Jumat, 17 Februari 2017

NURDIN HAMMA, BA : Izinkan Aku menggelarimu "Perpustakaan Berjalan"


Nurdin Hamma, BA adalah salah satu tokoh budaya kelahiran Kandemeng Tinambung, 19 Februari 1973 tapi dalam dokumen aslinya tertulis 27 Februari 1937. Terlahir dari pasangan Hamma Pua’ Bungadia dan Ruhaniah. Ia adalah putra sulung dari dua bersaudara dari pihak ibu dan 7 orang bersaudara dari pihak ayahnya. Nama Hamma dilekatkan pada namanya sebab pada saat itu, banyak sekali orang yang memiliki nama Nurdin disekolahnya.
            Lelaki yang lahir pada masa penjajahan Belanda dan Jepang ini, pada usia 3 tahun hidup bersama ibunya karena ditinggal oleh ayahnya kembali ke istri pertamanya. Nanti setelah usia kelas 5 SD baru ia mengenal ayahnya. Keadaan yang begitu sulit ia lalui dimasa-masa penjajahan. Kekurangan makanan adalah hal yang telah biasa bagi Nurdin.
            Salah satu peristiwa yang selalu ia ingat sampai hari ini adalah peristiwa Galung Lombok yaitu pembantaian terhadap ratusan jiwa pada 1 Februari 1947. Peristiwa yang dipicu oleh terbunuhnya tentara Belanda yang kemudian terjadi penggiringan rakyat tua dan muda ke ke Galung Lombok kemudian dibantai dengan siraman peluruh secara membabi buta oleh Belanda.
            Ditengah situasi yang begitu sulit, Nudin Hamma bisa bersekolah di SD hanya tinga tahun. Sebab ia sangat bodoh. Ini mungkin disebabkan oleh kondisi yang membuatnya sangat susah dan tak pernah membaca buku. Nanti pada saat kembali sekolah di kelas 4 baru mulai membaca buku dan berubah menjadi pintar. Saat itu masih ada sekolah 3 tahun sehingga pada saat ia selesai di sekolah 3 tahun, ia hendak melanjutkan pendidikannya di SD 6 tahun. Ketika berada di kelas 4-5 SD ia kerap dipanggil oleh seorang pengusaha yang buta huruf.
            Pada tahun 1950 Sulawesi Selatan banyak mengalami kekacauan yang beruntun. Setelah berakhirnya penjajahan Belanda, ada gerakan pemberontakan DI/TII dibawah pimpina  Kahar Muzakkar yang bergerak melawan TNI. Pada malam hari, tak ada yang berani tidur di Kandemeng karena gerilyawan selalu menduduki daerah itu dan selalu terjadi baku tembak. Nurdin dan yang lain mengungsi ke Tinambung dan kembali pada pagi harinya.
            Untuk memerangi pemberontakan ini, tahun 1953 Batalyon 719 ditugaskan untuk menumpas gerakan DI/TII ini, namun pada perkembangannya mereka justru ingin berkuasa dan nama Batalyon 719 diganti menjadi Batalyon 710 dibawah pimpinan Andi Selle Mattona (Bugis). Perang berubah menjadi perang antar suku yaitu Mandar dan Bugis.
            Pada tahun 1957, ketika Nurdin harus ujian PGAP (Pendidikan Guru Agama Pertama) di Majene, ia dan kawan-kawannya harus melalui jalur laut, sebab jalur darat sangat berbhaya saat itu. Setelah ujian, ia kemudian lanjut ke PGA 6 tahun di Makassar namun tak sempat selesai karena kondisi keuangan.               
            Nurdin Hamma yang dikenal sebagai budayawan dan tokoh pendidik ini memang bukan sematan yang asal-asalan, sebab dalam kondisi negara ini masih rawan ia telah banyak bergumul dengan dunia pendidikan. Mulai dari mengaktifkan kembali SD Sumarrang Campalagian, YAPIS Polewali, ia kemudian mempelopori berdirinya SMEA Tinambung (SMK Tinambung), pada tahun 1965. Pada tahun ia menjadi Kepala Sekolah PGA Cokroaninoto yang berdiri tahun 1969-1973. Sebelum Nurdin Hamma menjadi kepala sekolah, ada Suradi Yasil yang menjabatnya, nanti setelah Suradi non aktif maka ia mengemban amanah sebagai pimpinan sekolah.
            Nurdin Hamma memang dikenal sebagai sosok pendidik yang tak pernah merasa lelah. Baginya pendidikan adalah satu-satunya obsesi dalam hidupnya. Sehingga jangan heran jika berderet sekolah mengabadikan namanya. Madrasah Ibtidaiyah Oting, Pande Bulawang, Yayasan Perama Mombi, Madrasah Ibtidaiyah GUPPI Napo-Napo, Pesantren Miftahul Jannah Lombok Desa Ambo Padang, Pesantren Al-Balad Kamande Tutar, Kelompok Bermain Melati Aisyiyah adalah deretan sekolah yang didalamnya peran seorang Nurdin Hamma tak bisa diabaikan.
            Sampai hari ini, Nurdin Hamma telah melewati fase umur diatas rata-rata. Bisa dihitung dari 1937-2017 ini beliau masih sehat, sibuk mengurusi kebudayaan dan mengurusi nasib generasi muda. Penulis mulai dekat dengan beliau saat pindah rumah dari Campalagian ke Kandemeng. Dari sosok inilah penulis banyak belajar sehingga penulis terlecut untuk menekuni dunia tulisan dan tradisi literasi. Andai tak bertemu dan dimotivasi oleh beliau, penulis mungkin tak akan pernah tertarik untuk menulis. Bahkan karena beliaulah akhirnya penulis mewakafkan hidupnya untuk menjadi kuli tinta.
            Sosok Nurdin Hamma memang tak akan pernah usai ditulis, sebab semakin kita mengambil ilmunya semakin bertambah ilmu yang belum kita fahami. Dan berdiskusi dengan beliau sungguh menyenangkan. Ia lugas, tuntas dalam kajiannya sehingga persoalan yang menjadi topik diskusi tidak mengambang. Itu yang beliau miliki sehingga tak berlebihan jika kemudian sosok ini penulis abadikan sebagai perpustakaan berjalan. Yah, perpustakaan berjalan. Jika susatu saat pengetahuan kita buntu, maka dengan Nurdin Hamma semua pasti ada solusi keilmuannya.
            Nurdin Hamma mungkin satu-satunya orang tua di Mandar ini yang intens dan conceren dalam hal pendidikan dan kebudayaan. Ia bahkan lintas kebupaten. Tidak saja wilayah Polewali Mandar yang ia sasar tapi juga sudah merambah masuk ke wilayah Majene. Terlebih dengan kedekatannya dengan Ketua DPRD Majene, Drs. Darmansyah semakin membuatnya merasa bahwa Polman dan Majene hanya sebatas wilayah administratif saja, tapi dari segi hati nurani, tak ada kata perbatasan.
            Untuk bisa mengenal Nurdin Hamma secara dekat silahkan datang ke rumah kediamannya setiap jam 06.30 atau ba’da ashar untuk diskusi dengan beliau. Tapi ka ingin mengorek sepak terjang dan jejak-jejak beliau, silahkan baca buku “Nurdin Hamma Di Balik Cerita, Perjalanan Wisata Menuju Negeri Tapal Batas” yang ditulis oleh F. Bekti BW[1], penulis asal Jogyakarta yang sejak tahun 2015 lalu memilih menjadi Towaine Tinambung.
            Buku tersebut akan mengantar anda untuk mengenal lebih dekat sosok yang ada dibalik nama Nurdin Hamma ini. Dalam bagian terakhir buku itu ada banyak tokoh yang bercerita tentang sosok beliau. Mulai dari Suradi Yasil (Budayawan dan Penulis), Khalid Rasyid (Kepala KUACampalagian), Mukhtar Kanai (pensiunan Disbudpar Polman), Prof. Dr. Abdul Rahman Halim (teman seperjuangan, teman diskusi), Muhammad Saleh, St. Khadijah Badolo, Haji Murad, Tammalele, Askar Darwis dan lain-lain.



[1] Nama Pena Dinda Prameswari

SELAMAT KEPADA ABM-ENNY : Nakhoda Baru Sulawesi Barat !




Dari 101 Pilkada Serentak2017 yang dihelat di negeri ini, Sulawesi Barat adalah salah satunya. Provinsi yang terbentuk pada tahun 2004 ini menyelenggarakan Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur untuk ke-3 kalinya. Pilkada I tahun 2006 diikuti 3 Calon Kandidat yaitu Anwar Adnan Saleh-Amri Sanusi (1), Hasyim Manggabarani-Arifuddin Katta (2) dan Salim S. Mengga-Hatta Dai (3) yang dimenangkan oleh Anwar Adnan Saleh.

Tahun 2011 lalu, kembali provinsi ini menggelar pesta demokrasi kedua yang juga diikuti 3 kandidat yaitu Salim S. Mengga-Abd.Jawas Gani (1), Anwar Adnan  Saleh (2) dan Ali Baal Masdar-Tashan Burhanuddin (3). Hasil Pilkada Sulbar 2011 kembali dimenangkan oleh Anwar Adnan Saleh yang menggandeng adik kandung Salim S. Mengga sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur periode 2011-2016.

Dan pada tanggal 15 Februari 2017 kemarin, kembali dihelat Pilkada Sulbar ke-3 yang kembali diikuti oleh Tiga orang Kandidat masing-masing Suhardi Duka-Kalma Katta (1), Salim S. Mengga –Hasanuddin Ma’ud (2) dan Ali Baal Masdar – Ennya Angraeni Anwar (3) dan hasil berdasarkan Quick Count beberapa Lembaga Survey dimenangkan oleh pasangan nomor urut 3, Ali Baal Masdar yang menggandeng istri mantan Gubernur Sulbar dua periode, Anwar Adnan Saleh.

Kendati pasangan nomor urut 1 dan 2 tidak menerima hasil perhitungan cepat versi Quick Count oleh Lembaga Survey namun sampai malam ini (17/02/17) Reall Count melalui Portal KPU juga akhirnya dimenangkan oleh pasangan nomor 3 ini.  Dari pantauan laman ini, baik di layar TV Nasional maupun media on line banyak terpublish bahwa ABM ENNY lah yang memenangkan Pilgub 2017 ini. Beberapa media online di Sulsel juga merilis berbagai informasi dan telah menjadi headline sepanjang hari ini.(Lihat gambar)

Sekedar catatan bahwa Sulawesi Barat mempunyai 6 wilayah kabupaten. Seperti yang pernah dilansir media http://makassar.tribunnews.com/2017/02/14/ini-dpt-tiap-kabupaten-di-sulawesi-barat  bahwa jumlah masing-masing DPTnya sudah ditetapkan 108.479 DPT untuk kabupaten Majene yang tersebar di delapan kecamatan dan 82 desa/kelurahan, dengan jumlah 450 TPS.Untuk Kabupaten Mamasa sebanyak 117.541, tersebar di 17 kecamatan dan 181 desa/kelurahan dengan jumlah 488 TPS.Kabupaten Mamuju sebanyak 157.896 DPT, tersebar di 11 Kecamatan dan 101 Desa/Kularahan dengan Jumlah sebanyak 553 TPS. Sementara Mamuju Tengah sebanyak 70.949 DPT yang tersebar di lima Kecamatan dan 54 desa/kelurahan dengan 250 TPS.Demikian juga Kabupaten Mamuju Utara mempunyai sebanyak 83,901, DPT tersebar di 12 Kecamatan dan 63 Desa/Kelurahan dengan jumlah 271 TPS dan kabupaten Polman, merupakan jumlah pemilih terbanyak, yaitu 301.325, tersebar di 16 kecamatan dan 167 desa/kelurahan dengan jumlah 789 TPS.

Dari 840,091 jumlah pemilih, sebayak 420,077 pemilih laki-laki dan 420.014 jumlah pemilih perempuan.Sementara pemilih penyandang disabilitas sebanyak 2.794, masing pemilih 2.232, tuna daksa, 177 tuna netra, 150 tuna rungu/wicara, 101 tuna grahita dan disabilitas lainnya sebanyak 84.(Muhammad Munir)



Selasa, 14 Februari 2017

INI ALASAN SYAHRIR HAMDANI MENDUKUNG ABM-ENNY !


Assalamu Alaikum Wr. Wb.

Mohon maaf, baru bisa menjawab pertanyaan anda :
Apa alasan pak Syahrir Hamdani MENDUKUNG ABM ENY ????

1. Alasan Sejarah :

ABM ENY, sudah bersama sama kami dan pejuang pembentukan Prov Sulbar lainnya, bahu membahu berjuang mendirikan Provinsi Sulbar,

2. Alasan institusi partai ;

Saya selaku Ketua Dewan Pembina DPW PARTAI PERINDO SULBAR, harus melaksanakan keputusan DPP PARTAI PERINDO yg mendukung pasangan ABM ENY.
Keputusan DPP PARTAI PERINDO baru keluar tgl 22 September 2016, setelah ada kepastian bahwa saya tidak jadi maju sebagai salah satu kompetitor pada pilgub Sulbar priode 2017-2022,
Beberapa sahabat membujuk saya keluar Partai Perindo dan bergabung kekubunya. Saya katakan keluar dan masuk partai tidak ada larangan, tapi hal itu tidak mungkin saya lakukan hanya karena momentum pilkada.

3. Alasan komitmen moral;

Kongres masyarakat Mandar tgl 19/21 Januari 2001, di Majene, melahirkan kesepakatan :
1. Ibu kota provinsi Sulbar berada dalam wilayah kabupaten Mamuju;
2. Majene kota pelayanan pendidikan dan
3. SDM dari Polmas pemimpin pemerintahan.
4. Alasan kesinambungan dan koneksitas;
Sulbar yg baru berumur 12 tahun sudah mencapai hasil pembangunan melampaui perkiraan para pendiri provinsi Sulbar dan masyarakat Sulbar pada umumnya. Hal itu terlihat dari hasil survey yang menunjukkan tingkat kepuasan masyarakat Sulbar diatas 80%..
Pak AAS telah berhasil meletakkan pondasi pembangunan dan pemerintahan yang baik. Hal itu bisa dicapai karena AAS memiliki jaringan pada pusat pusat pengambilan keputusan yang bisa membantu secara maksimal pembangunan di Sulbar.
Sosok AAS masih diharapkan bisa membantu secara non formal membimbing dan memberikan arahan kepada pemimpin hasil pilgub Sulbar 2017.
Pasangan ABM ENY juga diusung/didukung partai partai besar yang sedang menjalankan dan mengendalikan pemerintahan ditingkat pusat.

Dengan demikian saya meyakini pasangan ABM ENY akan lebih mudah mewujudkan harapan besar kolektif masyarakat Sulbar.

Kiranya dengan penjelasan ini tidak ada lagi yang bertanya MENGAPA SAYA MENDUKUNG PASANGAN ABM - ENY.

Kepada seluruh masyarakar Sulbar yang mempunyai dukungan pasangan cagub berbeda dengan saya, mari saling menghormati pilihan masing masing. Pilihan boleh berbeda tapi persaudaraan dan persahabatan mesti tetap terjaga.

MAJU DAN MALAQBI LAH SULBAR KITA.
Polewali, 11 Pebruari 2017.




WS. SYAHRIR HAMDANI.


Adi Arwan Alimin: KPU Jamin Pengguna Suket di TPS



MAMUJU--Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sulawesi Barat menjamin terpenuhinya Hak Pilih warga di Tempat Pemungutan Suara (TPS), pada hari Rabu, 15 Februari 2017. Hal ini juga berlaku bagi setiap calon pemilih yang menggunakan KTP elektronik atau Surat Keterangan (Suket) dari Catatan Sipil Kabupaten.

Dari data yang ada jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) untuk Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Barat sebanyak 840.091pemilih. DPT ini hasil rekapitulasi terakhir pada 16 Desember 2016.

Adapun jumlah pengguna Suket sebanyak 16.740 sesuai data per tanggal 13 Februari 2017, yang diterima KPU Provinsi Sulbar.

Sementara itu, KPU Provinsi Sulbar juga telah mencetak surat suara sebanyak jumlah DPT, ditambah 2,5 persen dari total DPT per TPS. Bila dikomparasi dengan kemungkinan partisipasi hingga 100 persen, maka cadangan surat suara masih mencukupi untuk mengakomodir pemilih yang memakai suket, atau Daftar Pemilih Tambahan (DPTb).

Bagi warga pemilih yang tidak memperoleh C6, diharapkan untuk tetap datang ke TPS setempat menggunakan hak pilih dengan menunjukkan KTP elektronik. Warga juga diminta bersikap lebih kritis dengan memeriksa atau mengamati DPT di TPS.

Pilgub Sulbar 2017 ini akan digelar di enam kabupaten, 69 kecamatan, 648 desa/kelurahan, dan 2.756 TPS. Melibatkan 22 ribu lebih penyelenggara adhoc.

KPU Provinsi Sulbar menegaskan bahwa seluruh jajaran penyelenggara harus menjaga independensi, integritas, dan profesionalisme. Setiap pelanggaran bagi lingkup tugas penyelenggara akan ditindak secara tegas.

(Rilis KPU Provinsi Sulbar, tanggal 14 Februari 2017, pukul 15.30 Wita)


Rabu, 08 Februari 2017

Selamat Jalan Pak Edward Lamberthus Poelinggomang !



Rabu, 08 Februari 2017, Ketika sedang diskusi bersama Darmansyah, di ruang Paripurna DPRD Majene. Tiba-tiba saja beliau mengucap innalillahi wainna ilaihi rajiun sembari memperlihatkan layar handponenya kepada saya. Edward Poelinggomang meninggal dunia. Yah, Edward Lamberthus Poelinggomang, meninggal dunia di RS Wahidin Sudirohusodo, Makassar, Rabu (8/2/2017) sekitar pukul 10.30 wita.

Kepergiannya tentu saja menyisakan sebuah kehilangan yang sangat dalam. Mulai dari dunia pendidikan sampai kalangan sejarawan ikut merasa kehilangan akan sosok Sejarawan Sulsel yang begitu dikenal dalam dunia pustaka di Mandar Sulawesi Barat. Sosok Edward selain menulis tentang Makassar tempo dulu, ia juga intens meneliti dan menulis tentang Mandar. Salah satu bukunya yang berjudul Sejarah Mandar (Masa Kerajaan hingga Sulawesi Barat) yang diterbitkan oleh Zadahaniva pada tahun 2015. Buku yang di editori oleh Idham Khalid Bodi ini merupakan warisan berharga yang beliau tinggalkan untuk Mandar.

Saya bertemu terakhir dengan Sejarawan dan Dosen Unhas ini di Jakarta pada acara Kongres Nasional Sejarah X 7-10 November 2016. Bahkan beberapa agenda beliau ke Sulawesi Barat sudah tersusun rapih pada triwulan kedua 2017 ini. Namun tuhan ternyata punya rencana lain sehingga hari ini segala tentang belaiu hanya menjadi kenangan untuk selamanya.

Penulis buku “Makassar Abad XIX” yang pernah menjadi ketua jurusan ilmu sejarah di Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin (Unhas) dan dosen di Pascasarjana Unhas dan Universitas Negeri Makassar (UNM) ini memperoleh gelar doktor di Vrije Universitet Amsterdam, Belanda, pada 1991 dan setelah sebelumnya menyelesaikan S2 di Universitas Indonesia (1984). Tahun 1998, ia diundang sebagai profesor tamu di Center for S Edward L

Tokoh sejarawan yang lahir di Kabir, Nusa Tenggara Timur (NTT), 21 Oktober 1948 ini telah tiada. Semoga keluarga yang ditinggalkannya diberikan kesabaran dan kelapangan jiwa.

Selamat Jalan Pak Edward Lamberthus Poelinggomang
Doa kami menyertaimu !


(Muhammad Munir) 

Selasa, 07 Februari 2017

Dra. Andi Ruskati Ali Baal : Inspirasi Bagi Semua Towaine Mandar !

         


          Wanita adalah makhluk indah ciptaan Allah yang tidak akan habis pembahasanya sejak masih di dunia fana ataupun dikehidupan setelahnya. Sejak jaman Nabi Adam AS hingga jaman Nabi Muhammad SAW wanita sering di elukan sebagai makhluk yang amat besar peranannya dalam kehidupan. Dia disebut juga sebagai tiangnya Negara karna pengaruh dahsyatnya terhadap lingkungan yang membuat kemajuan ataupun kerusakan bangsanya. Berbagai gambaran keindahan pun tertahta untuk dirinya dari diibaratkan seperti bunga, rembulan, mutiara, permata, bahkan sampai ada yang menyamakanya layaknya kaca. Allah menciptakannyadengan segala sifat kelembutan, meninggikan derajatnya di dalam Al Qur’an. Karena itulah, surah An- Nisa menjadi satu-satunya surah dari 114 surah dalam Al Qur’an. Tak pernah kita menemukan ada surah Ar-Rijal. 

Dra. Andi Ruskati Ali Baal hanyalah sosok wanita biasa dalam pandangan segelintir orang. Tapi kemudian menjadi sosok wanita yang luar biasa ketika ia mampu menjadi spirit bagi ABM dalam menjalankan tugas dan pengabdiannya sebagai Bupati Polman dua periode. Terlebih ketika ia terpilih menjadi anggota DPR-RI periode 2014-2019 dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) mewakili dapil Sulawesi Barat. Wanita cantik ini menjadi populer setelah setelah berhasil memperoleh 55,014 suara dan mengantarnya duduk di Senayan. Andi Ruskati adalah istri dari mantan Bupati Polewali Mandar, Ali Baal Masdar (2004-2014) dan kakak ipar dari Bupati Polewali Mandar, Andi Ibrahim Masdarr (2014-2019) itu biasa. Tapi saat ia kemudian menjadi anggota DPR RI pada periode 2014-2019 dan duduk di Komisi VIII yang membidangi sosial, pemberdayaan perempuan dan agama ini menjadi sebuah capaian yang tak semua wanita bisa mencapainya.

              Bau Atti, demikian ia karab disapa. Wanita bangsawan dari Majene ini lahir dan bersekolah di SLTA, SMA Negeri 1 Majene (1976). Selesai SMA, ia memilih S1, Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Hasanuddin, Makassar (1984). Dan pilihan ini ternyata bukan sebuah pilihan yang salah, sebab kini ilmu itu biasa ia faktualkan dalam menjalani hari-harinya sebagai Anggota DPR RI.

Perjalanan politik:

Mendampingi suaminya,  Andi Ruskati aktif memimpin organisasi Tim Penggerak Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Kabupaten PolewaliMandar sebagai Ketua (2004-2013) dan forum Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Kabupaten PolewaliMandar juga sebagai Ketua (2004-2013).

Pada 2013 Andi Ruskati bergabung menjadi kader Gerindra. Dari sekian banyak aktifitasnya bersama ABM semakin memudahkan ia melenggang ke Senayan pada pileg 2014. Mencalonkan diri sebagai calon legislatif tentu bukan sebuah pilihan yang asal-asalan, sebab wanita berdarah biru ini memang punya banyak keluarga besar di 6 Kabupaten di Sulbar, selain itu investasi sosial yang dia lakukan patut dicungi jempol.  Andi Ruskati terpilih menjadi anggota DPR RI periode 2014-2019 dan duduk di komisi VIII.

Kini, ia dipercaya menjadi Ketua Gerindra Sulbar. dan sebagai wakil rakyat ia tetap menjadi bagian dari proses pembangunan dengan mengawal beberapa program nasional ke Sulbar. Salah satu program yang ia kawal adalah PKH yang akhir-akhir ini santer disoroti sebagai obyek jualan politik, adahal memang sudah menjadi kewajiban bagi seorang wakil rakyat untuk turut membantu dan memfasilitasi masyarakat dengan program-program yang pro rakyat kecil. 

Dekat Dengan Ulama

Andi Ruskati sebelum diperistri  oleh ABM, dirinya tinggal bersama orang tuanya di lingkungan Saleppa Kabupaten Majene. Orang tuanya kala itu, hanya berjarak sekian meter dari kediaman mursyid besar tarekat Qadiriah Sulawesi Barat yakni Annangguru Haji (AGH) KH. Muhammad Shaleh, atau popular dengan nama Annangguru Shaleh. 

Andi Ruskati dikenal bersahabat dengan Nasmah puteri dari Annangguru Shaleh. Keduanya menjalani masa kanak-kanak hingga remaja di lingkungan Saleppa. Sehingga acapkali Andi Ruskati bersama kedua orang tuanya mengikuti pengajian kitab kuning pada malam Jumat yang digelar dikediaman Annangguru Shaleh yang dihadiri sejumlah jama’ah tarekat Qadiriah.

Selain mengikuti pengajian, Andi Ruskati dan orang tuanya setiap tahun mengikuti prosesi “Salat Bukku” yang dilaksanakan jama’ah tarekat Qadiriah. Biasanya pelaksanaan “salat Bukku” ini dipadati ribuan jamaah yang tersebar di berbagai daerah di Sulbar hingga ke Kalimantan.

Tradisi tahunan setiap malam 27 Ramadhan ini dipimpin langsung AGH KH Muhammad Shaleh dan muridnya Prof Dr. KH. Sahabuddin pendiri kampus Universitas Al-Asy’ariah Mandar (Unasman). Karena terbiasa dididik dalam lingkungan agama sejak kanak-kanak hingga dewasa, sehingga kebiasaan itulah yang dilakukannya saat resmi menjadi istri ABM.

Saat suaminya menjadi Bupati Polman dua periode, dirinya aktif membina majelis taklim. Menurut Andi Ruskati, bersama ibu-ibu majelis taklim di Polman terbentuk 466 majelis taklim yang masih dia bina sampai sekarang.

Dekat dengan sejumlah Ulama Perempuan

Di Polman sendiri Andi Ruskati Ali Baal dikenal dekat dengan sejumlah ulama perempuan, diantaranya AGH Alwiyah (Puang Lawwi’), puteri Ulama besar Mandar yang dikenal dengan karomahnya yaitu AGH KH Muhammad Thahir (Imam Lapeo) yakni AGH Sitti Marhumah (Annangguru Kuma), serta AGH Puang Sunu’.

“Saya sering mengunjungi sejumlah ulama perempuan dan belejar kepada mereka, seperti Annangguru Puang Lawwi’, Annangguru Kuma, dan Annangguru Puang Sunu’. Beliau-beliau ini biasa mengajarkan saya do’a-do’a dan amalan-amalan, “ cerita Andi Ruskati.

Sampai saat ini pun bersama suami tetap menjalin hubungan dengan para ulama. Terakhir baru-baru ini kediamannya di Baruga Todilaling Matakali, dikunjungi ulama kharismatik Sulsel yang juga Kiai besar di organisasi Nahdlatul Ulama (NU) yaitu AGH KH. Sanusi Baco. Ulama besar Sulsel tersebut menyambangi kediaman ABM setelah menghadiri acara keagamaan di Kampus Unasman dan Kampus Institut Darud Da’wah Wal irsyad (DDI) Polewali.[1]


[1] http://seputarsulawesi.com/berita-andi-ruskati-sejak-kecil-saya-dekat-dengan-ulama.html

Minggu, 05 Februari 2017

DARI LAUNCHING RUMAH BUDAYA HUSNI DJAMALUDDIN : “Menenun Sureq Malaqbiq di Rumah Budaya Husni Djamluddin” (Bagian Ketiga)



Oleh Muhammad Munir
  
Launching Rumah Budaya Husni Djamluddin yang digagas oleh putri sulungnya Yuyun Yundini mendapat apresiasi yang sangat luar biasa dari tokoh-tokoh dan pejabat yang hadir. Aksan Djalaluddin misalnya. Rekror Unsulbar ini bahkan siap mensinergikan progran UKM di Unsulbar dengan Program Rumah Budaya Husni Djamaluddin. Tentu saja ini akan menjadi sangat menunjang segala kegiatan yang nantinya terpusat di Rumah Budaya ini. Hal sama juga dilakukan oleh Darmansyah. Ketua DPRD Majene dan Ketua MSI Cabang Sulbar ini sangat mendukung rencana ini. Meski ia adalah warga Sendana Majene tapi baginya, Husni Djamaluddin adalah sosok yang bukan saja milik Tinambung Polman, tapi milik Mandar, Sulbar bahkan milik Indonesia.

Husni Djamaluddin memang sosok yang begitu dicintai oleh keluarga dan sahabatnya, baik waktu beliau masih hidup maupun saat beliau telah tiada. Inilah karomah yang dimiliki oleh sosok Husni. Ia mungkin bukan sosok Tosalama’ sekelas Imam Lapeo, tapi melihar rekam jejak dan warisannya buat Mandar, penulis bahkan melihat maqam Husni Djamaluddin tak jauh beda dengan derajat yang dimiliki oleh Imam Lapeo. Sejak beliau hidup sampai 12 tahun meninggalnya, Husni masih terus dibincang dan ditulis. Dan hari ini, Rumah Budayanya justru akan membuatnya akan lebih abadi, seabadi dengan nama Tosalama Imam Lapeo.
    
Forum yang membincang Husni Djamaluddin yang berlangsung sampai adzan magrib ini sekana tak terasa. Acara yang maksyuk semaksuk puisi Husni yang dibacakan oleh Bakri Latief. Bakri Latief yang terkenal dengan puisi “Puaji” dan  “Tokke”nya ini meminta kepada forum untuk membaca dua buah puisi Husni Djamaluddin. Puisi pertama yang dibacakan oleh Bakri Latief adalah Indonesia, Masihkah Kau Tanah Airku ? dilanjutkan dengan puisi Kemerdekaan Yang Kurindukan. Puisi yang menghentak dan mengasah keindonesiaan kita untuk lebih dalam lagi menyelami Indonesia dalam diri Husni Djamaluddin.

Husni memang tak salah jika kemudian Malaqbiq terus kita lisankan, sebab mendiang Husni Djamaluddin memang tidak mengusung siri’ anna lokko’ menjadi ikon provinsi yang diperjuangkan disisa-sisa umurnya yang mulai senja. Sulbar bahkan menjadi ajang wisuda pada tingkat paling tinggi dalam jenjang pencariannya. Malaqbiq ia jadikan nisan sejarah bagi hidupnya, hingga tak berlebihan jika malaqbiq itu diusung sesungguhnya adalah sebuah rahasia Tuhan bahwa malaqbiq sesungguhnya adalah ketika mampu mengedifikasi nilai-nilai yang diajarkan Husni pada generasi berikutnya.

Jika kemudian Aksan Djalaluddin berkeluh kesah tentang terkikisnya nilai-nilai malaqbiq itu dalam keseharian kita hari ini, tidak lantas harus menjadikan kita pesimis. Bahwa kenyataan hari ini pemerintah, DPRD dan rakyat kita belum bisa malaqbiq juga tidak harus menjadikan mereka sebagai pihak yang terhukumi sebagai tau-tau, aluppas tau, tau asu, asu tau, sebagaimana yang dituturkan Abdul Muttalib (Ketua Flamboyant), sebab nilai atauan tentu masih ada dan akan terus ada dalam lembar sejarah peradaban kita. Mungkin iya, baqgo dan sandeq telah terserabut dari akar sejarah dan budaya kita, mungkin juga kita kalah sebab butta panrita lopi justru bersemayam di Bulukumba. Sangat boleh jadi kita tergerus dan tergilas zaman sebab pantai menolak lautnya dengan keberadaan tanggul. Tapi ada hal yang lebih penting untuk kita benahi, yaitu membangun kultur, bukan mengukuhkan struktur.


Dan hari ini, Rumah Budaya Husni Djamaluddin itu telah terbuka, pintu dan segala ruangnya terbuka untuk menjadi wadah menyusun jaring laba-laba peradaban yang sasarnnya tentu harus melahirkan kembali generasi-generasi bertagline Husni The Next !. Keberadaan Yundini dan Ketua DPRD Majene adalah aktualisasi diri bahwa kedepan, kesempatan untuk berbenah masih terbuka. Tak ada yang harus kita urai panang kali lebar, sebab nilai-nilai malaqbiq tak akan mampu kita urai dalam meteran-meteran fisik. Yang harus kita lakukan adalah bagaimana mengeja kembali bahasa Husni Djamaluddin yang mengatakan Apa itu Mandar? Iyau Tomandar !. (Bersambung)

MUHAMMAD RAHMAT MUCHTAR : Seniman Literat Yang Inspiratif



Muhammad Rahmat Muchtar, demikian nama lengkap yang ia sandang. Kak Rahmat atau Mat Panggung adalah panggilan kekerabatan yang disematkan oleh teman-teman dan anak-anak didiknya di Uwake’ Cultuur Fondation.
Lelaki yang lahir di Tinambung, 10 Juli 1974 ini termasuk salah satu sosok yang multi talenta. Disamping ia jago melukis, juga piawai bermain musik tradisional, lihai menulis dan lincah di panggung baik berteater, berpuisi maupun menampilkan kacaping luar pagarnya. Pokoknya, Pria yang menjadi suami dari Sri Wahyuni, S.Sn ini adalah aset Mandar yang sulit dicari tandingannya.
Uwake’ Culture Foundation adalah sebuah lembaga nirlaba yang ia dirikan sejak tahun 2010, dan diakta notariskan pada tahun 2012. Melalui Lembaga Uwake’ inilah ia mencoba melakukan penguatan kehidupan serta program-program pengembangan sumber daya manusia dalam bidang pendidikan, pelestarian melalui perspektif seni budaya baik yang berasal dari pemerintah, swasta dan masyarakat.
Hal tersebut tergambar jelas dalam visi lembaganya, yaitu“mendorong perkembangan pola pikir pembaharuan didalam masyarakat yang di elaborasi oleh muatan tradisi, modern, dan kontemporer lewat seni budaya”.
Visi yang dirumuskan tersebut kemudian ia faktualkan dalam beberapa poin misi lembaganya, yakni: mengadakan pendidikan alternatif dengan pendekatan seni budaya dan dari berbagai sudut pandang keilmuan; memberdayakan potensi seni dan budaya baik tradisi, modern, kontemporer sebagai kesatuan bentuk dialektika serta sebagai media; melakukan kajian seni budaya implementasi:
-       Menyelenggarakan program workshop, study tour, residensi, diskusi, seminar, ceramah dan berbagai bentuk pendidikan alternatif;
-   Membangun daya hidup seni dan budaya serta pariwisata melalui jaringan kerjasama intstansi pemerintah, non pemerintah, lembaga sekolah dan lembaga seni budaya;
-       menyediakan informasi berupa buku seni, artikel, koran, majalah, catalog visual, brosur dan fhoto; 
- Mengadakan pameran, pentas serta pagelaran di lingkungan sendiri, lintas kabupaten, provinsi dan mancanegara.
Uwake’ yang punya sekretariat di Jalan Sultan Hasanuddin No. 68 Tinggas-Tinggas, Tinambung, saat ini manjadi salah satu diantara banyaknya komunitas seni yang kerap tampil mewarnai berbagai pertunjukan dan kegiatan sosial kemasyarakatan. Termasuk menjadi inisiator Bendi Pustaka ‘’paissangang’’. Bendi Pustaka adalah salah satu upaya menggiatkan literasi yang masih sangat memprihatinkan. Di Polewali Mandar ini, meski sudah mempunyai perpustakaan daerah dan telah mengelola mobil perpustakaan keliling, serta beberapa desa yang mempunyai perpustakaan. Namun kenyataannya tidak membuahkan hasil yang sesuai cita-cita dan target.
Terlebih sarana internet yang menjadi trend saat ini sangat menjamur dan memudahkan masyarakat mengakses guna mencari informasi dan ilmu pengetahuan, maka  buku-buku bacaan semakin ditinggalkan yang membuat perpustakaan sekolah, desa dan daerah sepi. Kondisi itulah yang membuatnya resah dan mencoba berupaya menularkan virus literasi kepada generasi. Maka muncullah gagasan pengembangan literasi dengan moda Bendi Pustaka. Bendi sebagai salah satu transportasi tadisional yang sudah mulai banyak ditinggalkan dijadikannya sebagai perpustakaan keliling yang dapat mendatangi kota dan desa-desa sekitarnya. 
Tanggal 1 Juni 2015 adalah hari peluncuran bendi bustaka yang bersamaan dengan perahu pustaka di kampung Baba Toa, Lapeo, Kec. Campalagian, Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Kandang Bendi Pustaka memang ada di Tinambung tapi lounchingnya di Campalagian karena Perahu Pustaka di buat disana.

Bendi Pustaka adalah wadah untuk mendorong terciptanya dan terselenggaranya media penghubung literasi yang akif sebagai suatu perpustakaan dinamis disamping perpustakaan tetap; mewujudkan masyarakat yang berbudi pekerti dan berpengetahuan melalui sugesti gemar membaca untuk meraup dan mengamalkan ilmu pengetahuan. Sasaran bendi pustaka adalah tiap desa-desa yang terjangkau serta lembaga sekolah yang ada di Kecamatan Tinambung, Limboro dan Balanipa, Kabupaten Polewali Mandar. Pembacanya mayoritas adalah anak-anak yakni TK – SD.

Testimoni : Apresiasi Untuk Gerakan Literasi RUMPITA


                                         Siswi SMA Negeri 1 Tapalang Kabupaten Mamuju.