Kamis, 22 Desember 2016

SEPERTI APA SOSOK SDK ?


Dr.  Suhardi Duka, MM[1] lahir di Mamuju pada tanggal 10 Mei 1962 dari pasangan H. Abd. Mutalib Duka dan Hj. Balla. Menikah dengan Hj. Harsinah Suhardi. Dan dikaruniai tujuh orang anak. Masa kecilnya banyak dihabiskan ditanah kelahirannya, Mamuju.

Jenjang pendidikan SD sampai SMU diselesaikan di Mamuju Sulawesi Barat. Pada tahun 1986, Drs. Suhardi  Duka mendapat gelar sarjana dari Universitas Hasanuddin fakultas ilmu sosial dan ilmu politik, strata dua jurusan manajemen sumber daya manusia di Surabaya dan baru saja menyelesaikan program doktor-nya  di Universitas Airlangga Surabaya. Selama menjadi mahasiswa Dr. Suhardi Duka tercatat sebagai aktifis mahasiswa yang ikut aktif mengkritisi persoalan-persoalan pendidikan dan persoalan-persoalan bangsa.

Karir

Karir organisasi dan politik suhardi duka hingga saaat ini terbilang sukses hingga menjabat sebagai bupati Mamuju 2 periode hingga sekarang. Adapun jabatan-jabatan yang pernah diduduki ialah tahun 1989-2001 menjadi Ketua DPD II AMPI Kabupaten Mamuju, menjadi  Sekum ICMI Kabupaten Mamuju antara tahun 1990-1997 ,menjabat sebagai Ketua DPD II KNPI Kab. Mamuju tahun 1999 , Sekretaris DPD II Partai Golkar Kabupaten Mamuju (1998-2004), wakil Ketua DPD I Partai Golkar Prov. Sulbar  (2005-sekarang), Ketua ampg partai Golkar Prov. Sulbar  (2005-sekarang), Majelis Pimpinan Wilayah Pemuda Pancasila Prov.  Sulbar periode (2005- 2011), Ketua DPD II Partai Golkar Kab. Mamuju (2008-sekarang ), Ketua Soksi Prov. Sulbar (2007-sekarang), Ketua Perbakin Prov. Sulbar, Ketua Barindo Provinsi Sulbar (2007-sekarang), Ketua Umum Majelis Dzikir Provinsi Sulbar (2008-sekarang)


Drs. Suhardi Duka mengawali karir menjadi menjadi PNS (1986-1999),  Anggota DPRD, Ketua Komisi D (1997-1999 ), Wakil Ketua DPRD Mamuju (1999-2000), Ketua DPRD Mamuju (2000-2004, 2004-2005), Bupati Mamuju ( 2005-2015).  Dan pada Pilkada Gubernur Sulbar 2017, ia menggandeng Kalma Katta untuk berjuang mengalahkan rivalnya Salim-Hasan dan ABM-Enny untuk memimpin Sulawesi Barat kedepan. [2]



[1] Bupati ke-10 Kabupaten Mamuju
[2]http://www.suhardiduka.com/profil.php

Rabu, 21 Desember 2016

Mengenal Lebih Dekat KALMA KATTA

Paska ditetapkannya UU No. 32 tahun 2004 tentng pemerintahan daerah, Negeri ini memulai babakan baru pemilihan bupati. Jika sebelumnya bupati di pilih dalam gedung mewah kantor DPRD, kini bupati telah dipilih lewat tempat tempat pemungutan suara yang tersebar disetiap sudut daerah.

Di tahun 2004 menjadi tahun ketiga Kalma Katta menjabat sebagai Wakil Bupati Majene mendampingi Muhammad  Darwis. Pasangan Darwis Kalma terpilih menjadi Bupati dan Wakil Bupati Majene periode 2001-2006. Menjelang tahun 2006 konstelasi politik Majene mulai memanas. Dua pemimpin daerah ini telah memutuskan bertarung dalam pemilukada Majene.

Dengan menggandeng PAN dan PDIP, Kalma Katta menantang atasannya memperebutkan kursi Bupati Majene. Dan tanpa di duga Kalma Katta yang berapasangan dengan A. Itol Syaiful Tonra (anak bupati kedua Majene, A Tonra) memenangkan pilihan rakyat. Tongkat Bupati Majene pun berpindah. Kalma Katta menjadi Bupati Majene masa bakti 2006-2011.

Sejatinya Kalma Katta tidak dilahirkan sebagai politisi. Ia lahir dan dibesarkan dalam disiplin birokrasi. Setelah merampungkan masa sekolahnya di IPDN Makassar tahun 1971 ia memilih jalur pamong sebagai pilihan hidupnya dan diangkat menjadi PNS pada tahun 1977. Ia diterima bekerja di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Majene. Kalma Katta mempunyai kemampuan khusus sehingga kariernya langsung menanjak.

Hanya satu tahun menjadi PNS ia diserahi tugas menjabat Kepala Seksi (Kasi) Bina Marga Dinas PU Kabuapten Majene pada tahun 1978 dan setahun kemudian kembali dimutasi menjadi Kasi Teknik di dinas yang sama tahun 1979.

Pada tahun 1985, Kalma Katta naik pangkat dan diangkat menjadi Kepala Bidang Jalan dan Jembatan Dinas PU Kabupaten Majene. Hanya 4 tahun menjadi Kabid, jabatan tertinggi di Dinas PU ia nikmati tahun 1989 sampai 1999. Selepas dari PU, Kalma diangkat menjadi Asisten Bupati Bidang Administrasi Pembangunan.

Tahun 2001, Bupati Tajuddin Noer menyelesaikan masa baktinya dan membuat Muhammad Darwis punya kans yang besar untuk menempati posisi sebagai Bupati Majene sebab Muhammad Darwis menjabat sebagai Ketua DPD II Golkar Majene, terlebih pada pemilu 1999, Golkar sebagai pemenang pemilu yang mempunyai banyak kursi di DPRD.

Kalma Katta mengambl peran politik untuk maju sebagai Wakil Bupati Majene mendampingi Muhammad Darwis. Pasangan Darwis- Kalma ternyata mampu melenggang menjadi pemenang dan menakhodai Majene hingga tahun 2006.
Pada Pilkada 2006 yang merupakan pilkada pertama yang dipilih secara langsung oleh rakyat di Majene, Kalma Katta bersama A. Itol Saiful Tonra menantang Muhammad Darwis untuk berkompetisi di pilkada Majene. Dan diluar sangkaan, Kalma-Itol yang diusung oleh PAN dan PDI-P ini ternyata mampu mengunci kemenangan dan mengalahkan Muhammad Darwis sebagai incoumbent.

Sejak 2006-2011, Kalma dan Itol Saiful Tonra menakhodai Majene dan pada pilkada 2011, Kalma kembali maju sebagai Bupati Majene menggandeng Fahmi Massiara dengan mengendarai Golkar. Kemenangan kembali berpihak padanya untuk memimpin Majene pada periode 2011-2016. 

Kalma Katta sering mendatangi daerah pelosok di pegunungan yang tidak terjangkau oleh angkutan trasportasi. Beliau ikhlas berjalan kaki puluhan kilometer untuk mengunjungi rakyatnya pada daerah terisolir, di Paminggalang, Urekang, Panggalo, Coci,  Belia, Taukong, Ratte Adolang, Pumballar, Tandiallo, Ratte Tarring, Ratte Padzang, dll.

Tidak tanggung-tanggung hadir ditengah-tengah masyarakat untuk berbaur pada acara berburu babi misalnya (morangngang). Siapapun yang mengundangnya pada acara perkawinan, selamatan, dll. Pasti beliau hadIr. Paling tidak bila bersamaan dengan kegiatan kedinasan yang tidak bisa diwakili, maka dia akan mengutus keluarganya menggantikan beliau.

Pada sisi lain di dunia politik, beliau sangat dinamis, tidak fanatik pada anggota partai Golkar saja sebagai partai yang dipimpinnya, tapi dia dapat merangkul anggota DPRD dari partai mana saja yang penting punya komitmen untuk rakyat Majene. Itulah ciri tersendiri pada diri Kalma Katta yang jarang dimiliki oleh orang lain.

Karena sikapnya yang demokratis dan mampu merangkul semua pihak, sehingga program kerakyatan yang beliau usung tidak menemui kendala atau penolakan dari kelompok masyarakat utamanya di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Majene.

Pemerintah Kabupaten Majene periode H. Kalma Katta, S.Sos, MM. Memiliki visi yang dituangkan ke dalam Peraturan Daerah Kabupaten Majene tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yaitu Terwujudnya Kabupaten Majene Yang Memiliki Kemandirian Dalam Tatanan Kehidupan Masyarakat Madani Yang Agamis Dan Berbudaya Serta Berilmu Dan Berwawasan Lingkungan”.

Untuk mewujudkan visi tersebut di atas, maka pemerintahan Kalma Katta menyusun misi yang terdiri dari 8 (delapan) poin, diantaranya;

(1)    Meningkatkan kedaulatan rakyat dalam segala aspek kehidupan masyarakat;
(2)    meningkatkan pengamalan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari untuk mewujudkan kualitas keimanan dan ketaqwaan terhadap tuhan yang maha esa;
(3)    Mewujudkan peran pemerintah daerah yang berfungsi sebagai pelayan masyarakat yang professional, berdaya guna, produktif, aspiratif, transparan dan bertanggung jawab, serta jauh dari praktek kkn;
(4)    Memberdayakan masyarakat dan segala kekuatan ekonomi terutama pengusaha kecil, kelompok tani/nelayan dan kub dengan pengembangan sistim ekonomi kerakyatan yang berbasis pada SDA produktif;
(5)    Mencapai taraf hidup kesejahteraan rakyat yang ditandai dengan meningkatnya kualitas kehidupan yang layak dan memprioritaskan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat;
(6)    Menciptakan iklim pendidikan yang bermutu guna mempertegas akhlak mulia, kreatif, inovatif, berwawasan luas, cerdas, sehat, berdisiplin dan bertanggungJawab, serta menguasai iptek;
(7)    Mengelola potensi daerah yang ditandai dengan kemampuan berkompetensi di pasar global;
(8)    Mewujudkan kelestarian sumber daya alam sebagai implementasi kepedulian terhadap lingkungan.

Dalam melaksanakan visi dan misi tersebut pemerintahan Kalma Katta menetapkan 10 (sepuluh) pokok sasaran target utama pembangunan daerah, yakni:
(1)    Bidang politik dan pemerintahan;
(2)    Bidang keagamaan;
(3)    Bidang sosial budaya;
(4)    Bidang social ekonomi;
(5)    Bidang kesejahteraan rakyat/kesra;
(6)    Bidang kesehatan;
(7)    Bidang pendidikan;
(8)    Bidang peranan wanita;
(9)    Bidang pemuda dan olahraga;
(10)         Bidang sumber daya alam, lingkungan dan penataan wilayah.

Dari penjabaran visi dan misi dan sasaran target tersebut, bupati H. Kalma Katta kemudian dirangkum dan diintisarikan ke dalam sebuah slogam yang bernama Mammis dan bila digabungkan dengan nama kabupatennya maka menjadi Majene Mammis, Majene Membangun Mengurangi Kemiskinan. Makna yang terkandung dalam slogan Majene Mammis dari tinjauan etimologi (ilmu terbentuknya bahasa), maka kata Mammis memiliki 3 (tiga) makna yang saling berkorelasi dan saling mengikat antara satu dengan lainnya.

Makna Mammis yang pertama diambil dari bahasa daerah Mandar, yang berarti manis (rasa yang pas dan menyenangkan). Rasa manis ada jika suatu keadaan meyenangkan, kondisi buah sudah masak, mammis bisa juga berarti matang dalam perencanaan, sekaligus matang dalam bertindak dan bertutur.

Mammis berkonotasi sama dengan professional, sebagai contoh Perdana Menteri Jepang yang kebanyakan sudah berusia tua (matang), karena sudah matang maka dalam bertindak selalu memiliki kebaikan dan pengalaman, bertindak sebagai sosok yang professional. Karena itu mammis dianalogikan juga kepada person atau masyarakat yang berkualitas.

Makna yang pertama ini mengandung filosofi bahwa, suatu daerah dikatakan mandiri apabila sebagian besar penduduknya kurang ketergantungannya kepada pemerintah, masyarakatnya mandiri dalam meningkatkan kualitas hidup. Kondisi penduduk yang demikian itu adalah yang sudah matang (masak). Mammis dari segi ekonomi, pendidikan, budaya, politik, dan lain sebagainya.

Makna kedua mammis, dapat dijabarkan pada sebuah singkatan kata yang bisa disebutkan menjadi komitmen bersama yang dapat mengubah semangat sehingga berpengaruh terhadap kinerja dan spirit hidup masyarakat. Mammis berarti: Majene membangun mengurangi kemiskinan.

Makna ini memiliki filosofi bermuara pada sebuah aktivitas pembangunan yang dilakukan pemerintah daerah yaitu meningkatkan kesejahteraan kehidupan masyarakat. Dengan meningkatnya kesejahteraan, masyarakat dapat memperoleh hak-haknya, seperti hak atas pendidikan, hak atas kesehatan, hak atas pangan, hak atas keyakinan, hak atas keamanan, dan lain sebagainaya.

Dengan slogan Mammis tersebut, maka pemerintah Kabupaten Majene dalam melaksanakan pembanggunan berujung kepada sasaran utama mengurangi kemiskinan dengan memberikan peningkatan kesejahteraan bagi warga masyarakat Majene.


Kalma Katta dalam dunia kemasyarakatan, beliau adalah seorang organisatoris, dan banyak dipercaya untuk memimpin organisasi kemasyarakatan diantaranya adalah: Ketua I AMPI (1982-1985), Ketua III MKGR (1983-1988), Ketua Harian KONI (2001-sekarang), Ketua Kwarcab Pramuka (2000-sekarang), Ketua BAZ (2003-sekarang), Ketua ORARI 2003-sekarang), Ketua Satlak Bencana Alam (2004-sekarang), Ketua Harian Komindo (2005-sekarang), Ketua BRIDGE (2000-sekarang), Ketua PBSI (2004-sekarang),Ketua LAWN TENNIS (2001-sekarang), Ketua I PBVSI (2000-sekarang), Ketua IKA UNISMUH (2006-sekarang), Ketua Pembangunan Masjid Agung Raudatul Abidin (2003-sekarang), Ketua Pembangunan Masjid Agung Majene (2008-sekarang), Penasehat Karang Taruna Kabupaten Majene, Ketua Sepakbola Kabupaten Majene (GASMAN).

Minggu, 18 Desember 2016

Catatan Sejarah: MEMBANGUN POROS MARITIM UNTUK KESEJAHTERAAN BANGSA Kembalilah Menjadi Bangsa Samudera !


Pada tanggal 7-10 November 2016 lalu, penulis bersama rombongan Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Cabang Sulawesi Barat yang terdiri Darmansyah, Muhammad Aslam, Ilham Muin, Rahmatullah, Asmadi Mappawali, Hikmawati, Syarifah Syakilah, Taslam dll, berkesempatan mengikuti acara Konferensi Nasional Sejarah X dan Kongres Sejarah IX yang berlangsung di Hotel Grand Sahid Jakarta Pusat. Konfernensi Nasional X ini mengusung tema “Budaya Bahari dan Dinamika Kehidupan Bangsa dalam Perspektif Sejarah”. Acara dibuka langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Efendy. Turut hadir Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid, Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia, Mukhlis PaEni, Sejarawan Taufik Abdullah, Perwakilan Philippines Historical Association, Persatuan Sejarah Malaysia, peneliti dari Pusat Sejarah TNI dan para sejarawan dari berbagai bidang lainnya termasuk pengurus MSI dari berbagai penjuru tanah air.
Indonesia adalah Negara kepulauan dengan sejarah panjang dibidang kemaritiman. Banyak kisah sukses Indonesia di bidang maritim yang dapat menjadi semangat untuk membangun negara bahari yang kuat. Sejarah juga mencatat bangsa Indonesia ialah bangsa yang memiliki potensi sumber daya laut yang kaya dan budaya bahari yang unggul dimasa lalu, seperti Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit.

“Presiden Soekarno pada pembukaan Munas Maritim Pertama 1963 menyatakan kembalilah menjadi bangsa samudera ! Seruan tersebut penting untuk dilaksanakan guna mewujudkan etos budaya maritim dalam mendukung program pemerintah untuk membangun poros maritime dunia bagi kesejahteraan dan keunggulan Indonesia sebagai bangsa bahari”. Demikian dipaparkan oleh Menteri Puan Maharani saat membuka Konferensi Nasional Sjarah (KSN) X 2016.
Mendikbud Muhadjir mengatakan, KNS yang digelar lima tahun sekali diikuti oleh dosen, guru dan komunitas sejarah dari berbagai kalangan untuk mendekatkan sejarah kepada masyarakat, bukan sekedar ilmu, melainkan juga untuk memperkuat titik tolak pembentukan karakter bangsa dimasa mendatang. Demikian Menteri Muhadjir sebagaimana yang dirilis Harian Media Indonesia, 8 November 2016.

Kronologi Perjalanan Konferensi Sejarah Nasional

Konferensi Nasional Sejarah kali ini adalah yang ke-10 diselenggarakan sejak Seminar Sejarah Nasional Pertama yang digelar dilaksanakan di Yogyakarta pada 14-18 Desember 1957. Musyawarah Nasional Sejarah Pertama ini membicarakan Landasan Filsafat Sejarah Nasional, Periode Sejarah dan Penulisan Buku Pelajaran Sejarah. Seminar juga berhasil merumuskan visi Penulisan Sejarah Dari Neerlando Sentris ke Indonesia Sentris.
Musyawarah Nasional Sejarah kedua mengalami kendala untuk digelar setiap lima tahun. Ini mungkin dipengaruhi oleh kondisi bangsa saat itu sehingga Musyawarah Nasional Sejarah ke-2 baru bisa dilaksanakan pada tahun 1970 di Yogyakarta yang menghasilkan dua keputusan, yaitu: Pertama, Membentuk Tim Penulisan Sejarah Nasional Indonesia yang diusulkan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (P dan K). Berdasarkan Surat Keputusan Menteri P dan K No. 0173/1970 terbentuk panitia penyusun Buku Standard Sejarah Nasional Indonesia yang menyusun buku “Sejarah Nasional Indonesia” (Terbit pada 1975 sebanyak 6 jilid). Kedua, Mendirikan Organisasi Prifesi Sejarawan di Indonesia denagn nama Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) dengan Prof. Dr. Sartono Kartodirdjo sebagai Ketua Umum Masyarakat Sejarawan Indonesi (MSI) yang pertama.
                Seminar Sejarah Nasional III baru bisa digelar pada tahun 1981 di Jakarta, tahun 1985 di Jogyakarta, sealanjutnya tahun 1990 diselenggarakan di Semarang yang kembali melahirkan dua poin rekomendasi yaitu: Pertama, Sejarawan meningkatkan kemampuan ilmiah dengan melakukan banyak kajian dan penulisan. Kedua. Pengajar meningkatkan kemampuan dan mengembangkan cara pengajaran yang tepat didalam upaya penghayatan nilai-nilai sejarah. Seminar Sejarah Nasional di tahun 1990 ini menjadi yang terakhir sebab pada tahun 1996 bukan lagi bentuk seminar tapi sudah diubah menjadi Konferensi Sejarah Nasional VI yang diselenggarakan di Jakarta.
                Konferensi Nasional Searah (KNS) VI ini merekomendasikan Peningkatan perhatian dan keterlibatan berbagai lembaga pemerintah dan swasta terhadap kegiatan kesejarahan karena sejarah adalah cabang ilmu yang strategis untuk merumuskan visi masa depan; Penyelenggaraan Konferensi Nasional Sejarah dapat dilaksanakan secara teratur 5 tahun sekali. Sejarah terus berlangsung melintasi berbagai proses panjang yang menjadi obyek ilmu sejarah. Tahun 2001 KNS VII dihelat pertama kali di era reformasi. Penyelenggaraan KNS VII ini dilaksanakan di Jakarta dengan melahirkan rekomendasi penulisan buku sejarah yang telah berkembang dengan temuan-temuan, sumber-sumber dan teori baru yang kemudian menghasilkan 9 ilid buku yang diberi judul “ INDONESIA DALAM ARUS SEJARAH” (IDAS) yang mecakup dari masa prasejarah hingga masa reformasi.
                KNS VIII kembali digelar tahun 2006 di Jakarta. Dari KNS ini lahir rekomendasi agar sejarah menjadi pelajaran wajib dalam kurikulum jenjang pendidikan dasar dan seluruh jurusan di tingkat pendidikan menengah. Demikian juga tahun 2011 KNS IX kembali digelar di Jakarta dengan sebuah target: Dalam usaha memperkokoh karakter bangsa, perlu; Pemahaman yang mendalam atas nilai-nilai kearifan dan keadilan yang digali dari hasil rekonstruksi sejarah bangsa; Mendokumentasikan, menafsirkan dan memvisualisasikan kearifan lokal (cerita rakyat, mitos, legenda, pantun dan relief) melalui gerakan cinta sejarah yang meliputi kegiatan wisata sejarah (lokal dan nasional) melalui karya-karya kreatif inspiratif.

                Dalam rangkaian penguatan  dari KNS IX 2011 tersebut, maka pada tahun 2014 di Yogyakarta dilangsungkan sebuah agenda Penandatanganan Dokumen Maklumat Hari Sejarah Oleh berbagai kalangan masyarakat yang melibatkan asosiasi profesi, komunitas pecinta sejarah, guru-dosen, dan mashasiswa yang mengusulkan tanggal 14 Desember sebagai hari sejarah dengan pertimbangan tanggal tersebut adalah tanggal dimulainya seminar sejarah nasional tahun 1957. Setahun kemudian, di Jakarta berlangsung sebuah acara Peringatan Hari Sejarah, 14 Desember 2015.

BERU’-BERU’ TOKANDEMENG



Salah satu simbol kebudayaan Mandar yang kerap ditemukan adalah beru’-beru’. beru’-beru’ (bunga melati) selalu menjadi ikon dalam sastra tutur (toloq) kacaping Mandar yang disematkan pada barisan wanita cantik (piqoro) yaitu lilli ambang beru’-beru’. Dalam lirik beberapa syair lagu Mandar juga sering kita dengar. Begitu juga dalam kalinda’da’ Mandar kita akrab mendengar syair yang berbunyi begini: beru-beru di Kandemeng-meuwake di kollang, babar di jene, sarombong di sambayang, ada juga beru’-beru’ bura lemo, sipoapai tia, sippute bandi, rasana sisalai.

Kumpulan penulis perempuan juga tak mau ketinggalan dalam mengabadikan nama beru’-beru’ ini dengan judul analeqta beru’-beru’ (Sri Musdikawati dkk.). Bapak Nurdin Hamma, salah satu tokoh masyarakat dan budayawan senior di Balanipa menjelaskan bahwa beru’-beru’ (melati) hanyalah jenis bunga yang masuk dalam deret ribuan jenis bunga di nusantara.

Beru’-beru’ mempunyai garis sejarah yang panjang sejak zaman pemerintahan  Billa-Billami Tomepayung. Kandemeng adalah kampung yang dikenal karena beru’-beru’ dibudidayakan, tumbuh dan berkembang serta menjadi mata pencaharian masyarakat Kandemeng dari era Tomepayung sampai pada era 60-an.

Lebih lanjut, Nurdin Hamma menjelaskan tentang beberapa keistimewaan beru’-beru’ ini. Pertama: beru’-beru’ dimanapun berada, selalu menebar aroma yang harumnya begitu semerbak dan mewangi. Oleh orang kandemeng (mandar) ini menjadi filosofi agar keberadaan orang mandar selalu tampil santun, memberi kedamaian, dan ketentraman bagi lingkungan sekitarnya;

Kedua: beru’-beru’ to Kandemeng menjadi sebuah slogan dan membudaya, bukan dari jenis bunganya, akan tetapi dari segi perlakuan masyarakat saat memetik beru’-beru’. Orang Kandemeng punya cara yang unik dan sakral. Jika orang luar memetik bunga beru’-beru’ ini mungkin pake wadah seadanya, tapi orang kandemeng tidak. Beru’-beru’ umumnya dipetik oleh wanita dengan terlebih dahulu mengikat sarung dibahunya, dibagian bawah sarung dililitkan (diatas pusar) kebelakang dan disimpul. Beru’-beru’ yang dipetik itu kemudian diselipkan dicelah sarung tepat dibagian dada, sehingga beru’-beru’ ini berbaur dengan payudara (maaf). Hal ini merupakan sebuah simbol bahwa beru’-beru’ harus diperlakukan sama seperti menjaga kehormatan yang dimiliki wanita. Rasa memiliki ini dimotivasi selain sebagai accessories wanita juga karna diperjual belikan.

Beru’-beru’ yang telah dipetik itu kemudian dibungkus dengan daun tanga-tangan (tanaman jarak) yang setiap bungkusnya berisi 20 biji, sebagai simbol dari jumlah satu ajoa dari tari pattuqduq (konon Todilaling dikebumikan bersama 2 joa atau 2x20=40 orang penari pattuqduq).

Perlakuan terhadap beru’-beru’ ini ternyata menjadi nilai plus bagi warga Kandemeng, sehingga menjadi pilihan masyarakat untuk membeli beru’-beru’ di Kandemeng. Kondisi ini membuat Kandemeng dikenal sebagai penghasil beru’-beru’ paling terkenal di Mandar dan pembelinya berdatangan dari berbagai penjuru, terutama pada saat musim pernikahan.

Beru’-beru’ ternyata menjadi berkah bagi bagi warga kandemeng, terutama dari peningkatan pendapatan ekonomi masyarakat. Tak sedikit yang jadi orang kaya dari hasil penjualan beru’-beru’ dan itu berlangsung lama dan mulai merosot sekitar tahun 60-an (ini terutama dipengaruhi oleh 710 yang akrab disebut zaman gurilla, 1953-1964)

Ketiga: beru’-beru’ to Kandemeng menjadi terkenal karena pusat pemerintahan kerajaan Balanipa pada awal tahun 1900-an dipindahkan ke Kandemeng disamping peran KH. Muh. Tahir Imam Lapeo, Sayyid Lawarang (HS. Mengga) dan Annagguru Kaiyyang. Kalinda’da’ diatas diyakini adalah kalinda’da’ yang diciptakan oleh Imam Lapeo.

Sekedar diketahui bahwa beru' beru' terdiri dari beberapa jenis, yaitu beru’-beru’ pitussusung (tujuh lapis/susun), beru’-beru’ mamea (merah) dan beru’-beru’ biasa. Yang terakhir ini adalah jenis yang banyak digunakan bunganya untuk keperluan dali/lilliq ambang beru’-beru’ (anting). Selain itu, beru’-beru’ adalah jenis tanaman yang berumur panjang, bisa bertahan di dua musim (kemarau dan hujan)[1].




[1] Hasil Wawancara dengan Nurdin Hamma, Budayawan