Sabtu, 28 Januari 2017

BAYI LANGIT : Bayi Yang Lahir Dari Gua Garba Syuman Saeha

Judul Buku 
Bayi Langit (Antologi Puisi)

Penulis        
Syuman Saeha

Penerbit     
Interlude Yogyakarta, 2016
Cetakan Pertama

Pengantar :
Iman Budhi Santosa


Harga Buku Rp. 50.000,-
Pembelian Bisa melalui Rumpita dan Jaringan Rumah Baca di Majene, Tappalang, Mamuju               dan Pasangkayu

SYUMAN SAEHA, Lahir 17 Agustus 1975. Di Lelupang Desa Lampoko Kecamatan Campalagian. Tempat kelahirannya itu selayaknya disebut rantuan belaka, seperti hanya disinggahi selama kurang lebih 15 Tahun. Sebab Tahun 1990, kemudian ditinggalkan. Lalu hijrah dan bermukim di Bala (desa) Kecamatan Balanipa, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat sampai sekarang. Menikah dengan gadis Galeso, Nurhani Nurdin 2014, dan dikaruniai anak Pangrita Palogai.
Pada Tahun 1984, hanya karena sebuah kenakalan yang melibatkan perkelahian sesama kelas di Sekolah Dasar (SD), Membuat dia bersitegas untuk keluar dari sekolah, itupun karna menghindari hukuman. Anak kelima dari sebelas bersaudara ini kemudian mengambil keputusan untuk belajar mengembala sapi dan menggarap sawah sampai Tahun 1988 di tanah Bugis (Pinrang). Niat itu diluluskan semata ingin membantu penghasilan Ibunya (PASA) sebagai penenun sutra dan Bapaknya (SAEHA) yang tukang photo.
Bukan hanya itu, sepulang dari rantauan sebagai pengembala, alih alih melanjutkan sekolahnya yang tertunda di kelas III SD. Ia malah asyik menjadi peladang, menanam jagung, mangga dan kakao walau itu tak berlangsung lama. Sebab kemarau panjang kemudian menyeretnya untuk turun ke laut menjala ikan sebagai nelayan. Semua itu pernah dijadikan pekerjaan, sebagaimana juga buruh bangunan hingga tukang batu.
Sebenarnyalah kalau ditarik garis batas antara hidup berdaya jadi, dengan berdaya asal jadi, tak susah sangat. Sebab yang terpenting dalam hal ini adalah tindakan. Sebuah keputusan untuk memilih arah hidup, dan itu terjadi Tahun 2003. Setelah mengenal dunia seni panggung. (teater) berkat kelembutan tangan Muh. Radi Rahman, Syuman remaja bermain drama untuk kali pertama bersama kelompok RAMESWARPOL yang dipimpinnya Tahun 1998.
Pada Tahun yang sama (1998) Adil Tambono, mengajaknya bergabung di Sanggar Layonga Mandar yang diasuh Duddin Dower. Tak cukup hanya dengan itu, Tahun 1999 mengembangkan bakat seninya bersama Amru Sa’dong di Teater Flamboyant selama kurang lebih dua Tahun. Ia dengan teman-teman sejawat mendirikan Organisasi BONEK (bondo nekat) di desanya (Bala) Tahun 2000. Semua itu dia jalani demi untuk bermain teater.
Tahun 2006-2009 menjadi salah seorang penggiat Komunitas Sastra dan Teater (kosaster) SIIN di Unasman. Setahun kemudian (2010) Bersama Azikin Noer, Abdul Hakim Pariwalino dan Hendra Djafar, mendirikan Padepokan Sastra Mpu Tantular di Polewali dan Pendopo Sastra Kappoeng Jawa di Wonomulyo, dan Azhim Ghafur-lah kemudian yang terpilih sebagai Lurahnya (ketua). Bersama Hendra Djafar, mendirikan Teater Palatto Tahun (2003) yang kemudian melibatkan Abdul Hakim Pariwalino sebagai orang penting di komunitas ini sampai sekarang.
Di Tahun 2003, dia jatuh cinta pada teater bukan alang kepalang, hingga dengan sangat tegas meninggalkan banyak aktifitas yang menghidupinya demi dunia kesenian yang satu ini. Tak ketinggalan dunia tulis menulis juga turut dirambah secara serius. Bukan hanya puisi, tapi juga mulai menulis cerita pendek dan naskah lakon, antara lain Kembali, Mejitta, Anos dll.
Dan media cetak Radar Sulbar juga Rakyat Sulbar dan SulbarDOTcom untuk publikasi puisi dan cerita pendek. Karyanya yang sudah dibukukan. INTEROGASI, Kumpulan Cerpen. Oase Pustaka. Surakarta, 2015. REQUIEM TERAKHIR Kumpulan Puisi Terbaik Oase Pustaka. Surakarta, 2016. Tim Penyusun KUMPULAN CERITA RAKYAT, SELAWESI BARAT, Interlude. Yogyakarta, 2016.
Adapun acara yang pernah diikuti adalah Palu Indonesia Dance Forum (2001) Stigma dan Workshop Keaktoran bersama Putu Wijaya (2009) Sita dan Workshop Teater bersama Imam Saleh dan Asmadi Alimuddin (2010) Dan menyutradarai banyak pertunjukan antara lain, MATA RANTAI, Syuman Saeha, adaptasi TRANSISI karya Duddin Dower, pentas tunggal Sanggar Layonga (Tinambung, 1999) AWAL DARI SEBUAH AKHIR, yang ditulis bersama Hendra Djafar, malam sejuta aspirasi Bonek (Bala, 2000) KEMBALI, Syuman Saeha, panggung demokrasi (Wonomulyo, 2003) SKETSA MANDAR, Nur Dahlan Jirana, pentas keliling Kosaster SIIN (Majene, Campalagian, Polewali, 2006) PERKAWINAN, Nicolas Gogolk, FTMI (Makassar, 2006) PETANG DI TAMAN, Iwan Simatupang, Temu teater lima group (Mamuju, 2007) BUNGA DESA, R. Suradji D. FTMI (Palopo, 2009) DEMOKRASI, (monolog) Putu Wijaya, (Makassar, 2009) KOAYANG, Amru Sa’dong. Gedung Kesenian Jakarta dan satu panggung Kenduri Cinta, Emha Ainun Najib (Taman Ismail Marsuki, 2014)
Tahun 2011 hal kedua yang terpenting selama perantauannya di muka bumi. Karna di Tahun ini dia banyak bertemu orang orang bijak, terutama  dengan penyair Riki Dhamparan Putra. Persuaannya, meski sangat singkat dengan penyair Riki Dhamparan Putra. Membuat dia seperti melahirkan dirinya kembali dalam rahim perpuisian. Boleh dibilang  sesingkat mempertemukan dua jenis kelamin yang berbeda namun sanggup membuahkan benih.[1]



[1] Syuman Saeha, 2016. Antologi Puisi Bayi Langit. Yogyakarta: Interlude

Tidak ada komentar:

Posting Komentar