Judul Buku
Bayi Langit (Antologi Puisi)
Penulis
Syuman Saeha
Penerbit
Interlude Yogyakarta, 2016
Cetakan Pertama
Pengantar :
Iman Budhi Santosa
Harga Buku Rp. 50.000,-
Pembelian Bisa melalui Rumpita dan Jaringan Rumah Baca di Majene, Tappalang, Mamuju dan Pasangkayu
SYUMAN SAEHA, Lahir 17 Agustus 1975. Di Lelupang Desa Lampoko Kecamatan
Campalagian. Tempat kelahirannya itu selayaknya disebut rantuan belaka, seperti
hanya disinggahi selama kurang lebih 15 Tahun. Sebab Tahun 1990, kemudian
ditinggalkan. Lalu hijrah dan bermukim di Bala (desa) Kecamatan Balanipa,
Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat sampai sekarang. Menikah dengan gadis
Galeso, Nurhani Nurdin 2014, dan dikaruniai anak Pangrita Palogai.
Pada Tahun 1984, hanya karena sebuah
kenakalan yang melibatkan perkelahian sesama kelas di Sekolah Dasar (SD),
Membuat dia bersitegas untuk keluar dari sekolah, itupun karna menghindari
hukuman. Anak kelima dari sebelas bersaudara ini kemudian mengambil keputusan
untuk belajar mengembala sapi dan menggarap sawah sampai Tahun 1988 di tanah
Bugis (Pinrang). Niat itu diluluskan semata ingin membantu penghasilan Ibunya
(PASA) sebagai penenun sutra dan Bapaknya (SAEHA) yang tukang photo.
Bukan hanya itu, sepulang dari rantauan
sebagai pengembala, alih alih melanjutkan sekolahnya yang tertunda di kelas III
SD. Ia malah asyik menjadi peladang, menanam jagung, mangga dan kakao walau itu
tak berlangsung lama. Sebab kemarau panjang kemudian menyeretnya untuk turun ke
laut menjala ikan sebagai nelayan. Semua itu pernah dijadikan pekerjaan,
sebagaimana juga buruh bangunan hingga tukang batu.
Sebenarnyalah kalau ditarik garis batas
antara hidup berdaya jadi, dengan berdaya asal jadi, tak susah sangat. Sebab
yang terpenting dalam hal ini adalah tindakan. Sebuah keputusan untuk memilih
arah hidup, dan itu terjadi Tahun 2003. Setelah mengenal dunia seni panggung.
(teater) berkat kelembutan tangan Muh. Radi Rahman, Syuman remaja bermain drama
untuk kali pertama bersama kelompok RAMESWARPOL yang dipimpinnya Tahun 1998.
Pada Tahun yang sama (1998) Adil Tambono,
mengajaknya bergabung di Sanggar Layonga Mandar yang diasuh Duddin Dower. Tak
cukup hanya dengan itu, Tahun 1999 mengembangkan bakat seninya bersama Amru
Sa’dong di Teater Flamboyant selama kurang lebih dua Tahun. Ia dengan
teman-teman sejawat mendirikan Organisasi BONEK (bondo nekat) di desanya (Bala)
Tahun 2000. Semua itu dia jalani demi untuk bermain teater.
Tahun 2006-2009 menjadi salah seorang
penggiat Komunitas Sastra dan Teater (kosaster) SIIN di Unasman. Setahun
kemudian (2010) Bersama Azikin Noer, Abdul Hakim Pariwalino dan Hendra Djafar,
mendirikan Padepokan Sastra Mpu Tantular di Polewali dan Pendopo Sastra Kappoeng
Jawa di Wonomulyo, dan Azhim Ghafur-lah kemudian yang terpilih sebagai Lurahnya
(ketua). Bersama Hendra Djafar, mendirikan Teater Palatto Tahun (2003) yang
kemudian melibatkan Abdul Hakim Pariwalino sebagai orang penting di komunitas
ini sampai sekarang.
Di Tahun 2003, dia jatuh cinta pada teater
bukan alang kepalang, hingga dengan sangat tegas meninggalkan banyak aktifitas
yang menghidupinya demi dunia kesenian yang satu ini. Tak ketinggalan dunia
tulis menulis juga turut dirambah secara serius. Bukan hanya puisi, tapi juga
mulai menulis cerita pendek dan naskah lakon, antara lain Kembali, Mejitta,
Anos dll.
Dan media cetak Radar Sulbar juga Rakyat
Sulbar dan SulbarDOTcom untuk publikasi puisi dan cerita pendek. Karyanya yang
sudah dibukukan. INTEROGASI, Kumpulan Cerpen. Oase Pustaka. Surakarta, 2015.
REQUIEM TERAKHIR Kumpulan Puisi Terbaik Oase Pustaka. Surakarta, 2016. Tim
Penyusun KUMPULAN CERITA RAKYAT, SELAWESI BARAT, Interlude. Yogyakarta, 2016.
Adapun acara yang pernah diikuti adalah Palu
Indonesia Dance Forum (2001) Stigma dan Workshop Keaktoran bersama Putu Wijaya (2009)
Sita dan Workshop Teater bersama Imam Saleh dan Asmadi Alimuddin (2010) Dan
menyutradarai banyak pertunjukan antara lain, MATA RANTAI, Syuman Saeha,
adaptasi TRANSISI karya Duddin Dower, pentas tunggal Sanggar Layonga
(Tinambung, 1999) AWAL DARI SEBUAH AKHIR, yang ditulis bersama Hendra Djafar,
malam sejuta aspirasi Bonek (Bala, 2000) KEMBALI, Syuman Saeha, panggung
demokrasi (Wonomulyo, 2003) SKETSA MANDAR, Nur Dahlan Jirana, pentas keliling
Kosaster SIIN (Majene, Campalagian, Polewali, 2006) PERKAWINAN, Nicolas Gogolk,
FTMI (Makassar, 2006) PETANG DI TAMAN, Iwan Simatupang, Temu teater lima group
(Mamuju, 2007) BUNGA DESA, R. Suradji D. FTMI (Palopo, 2009) DEMOKRASI, (monolog) Putu
Wijaya, (Makassar, 2009) KOAYANG, Amru Sa’dong. Gedung Kesenian Jakarta dan
satu panggung Kenduri Cinta, Emha Ainun Najib (Taman Ismail Marsuki, 2014)
Tahun 2011 hal kedua yang terpenting selama
perantauannya di muka bumi. Karna di Tahun ini dia banyak bertemu orang orang
bijak, terutama dengan penyair Riki
Dhamparan Putra. Persuaannya, meski sangat singkat dengan penyair Riki
Dhamparan Putra. Membuat dia seperti melahirkan dirinya kembali dalam rahim
perpuisian. Boleh dibilang sesingkat
mempertemukan dua jenis kelamin yang berbeda namun sanggup membuahkan benih.