Tampilkan postingan dengan label Hukum. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hukum. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 14 Januari 2017

ORANG MANDAR PELAUT ULUNG: Pelaut Mandar Adalah Ahli Astronomi (Bagian Kedua)



Tulisan ini adalah Makalah yang disampaikan oleh Drs. Darmansyah, Ketua MSI (Masyarakat Sejarawan Indonesia) Cabang Sulbar pada Kongres Nasional Sejarah X di Jakarta pada tanggal 7-10 November 2016:

B. Pembahasan

Julukan Orang Mandar Pelaut Ulung sangatlah tepat. Beberapa penemuan dan bukti-bukti yang mendukung julukan tersebut dapat kita temukan melalui kajian sejarah di tanah Mandar. Penemuan yang paling berharga bagi pelaut Mandar dalam mengarungi samudera ke berbagai negeri di Nusantara adalah telah ditemukannya Teluk Tomini. Bukan hanya itu, pelaut Mandar juga mendirikan kerajaan Kasimbar dan kerajaan Moutong di wilayah teluk Tomini di sekitar abad ke-16 Masehi. Teluk Tomini di kabupaten Parigi Moutong, provinsi Sulawesi Tengah adalah teluk terbesar di dunia dan merupakan segitiga terumbu karang (Coral Triangle) terbaik dunia, dengan luas 1.031 hektar, memiliki hutan mangrove seluas 785.10 hektar dan Taman Nasional Laut Kepulauan Togean dikenal sebagai “The Heart Of Coral Triangle“. International Hydrographic Organization (IHO) Mendefinisikan sebagai salah satu perairan Kepulauan Hindia Timur.

Tomini berasal dari bahasa Mandar dengan asal kata “ Tau dan Mene “. Tau artinya orang dan Mene berarti naik atau baru datang. Dalam bahasa lokal (bahasa Kaili) berarti orang yang baru datang, karena yang baru datang di teluk terbesar dunia itu adalah orang-orang Mandar maka orang Kaili sebagai penduduk asli menyebut orang Mandar sebagai Tomene. Dalam perjalanan sejarah, kata Taumene dipengaruhi oleh bahasa dan dialek Tiola maka Taumene berubah menjadi Toumini dan terakhir menjadi Tomini.

Kehadiran pelaut Mandar di teluk Tomini diperkirakan pada abad ke-16 Masehi. Konon ceritanya, orang-orang Kaili Kasimbar bermukim di atas gunung dengan menanam binte (jagung). Mereka turun dari gunung dan tiba-tiba menemukan perahu orang-orang Mandar. Dalam berkomunikasi tentu tidak nyambung tapi orang Mandar memberi bahasa isyarat yang menandakan bahwa mereka bukanlah musuh.

Kehadiran orang-orang Mandar di teluk Tomini, bertepatan dengan adanya imperialisme kerajaan Gorontalo ke negeri-negeri yang ada di wilayah teluk Tomini. Kelompok-kelompok masyarakat yang dipimpin oleh Olongian-Olongian – kurang lebih sama dengan Tomakaka’ di Mandar (pemimpin komunitas), tidak dapat bekerjasama untuk mengusir penjajah dari negeri lain karena di antara kelompok terjadi pertikaian. Dalam kondisi seperti itu, maka dengan sangat mudah dikuasai oleh kerajaan Gorontalo. Kehadiran orang-orang Mandar di wilayah Tomini dipimpin oleh Daeng Manase dari kerajaan Sendana. Kedatangan orang-orang Mandar diwilayah teluk Tomini berdampak positif bagi kehidupan politik penduduk setempat.

Untuk mengenang kehadiran pelaut Mandar di teluk Tomini, pemerintah kabupaten Parigi Moutong bersama seluruh komponen masyarakat, mengabadikan peristiwa itu melalui tarian Tomene-Tomini. Tarian klosal Tomene-Tomini pernah ditampilkan pada acara penyambutan Presiden Joko Widodo bersama dengan Mantan Presiden Megawati Sukarno Putri serta sejumlah menteri Kabinet Gotong Royong dalam acara “Festival Teluk Tomini Momentum Menuju Sail Teluk Tomini 2015”.

Bukti lain bahwa orang Mandar adalah pelaut ulung, adalah adanya istilah dalam masyarakat Mandar yang dikenal dengan Mallekka’ dapurang, yaitu kebiasaan orang-orang Mandar pindah ke tempat lain (bermigrasi) dengan membawa serta isi dapur dan lain sebagainya ke tempat tujuan, ada pun yang tidak bisa dibawa serta, mereka jual semuanya. Mereka meninggalkan kampung halaman dengan melalui jalur lalulintas laut dan menggunakan perahu sande’ untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Ada juga dengan alasan keamanan karena di kampung halamannya terjadi pemberontakan. Orang-orang Mandar asal Ba’babulo (Pambuang) misalnya  malleka’ dapurang (bermigrasi) ke berbagai daerah di Nusantara karena kampung halaman mereka hangus dibakar oleh pengacau (gerombolan), begitu juga pasukan  gurillah (pasukan Kahar Muzakkar) yang dikenal dengan DI/TII tahun 1950 – 1965. Mereka bermigrasi ke Pulau Kalimantan, khususnya ke Pulau Laut, Karassiang, Tanjong Saloka, Karajaan, Tali Sayang, Masalima, dan beberapa daerah lain. Pemikiran di atas juga diperkuat oleh Said dan Prabowo (2010), dalam buku “Diaspora Bugis dalam Alam Melayu Nusantara“.

Akar kemaritiman orang-orang Mandar dapat diketahui dari beberapa literatur yang banyak mengkaji jiwa orang-orang Mandar. Cristian Pelras dengan tegas mengemukakan dalam bukunya The Bugis (1996) bahwa sebenarnya orang bugis bukanlah pelaut ulung seperti yang banyak dikatakan orang selama ini. Orang Bugis sebenarnya adalah Pakkambilo (pedagang) dan yang mengantar sampai ke pulau-pulau atau daerah tujuan adalah perahu sande’ orang Mandar. Laut dan perahu hanyalah  media atau sarana yang digunakan untuk memperlancar aktivitas perdagangan mereka. Kalau mau menyebut pelaut ulung maka paling tepat sebutan itu ditujukan pada orang orang Mandar. Dalam lontar di Mandar, banyak sekali ditemukan pantun yang berhubungan dengan kemaritiman dan itu merupakan salah satu bukti bahwa orang Mandar sudah sangat akrab dengan kehidupan laut sejak jaman dahulu kala. Berikut ini adalah beberapa contohnya :
1)   Tania tau passobal                    : Bukanlah pelaut ulung
Moa’ mappelinoi                      : Jika menunggu rebahnya ombak
Lembong di tia                        : Justru ombaklah
Mappadzottong labuang.              : Yang mengantarkan pada tujuan.

2)   Lembong tallu di lolangang          : Walau ombak setinggi gunung
Sitonda tali purrus                 : Serta kilat sambar-menyambar
Uola toi                           : Kuarungi jua
Ma’itai dalle’ u.                    : Untuk mencari rezki.

3)   Tikkalai nisobalang                     : Kalau layar sudah terkembang
Dotai lele ruppu                      : Lebih baik tenggelam dan hancur
Dadzi lele tuali                         : Dari pada kembali
Dilolangang.                          : Surut ke belakang.

4)   Moa’ diang mating bura                : Jikalau ada busa menghampiri
Dise’dena lopimmu                       : Di dekat perahu
Dao pettule’                              : Usahlah bertanya
Salili’ u mo tu’ u.                        : Itulah tanda rinduku padamu.

Dalam Memorie Leyds, Asistant Resident Van Mandar (1937 -1940) ditemukan catatan jalur-jalur pelayaran yang ditempuh oleh pelaut-pelaut Mandar (yang berlangsung sampai saat penjajahan Belanda), bukan hanya terbatas sampai Maluku tetapi bahkan sampai ke Papua Nugini. Fakta sejarah menunjukkan bahwa pelaut dari Sulawesi yaitu suku Mandar, Makassar, Bugis merupakan pelaut ulung yang kerap kali mengarungi lautan hingga ke Madagaskar. Di provinsi Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan dikenal ada empat etnis utama yang berdiam di wilayah ini, yaitu etnis Mandar, Bugis, Makassar, dan Toraja. Etnis ini telah menciptakan jaringan luas, tradisi wirausaha dan komunitas persebaran serta pelibatan diri yang lebih jauh dalam segala aspek kehidupan. Dibekali keberanian mengarungi lautan, mereka melakukan pelayaran untuk mencari kehidupan baru yang menjanjikan. Selain itu, banyak di antara para pelaut yang telah melakukan perdagangan sepanjang garis pantai Asia Tenggara merupakan pelaut yang berasal/ orang yang bersuku Mandar, Bugis, dan Makassar. Beberapa tempat yang mereka diami dan tinggali adalah Jawa bagian tengggara, selat Malaka (Malaysia dan Riau), kepulauan Nusa Tenggara (Bali, Lombok, Sumbawa, Sumba, dan Timor), kepulauan Maluku (Ambon, Ternate, Tidore dan Seram), Kalimantan (Samarinda, Balik Papan, dan Banjarmasin).

Orang-orang Mandar sudah melakukan perdagangan lintas pulau. Mereka sudah berdagang sampai ke Gersik Jawa Timur, Malaysia Timur, Bangka Belitung, Malaka. Menurut Prof. Dr. Baharuddin Lopa, SH. pedagang Mandar itu disebut Passa’la’ dan Pa’abo. Pa’abo adalah pedagang orang-orang Mandar yang pergi ke Maluku untuk membeli rempah-rempah,  kemudian dibawa ke Semenanjung Malaka (Passa’la’) untuk kemudian dijual secara barter dengan produk luar negeri seperti benang, kain (terutama sutera), dan barang pecah belah dari bahan keramik cina (Passa’la’ polei mambawa cawalla). Ada juga yang disebut dengan Pa’jawa atau Passelatan, yaitu pedagang orang-orang Mandar yang menyeberangi laut Jawa. Pattawao’ juga adalah pedagang orang-orang Mandar yang meyeberang sampai ke Negara Malaysia. Perdagangan orang-orang Mandar ini diperkirakan berlangsung sejak abad ke-15 hingga tahun 1990. Koloni orang-orang Mandar di Jawa Timur diabadikan melalui Peraturan Daerah kabupaten Bayuangi tentang Pembentukan kelurahan Kampung Mandar di kecamatan Bayuangi. Di Pulau Panggang – Jakarta Utara, telah ditetapkan Peraturan Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Tentang pembentukan kelurahan Lagoa. Lagoa adalah seorang Pendekar Darah Putih asal Mandar yang telah berjasah mengusir bajak laut di kepulauan seribu disekitar abad ke-17, sezaman dengan tokoh legendaries Betawi, Sipitung.

Keberanian orang-orang Mandar dalam menyeberangi laut lepas dengan perahu tradisionalnya, dibuktikan oleh leluhur KALEMDIKPOL RI, Komjen Pol. Drs. H. Syafruddin Kambo, M.Si. yang mampu menunaikan ibadah haji di Mekkah pada tahun 1889. Keberanian orang-orang Mandar dalam mengarungi samudera didasarkan pada keyakinan dan ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Keyakinan dan ilmu pengetahuan kelautan, dikenal di Mandar dengan sebutan Paissangang Pole’bo’. Mengenai paissangang Pole’bo’ ini, penulis mengklasifikasinya menjadi dua jenis. Pertama Paissangang (mantra) yang dapat memberi keyakinan/semangat bahwa apabila mantra (do’a) dibaca maka hambatan berupa ombak dan badai akan bisa teratasi. Umumnya pelaut di Mandar, yang paling ditakutkan adalah laso anging (angin tornado) dan Indo urang (hujan siklonal), oleh karenanya seorang jurumudi (nahkoda) harus mengetahui mantra yang dapat membelokkan badai. Contoh Mantra : Bismillahirrahmanirrahim – leseo mating anging – nanaolai mating ipanjala-jala lino – laso diting – laso dini. Barakka’ do’a bisa lao di Allah Ta’alah kumfayakum; artinya : Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang – badai yang ada dihadapanku membeloklah – si penjelajah dunia akan lewat –pusaran angin disitu – pusaran angin yang di sini - Berberkahlah do’a mujarab ini karena Allah semata – Maka terkabullah do’a ini.

Paissangan kedua, berupa ilmu pengetahuan (kecerdasan) atau keterampilan. Pelayaran dengan menggunakan perahu layar sangat terkait dengan angin dan cuaca. Apabila anginnya bagus, perahu akan melaju dengan cepat, begitu pula sebaliknya. Angin juga menentukan arah haluan dan kibaran layar. Posisi layar boleh berpindah ke kiri atau ke kanan, tergantung keinginan dan arah yang akan dituju. Ada beberapa istilah yang harus dikuasai oleh seorang jurumudi (nahkoda), sebagaimana dikemukakan Dr. Arifuddin Ismail dalam bukunya Agama Nelayan (2012 : 88), diantaranya adalah sebagai berikut : (a). Bilu’ : perahu diarahkan menghadap arah angin; (b) Turu’ : perahu diarahkan keluar dari arah angin; (c) Tunggeng Turu’ : perahu dibelokkan dengan mengikuti arah angin; (d) Tunggeng Bilu’ : perahu dibelokkan ke arah angin. Penentuan arah tersebut terkait juga dengan posisi layar. Oleh sebab itu, tali yang mengikat pada sumbu bagian bawah layar harus digerakkan dengan lincah. Begitu juga guling (kemudi) yang terdapat di bagian belakang (buritan) perahu harus diseimbangkan dengan arah yang dituju.

Lanjut Dr. Arifuddin Ismail (2012: 89) menyebutkan bahwa pelaut Mandar mengenal beberapa tanda-tanda alam, baik yang ada di laut (gelombang, arah angin, dan arus air), maupun yang ada di daratan (gunung, tanjung, burung, dan tanda-tanda alam tertentu), begitu juga tanda-tanda alam yang ada di langit (awan, bintang-bintang, bulan, dan matahari). Semua tanda alam tersebut dijadikan petunjuk dalam menentukan posisi dan arah perahu. Tanda-tanda alam di laut berupa ombak terkait dengan angin, arus, dan karang. Pelaut Mandar mengenal beberapa jenis lembong (ombak), diantaranya : (1) Lembong kaiyyang (ombak besar); (2) Lembong sirua-rua (ombak sedang); (3) Lembong keccu’ (ombak kecil); (4) Lembong siruppa-ruppa’ (pertemuan ombak yang terjadi karena adanya arus yang saling bertemu dan menimbulkan pusaran air); (5) Lembong silatu-latu’ (ombak yang datang dari berbagai arah). Hubungannya dengan karang laut yang dalam bahasa Mandar disebut taka’, bagi nelayan Mandar – lembong (ombak) dijadikan petunjuk utama. Kalau ombaknya tidak besar, kemudian memiliki jarak yang rapat, ukurannya sekitar 1,5 - 2 meter, jarak antara satu ombak dengan ombak lainnya sekitar 1 meter, itu berarti ada karang laut. Begitu juga, apabila warna air laut sudah tidak terlalu biru, ada perubahan mendadak dari hitam kebiru-biruan menjadi biru muda.

Tanda-tanda alam di daratan seperti gunung, karang, tanjung, burung darat juga digunakan pelaut Mandar sebagai pedoman ketika sedang berlayar. Misalnya, ketika berada di perairan Selat Makassar, dari jauh sudah kelihatan Tanjung Rangas di Majene. Gunung itulah yang dijadikan tanda dalam menentukan arah haluan untuk mendarat. Demikian pula dengan gunung, kalau gunungnya tinggi lagi terjal (berjurang) dan dekat ke bibir pantai, itu berarti lautan di sekitarnya dalam. Begitu juga sebaliknya, bila gunung jauh dari bibir pantai, gunungnya tidak tinggi menjulang, daratannya luas, maka itu berarti lautan di sekitarnya dangkal.

Burung juga membantu para nelayan, jika burung sudah nampak mencari makanan di sekitar perahu, bertengger pada batang pohon yang hanyut, itu berarti daratan sudah dekat. Burung-burung terbang meninggalkan daratan paling jauh 40 kilometer. Burung tersebut orang Mandar menyebutnya burung jagong, bentuknya mirip burung bangau, lehernya panjang, kakinya agak kecil panjang, warnanya hitam bercampur putih keabu-abuan. Burung ini beroperasi di laut pada pagi hari dan kembali ke sarangnya di darat menjelang malam.

Baharuddin Lopa  dalam buku “Hukum Laut : Pelajaran dan Penerapan menyebut tanda–tanda alam lain yang sangat membantu pelaut adalah bintang-bintang yang ada di langit. Pelaut Mandar memahami ilmu astronomi, dari bintang-bintang, mereka dapat memahami pergantian musim dan posisi keberadaannya di laut. Ada empat jenis bintang yang digunakan untuk mengetahui arah dan pergantian musim, diantaranya adalah sebagai berikut : (1) Balunus, (2) Tallu-tallu, (3) Towalu, (4) Sapo kepang. Sapo kepang, terbit sesudah isya dan menghilang menjelang subuh. Jika bintang sapo kepang sudah tidak kelihatan, para nelayan Mandar akan segera berangkat ke laut. Bintang balunus dapat menandai arah selatan sedangkan Tallu-tallu untuk menentukan arah utara. Petunjuk bintang ini digunakan pada saat berlayar di malam hari. Sedangkan di siang hari, mereka menggunakan arah ombak dan tanda alam lain baik yang ada di darat maupun yang ada di laut. Awan oleh pelaut Mandar, juga dijadikan pedoman dalam mengarungi samudra. Bila sedang berlayar, lalu melewati awan tebal di angkasa raya maka itu berarti perairan di sekitarnya sangat dalam. Bila langit di perairan dijumpai awan yang tipis dan bersisik serta lautannya berombak kecil maka itu berarti disekitar perairan terdapat banyak ikan. Demikian pula di waktu pagi hari, dijumpai awan kemerah-merahan dan menjulang tinggi ke angkasa diikuti dengan terbitnya matahari, maka itu berarti akan terjadi kemarau panjang (paceklik).

Perhitungan bulan Qamariah dan bulan Syamsiah, juga digunakan sebagai pedoman pelaut Mandar untuk turun ke laut. Para nelayan Mandar tidak mau melaut pada perhitungan awal bulan qamariah (1 – 3), juga bulan pertengahan (14 – 16), begitu juga pada hitungan bulan (27 – 30). Tanggal-tanggal pada perhitungan bulan qamariah ini, orang Mandar menyebutnya teppu lotong (langit gelap-gulita). Pelaut Mandar berkeyakinan bahwa pada tanggal-tanggal itu biasanya angin kencang dan ombak besar sehingga ikan sukar didapat. Begitu juga penanggalan Syamsiah, pelaut Mandar menggunakan perhitungan bulan Masehi untuk menentukan musim. Musim barat dimulai pada bulan Oktober – Nopember hingga bulan Maret – April. Musim timur dimulai pada bulan April – Mei hingga September – Oktober. Bila musim timur tiba, nelayan Mandar beraktifitas di laut untuk mencari telur ikan terbang (Pa’otto’/Pattallo’), mencari ikan terbang (tui-tuing/banggulung). Pada musim barat, nelayan Mandar beraktifitas di laut untuk mencari ikan cakalang/bambangang yang dikenal dengan istila Pakkalor/Palladzung. Petunjuk lain yang digunakan nelayan Mandar adalah bulan sabit. Apabila bulan sabit agak miring ke utara, maka yang terjadi adalah musim barat. Musim barat ditandai dengan angin bertiup secara terus-menerus dan kadang kala disertai gemuruh (Guntur) dan hujan lebat. Dan apabila bulan sabit agak miring ke selatan, maka yang berlangsung adalah musim timur.  Angin akan bertiup dari arah tenggara ke barat daya. (BERSAMBUNG)



Jumat, 13 Januari 2017

MENGELABORASI MAKNA KATA KADER


                                                         
 Oleh: Muhammad Munir

Sebuah percikan sejarah ketika bom atom mengguncang Hiroshima dan Nagasaki. Tak terhitung berapa jiwa manusia yang hilang melayang pada kejadian itu. Disaat yang sama sang kaisar datang memantau kejadian itu. Dari bibir Sang Kaisar itu kalimat pertama yang terucap adalah sebuah pertanyaan; ”Masih adakah guru yang hidup?’. Kenapa harus guru? Karena gurulah yang sangat berpeluang untuk membangun masa depan sebuah negara.

Ketika semua tokoh politik didaerah ini kehilangan jati diri, maka yang harus kita pertanyakan adalah masih adakah kader partai...? Kenapa kader? Karena kaderlah yang paling berpeluang untuk membangun masa depan partai. Kader adalah penentu kalah menang suatu partai dalam setiap kontestasi, baik itu pemilu, pilpres maupun pilkada. Kader adalah makhluk yang akan selalu ada dalam lingkup sebuah partai. Pimpinan boleh berganti, tapi kader tetaplah kader.

Istilah ‘kader’ adalah kosa kata yang sering kita sebut dan tidak terlalu banyak yang mencoba mengelaborasi makna kedalamannya. Dalam sebuah organisasi partai, kader dibedakan dalam dua kategori, yaitu “Kader Formalitas” dan “Kader Esensial”. Kader Formalitas adalah sebutan bagi siapapun pengurus struktural partai dan pernah mengikuti pelatihan kader. Sementara Kader Esensial adalah penjumlahan kualitas yang terdapat dalam diri seseorang tanpa melihat apakah orang itu berada dalam struktur partai atau tidak.

Kualitas yang dimaksud meliputi bentuk immaterial seperti cita-cita, angan-angan, niat baik, sifat ikhlash, tulus dll, hingga bentuk material yang dapat dilihat dalam konstribusi pemikiran, tenaga, dana dll. Pada pengertian Kader Formalitas yang tidak memiliki kualitas Kader Esensial cenderung akan menjadi beban dan penghalang untuk menang, bahkan mungkin tepat disebut “benalu partai”.
Mengelaborasi kata kader sesungguhnya merupakan upaya sebuah lembaga politik untuk membangun ruang akademis dan hati nurani.  Sebuah keniscayaan untuk menjadikan politik sebagai lapangan kompetisi sekaligus sportifitas. Kader bukanlah karyawan, bukan pula staf yang setiap saat harus menjadi pihak yang dituntut bertanggung jawab dalam setiap proses yang menjadi tugas dan tanggung jawab partai. Kader tak harus menjadi korban adanya penyelewengan, pembiaran dan apapun bentuknya, lalu dijadikan kekuatan untuk menjadikan kader sebagai pembela.

Adalah sebuah kesalahan fatal yang yang tidak bisa di tolerir, ketika dandanan-dandanan politik yang sifatnya menina bobokan kader. Pun partai tak harus menjadi muara dari seluruh kepentingan politik, sebab jika ingin besar, partai harus dijadikan seragam kolektif untuk mengakomodasi keinginan masyarakat lebih dahulu ketimbang kader. Karena atas nama demokrasilah partai politik menemui takdirnya untuk dilahirkan dengan fungsi utama sebagai rumah aspirasi rakyat.Jangan lagi mengeja konsep politik Belanda yang ketika ada segolongan yang tidak pro atau menentang maka jalan satu-satunya adalah disingkirkan.

Lembaga partai politik yang didalamnya ada banyak kader yang menjadi wakil rakyat. Sejatinya Partai dan lembaga DPR menjadi wadah aspirasi dan aksentasi konstituen dengan masyarakat secara umum. Pengurus partai dan anggota dewan seharusnya memposisikan diri sebagai aspirator, inisiator dan mediator bagi kebutuhan masyarakat secara umum dan konstituen secara khusus. Apabila aspirasi tidak mampu diakomodir secara baik dan benar, maka jangan heran jika kemudian kritik, opini, bahkan mosi tidak percaya sebab jika rakyat lelah maka makian dan sumpah serapah adalah halal baginya.

Sampai hari ini, sejak 2006, penulis masih menemukan adanya kader partai yang belum menemukan jati dirinya. Tak jarang kader tersebut menjadi kayu bakar dalam setiap pemilihan. Belum juga lahir wakil rakyat yang betul-betul bisa menjadi bagian dari solusi, yang ada malah menjadi bagian dari masalah. Pun belum kutemukan pimpinan partai yang betul-betul bisa menjadi corong kepentingan kader dan masyarakat konstituen, yang ada malah menjadikan jabatan sebagai pimpinan partai sebagai ajang gagah-gagahan. Baik Wakil Rakyat maupun Pimpinan Partai masih butuh proses untuk bisa connect dan menemukan frekwensi untuk bisa berkomunikasi dengan rakyat pada gelombang yang sama.

Lalu apakah kondisi seperti ini akan terus dipertahankan dan tak ada upaya-upaya yang bisa membuat kader lebih berdaya dan mandiri dalam kehidupan bermasyarakat ? Tulisan ini tidak untuk membangun ruang diskusi lebih banyak, tapi diharapkan menjadi katalisator tersampaikannya harapan untuk membuat para pemimpin partai dan wakil rakyat lebih banyak berintrasfeksi diri, lebih sering mengeja jiwanya untuk merasakan pedih perih menjadi rakyat yang asing dan terlantar dalam sistem didaerahnya. Tak ada makan siang gratis...itu pasti. Tapi rakyat ini tak butuh makan gratis, tak ingin makan enak melulu. Yang mereka butuhkan adalah enak makan.


Maka siapapun, hari ini mari merubah pola berpolitik kita. Jangan lagi kita sibuk berfikir untuk bisa beli ikan buat rakyat, tapi berilah mereka kail agar mereka bisa memancing ikan. Janganlagi kita sibuk mengumpul pundi-pundi untuk membagi puing-puing ke rakyat. Mulailah kita berfikir masa depan, jangan menjadikan rakyat sebagai bagian dari masa lalu kita. Berani Berubah !

Minggu, 25 Desember 2016

MAULID DALAM IMPERIUM SEJARAH PERADABAN MANUSIA : “ MAULID: DARI AMALIYAH NYATA KE DISKUSI MAYA” (Bagian 1)

Oleh: Muhammad Munir (Rumpita-Tinambung)

Sebuah Pelontar 

Keinginan untuk menulis tentang Maulid ini dilatarbelakangi oleh polemik antara penulis dengan Muhammad Ridwan Alimuddin yang secara spontan menggunakan kata HBD Muhammad SAW ketika ikut memperingati Maulid Nabi Besar Muhammad Rasulullah disalah satu masjid di Kecamatan Balanipa. Status yang diposting melalui akun pribadinya difacebook tersebut memang tak sehangat kasus penistaan al-Qur’an Surah Al Maidah 51 oleh Ahok yang melahirkan gelembung kebencian yang ditandai oleh gerakan 212. Keterangan Muhammad Ridwan Alimuddin mengatakan bahwa ide penggunaan HBD itu muncul ketika menjawab pertanyaan Nabigh (putranya) yang bertanya, Apa itu maulid? Lalu dijawabnya , “Ini acara ulang tahun, hari lahirnya Nabi Muhammad. "Di namamu ada kata Muhammad kan? Ayah juga." Ditambahkannya, “Sejauh tdk menjurus ke sirik atau yang melanggar agama, penggunaan kata ini, terima atau tidak, dugaan saya karena selera semata”.

Penulis sedikit tergelitik ketika nama Muhammad SAW itu harus disandingkan dengan nama manusia biasa sekelas Muhammad Nabigh dll. Ini murni tentang bagaimana kita membuat tulisan atau ucapan yang berbeda ketika menyebut nama Manusia Pilihan yang kita junjung sebagai orang islam. Dalam tinjauan tata bahasa dan kemajemukan yang masahoro digunakan oleh masyarakat dunia Islam juga,  misalnya Maulid Untuk Nabi Muhammad SAW, Haul bagi Ulama dan Milad bagi masyarakat secara umum. Konteks bahasa dalam sudut pandang pemaknaan bahasa Inggris boleh jadi itu, tapi sebagai orang Islam yang nota bene menjadikan al-Qur’an dan bahasa Arab sebagai rujukan mutlak harus diluruskan. Kendati ini bukan persoalan prinsip bagi masyarakat pada umumnya, namun tetap ini menjadi sebuah obyek yang layak untuk diperdebatkan.

Pro Kontra Seputar Kata Maulid dan HBD Muhammad SAW

Pertentangan penulis dengan Muhammad Ridwan Alimuddin di Facebook itu ternyata melahirkan pro kontra yang mengharuskan penulis harus berdiskusi didunia maya selama 3 hari 3 malam. Pro kontra itu jelas terbaca dari beberapa statemen yang dituliskan teman-teman dalam kolom komentar. Mainunis Amin (Tokoh pemuda, Pimpinan Media Sulbar Politika) misalnya, ia berpandangan bahwa istilah HBD Nabi Muhammad yang menjadi "aneh" di Mandar karena tidak terdapat dalam kamus istilahiyah Mandar berkaitan dengan maulid. Lalu apakah karena aneh di Mandar, lalu lantas mendistorsi peristilahan dunia islam secara umum?. Bahkan lebih dipertegas lagi, bahwa dalam ilmu bahasa Arab, HBD itu adalah makna kontekstual yang disebut al-ma'na al-istilahiyah (arti bahasa yang berkembang dikalangan muslim disuatu tempat tertentu lalu diterima sebagai istilah bersama).

Lagi-lagi persoalan akan kian meruncing ketika HBD ini diinginkan untuk menjadi sebuah istilah yang disepakati dan bersama. Sebab ketika hal tersebut harus disepakati bersama oleh masyarakat Islam, jelas menjadi proses pengebirian secara verbal terhadap tata bahasa yang jamak dipahami dan diyakini oleh umat Islam. Mahmuddin Hakim (Tokoh pendidik dan penceramah) membantah pernyataan itu dengan tulisannya yang menyatakan bahwa,  Maulid itu adalah kata serapan dari bahasa Arab yang khusus dipakai untuk memperingati hari lahir Nabi Muhammad. Untuk penggunaan kepada manusia dan organisasi umumnya menggunakan kata milad yang juga adalah kata serapan yang digunakan untuk memperingati hari lahir individu maupun organisasi. Hal tersebut seudah menjadi hasil kesepakatan oleh para ahli bahasa bahwa maulid adalah kata yang khsus untuk hari lahir Nabi Muhammad. Mahmuddin juga menjelaskan bahwa kata HBD bisa saja dimaknai sebagai Hari lahir tapi tidak untuk nabi Muhammad, sebab dalam konteks tata bahasa kata maulid dan milad itu beda, satu ismu makan dan satu ismu fa’il. HBD mungkin bisa dipadankan dengan kata milad tapi tidak secara umum untuk kata maulid.

Persoalan kian meruncing  sebab Muhammad Ridwan Alimuddin tetap bersikukuh mempertahankan pendapatnya atas pertimbangan arti kata Happy (selamat), Birth (lahir), dan Day (hari). Menurutnya Selamat Hari Lahir Nabi Muhammad SAW. Itu bahasa Indonesianya. Bahasa Arabnya Maulid Nabi Muhammad SAW. Kondisi yang sama terjadi pada kata  Maulid jadi Munuq, Ulama jadi panrita (pendeta). Ia bahkan mengemukakan contoh menarik berupa perbandingan kata yang sudah umum yang tak menuai protes. Contoh menarik yang dijadikan penguat pernyataannya itu adalah ketika Cak Nun dan Kyai Kanjeng mengaransemen lagu pujian kepada Nabi Muhammad yang musiknya diadopsi dari music/lagu yang biasa dinyanyikan di gereja atau oleh kaum Nasrani.  Sampai disini, penulis semakin tergelitik bahwa kondisinya jelas beda ketika penguatan tersebut harus melibatkan Emha Ainun Nadjib dan Kiyai Kanjengnya, sebab diantara situasi itu menurut penulis nyaris tak ada korelasi dan tidak nyambung.

Melihat nama Emha dan Kiyai Kanjeng disebut-sebut, salah satu tokoh Maiyah Abed El Mubarak tak mau diam. Abed bahkan menegaskan bahwa memang kalau dikaji secara bahasa, kata maulid beda dengan milad, kalo milad setahu saya kelahiran biologis sedangkan maulid adalah kelahiran spiritual yang bisa saja terus menerus lahir dalam jiwa kita. Komentar seorang Tokoh dan Ustadz datang dari S. Fadl Al Mahdaly. Beliau menulis Identitas kita dimandar salah satunya adalah manjagai Turang loa kepada siapa saja apalagi kepada seseorang yang dimuliakan. Kita sudah terbiasa begit.. Nah ketika pilihan kata lain yang digunakan dalam menyapa atau menyebut seseorang misalnya (ita’ menjadi i'o) atau HBD nya bang Muhammad Ridwan Alimuddin, pasti kita merasa ngeri-ngeri  sedap. Sebab Orang Mandar itu luar biasa kemampuannya menjaga sikap bertutur. Misalnya, Dalam bahasa Arab,( kamu disebut anta). ArabBahasa Arab ya begitu saja dan tidak ada pilihan kata lain entah itu bicara sama Tuhan atau Rasulullah SAW. Tetappakai kata anta. Nah, Kalau di-Mandar-kan pasti tidak enak dengarnya (i'o puang, i'o Muhammad). Makanya digantilah oleh kita "anta" menjadi "ita". Walaupun peruntukan maknanya tetap sama. Soal akkeada’ pada akhirnya. Demikian komentar pertama S. Fadl yang kemudian lebih dipertajam bahwa penyebutan HBD pada Nabi Muhammad jelasmerupakan tindakan dan pernyataan yang tidak beretika, apalagi kita sebagai orang yang beridentitas Mandar. (Bersambung)

Senin, 13 Juni 2016

ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA PARTAI AMANAT NASIONAL


ANGGARAN DASAR/ANGGARAN RUMAH TANGGA
PARTAI AMANAT NASIONAL  

BAB I.  NAMA, KEDUDUKAN dan LOGO
Pasal 1.  Nama dan kedudukan  
Partai ini bernama PARTAI AMANAT NASIONAL disingkat dengan PAN yang dibentuk dan dideklarasikan pada hari Ahad tanggal 23 Agustus 1998 di Jakarta.
Dewan Pimpinan Pusat PAN berkedudukan di ibukota negara Republik Indonesia.
Pasal 2. Logo  
Nilai yang terkandung dalam logo PAN adalah dengan kehadiran partai ini diharapkan akan mampu membawa pencerahan   ke arah masa depan  Indonesia  yang lebih baik.
Penjelasan terhadap logo PAN tertera dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB II. ASAS, SIFAT dan IDENTITAS
Pasal 3.  Asas   Partai Amanat Nasional berasaskan Pancasila.
Pasal 4.  Sifat   PAN adalah partai politik di Indonesia yang bersifat terbuka, majemuk, dan mandiri.   Pasal 5. Identitas   Identitas partai ini adalah menjunjung tinggi moral agama dan  kemanusiaan.
BAB III. TUJUAN
Pasal 6.    PAN bertujuan  menjunjung  tinggi  dan menegakkan kedaulatan rakyat, keadilan,  kemajuan  material dan spiritual.
BAB  IV. USAHA
Pasal 7   Untuk mencapai tujuan pada Pasal 6, maka PAN menjalankan usaha antara lain sebagai berikut:  
Membangun masyarakat Indonesia baru, berdasarkan moral agama, prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia.
Membangun masyarakat madani yang bebas dari kesengsaraan, rasa takut, penindasan dan kekerasan.
Mewujudkan manusia Indonesia yang berdaulat, memiliki jati diri, cerdas, berakhlak mulia, beriman dan bertaqwa kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa.
Membangun manusia Indonesia yang mampu menguasai dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi kesejahteraan bangsa dan umat manusia.
Meningkatkan peran serta politik dan kontrol sosial masyarakat pada penyelenggaraan pemerintahan dan negara.
Meningkatkan kesadaran atas pelaksanaan kewajiban warga negara sebagai manusia dan kewajiban negara dalam penegakan hak-hak asasi manusia yang semakin terjamin dan bertanggung jawab.
Mengupayakan pertanggungjawaban yang terbuka dalam pengurusan negara melalui penguatan masyarakat madani dalam mengawasi kekuasaan.
Memperjuangkan peningkatan kemampuan daerah dalam mengembangkan kemandirian dalam mengurus sumber daya, mencari pendanaan dan menikmati hasil-hasilnya sehingga dapat mencegah disintegrasi nasional dan ekploitasi pusat terhadap daerah.
Memperjuangkan kebebasan pers yang memperhatikan norma-norma hukum, susila, akhlak dan kepatutan sehingga masyarakat memperoleh informasi yang obyektif dan transparan.
Mengusahaan penegakan hukum tanpa diskriminasi sehingga semua masyarakat mendapat akses yang sama dalam lembaga peradilan yang independen, adil, murah dan cepat.
Memperjuangkan secara tegas pemisahan antara lembaga eksekutif, yudikatif dan legislatif untuk menjamin proses dapat saling kontrol di antara lembaga-lembaga tersebut.
Mengupayakan peranan ABRI yang sesuai dengan fungsinya di bidang HANKAM, tunduk pada hukum, konstitusi dan kontrol publik.
Mengupayakan agar setiap warga negara memiliki akses langsung pada penguasaan dan pemilikan tanah, pengakuan hak ulayat, dan mengembalikan fungsi sosial yang melekat pada tanah. 
Mengusahakan persamaan hak Perempuan secara proporsional sebagai insan yang harus dihormati dengan memberikan kesempatan yang sama di mata hukum, sosial, ekonomi dan politik.
Mewujudkan kesejahteraan sosial lewat pemerataan yang berlandaskan moralitas agama serta menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia.
Memperjuangkan pemberian kesempatan yang sama bagi semua pelaku ekonomi untuk mewujudkan segala potensi yang dimiliki bagi penguatan daya saing nasional.
Meningkatkan alokasi anggaran untuk pendidikan nasional yang mampu meningkatkan sumber daya manusia yang merangsang kemandirian dan kreativitas.
Memperjuangkan perlindungan kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup dari keserakahan manusia untuk menjamin keadilan antar generasi.
Memperjuangkan kebijakan ekonomi yang memihak kepada yang lemah dan mendukung terciptanya keadilan bagi masyarakat luas.
Memperjuangkan berjalannya pemerintahan yang bersih, efektif, bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
Bab V. KEANGGOTAAN
Pasal 8.   Peraturan keanggotaan diatur lebih lanjut  dalam  Anggaran Rumah Tangga. 
Bab VI. SUSUNAN ORGANISASI
Pasal 9
  1.
Dewan Pimpinan Ranting ialah kesatuan anggota dan tingkat kepemimpinan di tingkat kelurahan / desa. 
Dewan Pimpinan Cabang ialah kesatuan anggota dan kepemimpinan di tingkat kecamatan. 
Dewan Pimpinan Daerah ialah kesatuan anggota dan kepemimpinan di daerah tingkat II. 
Dewan Pimpinan Wilayah ialah kesatuan anggota dan kepemimpinan di daerah tingkat I. 
Dewan Pimpinan Pusat ialah kesatuan anggota dan kepemimpinan yang berada di tingkat pusat.
Di setiap tingkat kepemimpinan di bentuk Majelis Pertimbangan Partai (MPP), yang berfungsi memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Dewan Pimpinan Partai. 
Di setiap tingkat kepemimpinan dapat dibentuk Badan Otonomi dan lembaga / Panitia khusus yang akan diatur lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga. 
Ketentuan tentang hubungan struktural antara DPW, DPD, DPC dan DPRt diatur dalam Anggaran Rumah Tangga. 
Pasal 10.   Pimpinan Organisasi  
Dewan Pimpinan Pusat  
Dewan Pimpinan Pusat adalah pimpinan tertinggi dalam memimpin partai . 
Pengurus Dewan Pimpinan Pusat dipilih dan ditetapkan dalam kongres. 
Anggota Dewan Pimpinan Pusat terdiri dari : 
- Majelis Pertimbangan Partai.   - Seluruh anggota pengurus Dewan Pimpinan Pusat. 
Dewan Pimpinan Wilayah 
Dewan Pimpinan Wilayah memimpin partai di wilayahnya dan melaksanakan kepemimpinan dari Pimpinan Pusat. 
Pengurus Dewan Pimpinan Wilayah dipilih dan ditetapkan dalam musyawarah wilayah untuk masa jabatan 5 tahun. 
Kepengurusan Dewan Pimpinan Wilayah berdasarkan hasil musyawarah wilayah disahkan oleh Dewan Pimpinan Pusat dengan Surat Keputusan. 
Anggota Dewan Pimpinan Wilayah terdiri dari : 
- Majelis Pertimbangan Partai wilayah.  - Seluruh anggota pengurus Dewan Pimpinan Wilayah. 
Dewan Pimpinan Daerah 
Dewan Pimpinan Daerah memimpin partai di daerahnya dan melaksanakan kepemimpinan dari Dewan Pimpinan Wilayah. 
Pengurus  Dewan Pimpinan Daerah dipilih dan ditetapkan dalam Musyawarah Daerah untuk masa jabatan 5 tahun. 
Kepengurusan Dewan Pimpinan Daerah hasil Musyawarah daerah disahkan oleh Dewan Pimpinan Pusat dengan surat keputusan yang tembusannya disampaikan kepada Dewan Pimpinan Wilayah dan Dewan Pimpinan Cabang. 
Anggota Dewan Pimpinan Daerah terdiri dari : 
- Majelis Pertimbangan Partai Daerah.- Seluruh anggota pengurus Dewan Pimpinan Daerah. 
Dewan Pimpinan Cabang  
Dewan Pimpinan Cabang memimpin partai dalam  cabangnya dan melaksanakan kepemimpinan dari Dewan Pimpinan Daerah. 
Pengurus Dewan Pimpinan Cabang dipilih dan ditetapkan oleh musyawarah cabang untuk masa jabatan 5 tahun. 
Kepengurusan Dewan Pimpinan Cabang hasil musyawarah cabang disahkan oleh Dewan Pimpinan Wilayah dengan surat keputusan yang tembusannya disampaikan kepada Dewan Pimpinan Pusat, Dewan Pimpinan Ranting. 
Anggota Dewan Pimpinan Cabang terdiri dari : 
- Majelis Pertimbangan Partai cabang.   - Seluruh anggota pengurus Dewan Pimpinan Cabang. 
Dewan Pimpinan Ranting 
Dewan  Pimpinan  Ranting  memimpin  partai  dalam  rantingnya   dan melaksanakan kepemimpinan dari  Dewan Pimpinan Cabang. 
Pengurus Dewan Pimpinan Ranting dipilih dan ditetapkan oleh musyawarah  ranting untuk masa jabatan 5 tahun. 
Kepengurusan  pimpinan  ranting hasil musyawarah  ranting  disahkan oleh  Dewan  Pimpinan Daerah dengan surat  keputusan  yang tembusannya disampaikan kepada Dewan Pimpinan Wilayah dan Dewan Pimpinan Daerah. 
Anggota Dewan Pimpinan Ranting  terdiri dari : 
- Majelis Pertimbangan Partai ranting. - Seluruh anggota pengurus Dewan Pim-pinan Ranting. 
BAB VII.  PERMUSYAWARATAN
Pasal 11  
Bentuk macam-macam permusyawaratan. 
1.1. Kongres   1.2. Rapat Kerja Nasional    1.3. Rapat Paripurna  1.4. Musyawarah Wilayah   1.5. Rapat Kerja Wilayah    1.6. Musyawarah Daerah   1.7. Rapat Kerja Daerah   1.8. Musyawarah Cabang   1.9. Rapat Kerja Cabang   1.10. Musyawarah Ranting  1.11. Rapat Kerja Ranting   1.12. Kongres Luar Biasa   1.13. Musyawarah   Wilayah Luar  Biasa   1.14. Musyawarah Daerah  Luar Biasa    1.15. Musyawarah Cabang Luar Biasa   1.16. Musyawarah Ranting Luar Biasa   1.17. Rapat Pleno   1.18. Rapat Harian   1.19. Rapat Anggota Ranting 
Hal-hal yang berkenaan dengan  aturan  permusyawaratan yang  belum  diatur dalam Anggaran Dasar  akan  diatur  lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga. 
Bab VIII.  ACARA PERMUSYAWARATAN
Pasal 12.   Acara permusyawaratan diatur dalam Anggran Rumah Tangga. 
Bab IX.  MASA JABATAN PENGURUS
Pasal 13   Masa Jabatan ketua Umum dalam Dewan Pimpinan Pusat serta jabatan ketua dalam tingkat DPW, DPD, DPC, dan DPRt paling lama hanya untuk 2 (dua) kali masa jabatan dan tidak dapat dipilih kembali. 
BAB X.  KORUM DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Pasal 14   Korum dan pengambilan keputusan diatur lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga. 
BAB XI.  HAK SUARA DAN HAK BICARA
Pasal 15   Hak  suara  dan  hak bicara dalam  permusyawaratan  diatur  dalam Anggaran  Rumah Tangga. 
BAB XII.  SUMBER KEUANGAN
Pasal 16   Sumber keuangan partai terdiri dari :  
Uang iuran anggota 
Usaha, sumbangan dan  infak 
Hibah dan wasiat 
Sumber sumber lain yang dianggap halal dan tidak mengikat. 
Bab XIII.  PENGESAHAN ANGGARAN DASAR
Pasal 17   Pengesahan Anggaran Dasar ini untuk  pertama  kalinya disahkan  dalam Rapat Formatur pada tanggal 22 Agustus 1998. 
BAB XIV. PERUBAHAN ANGGARAN DASAR
Pasal 18   Perubahan Anggaran Dasar hanya dapat diubah oleh kongres. 
Bab XV. PEMBUBARAN PARTAI
Pasal 19  
Partai hanya dapat dibubarkan oleh kongres dan atau kongres luar biasa yang khusus diadakan untuk itu.  
Kongres dan atau Kongres Luar Biasa tersebut diatas dinyatakan sah, apabila dihadiri oleh 2/3 (dua per tiga) dari Dewan Pimpinan Daerah dan disetujui oleh 2/3 suara yang hadir. 
Apabila terjadi pembubaran partai, maka seluruh harta benda milik partai diputuskan pula dalam kongres tersebut. 
Bab  XVI.  KETENTUAN PENUTUP
Pasal 20  
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga adalah  merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. 
Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Dasar ini akan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga. 
Ketentuan-ketentuan lain yang belum tercakup dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga akan diatur lebih lanjut oleh DPP PAN sejauh tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.






ANGGARAN RUMAH TANGGA
PARTAI AMANAT NASIONAL 

BAB I.  KEANGGOTAAN
1.1. pemberian sanksi teguran tertulis dilakukan oleh DPP PAN berdasarkan hasil keputusan Rapat Harian DPP PAN. 1.2.Pemberian Sanksi pemberhentian sementara sebagai pengurus dan atau anggota dan pemberhentian selamanya sebagai pengurus dan atau anggota dilakukan oleh DPP PAN berdasarkan Rapat Pleno DPP PAN.
BAB II.  PENDIRIAN dan PIMPINAN  ORGANISASI
1.1. Pendirian Dewan Pimpinan Ranting dilaksanakan ditingkat kelurahan/desa berdasarkan hasil musyawarah anggota dalam satu kelurahan/desa yang telah memiliki anggota paling sedikit 25 (dua puluh lima) orang.  1.2. Susunan pengurus berdasarkan hasil musyawarah ranting dimintakan pengesahannya kepada Dewan Pimpinan Daerah disertai dengan rekomendasi dari Dewan Pimpinan Cabang setempat.  1.3. Apabila dalam satu kelurahan/desa tidak terdapat Dewan Pimpinan Ranting bila dianggap perlu untuk kepentingan partai maka Dewan Pimpinan Cabang dan/atau Dewan Pimpinan Daerah dapat memprakarsai pendirian ranting.  1.4. Untuk mengisi kekosongan jabatan ketua, Dewan Pimpinan Ranting dapat melaksanakan Musyawarah Ranting Luar Biasa dengan melakukan koordinasi dengan Dewan  Pimpinan Cabang setempat.   1.5. Dewan Pimpinan Ranting dapat menambah dan/atau  mengur-angi Anggota Dewan pengurusnya melalui rapat pleno dengan meminta pengesahan kepada Dewan Pimpinan Daerah yang tembusannya dikirim kepada Dewan Pimpinan Cabang.   1.6. Dewan Pimpinan  Ranting dapat  membuat  pedoman kerja tersendiri sesuai dengan kebutuhannya dengan ketentuan tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah partai.  
2.1. Pendirian Dewan Pimpinan Cabang dilaksanakan di tingkat kecamatan yang telah memiliki sekurang-kurangnya tiga Dewan Pimpinan Ranting.   2.2. Susunan pengurus berdasarkan hasil musyawarah cabang dimintakan pengesahannya kepada Dewan Pimpinan Wilayah disertai dengan rekomendasi dari Dewan Pimpinan Daerah setempat.  2.3. Apabila dalam satu kecamatan belum terbentuk Dewan Pimpinan Cabang, namun dianggap perlu untuk kepentingan partai, maka Dewan Pimpinan Wilayah dapat memprakarsai pendirian cabang dengan melakukan koordinasi dengan Dewan Pimpinan Daerah.    2.4. Apabila terdapat kekosongan jabatan ketua, maka Dewan Pimpinan Cabang dapat melaksanakan Musyawarah Cabang Luar Biasa dengan melakukan koordinasi dengan Dewan  Pimpinan Daerah dan Dewan Pimpinan Wilayah setempat.   2.5. Dewan Pimpinan Cabang dapat menambah dan/atau  mengur-angi anggota dewan pengurusnya melalui  rapat pleno dengan meminta pengesahan kepada Dewan Pimpinan Wilayah yang tembusannya kepada Dewan Pimpinan Daerah.  
3.1. Pendirian Dewan Pimpinan Daerah dalam tingkat Kabupaten dan/atau Kotamadya dilaksanakan dalam Musyawarah Daerah yang telah memiliki sedikitnya tiga Dewan Pimpinan Cabang.   3.2. Pengesahan pendirian Dewan Pimpinan Daerah serta pengurus terpilih berdasarkan hasil Musyawarah Daerah dimintakan pengesahannya kepada Dewan Pimpinan Pusat disertai dengan rekomendasi dari Dewan Pimpinan Wilayah setempat.   3.3. Dewan Pimpinan Daerah berkedudukan di Ibukota Kabupaten  dan/atau Kotamadya setempat.   3.4. Dewan Pimpinan Daerah adalah pemimpin tertinggi yang memimpin partai didaerahnya.  3.5. Untuk mengisi kekosongan jabatan ketua, maka Dewan Pimpinan Daerah dapat melaksanakan Musyawarah Daerah Luar  Biasa dengan melakukan koordinasi dengan Dewan Pimpinan Wilayah untuk meminta pengesahan pada Dewan Pimpinan Pusat.  3.6. Dalam keadaan yang  tidak memungkinkan dilaksanakan Musyawarah Daerah Luar Biasa maka  Dewan Pimpinan Daerah dapat melaksanakan mekanisme rapat kerja daerah dan melaporkan hasilnya kepada Dewan Pimpinan Pusat dengan tembusannya kepada Dewan Pimpinan Wilayah.   3.7. Dewan Pimpinan Daerah dapat me-nambah dan atau mengurangi Anggota Dewan Pengurusnya melalui rapat pleno dan meminta pengesa-han kepada Dewan Pimpinan Pusat.  3.8. Dewan Pimpinan Daerah dapat membuat pedoman  kerja tersendiri sesuai dengan kebutuhan daerahnya asal tidak bertentangan dengan kaedah organisasi.   
4.1.   Pendirian Dewan Pimpinan Wilayah dalam tingkat Propinsi dilaksanakan dalam Musyawarah Wilayah yang telah memiliki sekurang-kurangnya tiga Dewan Pimpinan Daerah.   4.2. Pengesahan pendirian Dewan Pimpinan Wilayah serta pengurus terpilih berdasarkan hasil Musyawarah Wilayah dimintakan pengesahannya kepada Dewan Pimpinan Pusat.    4.3. Dewan Pimpinan Wilayah berkedudukan di Ibukota Propinsi.   4.4. Dewan Pimpinan Wilayah adalah pemimpin tertinggi yang memimpin Partai diwilayahnya.   4.5. Apabila terdapat kekosongan jabatan ketua, Dewan Pimpinan Wilayah dapat melaksanakan Musyawarah Wilayah   Luar  Biasa dengan melakukan koordinasi dengan Dewan Pimpinan Pusat.   4.6. Dalam keadaan yang  tidak memungkinkan dilaksanakan Musyawarah Wilayah Luar Biasa maka  Dewan Pimpinan Wilayah dapat melaksanakan rapat kerja wilayah  dengan meminta pengesahan  hasilnya kepada Dewan Pimpinan Pusat .   4.7.     Dewan Pimpinan Wilayah dapat menambah dan / atau mengurangi anggota dewan pengurusnya melalui  mekanisme Rapat Pleno dan dimintakan pengesahannya kepada Dewan Pimpinan Pusat.    4.8.   Dewan Pimpinan Wilayah dapat membuat pedoman  kerja tersendiri sesuai dengan kebutuhannya asal tidak bertentangan dengan kaedah organisasi. 
5.1.   Dewan Pimpinan Pusat adalah pemimpin tertinggi dalam kepemim-pinan partai yang melaksanakan dan meneruskan, mengawasi serta menginstrusikan keputusan-keputusan Kongres kepada seluruh Dewan Pimpinan Partai dalam semua tingkatan.  5.2.   Dewan Pimpinan Pusat dapat menambah dan/atau  mengurangi anggota pimpinannya yang kemudian dimin-takan pengesahannya dalam rapat harian.    5.3.    Dewan Pimpinan Pusat dapat menetapkan peraturan-peratu-ran khusus maupun pedoman kerja dan/atau pedoman organi-sasi lainnya  dalam rangka  menjaga ketertiban dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.  5.4.    Apabila terdapat kekosongan jabatan Ketua Umum, maka pimpinan  sementara akan dipimpin secara presidium  oleh para ketua-ketua, untuk selanjutnya dilaksanakan  Kongres Luar Biasa yang khusus diadakan untuk itu . 
BAB III. DEPARTEMEN-DEPARTEMEN
Pada tingkat DPP, DPW, DPD, DPC dan DPRt dibentuk departemen-departemen dimana lembaga dan pengurusnya ditempatkan berdasarkan profesionalitas. 
Jumlah dan komposisi   departemen di jenjang kepengurusan pada tingkat DPW ke bawah disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing akan tetapi tidak boleh melebihi jumlah departemen di tingkat Dewan Pimpinan Pusat. 
BAB IV.  BADAN OTONOM DAN LEMBAGA / PANITIA KHUSUS
Badan Otonom adalah institusi yang mempunyai kedudukan mandiri, berhak mengatur dan mengelola sendiri kerja lembaga berlandaskan AD / ART PAN. 
Badan Otonom dibentuk berdasarkan Surat Keputusan PAN. 
Badan Otonom bisa dibentuk di setiap eselon mengacu pada struktur organisasi yang ada di DPP. 
Hal-hal yang berkaitan dengan Badan Otonom akan diatur dalam peraturan lebih lanjut. 
Lembaga / Panitia Khusus adalah institusi yang dibentuk berdasarkan kebutuhan partai dalam rangka menjalankan program kerja dan agenda partai. 
Lembaga / Panitia Khusus dibentuk berdasarkan Surat Keputusan PAN. 
Lembaga / Panitia Khusus dapat dibentuk di setiap eselon kepengurusan. 
Hal-hal yang berkaitan dengan Lembaga / Panitia Khusus akan diatur di dalam peraturan lebih lanjut. 
BAB V.  PERGANTIAN PIMPINAN
Penggantian pimpinan partai dalam semua tingkatan dilaksana-kan lima tahun sekali. 
Penggantian  pimpinan pada tingkat DPP  dilaksanakan dalam Kongres, penggantian DPW, DPC, DPD dan DPRt dilaksanakan dengan musyawarah di jenjang masing-masing. 
Serah  terima  jabatan pimpinan harus dilaksanakan pada akhir acara Kongres /Musyawarah. 
BAB VI .  PEMILIHAN PIMPINAN
Kongres adalah permusyawaratan tertinggi dalam partai  yang diadakan atas undangan Dewan  Pimpinan  Pusat dilaksanakan sekali  lima  tahun yang dihadiri oleh peserta  Kongres  dan anggota Kongres. 
Peserta Kongres terdiri dari : 
2.1. Seluruh anggota pengurus Dewan Pimpinan Pusat.  2.2. Seluruh pengurus dan anggota MPP Dewan Pimpinan Pusat.  2.3. Ketua dan sekretaris Dewan Pimpinan Wilayah.   2.4. Ketua dan sekretaris Dewan Pimpinan Daerah. 
Anggota Kongres terdiri dari : 
3.1. Undangan Dewan Pimpinan Pusat yang diputuskan oleh rapat pleno DPP sebagai peninjau. 
Hak suara dan hak bicara 
4.1. Hak suara hanya dimilki oleh peserta Kongres.  4.2. Anggota Kongres hanya memiliki hak bicara akan tetapi tidak memiliki hak suara. 
Acara pokok kongres adalah sebagai berikut : 
5.1. Laporan pertanggungjawaban DPP tentang: pelaksanaan  dan kebijaksanaan, organisasi dan keuangan serta pengesahan laporan   DPP terhadap perjalanan organisasi  dalam satu periode. 5.2. Menetapkan dan/atau melakukan perubahan terhadap AD/ART serta peraturan organisasi lainnya.  5.3. Menetapkan program kerja untuk periode berikutnya.  5.4. Pemilihan dan penetapan Ketua Umum secara langsung. Ketua Umum terpilih secara ex officio adalah sebagai ketua formatur.  5.5. Memilih dan menetapkan formatur yang akan  menyusun kelengkapan personalia pengurus DPP.  5.6. Formateur berjumlah sebanyak 9 orang, termasuk ketua formatur.  5.7. Menyusun anggota Majelis Pertimbangan Partai DPP.  5.8. Dewan Pimpinan Pusat bertanggung jawab terhadap pelak-sanaan Kongres.  5.9. Isi dan susunan acara Kongres serta keputusan tentang pelaksanaan Kongres,  ditetapkan oleh Dewan Pimpinan Pusat dengan memperhatikan hasil-hasil Rapat Kerja Nasional.   5.10. Selambat lambatnya satu bulan setelah kongres dilaksanakan, pengurus DPP terpilih  sudah harus menyampaikan  hasil-hasil Kongres kepada seluruh DPW, selanjutnya paling  lambat dalam waktu 10 hari setelah diterimanya  oleh DPW  maka  DPW  telah harus menyampaikan pula kepada seluruh  DPD, demikian pula selanjutnya oleh DPD kepada DPC dan DPRt.   5.11. Keputusan Kongres diberlakukan untuk masa periode kepengurusan selanjutnya. 
Bab VII. KORUM dan PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Kongres  dinyatakan sah dan memenuhi korum  apabila  dihadiri oleh setengah lebih satu dari jumlah Dewan Pimpinan Daerah.  
Seluruh  rapat permusyawaratan selain Kongres dan Kongres  Luar Biasa, dinyatakan sah dan dapat berlangsung dengan  tidak memandang  jumlah yang hadir asal yang berkepentingan telah diundang  yang  dapat dibuktikan dengan bukti penerimaan dan atau pengiriman   baik  secara  langsung maupun  melalui   kantor  Pos negara. 

BAB VIII.  KONGRES LUAR BIASA   BAB IX. RAPAT- RAPAT 

1.1. Seluruh pengurus DPP.  1.2. Seluruh pengurus MPP DPP. 1.3. Ketua MPP Wilayah dan Daerah.   1.4. Ketua Dewan Pimpinan Wilayah.  1.5. Ketua Dewan Pimpinan Daerah. 
2.1. Laporan Dewan Pimpinan Pusat.  2.2. Masalah-masalah penting dan aktual yang menyangkut kepentingan partai.  2.3. Evaluasi perjalanan partai.   2.4. Masalah-masalah yang oleh Kongres diserahkan kepada rapat kerja nasional.  2.5. Acara-acara pokok dan persiapan serta masalah-masalah yang akan dibicarakan dalam Kongres.    2.6. Dewan Pimpinan Pusat bertanggung jawab terhadap pelaksa-naan rapat kerja nasional.  2.7. Isi dan susunan acara Rapat Kerja Nasional ditentukan oleh Dewan Pimpinan Pusat. 
2.1. Dewan Pimpinan Pusat (2 orang).  2.2. Seluruh anggota pengurus Dewan Pimpinan Wilayah.   2.3. Seluruh pengurus MPP Dewan Pimpinan Wilayah.   2.4. Ketua dan sekretaris Dewan Pimpinan Daerah.  2.5. Ketua, sekretaris dan ditambah 4 orang pengurus Dewan Pimpinan Cabang. 
4.1 Hak suara hanya dimiliki oleh Peserta Musyawarah  Wilayah.  4.2 Anggota Musyawarah Wilayah hanya memiliki hak bicara akan tetapi tidak memiliki hak suara. 
5.1. Laporan pertanggung jawaban DPW tentang pelaksanaan  dan kebijakan organisasi dan keuangan serta pengesahan laporan DPW terhadap perjalanan organisasi dalam  satu periode.  5.2. Menetapkan, melakukan perubahan terhadap peraturan organisasi di wilayahnya.  5.3. Menetapkan Program Kerja untuk periode berikutnya yang mengacu pada keputusan Kongres.  5.4. Pemilihan dan penetapan ketua DPW secara langsung, ketua terpilih secara ex officio adalah sebagai ketua formatur.  5.5. Memilih dan menetapkan formatur.  5.6. Formatur berjumlah tujuh orang termasuk ketua formatur.  5.7. Menyusun anggota Majelis Pertimbangan Partai wilayah.  5.8. Dewan Pimpinan Wilayah bertanggungjawab  terhadap pelaksanaan Musyawarah Wilayah.  5.9. Musyawarah Wilayah dilaksanakan  lima  tahun   sekali.  5.10. Isi dan susunan acara Musyawarah Wilayah serta kepu-tusan tentang pelaksanaan Musyawarah Wilayah, ditetapkan oleh Dewan  Pimpi-nan Wilayah dengan memperhatikan hasil-hasil Rapat Kerja Wilayah.  5.11. Selambat-lambatnya satu bulan setelah   Musyawarah  Wi-layah, pengurus DPW terpilih sudah harus  menyampaikan hasil-hasil Musyawarah Wilayah kepada seluruh DPD, selanjutnya paling lambat dalam waktu 10 hari setelah diterimanya oleh DPD maka DPD telah harus menyampaikan pula kepada DPC dan DPRt.  5.12. Keputusan Musyawarah Wilayah mulai diber-lakukan untuk masa kepengurusan selanjutnya.   5.13. Musyawarah  Wilayah dinyatakan sah dan  memenuhi korum apabila dihadiri oleh setengah lebih satu dari jumlah Dewan Pimpinan Daerah. 
2.1. Dewan Pimpinan Wilayah (2 orang).  2.2. Seluruh anggota pengurus Dewan Pimpinan Daerah.  2.3. Seluruh pengurus MPP Dewan Pimpinan Daerah.   2.4. Ketua dan sekretaris ditambah tiga orang pengurus harian Dewan Pimpinan Cabang.   2.5. Ketua dan sekretaris ditambah tiga orang pengurus DPRt yang dipilih oleh rapat kerja ranting yang khusus yang dilakukan untuk itu.  
3.1. Undangan Dewan Pimpinan Daerah yang ditetapkan oleh rapat pleno DPD.  
4.1. Hak suara hanya dimiliki oleh peserta Musyawarah Daerah.   4.2. Anggota Musyawarah Daerah hanya memiliki hak bicara akan tetapi tidak memiliki hak suara. 
5.1. Laporan pertanggungjawaban DPD  tentang  pelaksanaan dan kebijakan, organisasi dan keuangan serta penge-sahan laporan DPD terhadap perjalanan organisasi  dalam satu periode.   5.2. Menetapkan, melakukan perubahan terhadap peraturan organ-isasi di daerahnya.  5.3. Menetapkan program kerja untuk periode berikutnya yang mengacu kepada keputusan Kongres dan keputusan Musyawarah Wilayah.  5.4. Pemilihan dan penetapan ketua DPD secara langsung. Ketua DPD terpilih secara ex officio adalah sebagai ketua formatur.  5.5. Memilih dan menetapkan formatur.  5.6. Formatur berjumlah sebanyak 7 orang termasuk ketua formatur.  5.7. Menyusun anggota Majelis Pertimbangan Partai Daerah.  5.8. Dewan Pimpinan Daerah bertanggung jawab terhadap pelak-sanaan Musyawarah Daerah.    5.9. Musyawarah Daerah dilaksanakan lima tahun sekali.  5.10. Isi dan susunan acara Musyawarah Daerah serta keputu-san tentang pelaksanaan Musyawarah Daerah, ditetapkan oleh Dewan Pimpinan Daerah dengan memperhatikan hasil-hasil Rapat Kerja Daerah.  5.11. Selambat  lambatnya satu bulan setelah   Musyawarah  Daerah, Pengurus DPD terpilih sudah harus menyampaikan hasil-hasil Musyawarah Daerah kepada DPW  dan  seluruh DPC, dan DPRt.  5.12. Keputusan Musyawarah Daerah diberla-kukan untuk masa kepengurusan selanjutnya.  5.13. Musyawarah  Daerah dinyatakan sah dan  memenuhi  korum apabila dihadiri oleh setengah lebih satu dari Musyawarah Daerah. 
2.1. Dewan Pimpinan Wilayah ( 2 orang ).  2.2. Dewan Pimpinan Daerah ( 2 orang ).  2.3. Seluruh pengurus Dewan Pimpinan Cabang.  2.4. Seluruh pengurus MPP cabang.    2.5. Ketua dan sekretaris ditambah lima orang Dewan Pimpinan Ranting.  

BAB X.  STRUKTUR  KEPENGURUSAN

1. Ketua Umum   
2. Ketua - ketua   
3. Sekretaris Jenderal    
4. Wakil - wakil Sekretaris Jenderal    
5. Bendahara Umum   
6. Bendahara   
7. Dewan Ekonomi :   
- Ketua   
- Wakil Ketua  
- Sekretaris  
- Anggota   
8. Majelis Pertimbangan Partai :  
- Ketua  
- Wakil Ketua  
- Sekretaris  
- Anggota   
9. Departemen Kaderisasi, keanggotaan Organisasi.  
10. Departemen Kampanye dan pemenangan Pemilu.  
11. Departemen Humas / Media Massa.  
12. Departemen Hubungan Internasional.  
13. Departemen Buruh, Tani, Nelayan.  
14. Departemen Perhubungan/Telekomunikasi.  
15. Departemen Pendidikan. 
16. Departemen Sumber Daya Alam dan Energi.  
17. Departemen Agama.  
18. Departemen Perlindungan Konsumen.  
19. Departemen Hukum dan Keadilan.  
20. Departemen Kesehatan.  
21. Departemen Kebudayaan dan Kesenian.  
22. Departemen Pemberdayaan Perempuan.  
23. Departemen lingkungan Hidup.  
24. Departemen Agraria.  
25. Departemen Pemuda dan Olah Raga.   
26. Departemen Penelitian dan Pengembangan.  
27. Departemen Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.   
28. Departemen Wirausaha dan Koperasi.  
29. Departemen Sosial.   
30. Pengurus setiap departemen terdiri dari kepala departemen, wakil kepala, dan anggota.  
2.1. Ketua  2.2. Wakil-wakil ketua  2.3. Sekretaris  2.4. Wakil-wakil sekretaris  2.5. Bendahara  2.6. Wakil-wakil bendahara 2.7. Majelis Pertimbangan Partai - Ketua  - Wakil ketua  - Sekretaris  - Anggota 
2.8. Departemen-departemen sesuai dengan kebutuhan masing-masing. 
BAB. XI.  MAJELIS PERTIMBANGAN PARTAI  
BAB XII.  LOGO dan LAMBANG PARTAI  Pasal 30
1. Filosofi Logo :
Matahari putih yang bersinar cerah dilatarbelakangi segi empat warna biru dengan tulisan PAN dibawahnya, merupakan simbolisasi bahwa Partai Amanat Nasional membawa suatu pencerahan baru menuju masa depan Indonesia yang lebih baik.
2. Makna Logo :
Simbol Matahari yang bersinar terang :
Matahari merupakan sumber cahaya, sumber kehidupan. Warna putih adalah ekspresi dari kebenaran, keadilan dan semangat baru.