2024

DESA PAMBUSUANG DALAM LINTASAN ANTROPOLOGI SEJARAH (02)

DESA PAMBUSUANG DALAM LINTASAN ANTROPOLOGI SEJARAH (2)
by Ahmad M. Sewang

PAMBUSUANG AWALNYA BERKENALAN DENGAN ISLAM KONSERFATIF TRADISIONL

Kampung ini memiliki paham keagamaan yang konservatif tradisional. Konserfatif berarti bersifat mempertahankan keadaan dan tradisional berarti cendrung mempertahankan kebiasaan yang bersifat tradisi. Karena itu pula gerakan keagamaan pertama sampai di tempat ini. Sungguh benar kaidah sejarah bahwa paham agama yang berkembang di sebuah masyarakat ditentukan oleh paham apa yang pertama bersentuhan masyarakat itu;   maka tidak heran jika mereka lebih memilih paham NU yang datang menyusul kemudian. Di akhir tahun 1939-an Paman saya K. H. Muh. Yasin (Annangguru Kacing) seorang yang terpandang ulama di desa ini. Ketika terjadi perbedaan paham tarekat keagamaan dengan seorang tokoh, membuat ia komflik, dampaknya ia berhijrah ke Mekkah dengan menjual semua harta bendanya yang ada di kampung. Beliau beruntung ketika tiba di Mekkah, karena dipercaya memberikan pengajian di Mesjd Haram dan menjadi Syekh bagi jemaah yang menunaikan ibadah haji dari Nusantara. 

Sejak ia meninggalkan tanah air tidak pernah lagi kembali ke kampung sampai ia meninggal dunia tahun 1980. Tulisan  ini menggambarkan bahwa seseorang di kampung ini dianggap sesat jika ada orang lain berbeda pendapat dengannya. Itu juga sebabnya, jika ada paham yang beda dengan yang ada dianggapnya sesat, dapat dipahami jika paham di desa ini bersifat ho.ogen, yaitu konvensional tradisionalis yang akan dikemukakan pada uraian berikutnya.

Sekitar tahun 1983 saya mendapat tugas dari IAIN Alauddin ke Perguruan Asadiyah Sengkang untuk mengawas ujian Kopertais. Di sana saya bertemu dengan dosen senior, Abdullah Maratan. Beliau berkisah tentang pengalaman pribadinya ketika di Mekkah bahwa yang mengajar mengaji di Masjid Haram adalah Syekh Muhammad Yasin al Mandary. Penilitian ini berusaha menyampaikan seobjektif mungkin tanpak memihak kepada satu paham atau firqah keagamaan. Saya pun sedang berusaha melakukan redepinisi muslim berdasarkan pengalaman rihlah di lima benua dan bertemu berbagai tokoh dari berbagai paham keagamaan. Yaitu seorang muslim jika ia sudah bersyahadat dengan tulus berdasarkan Alquran dan Hadis; itu adalah saudara kita sesama muslim yang wajib di cintai. Mungkin ada yang tidak senang pada pandangan seperti ini, tetapi merasa saya sudah tidak lagi butuh pujian seseorang. Saya sekarang berpandangan biarlah banyak orang benci asal Allah dan Rasulnya tetap mencintai.

Wasalam,
Kompleks GPM, 19 Maret 2024

USMAN SUIL || RENUNGAN RAMADHAN (08)


Puasa dan terorisme

Kurang lebih lima tahun yang lalu pembunuhan dengan cara sadis memakai alat peledak ditengah-tengah keramaian. Menjadi moment penting untuk kita renungi adegan radikal tersebut. Kejadian ledakan bom di Polrestabes Surabaya, senin, 14 Mei 2018 pagi, pada kelompok  umat islam tertentu  menyambut bulan suci ramadhan dengan cara membunuh.

Kejadian ini sangat memprihatinkan bagi umat islam tanpa terkecuali. Kenapa tidak, sebab adanya ketidaksesuaian antara ideologi dan praktiknya dalam tubuh islam itu sendiri. Padahal kita tahu bahwa banyak ayat dalam al-qur’an yang menekankan untuk tidak adanya paksaaan dalam beragama dan ayat yang berkaitan dengan toleransi serta ayat yang berbicara masalah dilarangnya saling menyakiti apalagi membunuh. 

Mentalitas para kaum jihadisme sebenarnya telah jauh dari alam kerumunan, telah melanggar fitrahnya dan telah hilang nilai estetik dalam jiwanya, membuang empati dalam dirinya dan mengandalkan selera pribadinya. Kesadaran terhadap antar kelompok telah mati sehingga yang tumbuh kuat adalah kesadaran kepada individualitas kelompoknya sendiri. Nah ini tentu berbahaya apabila penyakit seperti ini terus menyebarkan virus-virusnya sebab akan membuat hidup ini menjadi ajang pertarungan. 

Dari sisi gerakan sosial, saya teringat salah satu gold power bangsa seperti Tan Malaka, beliau pernah bertutur: terbentur, terbentur, terbentur hasilnya akan terbentuk maksud dari kata ini tidaklah salah, karena untuk menciptakan hasil yang utuh maka memerlukan benturan terlebih dahulu. Akan tetapi kita membutuhkan  kejelian untuk menginterpretasi perkataan tersebut. Jika tidak, maka kesannya bahwa terbentur akan terbentuk sepenuhnya akan mendukung para kaum terorisme. 

Beliau mengatakan demikian dalam suasana genting dan konteksnya pada saat itu memang pas dan tepat untuk menguatkan atau memberikan motivasi kepada para pejuang bangsa pada saat itu. Kemudian akan lebih tepat jika kita artikan saat ini yaitu jiwa yang mengalami benturan beberapa kali akan terbentuk dengan sendirinya. Makin banyak huru-hara dalan kehidupan akan membuat jiwa semakin tegar dan kuat. Saya kira lebih tepat kita tafsirkan seperti itu. 

Sementara dari sisi bulan suci ramadhan, maka kita dapat melihat perintah yang mewajibkan melaksanakan puasa. Dalam tinjauan ilmu ushul fiqhinya, dapat kita mengintip sedikit dari pembahasan mafhum muwafaqahnya. Artinya kita dapat melihat apa saja yang diwajibkan dalam puasa. Seperti adanya pelarangan untuk tidak makan, minum, menggunjing orang lain. Kalau yang halal saja tidak diperbolehkan (seperti makan)  maka mebunuh apalagi.

Pendapat dari ilmuan islam seperti imam Gazali terkait masalah puasa. Menurut beliau, puasa merupakan ibadah yang cukup tua sebab perintah untuk menjalankannya tidak hanya pada kaum nabi penutup akan tetapi juga pada nabi-nabi sebelumnya. Dari nabi Adam sampai hari ini puasa telah diperintahkan hanya saja konteks pelaksanaannya yang berbeda. Ini membuktikan betapa mulianya bulan suci ramadhan.

Bukti kemuliaan bulan suci ramadhan yang lain adalah dengan adanya perintah untuk menyambut kedatangannya. Itu artinya bahwa bulan puasa memiliki kandungan yang levelnya tinggi. Mengapa Allah mewajibkan makhluknya untuk berpuasa? Apakah keuntungannya kembali kepada-Nya? Jawabannya adalah bahwa hakikat ibadah suci ini tidaklah berbicara masalah untung dan rugi. Allah mewajibkan sebab Dia sangat mengerti faedah dan manfaat bagi manusia, baik lahir maupun bathinnya. Bukankah ini adalah bentuk kasih sayangNya? Tentu jawabannya adalah ia sebab puasa itu melenyapkan dimensi setan dalam diri dan dengan puasa kesabaran menjadi lebih kokoh.

Imam Gazali juga mengatakan, pada dasarnya Allah tidak butuh lapar dan hausnya akan tetapi butuh manfaatnya. Dari sini kita dapat melihat, orang yang berpuasa hanya pada tingkatan lapar dan haus, biasanya akhir puasanya melakukan pembalasdendaman dengan cara makan sebanyak-banyaknya pada waktu berbuka puasa. Rumusnya “Puasa + lapar dan haus = balas dendam”. Ini tentu sangat berkaitan dengan tindakan para kaum jihadisme saat ini. Hubungannya yaitu Menegakkan syariat islam dengan cara kebencian. Lalu  apa hubungannya dengan balas dendam? Hubungannya adalah sama-sama dalam ruang kebencian dan sama-sama rakus. Puasa orang pada level lapar dan haus akan rakus dalam berbuka puasa begitu juga dengan kaum jihadisme (dalam tanda kutip) mereka rakus dalam meneggakkan syariat, akibatnya membunuh islam dari dalam.

Doa hari ke 08

اَللَّهُمَّ ارْزُقْنِيْ فِيْهِ رَحْمَةَ الأَيْتَامِ وَ إِطْعَامَ الطَّعَامِ وَ إِفْشَاءَ السَّلاَمِ وَ صُحْبَةَ الْكِرَامِ بِطَوْلِكَ يَا مَلْجَأَ الآمِلِيْنَ

Artinya : Ya Allah, anugrahilah kepada kami rasa sayang terhadap anak-anak yatim dan suka memberi makan (orang miskin) serta menyebarkan kedamaian dan bergaul dengan orang-orang mulia dengan kemurahanmu wahai tempat berlindung bagi orang-orang yang berharap

Tulisan lama lima tahun lalu (Jakarta Timur, 15 Mei 2018)

Usman Suil