Kamis, 14 Maret 2024

USMAN SUIL || RENUNGAN RAMADHAN (04)


Kesalahpahaman Perempuan di Bulan Ramadhan

Ramadhan adalah momentum paling istimewa karena merupakan bulan ibadah, bulan sosial, bulan ekonomi, bulan silaturrahmi, bulan tarbiyyah dan dari segala aspek kebaikan disentuh oleh bulan ramadhan. Hal inilah yang membuat umat Islam antusias dan bergembira menyambutnya.

Seminggu sebelum bulan Ramadhan tiba, istri saya mengeluh karena masih mempunyai hutang qadha puasa akibat menstruasi pada bulan puasa sebelumnya. Ada hal menarik dari keadaan biologis perempuan di bulan ramadhan dengan sikap dan mental mereka ketika menyambut bulan suci ramadhan hingga di pertengahan sampai akhir ramadhan.

Keistimewaan Ramadhan juga sangat dirindukan para kaum hawa, tapi disamping itu juga muncul rasa kecewa akibat kondisi kodrati seorang perempuan yang mau tidak mau harus tidak berpuasa ketika kondisi kodrati itu tiba dan diharuskan mengganti di bulan-bulan lainnya.

Adanya haid atau nifas pada perempuan membuat hampir semua perempuan menganggap didiskriminasi oleh bulan ramadhan karena tidak sanggup menjalankan puasa secara utuh dan ibadah-ibadah lainnya di bulan ini. Anggapan ini krusial karena dapat menyebabkan penyalahan terhadap syariat Allah khususnya di bulan Ramadhan.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

وَيَسۡئَلُونَكَ عَنِ ٱلۡمَحِيضِ ۖ قُلۡ هُوَ أَذًى فَٱعۡتَزِلُواْ ٱلنِّسَآءَ فِي ٱلۡمَحِيضِ وَلَا تَقۡرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطۡهُرۡنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرۡنَ فَأۡتُوهُنَّ مِنۡ حَيۡثُ أَمَرَكُمُ ٱللَّهُ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلتَّوَّٰبِينَ وَيُحِبُّ ٱلۡمُتَطَهِّرِينَ
"Dan mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang haid. Katakanlah, "Itu adalah sesuatu yang kotor." Karena itu jauhilah istri pada waktu haid; dan jangan kamu dekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 222).

Ketika haid berarti perempuan sama sekali tidak dibenarkan untuk berpuasa karena haid merupakan sesuatu yang kotor, darah yang keluar dari tubuh perempuan akibat adanya pembersihan rahim. Hal inilah yang kemudian membuat perempuan merasa tidak bisa secara utuh menjalankan ibadah puasa. Aggapan ini keliru karena meninggalkan puasa akibat haid atau nifas juga merupakan bagian dari ibadah.

Ibadah secara etimologi berarti merendahkan diri atau tunduk. Adapun secara terminologi ibadah bermakna taat kepada Allah dengan menjalankan segala perintahnya serta manjauhi larangannya. Manusia diciptakan hanya untuk menyembah, tunduk dan patuh secara total kepada perintah dan larangan Allah  Swt. 

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ
"Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku."
(QS. Az-Zariyat 51: Ayat 56)

Sudah dijelaskan diatas kalau ibadah adalah ketundukan maka meninggalkan puasa karena haid ataupun nifas juga bagian dari ibadah karena tidak melaksanakan laranngan Allah. Perkara menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah adalah bentuk ketaatan. Haid adalah kodrat perempuan yang tidak bisa dihindari, ini bagian dari kehendak Allah. 

Jadi, perempuan yang dengan ikhlas tidak menyentuh al-Qur''an, tidak tarwih, tidak puasa karena adanya halangan secara kodrati itu, maka sesungguhnya sedang beribadah karena tetap melakukan kebaikan yakni meninggalkan yang diharamkan Allah. Apabila berpuasa dalam keadaan masih haid, maka justru inilah yang melanggar perintah sekaligus larangan Allah terkait masalah hukum syar'i tentang haid.

Laki-laki yang berpuasa dapat pahala karena menjalankan perintah sementara perempuan yang tidak berpuasa karena halangan (haid atau nifas) juga mendapat pahala karena menjauhi larangan. Begitu besar rahmat Allah pada kaum perempuan dalam keadaa tidak lapar dan dahaga pun tetap mendapat ganjaran pahala dari-Nya. Oleh karena itu, perempuan jangan merasa didiskriminasi oleh syariat berpuasa. Wallahu a'lam bisshowab.

Doa Hari Keempat (4) Ramadan 🤲🏻 :

اَللَّهُمَّ قَوِّنِيْ فِيْهِ عَلَى إِقَامَةِ أَمْرِكَ وَ أَذِقْنِيْ فِيْهِ حَلاَوَةَ ذِكْرِكَ وَ أَوْزِعْنِيْ فِيْهِ لأدَاءِ شُكْرِكَ بِكَرَمِكَ وَ احْفَظْنِيْ فِيْهِ بِحِفْظِكَ وَ سِتْرِكَ يَا أَبْصَرَ النَّاظِرِيْنَ

Artinya: 

Ya Allah! Mohon berikanlah kekuatan kepadaku, untuk menegakkan perintah-perintah-MU, dan berilah aku manisnya berdzikir mengingat-MU. Mohon berilah aku kekuatan untuk bersyukur kepada-MU, dengan kemuliaan- MU. Dan jagalah aku dengan penjagaan-MU dan perlindungan-MU, Wahai dzat Yang Maha Melihat.

Usman Suil

Rabu, 13 Maret 2024

USMAN SUIL || RENUNGAN RAMADHAN (O3)


Puasa: Melapar-hauskan Jasmani Mengenyangkan Rohani

Apa itu puasa?
Sebetulnya tidak ada kata puasa dalam literatur Arab karena yang ada adalah shiyam atau shaum. Puasa berasal dari bahasa sangsekerta yakni upavasa yang berarti kembali mendekat dan menetap bersama Tuhan. 

Apa itu puasa? 
Pada level bahasa, puasa berarti imsak menahan atau menghentikan. Pada level syariat puasa berarti tidak makan, tidak minum dan tidak berhubungan suami  istri dari terbitnya fajar sampai waktu terbenamnya matahari. Pada level makna, puasa berarti perjalanan yang sifatnya mendidik (maslakun tarbawi) untuk membebaskan diri dari belenggu hawa nafsu atau memerdekakan diri dari penjara panca indra, melepas diri dari budak mata, mulut, perut, telinga, tangan, kaki dan kemaluan.

Apa itu puasa?
Pada level maknawi, puasa berarti memberi makanan kepada bathin untuk menyambut kedekatan dengan Allah Swt. Puasa bukan amal melainkan meninggalkan amal bagi mata, mulut, perut, telinga, tangan, kaki dan kemaluan (panca indra) untuk menjauhkan diri dari dosa, pencegahan kepada yang keji dan ingkar. 

Apa itu puasa?
Pada level sufi, puasa berarti tangga untuk mencapai hadrah ilahiyyah, peniadaan diri untuk menghadirkan cahaya Allah Swt. Puasa adalah pendidikan ruhiyyah, menyapih nafsu dari syahwat agar diri keluar dari kunkungan materi, memukul secara paksa untuk menghancurkan kekuatan-kekuatan hawa nafsu.

Apa itu puasa?
Tirmidzi: Puasa adalah tazkiyatun nafs (penyucian diri). Mustaghani: puasa adalah menahan diri dari selain kekasihnya (Allah). Imam Sya'rani: puasa adalah membersihkan aib-aib nafsu dan syetan. At-Thusi: Puasa adalah upaya untuk memiliki sifat shamadi (pertahanan yang kuat). Abdul Karim al-Jilly: puasa adalah pencegahan dari keinginan fisik. Najamuddin al-Kubro: puasa adalah menahan diri dari pandangan makhluk serta menahan diri dari tuntutan ikhtiar. Syekh Faris al-Baghdadi: puasa adalah menggaibkan diri dari pandangan makhluk menjadi pandangan Allah Swt.

Apa itu puasa?
Yusuf al-Qardhawi: puasa adalah meninggalkan dan menahan, menahan dan meninggalkan sesuatu yang mubah untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Ibnu Katsir: puasa adalah menahan diri dari makan, minum dan berjimak dengan niat yang ikhlas karena Allah. Buya Hamka: puasa adalah upaya pengendalian diri seorang hamba terhadap dua syahwat yaitu syahwat seks dan syahwat perut. Sayyid Sabiq: puasa adalah menahan diri dari apapun yang membatalkannya dari subuh hingga terbenam matahari dengan niat. Taqiyuddin Abi Bakar bin Muhammad al-Husaini: puasa adalah pengekangan terhadap hal-hal tertentu dari orang tertentu pada waktu-waktu tertentu disertai dengan kondisi tertentu.

Dari sekian definisi diatas, disimpulkan secara singkat bahwa puasa adalah peniadaan diri karena yang ada hanyalah Allah, menghilangkan sifat jasmani dengan menghadirkan sifat-sifat Allah. Puasa aadalah melaparkan fisik dan mengenyangkan ruhani kita. Dengan kata lain puasa merupakan sifat Allah Swt. Kata Allah: "puasa itu untuk-Ku dan Aku sendirilah yang membalasnya." Wallahu a'lam bisshowab.

Doa Hari Ketiga:

اَللَّهُمَّ ارْزُقْنِيْ فِيْهِ الذِّهْنِ وَالتَّنْبِيْهِ وَبَاعِدْنِيْ فِيْهِ مِنَ السَّفَاهَةِ وَالتَمْوِيْهِ وَاجْعَلْ لِي نَصِيْبًا مِنْ كُلِ خَيْرٍ تُنْزِلُ فِيْهِ بِجُوْدِكَ يَا اَجْوَدَ ْالآجْوَدِيْنَ

Artinya :

Ya Allah! Mohon berikanlah aku rizki akal dan kewaspadaan. dan jauhkanlah aku dari kebodohan dan kesesatan. Anugerahkanlah kepadaku bagian dari segala kebaikan yang ENGKAU turunkan, demi kemurahan-MU, Wahai dzat Yang Maha Dermawan dari semua yang dermawan!. Amiin

Tulisan ini diambil dari catatan-catatan kecil penulis setelah mengikuti beberapa pengajian sebelumnya.

Usman Suil

Selasa, 12 Maret 2024

USMAN SUIL || RENUNGAN RAMADHAN (02)


Puasa Bukan Akademi Fantasi

Puasa seringkali dijadikan semacam perlombaan, kita memang dituntut untuk berlomba kepada kebaikan bukan berlomba memamerkan kebaikan-kebaikan kita selama bulan ramadhan. Bersaing memperlihatkan ibadah akan menggeser tujuan puasa yang sebenarnya. Orang yang berpuasa adalah orang yang melakukan pengkhidmatan secara total kepada Tuhan namun memamerkan ibadah akan menggeser pelayanan kita kepada Tuhan menjadi pelayanan kepada diri sendiri (hawa nafsu).

Puasa itu adalah latihan untuk menekan ego tapi malah semakin memperkuatnya. Puasa itu dilakukan secara "imanan wahtisaban" keimanan dan ketulusan bukan lomba pameran amal seperti halnya akademi fantasi yang mengukur kelebihan kita dilihat dari banyaknya polling sms. Semacam ini termasuk dalam sabda Nabi, hanya mendapatkan lapar dan dahaga. Puasa adalah berhijrah dari rumah ego menuju tamunya Allah, artinya ego harus dibuang karena yang ada hanya Allah semata.

Menjadikan puasa seperti halnya akademi fantasi berarti dalam diri ada sifat ujub (berbangga diri) yang kemudian diekspresikan dengan sifat riya serta keangkuhan. Berbangga diri berarti menganggap dirinya hebat sementara riya membutuhkan penilaian positif dari orang lain.

 Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

وَلَا تَكُونُواْ كَٱلَّذِينَ خَرَجُواْ مِن دِيَٰرِهِم بَطَرًا وَرِئَآءَ ٱلنَّاسِ وَيَصُدُّونَ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ ۚ وَٱللَّهُ بِمَا يَعۡمَلُونَ مُحِيطٞ
"Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang keluar dari kampung halamannya dengan rasa angkuh dan ingin dipuji orang (riya) serta menghalang-halangi (orang) dari jalan Allah. Allah meliputi segala yang mereka kerjakan." (QS. Al-Anfal 8: Ayat 47)

Riya berarti orang yang mencari pendapatan dengan menjual agama, perkataan manis tapi hati srigala, menghendaki amalnya bukan untuk Allah tetapi untuk dirinya sendiri, amalnya tersesat, karena diperuntukan untuk orang lain agar mendapat balasan (minimal balasan pujian), orang yang riya berarti orang yang badannya sehat tetapi hatinya sakit, dan riya juga salah satu bentuk kesyirikan.
Ali bin Abi Thalib berkata:

إِعلَمُوْا أَن يَسِيرَالرِيَاء شِركٌ
"Ketahuilah, sesungguhnya ringan (kecil) nya riya itu adalah syirik."

Deteksi riya dilihat dari tiga tanda, yaitu senang melakukan kebaikan jika dilihat manusia lain, malas apabila sendirian, dan selalu ingin dipuji dengam semua pekerjaannya. Jelas dalam puasa mengajarkan untuk tidak beramal secara riya. Shalat memiliki gerakan, sedekah dan lainnya yang sangat berpotensi seseorang bisa riya tetapi puasa tidak memiliki gerakan sama sekali tidak bisa secara terang-terangan dilihat oleh seseorang. Riya dalam puasa bisa diketahui kalau yang sedang berpuasa menyampaikannya secara lisan. 

Begitu banyak orang yang sengaja melakukan perkumpulan di bulan puasa hanya untuk bergosip, memang anggota badan yang satu ini (lidah) tidak pernah lelah bergerak. Lisan ini selain tidak pernah lelah juga satu kalimatnya mampu menyakiti ribuan orang. Berpuasa berarti ikut memenjarakan lidah dari ketergelincirannya. Ia lebih sulit dilakukan dari pada puasa. Seseorang bisa saja seharian tidak makan, tidak minum, tidak jima' tetapi akan sangat berat dilakukan jika kita juga dituntut untuk tidak bicara seharian. Al-Fudhail berkata: "Tidaklah haji, puasa, doa, dan ijtihad lebih sulit dari pada menahan lisan.". Mereka yang akhlaknya telah diterpa oleh ramadhan akan senantiasa berbicara yang diridhoi. Renungan: sudah berapa kali kita berbicara dengan orang lain? Apakah kata-kata yang kita keluarkan tidak menyakiti lawan bicara kita? Cukup dua ini saja sebagai bahan renungan untuk kita semua.

Dalam kitab Matius 6: 16-18 Nabi Isa pernah memperingati para pengikutnya: "Dan apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang munafik. Mereka mengubah air mukanya supaya orang melihat bahwa mereka sedang berpuasa. Aku berkata kepadamu: sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Dan apabila kamu berpuasa, minyakilah kepalamu dan cucilah mukamu, supaya jangan dilihat oleh orang bahwa engkau sedang berpuasa, melainkan oleh hanya Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya."

Dalam hadits juga disebutkan: "Tidak boleh ada rasa riya saat berpuasa." Senada Al-Hafizh Ibnu Hajar juga pernah menjelaskan dalam Kitab al-'Umru; 31 dan 32: "Ibadah puasa memang tidak bisa disusupi oleh riya perbuatan, namun bisa disusupi riya perkataan, misalnya saat ia mengabarkan bahwa ia sedang berpuasa." Allah mengatakan dalam hadits Qudsinya: "Puasa itu milik-Ku" bisa diartikan bahwa yang berhak mengetahui puasa kita hanyalah Dia semata. Ibadah puasa adalah rahasia antara seorang hamba dengan Tuhannya, tidak boleh disusupi riya di dalamnya.

Begitu hati-hatinya terkait riya, Hasan Al-Bashri berkata: "Jika seseorang hadir dalam sebuah majelis lalu air matanya meleleh maka hendaklah ia menghapusnya dan jika dia khawatir air matanya tidak mampu ditahan, maka beranjaklah."  Terakhir, Fudhail bin Iyadh berkata: "Meninggalkan suatu amalan demi manusia adalah riya, dan beramal demi manusia adalah syirik. Hanya keikhlasan yang menbuatmu dimaafkan oleh Allah dari dua hal tersebut."

Jadi beramal untuk Allah dengan mengupayakan untuk ikhlas agar betul-betul ibadah puasa kita hanya untuk Allah bukan untuk yang lain ssbagaimana Allah pernah berkata: Puasa ini untuk-Ku dan Aku sendirilah yang akan membalasnya." Adalah jelas bahwa puasa itu harus ikhlas karena Allah sendiri tidak menyebutkan seperti apa jenis balasannya nanti dan kedua puasa untuk-Nya bukan untuk orang lain bahkan bukan untuk diri sendiri bagi orang yang sedang berpuasa. Wallahu a'lam bissowab.

Doa hari kedua

اَللَّهُمَ قَرّ ِ بْنِيْ فِيْهِ اِلَى مَرْضَاتِكَ وَجَنَّبْنِي فِيْهِ مِنْ سَخَطِكَ وَنَقِمَاتِكَ وَوَفِّقْنِي فِيْهِ لِقِرآئَةِ اَيَاتِكَ بِرَحْمَتِكَ يَااَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

Artinya : Ya Allah! Mohon dekatkanlah aku kepada keridhaan-MU dan jauhkanlah aku dari kemurkaan serta alasan-MU. Mohon berilah aku kemampuan untuk membaca ayat-ayat-MU dengan rahmat-MU, Wahai Maha Pengasih dari semua yang Pengasih.'

Usman Suil

Senin, 11 Maret 2024

USMAN SUIL || RENUNGAN RAMADHAN (01)


Renungan: Sudah dikali Berapa Kualitas Puasa-puasa Kita?

Telah diketahui kalau manusia adalah makhluk paling sempurna di antara makhluk Allah yang lain, disebabkan karena terdapat unsur paling dekat dengan manusia yakni akalnya. Dengan peran akal ini, manusia ditakdirkan menjadi bentuk yang sebaik-baiknya.

Firman-Nya:

لَقَدۡ خَلَقۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ فِيٓ أَحۡسَنِ تَقۡوِيمٍ
"Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya," (QS. At-Tin 95: Ayat 4)

Mengapa akal menjadi faktor penentu kesempurnaan bentuk manusia?, karena akal manusia menjadi kunci memperoleh petunjuk. Dengan akal, kebenaran mampu tersampaikan kepada manusia dan juga akal sebagai jembatan pengetahuan. Dengan kata lain, manusia baru bisa dikatakan manusia kalau akalnya difungsikan.

Perlu digarisbawahi, akal juga menjadi jembatan untuk melancarkan dan mewujudkan keinginan hawa nafsu manusia. Kalau akal adalah tali yang mengikat hawa nafsu manusia, maka dengan akal juga bisa menjadi senjata hawa nafsu untuk melakukan pelanggaran, terjerumus kedalam dosa dan kesalahan.

Islam telah menaruh perhatian besar terhadap orang-orang yang berilmu dengan mengangkat beberapa derajat bagi mereka yang mau menggunakan akalnya untuk berpikir.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُواْ فَٱنشُزُواْ يَرۡفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَ دَرَجَٰتٍ ۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٞ

"Dan apabila dikatakan, "Berdirilah kamu," maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Mujadilah 58: Ayat 11)

Diangkatnya derajat bagi orang yang menggunakan akalnya untuk berpikir karena dengan jenis manusia ini ia dapat memperoleh petunjuk dan juga hanya orang berakallah yang mau dan dapat menerima pelajaran.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

قُلۡ هَلۡ يَسۡتَوِي ٱلَّذِينَ يَعۡلَمُونَ وَٱلَّذِينَ لَا يَعۡلَمُونَ ۗ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَٰبِ

"Katakanlah, "Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sebenarnya hanya orang yang berakal sehat yang dapat menerima pelajaran." (QS. Az-Zumar 39: Ayat 9)

Sahabat Nabi Ali bin Abi Thalib juga menjelaskan keutaman bertafakkur sebagai jembatan kebaikan dan fondasi pengamalan:

التَفَكَّرُ يَدْعُوْ إِلىَ الْبِرِّ وَ الْعَمَلَ بِهِ
"Berpikir mengantarkan kepada kebaikan dan pengamalannya"

Oleh karena itu kuajak untuk sedikit berpikir menjelajahi makna-makna apa saja yang terdapat dalam perintah berpuasa di bulan Ramadhan, semoga kita menjadi pribadi yang tercerahkan dan juga semoga Allah Swt memberikan hidayah-Nya dengan melimpahkan anugerah ilmu-Nya sehingga kita mampu menemukan secuil makna puasa dari ribuan bahkan tidak terhitung jumlahnya dari makna-makna yang terkandung terkait masalah puasa. Aamiin Allahumma Aamiin.

Sekarang saya ingin bertanya kepada kita semua, tanpa terkecuali ke pribadi penulis sendiri. Mudah-mudahan pertanyaan ini menjadi bahan renungan untuk kita semua.

Sudah berapa kali kita menjalani puasa Ramadhan? Apa yang telah kita dapatkan dari puasa ramadhan? Apakah ramadhan telah merubah pola pikir kita? Apakah ramadhan telah msndorong perbuatan baik kita menjadi lebih banyak dan lebih baik lagi? Apakah ramadhan telah menjadikan iman kita menjadi lebih kuat? Dan seterusnya.. dan seterusnya.. (bisa mencari pertanyaan sendiri). Mari kita renungi sejenak pertanyaan-pertanyaan diatas!

Imam Ibnu Rajab al-Hambali pernah berkata: "Tanda diterimanya amal hamba di sisi Allah adalah ketika suatu ketaatan menuntunnya pada ketaatan yang lebih baik lagi, sedangkan tanda ditolaknya amal seorang hamba adalah ketika ketaatannya disusuli dengan kemaksiatan. Tak tercegah darinya. Dan tanda diterimanya tobat seorang hamba adalah jika kekeliruan masa lalunya tak diulang dan terus sibuk berketaatan."

Dari pesan Imam Ibnu Rajab akan membantu kita menemukan jawaban dari beberapa pertanyaan sebelumnya diatas. Kalau kita merasa biasa-biasa saja menyambut bulan yang penuh kebaikan (syahrur rahmah), bulan ampunan (syahrul maghfirah) dan tidak merasakan sedikitpun kesedihan ketika ditinggalkan bulan ini, maka masih ada yang salah dalam puasa kita, masih ada yang kurang atau bahkan mungkin saja masih dikali nol puasa-puasa kita selama ini.

Doa hari pertama

اَللَّهُمَّ اجْعَلْ صِيَامِي فِيْهِ صِيَامَ الصَّائِمِيْنَ، وَقِيَامِي فِيْهِ قِيَامَ الْقَائِمِيْنَ، وَنَبِّهْنِي فِيْهِ عَنْ نَوْمَةِ الْغَافِلِيْنَ، وَهَبْ لِي جُرْمِي فِيْهِ يَا اِلَهَ الْعَالَمِيْنَ، وَاعْفُ عَنِّي يَا عَافِياً عَنْ الْمُجْرِمِيْنَ

Artinya : Ya Allah, jadikan puasaku di bulan ini sebagai puasa orang-orang yang berpuasa sebenarnya, shalat malamku di dalamnya sebagai orang yang shalat malam sebenar¬nya, bangunkan daku di dalamnya dari tidurnya orang-orang yang lalai. Bebaskan aku dari dosa-dosaku wahai Tuhan semesta alam. Maafkan aku wahai Yang Memberi ampunan kepada orang-orang yang berbuat dosa."

USMAN SUIL || RENUNGAN RAMADHAN (00)


Marhaban Ya Ramadhan

Rasa bosan, lelah, jenuh pada setiap aktivitas tertentu yang dilakoni manusia adalah hal yang sudah menjadi tabiat pasti padanya. Segala aktivitas yang bagaimanapun menyenangkannya, membahagiakan, melegakan, pada akhirnya juga akan akan terasa membosankan, apalagi dilakukannya dengan waktu yang cukup lama. Ini membuktikan bahwa keadaan jiwa setiap orang itu dinamis, senantiasa mengalami perubahan.

Perubahan seseorang disebabkan karena dalam dirinya ada hawa nafsu yang setiap saat selalu ingin mendominasi akal yang juga merupakan bagian paling penting dalam diri manusia. Belum lagi peran ekternal yang setiap detik selalu mengintai alias setan yang silih berganti datang menggoda. Menawarkan kenikmatan dunia dengan segala kesenangan-kesenagannya.

Begitu adanya, apakah Allah membiarkan hal itu terjadi begitu saja? Tentunya Dia tidak akan membiarkan hamba-Nya direnggut begitu saja tanpa menawarkan satu konsep atau metode perlawanan menghadapi hal tersebut yakni pengaruh hawa nafsu dan setan yang terkutuk. Allah tentu saja menyediakan sebuah senjata untuk menguatkan kembali kelemahan manusia, mengokohkan dan menambah keimanan di dalam hati hamba-Nya.

Apakah wahana yang telah disiapkan Allah Swt untuk hamba-hamba-Nya itu? Tidak lain adalah bulan Ramadhan, bulan puasa. Diriwayatkan Nabi pernah berkhutbah ketika menyambut datangnya Bulan Ramadhan:
"Wahai manusia! Sungguh telah datang kepada kalian bulan Allah dengan membawa berkah, rahmat dan maghfirah. Bulan yang paling mulia disisi Allah. Hari-harinya adalah hari yang paling utama. Malam-malamnya adalah malam yang paling utama. Jam demi jamnya adalah jam yang paling utama. Inilah bulan ketika kamu diundang menjadi tamu Allah dan dimuliakan oleh-Nya. Di bulan ini, nafas-nafasmu menjadi tasbih, tidurmu menjadi ibadah, amal-amalmu diterima dan doamu diijabah."

Di bait pertama ini, Nabi memberitahukan bahwa bulan Ramadhan adalah bulannya Allah yang mengandung banyak sekali keutamaan karena didalamnya terdapat keberkahan, rahmat dan ampunan. Seseorang menjadi tamu yang siang dan malamnya menjadi utama, setiap jamnya menjadi berkah karena akan dimuliakan olehNya yang datang menjadi tamu-Nya. Dahsyatnya di bait ini juga Rasulullah menyanpaikan bahwa tiap-tiap nafas menjadi bentuk pujian sampai tidur pun menjadi ibadah di sisi-Nya.

Marhaban ya Ramadahan, Mari menyambut bulan suci ini dengan penuh rasa syukur karena mengandung banyak misteri, rahasia dan juga bulan ini adalah bulan memanen bagi setiap hamba yang mau menjadi tamu-Nya. Marhaban ya Ramadhan. Semoga di bulan ini kita banyak memanen keberkahan, rahmat serta ampunan dari-Nya sehingga kita termasuk orang-orang yang menjadi Idul Fitri.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيۡكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ

"Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,"
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 183)

Marhaban ya Ramadhan

Minggu, 10 Maret 2024

FOOTNOTE HISTORIS ||KEJUJURAN (1)

By Ahmad M. Sewang

Di antara nilai utama yang diajarkan puasa adalah kejujuran. Puasa adalah kewajiban yang sangat rahasia dari Allah swt. Tidak ada seorang pun yang bisa mengetahui apakah seseorang sedang menunaikan ibadah puasa atau tidak, hanya yang bersangkutan dan Allah Yang Maha Mengetahui. Seorang yang sedang berpuasa, walau dalam kesendirian dalam kamar sendirian, di tengah kehausan di siang hari bolong, sementara di depannya terdapat segelas air dingin, tetapi ia tidak akan meminumnya. Padahal tidak ada seorang yang melihatnya. Karena ia sadar sedang berpuasa, di mana pun ia berada Allah Maha Melihatnya. Puasa ternyata menanamkan sifat kejujuran dan ketulusan. Puasa memiliki kekhususan dibanding ibadah lainnya, maka Allah swt. berfirman dalam hadis Qudsi:

Puasa itu untuk saya dan saya sendiri langsung memberi balasan pahala.

Suatu ketika seorang Badui mendatangi Nabi ingin masuk Islam. Ia menceritakan pada Nabi bahwa ajaran Islam sudah sampai padanya dibawa para sahabat. Untuk itu, ia ingin masuk Islam, hanya saja, "Apa masih bisa melakukan perbuatan yang dilarang dalam Islam." Mendengar itu, Nabi menjawab, "Silahkan." Hanya saja ada satu yang kamu wajib jalankan yaitu jujur. Si Badwi kemudian pergi sambil berpikir alangkah mudahnya masuk Islam. "Semua bisa saya lakukan kecuali saya harus jujur," gumam si Badui tadi. Suatu ketika, kumal lagi penyakit kebiasaannya. Ia ingin mencuri. Namun ia ingat komitmennya pada Nabi sambil bertanya dalam hatinya, "Bagaimana jika Nabi bertanya? Jika saya berbohong pasti saya sudah melanggar komitmen itu bahwa akan bersikap jujur. Namun, jika saya berkata jujur, pasti saya sangat malu di depan Nabi." Demikian sedang terjadi pertarungan dalam hati si Badui yang pada akhirnya yang selalu memenangkan pertarungan itu adalah kejujuran. Setiap ingin melakukan kejahatan, namun selalu yang memenangkan adalah suara hati nuraninya. Akhirnya, si Badui tadi menjadi seorang muslim yang baik dan jujur.

Disinilah peran puasa menanamkan kejujuran pada saat yang sama kita kehilangan sesuatu pada diri kita, yaitu kejujuran. Lihat saja pemilu yang baru saja kita laksanakan, ternyata menghasilkan kecurigaan satu sama lain.

Wasalam:
Kompleks GPM, 10 Febt. 2024

MANDAR DALAM BUKU BUMI SRIWIJAYA

Buku Bumi Sriwijaya adalah epos sejarah yang ditulis oleh Bagus Dilla, seorang penulis jebolan Pesantren Madrasatul Qur'an Tebuireng Jombang Jawa Timur. Buku setebal 483 ini terbit pada tahun 2010 lewat Pwnerbit Diva Press Jogyakarta. 

Sebagaimana kita ketahui, Sriwijaya adalah imperium besar meski tak tercatat dengan baik dalam torehan sejarah sebagaimana Imperium Persia, Romawi, Mesir, Arab, Cina dan India. Kebesaran Sriwijaya hanya sebentuk serpihan serpihan kecil yang perlu direka dan dibentuk. 

Terlepas dari itu, Kerajaan Sriwijaya tentu harus diakui sebagai sebuah kerajaan besar sebelum Majapahit. Kekuasaannya membentang dari Kamboja, Thailand, Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, Kaimantan hingga Sulawesi (?). 

Hal menarik dari buku ini adalah pengakuan penulis yang bisa jadi tak tahu dimana itu Mandar, tapi dengan kekuatan literatur atau sumber valid menyebut Mandar pada bagian 40 segmen Perang di Binaga halaman 261 sebagai berikut:
"..... Kita tidak perlu gegabah. Kekuatan kita lebih unggul dari sisi pertahanan. Aku rasa, mereka akan kesulitan menembus pertahanan kita. Kita telah meminta bantuan dari keluarga Kanpi yang masih belum tunduk kepada Jagadhita. Para perompak di perairan Seilan, Mandar, Banjar, Langkasuka, Dharmanagari, Pan Pan, Gangga Negara, Dwarawati, Chaiya, Kambonyanyat dan Syangka....... "

Sebagai novel atau epos, tentu saja ini tidak mesti dipahami sebagai bentuk karangan bebas. Penulisnya tentu tak akan seberani itu mereka-reka peristiwa kendati hal tersebut halal dalam wilayah susastra. Karya sastra juga tak etis dimaknai sebagai sebentuk narasi yang mengakumulasi kebohongan belaka. 

Dunia kesusastraan hari ini adalah pola penulis untuk mengawali sebuah obyek cerita sebelum serpihan serpihan cerita itu direkonstruksi dalam buku karya sejarah. Karya sastra dianggap lebih maju karena mementingkan isi daripada bentuk. Sastra dianggap sebagai sugesti untuk memberi semangat mencari jalan baru bagi sebuah peradaban dalam membangkitkan semangat bangsa. 

Sebagaimana Bagus Dilla mengaukui bahwa karyanya itu merupakan orientasi susastra dengan sedikit balutan sejarah. Novel Bumi Sriwijaya adalah sebentuk upaya pengayaan cerita dan budaya yang tidak terlalu ambisius dan prestisius, kecuali hanya mengingat-ingat masa lampau yang nyaris tak terbentuk (hal.6). 

Sabtu, 09 Maret 2024

The Power of Literacy

Catatan Usman Suil

Bacalah!!! itulah wahyu pertama yang diwahyukan Allah Swt melalui melaikat Jibril kepada Nabi Muhammad Saw. Apa yang saya baca?! jawaban pertama dari Rasul kepada malaikat Jibril sang pembawa wahyu. Perintah ini begitu penting, sehingga nabi pada waktu itu mengalami kondisi bathin yang gemetar sehingga dijulukilah ia dengan kata al-muddatsir (yang berselimut).

Seketika kepribadian nabi berubah di bawah pengaruh peristiwa dahsyat itu, menjadi pribadi baru yang termanifestasikan oleh gagasan, perasaan serta tindakan yang sangat berbeda dari yang sebelumnya. Dari setangkai kata Iqra' inilah membuat ia menjadi pusat semua unsur pemahaman seperti magnet yang mengumpulkan serbuk logam magnetik kedalam kurvanya. Variasi dari kepribadian nabi telah termodifikasi dengan kecerdasan dan perasaan yang asosiasinya membentuk karakter masa depan penduduk bumi.

Pada masa jahiliah, telah rusak tatanan sosial, hukum, moralitas serta tradisi kala itu. Kehancuran dimana-mana akibat dari sentimen pribadi pada setiap individu tertentu yang direfleksikan dengan menghancuran melalui ras dan suku. Sangat riskan jika tidak memilki ide, gagasan dan moral yang cukup untuk merubahnya. Namun apa yang dilakukan oleh nabi, telah ia pangkas satu persatu dari masa jahiliah ke masa nuriyah (tercerahkan).

Bisa dibayangkan, pada waktu nabi mendakwahkan tauhid di tengah-tengah masyarakat yang penuh ambisi, rasa iri, kesombongan dan kebencian, tentu sangat beresiko. Nabi yang berperan sebagai Rasul Tuhan dengan membawa misi ilahi (kebenaran mutlak) yang tidak ada toleransi pada pandangan orang-orang kafir di tengah orang-orang kafir, sudah dipastikan bom meledak (bummmsss) kematian akibatnya. Semua kepastian mistik, takhayyul bagi mereka (orang-orang kafir) tiba-tiba dirusak dengan keyakinan Tauhid. Apakah ini tidak berisiko? 

"Jika seseorang menerima dengan terang-terangan pendapat yang mereka kemukakan mengenai satu sama lain, kita harusnya menyimpulkan bahwa mereka semua pengkhianat dan pembual, tidak mampu dan korup, serta pembunuh atau tiran." (Gustave Le Bon : 59). Jika kebencian yang membagi masyarakat revolusi berasal dari yang rasional, maka kebancian tersebut tidak akan bertahan lama. Namun karena ia muncul dari faktor efektif dan mistik, manusia tidak dapat melupakan dan memaafkannya. Lanjut Gustave Le Bon.

Pertanyaannya, apakah kebencian orang-orang Arab pada masa itu atas dasar rasional atau perasaan? sebenarnya, kebencian muncul bukan semata-mata karena perbedaan keyakinan akan tetapi sentimen dari persaingan individu yang ingin berkuasa menuntun pimpinan, merampas kebebasan dari berbagai unsur. Hakikatnya, ketika kebencian timbul berasal dari hal yang rasional, maka kebencian tersebut tidak akan bertahan lama, sebaliknya jika timbul karena emosional, selamanya pembenci akan tetap membenci.

"Bacalah!! dengan membaca peradaban akal tercipta, melahirkan berbagai reaksi positif meskin mengalami banyak tekanan. Bacalah!!! karena dengan membaca, energi positif akan mengalir pada diri." 

Usman Suil

Bersama ketua Karta AL-insan AL-insan dan kedua pemuda pelopor Alan (founder Tomata Bassi Real dan ketua Zain Office Zain ) & Mursalin Mustamin (pemuda tani yang sangat semangat membangun peradaban tani dan juga sangat kolerik).

Jumat, 08 Maret 2024

MENGENAL TANAH LUWU


Sejarah Tanah Luwu sudah berawal jauh sebelum masa pemerintahan Hindia Belanda bermula. Sebelumnya Luwu telah menjadi sebuah kerajaan yang mewilayahi Kolaka (Sulawesi Tenggara) dan Kerajaan Mori[1], Kabupaten Morowali Utara, (Sulawesi Tengah). Hal sejarah Luwu ini dikenal pula dengan nama Tanah Luwu yang dihubungkan dengan nama La Galigo dan Sawerigading.

Setelah Belanda menundukkan Luwu, mematahkan perlawanan Luwu pada pendaratan tentara Belanda yang ditantang oleh hulubalang Kerajaan Luwu Andi Tadda bersama dengan laskarnya di Ponjalae pantai Palopo pada tahun 1905. Belanda selanjutnya mebangun sarana dan prasarana untuk memenuhi keperluan pemerintah penjajah diseluruh wilayah kerajaan Luwu mulai dari Selatan, Pitumpanua ke utara Tanah Mori[2], dan dari Tenggara Kolaka (Mengkongga) ke Barat Tana Toraja. Pada Pemerintahan Hindia Belanda, sistem pemerintahan di Luwu dibagi atas dua tingkatan pemerintahan, yaitu:

Pemerintahan tingkat tinggi dipegang langsung oleh Pihak Belanda.
Pemerintahan tingkat rendah dipegang oleh Pihak Swapraja.
Dengan terjadinya sistem pemerintahan dualisme dalam tata pemerintahan di Luwu pada masa itu, pemerintahan tingkat tinggi dipegang oleh Hindia Belanda, dan yang tingkat rendah dipegang oleh Swapraja tetapi tetap masih diatur oleh Belanda, namun secara de jure Pemerintahan Swapraja tetap ada. Menyusul setelah Belanda berkuasa penuh di Luwu, maka wilayah Kerajaan Luwu mulai diperkecil, dan dipecah sesuai dengan kehendak dan kepentingan Belanda, yaitu:

Kerajaan Mori[3] (yang masuk Sulawesi Tengah sekarang) yang semula termasuk daerah Kerajaan Luwu dipisahkan, dan dibentuk satu Afdeling.
Distrik Pitumpanua (sekarang Kecamatan Pitumpanua dan Keera) dipisah dan dimasukkan kedalam wilayah kekuasaan Wajo.
Kemudian dibentuk satu afdeling di Luwu yang dikepalai oleh seorang Asisten Residen yang berkedudukan di Palopo.
Selanjutnya Afdeling Luwu dibagi menjadi 5 (lima) Onder Afdeling, yaitu:

Onder Afdeling Palopo, dengan ibu kotanya Palopo.
Onder Afdeling Makale, dengan ibu kotanya Makale.
Onder Afdeling Masamba, dengan ibu kotanya Masamba.
Onder Afdeling Malili, dengan ibu kotanya Malili.
Onder Afdeling Mekongga, dengan ibu kotanya Kolaka.
Selanjutnya pada masa pendudukan tentara Dai Nippon, Pemerintah Jepang tidak mengubah sistem pemerintahan, yang diterapkan tentara Dai Noppon pada masa berkuasa di Luwu (Tahun 1942), pada prinsipnya hanya meneruskan sistem pemerintahan yang telah diterapkan oleh Belanda, hanya digantikan oleh pembesar-pembesar Jepang. Kedudukan Datu Luwu dalam sistem pemerintahan Sipil, sedangkan pemerintahan Militer dipegang oleh Pihak Jepang. Dalam menjalankan Pemerintahan Sipil, Datu Luwu diberi kebebasan, namun tetap diawasi secara ketat oleh pemerintahan Militer Jepang yang sewaktu-waktu siap menghukum pejabat sipil yang tidak menjalankan kehendak Jepang, dan yang menjadi pemerintahan sipil atau Datu Luwu pada masa itu ialah " Andi Kambo Opu Tenrisompa" kemudian diganti oleh putranya "Andi Patiware" yang kemuadian bergelar "Andi Jemma".

Pada bulan April 1950 Andi Jemma dikukuhkan kembali kedudukannya sebagai Datu/Pajung Luwu dengan wilayah seperti sediakala. Afdeling Luwu meliputi lima onder Afdeling Palopo, Masamba, Malili, Tana Toraja atau Makale, Rantepao dan Kolaka. Tahun 1953 Andi Jemma Datu Luwu diangkat menjadi Penasehat Gubernur Sulawesi, waktu itu Sudiro. Ketika Luwu dijadikan Pemerintahan Swapraja, Andi Jemma diangkat sebagai Kepala Swapraja Luwu, pada tahun 1957 hingga 1960.

Atas jasa-jasa dia terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia, Andi Jemma telah dianugerahi Bintang Gerilya tertanggal 10 November 1958, Nomor 36.822 yang ditandatangani Presiden Soekarno. Pada masa periode kepemimpinan Andi Jemma sebagai Raja atau Datu Luwu terakhir, sekaligus menandai berakhirnya sistem pemerintahan Swatantra (Desentralisasi). Belasan tanda jasa kenegaraan Tingkat Nasional telah diberikan kepada Andi Jemma sebelum dia wafat tanggal 23 Februari 1965 di Kota Makassar. Presiden Soekarno memerintahkan agar Datu Luwu dimakamkan secara kenegaraan di ‘Taman Makam Pahlawan’ Panaikang Makassar, yang dipimpin langsung oleh Panglima Kodam Hasanuddin.

Selanjutnya pada masa setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, secara otomatis Kerajaan Luwu berintegrasi masuk kedalam Negara Republik Indonesia. Hal itu ditandai dengan adanya pernyataan Raja Luwu pada masa itu Andi Jemma yang antara lain menyatakan "Kerajaan Luwu adalah bagian dari Wilayah Kesatuan Republik Indonesia".

Pemerintah Pusat mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.34/1952 tentang Pembubaran Daerah Sulawesi Selatan bentukan Belanda/Jepang termasuk Daerah yang berstatus Kerajaan. Peraturan Pemerintah No.56/1951 tentang Pembentukan Gabungan Sulawesi Selatan. Dengan demikian daerah gabungan tersebut dibubarkan dan wilayahnya dibagi menjadi 7 tujuh daerah swatantra. Satu di antaranya adalah daerah Swatantra Luwu yang mewilayahi seluruh daerah Luwu dan Tana Toraja dengan pusat Pemerintahan berada di Kota Palopo.

Berselang beberapa tahun kemudian, Pemerintah Pusat menetapkan beberapa Undang-Undang Darurat, antara lain:

Undang-Undang Darurat No.2/1957 tentang Pembubaran Daerah Makassar, Jeneponto dan Takalar.
Undang-Undang Darurat No. 3/1957 tentang Pembubaran Daerah Luwu dan Pembentukan Bone, Wajo dan Soppeng. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Darurat No. 4/1957, maka Daerah Luwu menjadi daerah Swatantra dan terpisah dengan Tana Toraja.
Daerah Swatantra Luwu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Darurat No.3/1957 adalah meliputi:

Kewedanaan Palopo
Kewedanaan Masamba dan
Kewedanaan Malili
Kemudian pada tanggal 1 Maret 1960 ditetapkan PP Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pembentukan Provinsi Administratif Sulawesi Selatan mempunyai 23 Daerah Tingkat II, salah satu diantaranya adalah Daerah Tingkat II Luwu.

Untuk menciptakan keseragaman dan efisiensi struktur Pemerintahan Daerah, maka berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Tenggara No.1100/1961, dibentuk 16 Distrik di Daerah Tingkat II Luwu, yaitu:

Wara
Larompong
Suli
Bajo
Bupon
Bastem
Walenrang(Batusitanduk)
Limbong
Sabbang
Malangke
Masamba
Bone-Bone
Wotu
Mangkutana
Malili
Nuha

Dengan 143 Desa gaya baru. Empat bulan kemudian, terbit SK Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Tenggara No.2067/1961 tanggal 18 Desember 1961 tentang Perubahan Status Distrik di Sulawesi Selatan termasuk di Daerah Tingkat II Luwu menjadi Kecamatan. Dengan berpedoman pula pada SK tersebut, maka status Distrik di Daerah Tingkat II Luwu berubah menjadi kecamatan dan nama-nama kecamatannya tetap berpedoman pada SK Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Tenggara No. 1100/1961 tertanggal 16 Agustus 1961, dengan luas wilayah 25.149 km2.

Perkembangan dari segi Administratif Pemerintahan di Dati II Luwu, selain pemekaran kecamatan, desa dan kelurahan juga ditetapkannya Dati II Luwu sebagai salah satu Kota Administratif (KOTIP) berdasarkan SK Mendagri No.42/1986 tanggal 17 September 1986.

Dengan demikian secara Administratif Dati II Luwu terdiri dari satu Kota Administratip, tiga Pembantu Bupati, 21 Kecamatan Definitif, 13 Kecamatan Perwakilan, 408 Desa Definitif, 52 Desa Persiapan dan Kelurahan dengan luas wilayah berdasarkan data dari Subdit Tata Guna Tanah Direktorat Agraria Provinsi Sulawesi Selatan adalah 17.791,43 km2 dan dikuatkan dengan Surat Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sulawesi Selatan Nomor 124/III/1983 tanggal 9 Maret 1983 tentang penetapan luas provinsi, kabupaten/kotamadya dan kecamatan dalam wilayah provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan.

Luas Wilayah Provinsi Kabupaten/Kotamadya dan Kecamatan yang ada sekarang sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan nyata dilapangan oleh karena telah terjadi penyempurnaan batas wilayah antar provinsi di Sulawesi Selatan, maka melalui kerjasama Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sul-Sel dan Topografi Kodam VII Wirabuana, Pemerintah Provinsi Tingkat I Sulawesi Selatan telah berhasil menyusun data tentang luas wilayah provinsi, kabupaten/ kotamadya dan kecamatan di daerah Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan dengan Surat Keputusan Gubernur KDH Tk.I Sul-Sel Nomor: SK.164/IV/1994 tanggal 4 April 1994. Total luas wilayah Kabupaten Luwu adalah 17.695,23 km2 dengan 21 kecamatan definitif dan 13 Kecamatan Pembantu.

Pada tahun 1999, saat awal bergulirnya Reformasi di seluruh wilayah Republik Indonesia, dimana telah dikeluarkannya UU No.22 Tahun 1999, tentang Pemerintahan di Daerah, dan mengubah mekanisme pemerintahan yang mengarah pada Otonomi Daerah.

Tepatnya pada tanggal 10 Februari 1999, oleh DPRD Kabupaten Luwu mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 03/Kpts/DPRD/II/1999, tentang Usul dan Persetujuan Pemekaran Wilayah Kabupaten Dati II Luwu yang dibagi menjadi dua Wilayah Kabupaten dan selanjutnya Gubernur KDH Tk.I Sul-Sel menindaklanjuti dengan Surat Keputusan No.136/776/OTODA tanggal 12 Februari 1999. Akhirnya pada tanggal 20 April 1999, terbentuklah Kabupaten Luwu Utara ditetapkan dengan UU Republik Indonesia No.13 Tahun 1999.

Pemekaran Wilayah Kabupaten Dati II Luwu terbagi atas:

Kabupaten Dati II Luwu dengan batas Saluampak Kec. Lamasi dengan batas Kabupaten Wajo dan Kabupaten Tana Toraja, dari 16 kecamatan, yaitu:
Kecamatan Lamasi
Kecamatan Walenrang
Kecamatan Pembantu Telluwanua
Kecamatan Warautara
Kecamatan Wara
Kecamatan Pembantu Wara Selatan
Kecamatan Bua
Kecamatan Pembantu Ponrang
Kecamatan Bupon
Kecamatan Bastem
Kecamatan Pembantu Latimojong
Kecamatan Bajo
Kecamatan Belopa
Kecamatan Suli
Kecamatan Larompong
Kecamatan Pembantu Larompong Selatan

Kabupaten Luwu Utara dengan batas Saluampak Kec. Sabbang sampai dengan batas Provinsi Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara, terdiri dari 19 Kecamatan, yaitu:

Kecamatan Sabbang
Kecamatan Pembantu Baebunta
Kecamatan Limbong
Kecamatan Pembantu Seko
Kecamatan Malangke
Kecamatan Malangke Barat
Kecamatan Masamba
Kecamatan Pembantu Mappedeceng
Kecamatan Pembantu Rampi
Kecamatan Sukamaju
Kecamatan Bone-Bone
Kecamatan Pembantu Burau
Kecamatan Wotu
Kecamatan Pembantu Tomoni
Kecamatan Mangkutana
Kecamatan Pembantu Angkona
Kecamatan Malili
Kecamatan Nuha
Kecamatan Pembantu Towuti

Kota Palopo adalah salah saatu Daerah Tingkat II di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Kota Palopo sebelumnya berstatus kota administratif yang berlaku sejak 1986 berubah menjadi kota otonom sesuai dengan UU Nomor 11 tahun 2002 tanggal 10 April 2002. Kota ini memiliki luass wilayah 155,19 Km2 dan berpenduduk sejumlah 120.748 jiwa dan dengan jumlah Kecamatan:

Kecamatan Wara
Kecamatan Wara Utara
Kecamatan Wara Selatan
Kecamatan Telluwanua
Kecamatan Wara Timur
Kecamatan Wara Barat
Kecamatan Mungkajang
Kecamatan Bara
Kecamatan Sendana

Kabupaten Luwu Timur adalah salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Kabupaten ini berasal dari pemekaran Kabupaten Luwu Utara yang disahkan dengan UU Nomor 7 Tahun 2003 pada tanggal 25 Februari 2003. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 6.944,98 km2, dengan Kecamatan masing-masing:

Kecamatan Angkona
Kecamatan Burau
Kecamatan Malili
Kecamatan Mangkutana
Kecamatan Nuha
Kecamatan Wasuponda
Kecamatan Tomoni
Kecamatan Tomoni Utara
Kecamatan Towuti
Kecamatan Wotu

Setelah pembagian Wilayah Kabupaten Luwu dari dua Kabupaten menjadi tiga Kabupaten dan satu Kota, maka secara otomatis luas Wilayah Kabupaten ini berkurang dengan Kabupaten Luwu, Kabupaten Luwu Utara, Kabupaten Luwu Timur dan Kota Palopo berdasarkan batas yang telah ditetapkan, yaitu:

Luas Wilayah Kabupaten Luwu adalah 3.092,58 km2
Luas Wilayah Kabupaten Luwu Utara adalah 7.502,48 km2
Luas Wilayah Kota Palopo menjadi 155.19 km2.
Luas Wilayah Kabupaten Luwu Timur menjadi 6.944,98 km2. 

Sumber: Grup FB Sejarah Nusantara

MENGENAL SUKU MAKKI DI SULAWESI BARAT


Suku Makki di jantung pulau Sulawesi, bukanlah penduduk terbelakng tetapi penduduk yang sangat tertinggal. Populasinya yang sedikit menyebabkan upaya mereka mengejar kemajuan sangat lambat. Wilayah geografis suku Makki yang benar-benar berada di pedalaman, jantung pulau Sulawesi sangat tergantung pada penduduk orang Toraja, orang Mamasa, orang Mamuju dan orang Seko yang memiliki akses ke dunia luar.

Wilayah provinsi Sulawesi Selatan terdiri banyak suku, populasi yang terbanyak adalah Bugis, Makassar, Mandar dan Toraja. Pada tahun 2004 provinsi Sulawesi Selatan dimekarkan dengan membentuk provinsi Sulawesi Barat yang kini terdiri dari enam kabupaten (Mandar, Majene, Mamasa, Mamuju, Mamuju Tengah dan Pasangkayu). Suku-suku yang terdapat di provinsi Sulawesi Barat cukup banyak. Populasi terbanyak adalah Mandar (49,15%), Toraja (13,95%), Bugis (10,79%), Jawa (5,38%), Makassar (1,59%) dan suku lainnya (19,15%). Suku-suku lainnya yang populasinya sedikit antara lain Mamasa dan Mamuju. Populasi yang lebih sedikit diantaranya Baras, Benggaulu dan Makki. Wilayah penduduk Makki ini berada di lereng gunung Gondangdewata yang juga berbatasan dengan suku Seko.

Lantas bagaimana sejarah suku Makki di jantung pulau Sulawesi? Seperti disebut di atas keberadaan penduduk Makki kurang terinformasikan. Hal itu karena populasinya yang sedikit dan berada diantara suku-suku yang populasinya lebih banyak. Posisi GPS yang berada di pedalaman menyebabkan penduduk Makki kurang mendapat akses. Lalu bagaimana sejarah suku Makki yang sebenarnya? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Nama Makki: Suku Berbeda dengan Suku Toraja

Suku Makki tinggal di NW Toraja. Itu yang dikatakan seorang peneliti yang hasil laporannya disarikan dan dimuat pada surat kabar Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie edisi 09-04-1908. Besar dugaan bahwa peneliti ini adalah orang Eropa pertama yang mengunjungi wilayah Makki. Peneliti ini juga, seperti pengakuannya, adalah orang Eropa pertama yang mengunjungi wilayah Toraja di pedalaman.

Peneliti ini juga di dalam artikel-artiekelnya mengomentarasi tulisan-tulisan Kruijt dan Adriani. Sebagaimana diketahui Adriani seorang ahli bahasa dan Kruijt seorang misionaris sudah lama di (wilayah) Poso. Mereka berdua pernah menulis tenytang Toraja. Dari artikel peneliti di Toraja ini terkesan Adriani dan Kruijt belum pernah berkunjung ke pedalaman Toraja, mereka berdua hanya mendasarkarkan tulisan mereka dari keterangan dan informasi yang dikumpulkan di wilayah pantai (di luar wilayah asli penduduk Toraja). Sebagaimana diketahui dari tulisan Kruijt tentang wilayah Napu pada artikel sebelum ini bahwa orang Toraja juga ada yang berbahasa Bare’e dan tinggal di sekitar danau Poso. Orang-orang Toraja di pedalaman ada juga yang melakukan perdagangan ke wilayah utara hingga teluk Tomini di Mapale atau Poso. Dari orang-orang Toraja berbahasa Bare’e (Pamona) inilah diduga kuat Adriani dan Kruijt menulis tentang penduduk (suku) Toraja secara keseluruhan.   

Peneliti ini menyebutkan bahwa di pedalaman tidak semuanya orang Toaraja. Peneliti ini menyebut satu diantaranya yakni penduduk Makki, meski populasinya sedikit tetapi memiliki bahasa dan budaya sendiri (yang berbeda dengan bahasa Toraja). Peneliti ini ingin menyatakan bahwa di pedalaman cukup banyak penduduk dengan populasi kecil, tidak hanya To Makki, juga ada To Bela, To Bare dan to yang lainnya. Orang To Makki disebutnya berada di luar (wilayah perbatasa) Toraja (sebagaimana juga To Mamasa). Catatan: pada artikel sebelumnya tentang To Mamasa sudah dideskripsikan.

Secara adnminstratif, pemerintah Hindia Belanda memasukkan wilayah Tana Toraja dan Toraja Tengah (selatan) ke dalam wilayah administratif (Afdeeling) Loewoe. Sementara Mamasa dimasukkan ke wilayah (afdeeling) Mandar. Lalu bagaimana dengan To Makki? Suatu wilayah, yang berada tepat di antara wilayah Afdeeling Mandar di barat, afdeeling Loewoe di timur dan selatan dan afdeeling Midden Celebes di utara. Donggala (Paloe) dan Poso adalah dua onderafdeeeling di Afdeeling Midden Celebes. Jadi, wilayah Makki tidak benar-benar berada di tengah wilayah orang Toraja, orang Mamuju maupun orang (to) lainnya.

Untuk dapat mencapai (wilayah) Makki dapat (mungkin satu-satunya) harus melalui Baroefoe. Jarak antara Barupu dengan wilayah Makki sekitar tiga hari perjalanan melalui jalan basah, dingin dan sangat sepi (dari penduduk). Di sepanjang jalan setapak yang dilalui banyak ditemukan tempat penduduk Barupu yang pada waktu tempo doeloe melarikan diri ke Makki pada saat mana dikenal seorang tokoh bernama Poeang Tikoe. Wilayah Makki adalah sebuah lanskap pegunungan yang berumput dan berhutan rendah dengan jurang dan jurang, yang dipenuhi dengan jurang-jurang yang dalam yang berbahaya.

Perkampongan orang To Makki tersebar. Penduduk jauh dari pemalu dan jauh dari liar, Penduduk Makki menurut peneliti adalah orang yang sangat jinak, baik hati dan damai, yang sangat jinak dalam fisik, pakaian dan bahasa, Penduduk Makki memiliki banyak kesamaan dengan orang Toraja. Dalam perjalanan peneliti, yang belum jauh meninggalkan wilayah Tioraja dalam beberapa jam berjalan kaki, penduduk Makki sudah terlihat berbeda adat dan kebiasaan dengan suku Toraja. Hal itu peneliti berani mengatakan bahwa suku Makki sangat berbeda dari suku Toraja (Bagaimana suku Toraja akan dibuat artikel tersendiri).

Orang Makki berbeda dengan orang Toraja, Orang Makki lebih tenang yang dalam kehidupan mereka tidak ada tarian tetapi ada nyanyian. Jika ada yang meninggal ada penyanyi tertentu dan kemudian menampilkan seni mereka, jika perlu sepanjang hari. Tempo nyanyian To Makki sangat lambat dan bukan tempo cepat seperti di tempat lain. Dua penyanyi yang dilihat peneliti duduk bersebelahan dan bernyanyi tanpa lelah selama berjam-jam memainkan repertoar mereka yang menghantui, termasuk lagu dua bagian yang sangat melankolis yang jauh dari jelek.

Di Makki juga tidak terdapat festival panen. Penduduk Makki terbilang kurang banyak dalam hal festival. Penduduk Makki hidup hampir secara eksklusif dari budidaya djagoeng, meski juga terdapat ladangrrjst (padi ladang).Tidak ditemukanm perikanan ikan mas, babi hutan sangat jarang dan dapat diperoleh dengan jalan berburu. Penduduk Makki sangat piawai melempar senjata. Penduduk Makki tidak memiliki senjata perang, karena menurut penduduk sejauh ini belum ada orang Bugis yang sampai sejauh Makki. Para penduduk menyatakan tidak khawatir jika ada serangan musuh dari tetangga, karena mereka akan segera melarikan diri ke dalam hutan dan pada saat yang tepat akan melakukan pengepungan. Peneliti juga tidak menemukan hasil jarahan diantara penduduk (yang mengindikasikan mereka berperilaku baik dan ingin damai).



 =========
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com