Selasa, 05 Maret 2024

SEJARAH PENERJEMAHAN AL-QURAN DAN PENERBITAN KOROANG MALA'BI'

KORO’ANG MALA’BI’ adalah Al-Qur’an terjemahan Bahasa Mandar dilengkapi dengan bahasa Indonesia. Project Penyusunan Koro’ang Mala’bi’ ini digagas oleh Dr. Idham Khalid Bodi yang terbit pertama dalam bentuk 30 Juz dan dicetak kerjasama dengan Pemda Majene sebelum kemudian diterbitkan secara resmi di Makkah pada tahun 2005. 
 Koroang Mala’bi’ ini sudah proses cetakan ketiga yang dalam setiap cetakan disertai dengan revisi. Tahun 2019 merupakan tahun dimana tahapan revisinya digarap secara besar-besaran dengan melibatkan sebanyak 32 tim pentashih, termasuk penulis. Penulis terlibat sebagai tim pentashih ini diajak langsung oleh Dr. Idham Khalid Bodi saat proses finalisasi di Villa Bogor Majene yang dilaksanakan selama 3 hari yaitu dari tanggal 4 – 6 Agustus 2019.
Sejarah Penerjemahan al-Quran


SEJARAH PENERJEMAHAN AL-QURAN

Adalah menjadi  keinginan bagi setiap muslim untuk membaca  dan memahami Al Qur’an dalam bahasanya yang asli, bahasa Arab.  Namun tidak semua orang  mempunyai  kemampuan atau  kesempatan  yang sama, maka  keinginan tersebut tidak dapat dicapai  oleh setiap muslim. Untuk itu Al Qur’an diterjemahkan ke dalam berbagai  bahasa di dunia, seperti ke dalam bahasa-bahasa di Barat-Timur,  Nasional, dan Daerah; termasuk ke dalam bahasa Indonesia, dan yang  ada di hadapan anda adalah terjemahan Al Qur’an dalam bahasa daerah Mandar.
 Sebelum  berkembangnya  bahasa-bahasa Eropa, maka yang berkembang di Eropa  adalah bahasa Latin. Oleh karena itu, terjemahan Al Qur’an  dimulai ke dalam bahasa Latin. Terjemahan itu  dilakukan  untuk keperluan biaya Clugny  pada sekitar tahun 1135. Prof. W. Montgomeny Watt  dalam bukunya Bell’s 

Introduction to the Qur’an (Islamic Surveys: 8) menyebutkan bahwa  pertanda dimulainya  perhatian Barat  terhadap studi Islam  adalah dengan kunjungan  Peter the Venerable, Abbot of Clugny ke Toledo pada  abad ke 12. Di antara  usahanya  itu (terutama di Andalus) sebagai  bagian dari kegiatan tersebut adalah menerjemahan  Al Qur’an ke dalam bahasa Latin  yang dilakukan oleh Robert of Ketton (Robertus Retanensis) dan selesai  pada Juli 1143.

Pada abad Renaissance di Barat memberi dorongan lebih besar untuk menerbitkan  buku-buku Islam. Pada awal abad ke-16, buku-buku Islam banyak diterbitkan, termasuk penerbitan teks Al Qur’an pada tahun 1530 di Venice dan terjemah Al Qur’an ke dalam bahasa Latin oleh Robert of Ketton, tahun 1543 di Basle dengan penerbitannya Bibliander. Dari terjemahan bahasa Latin inilah kemudian Al Qur’an diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa Eropa.
 
Adapun terjemahan ke dalam bahasa Inggris yang pertama oleh A. Ross yang merupakan terjemahan dari bahasa Perancis yang dilakukan oleh Du Ryer pada tahun 1647 dan diterbitkan beberapa tahun kemudian. George  Sale  seorang yang berhasil menerjemahkan Al Qur’an ke dalam bahasa Inggris pada tahun 1734. Terjemahannya  sebanding dengan terjemahan kepada terjemahan Ludovici Maracci. Bahkan catatan-catatan dan pendahuluannya sebagian besar  juga didasarkan  karangan Maraci. Mengingat  bahwa tujuan Maracci  menerjemahkan Al Qur’an untuk menjelek-jelekkan Islam  di kalangan masyarakat Eropa, maka terjemahannya dianggap yang terbaik dalam dunia yang berbahasa Inggris dan telah dicetak berulang kali dan dimasukkan dalam seri apa yang dikatakan “Chandos Classic” dan mendapat pujian  dan restu  dari Sir E. Denison Ros. Pada tahun 1812 terjemahan George Sale diterbitkan di London dalam edisi baru (dalam dua jilid). Terjemahan tersebut diberi judul The Koran atau The Alcoran of Muhammad: translated from the oroginal Arabic. Disebutkan  dalam terjemahannya berdasarkan sumber bahasa Arab, para mufassir muslim, terutama tafsir al Baidlowi.

 Pada abad ke-19 penerjemahan Al Qur’an semakin berkembang. Gustav Flugel (meninggal 1870) menerjemahkan Al Qur’an sejak tahun 1834 dan telah mengalami cetak ulang  dan direvisi oleh Gustav Redslob. Diikuti kemudian oleh Gustav Weil (meninggal 1889)  yang juga menulis sejarah Nabi Muhammad (tahun 1843). Usahanya diteruskan  oleh pelanjutnya  yaitu Aloys Sprenger dan William Muir. Keduanya  mempunyai perhatian yang besar dalam mempelajari Al Qur’an dan sejak nabi Muhammad. William Muir dikenal pula dengan bukunya Das Leben und  die Lehra des Mohammad (terbit tahun 1861). Dalam edisi Inggris , The Life of Mahomet (London, 1858-61), dalam 4 jilid. Bukunya telah mengalami cetak ulang beberapa kali.

 Di kalangan umat Islam timbul pula usaha penerjemahan Al Qur’an ke dalam bahasa Inggris. Diantara faktor  pendorong  penerjemahan Al Qur’an  adalah meluasnya pengertian yang salah akibat penulisan atau tejemahan para orientalis secara tidak benar. Ketidakbenaran  tersebut  terjadi karena kesengajaan untuk menyimpangkan ajaran dan kandungan Al Qur’an  yang benar atau karena  kesalahpahaman  dan keterbatasan pengetahuan mereka tentang bahasa Arab  dan ajaran Islam. Sarjana muslim yang pertama menerjemahkan Al Qur’an ke dalam bahasa Inggris adalah  Dr. Muhammad Abdul Hakim Chan  dari Patiala pada tahun 1905, Mizza Hazrat dari Delhi juga menerjemahkan Al Qur’an  dan diterbitkan pada tahun 1919. Nawab  Imadul Mulk Sayid Husain Bilgrami dari Hyderabat Deccan juga menerjemahkan sebagian Al Qur’an dan beliau meninggal dunia sebelum menyelesaikan terjemahan seluruh Al Qur’an. 

 Terjemahan Al Qur’an yang  terkenal di dunia barat ataupun timur adalah terjemahan Abdullah Yusuf Ali, The Holy Qur’an; Text. Translation and Commentary, telah diterbitkan berulang kali. Terjemahannya dilengkapi dengan uraian pengantar dan footnotes. Pada awal surat dilengkapi  dengan keterangan singkat  tentang surah  dan kesimpulan ayatnya. Dicetak pertama  pada tahun 1934/1353 H dan dicetak ulang beberapa kali. Terjemahan Al Qur’an lainnya  yang dilakukan oleh orang Islam  adalah terjemahan NJ. Dawood dari Irak, The Koran, diterbitkan  oleh Penguin Calassic tahun 1956. Terjemahannya mendapat pujian beberapa orientalis karena terjemahnya baik.

 Tentang terjemahan Al Qur’an di Afrika dapat dicatat beberapa hal  penting dari tulisan  Mufakhkhar Husain  Khan (Dhaka University). Di Afrika pada  mulanya  menerjemahkan Al Qur’an  selalu mendapat tantangan  dari para ulama. Sementara di Asia Selatan, ulama  Benggali berpendapat  bahwa penerjemahan Al Qur’an, merupakan suatu gerak maju menuju penghinduan orang Islam. Di Afrika tengah, ulama  Tatar  berpendapat bahwa penerjemahan Al Qur’an mendekati  penghinaan kepada  Tuhan. Ketika Kamal  Ataturk  ingin mendapatkan terjemahan Al Qur’an, ulama Al Azhar  di Mesir  menyatakan menentang penerjemahan Al Qur’an. Umumnya negeri-negeri Afrika mengikuti pendapat ulama Al Azhar tersebut. Ulama Hausa sangat keras menentang  penerjemahan Al Qur’an,   J.Spencer Trimingham (penulis A History of Islam in West Afrika) mencatat bahwa ketika penerjemahan Al Qur’an ke dalam bahasa Hausa disetujui, sangat mengejutkan mereka. Menurut mereka bahwa hal tersebut akan melenyapkan  barkah Allah  (blessing power).

 Jauh sebelum terjemahan Al Qur’an diterima  oleh sebahagian kaum muslimin di Afrika, para missionaris  Nasrani telah mengambil inisiatif  untuk menerjemahkan Al Qur’an  ke dalam beberapa  bahasa Afrika. Ketika para missionaris  mengadakan kegiatan di Afrika, mereka membawa terjemahan Al Qur’an disamping tugas utamanya  menbagi-bagikan  lembaran-lembaran risalah  dan terjemahan Bible  dalam bahasa daerah sederhana. Untuk menunjukkan kelebihan Nasrani mereka juga menerbitkan  judul-judul yang bermaterikan Islam, yang dalam hubungan ini dimaksudkan  untuk menunjukkan bahwa  terjemahan Al Qur’an mengandung pengertian yang banyak, sehingga penduduk dapat membandingkan antara Al Qur’an dan pesan-pesan  yang terdapat dalam Bible. Para missionaris di  Nigeria umpamanya mulai menerjemahkan Kitab Suci Al Qur’an ke dalam bahasa  Yoruba diawal abad ini. Yoruba adalah salah satu  bahasa  yang luas pengaruhnya  yang digunakan lebih  dari 16 juta penduduk di Nigeria bagian selatan. Hampir  separuh dari  suku Yoruba adalah muslim.

 Pergaulan di antara Muslim  dan Nasrani menjadi salah satu kemudahan bagi para missionaris untuk mencapai tujuan mereka. Untuk menunjukkan  bahwa kegiatan-kegiatan mereka  bukan hanya  bagi kepentingan Nasrani, maka mereka juga mengadakan  kegiatan penerjemahan Al Qur’an. Terjemahan yang penting  artinya  adalah terjemahan Kitab Suci Al Qur’an ke dalam bahasa Yoruba  oleh M.S. Cole. Sebagai usaha kedua dalam menerjemahkan Al Qur’an ke dalam bahasa Yoruba ialah menggabungkan diri dengan  Ahmadiyah  yang salah satu kegiatannya  menerjemahkan Al Qur’an. Ahmadiyah mengerjakan kegiatannya di Negeria sejak tahun 1916 dan sangat cepat mendapat pengikut.

 Setelah sekitar 7 tahun  (pada tahun 1976) panitia menerbitkan  cetakan pertama  dengan penerbit University Press Ibadah. Pada  penerbitan kedua  (tahun 1978) telah dicetak sebanyak 5000 eks. Di Hongkong dengan beberapa koreksi, modifikasi dan pengembangan. Ulama Yoruba  memulai menerjemahkan Al Qur’an. Saran dan usul  untuk menerjemahkan Al Qur’an itu juga datang  dari Tuan Ahmadu Bello, mantan Perdana Menteri  Nigeria Utara. Persatuan Muslim Nigeria di Lagos ikut bergabung  dalam tugas tersebut. Tugas penerjemahan ini dilaksanakan oleh suatu panitia  yang terbentuk pada bulan Desember 1962. Tugas ini berhasil  diselesaikan dan  mendapat rekomendasi pada bulan Januari  1973. Terjemahan tersebut dicetak  oleh Dar al Arabiyah Beirut yang disebarkan  di Maiduguri (25.000 eks.), diantaranya dicetak  dengan biaya  dari Raja Arab Saudi. Cetakan kedua diterbitkan  dalam tahun 1977.

 Terkhusus di Indonesia, Al Qur’an  telah diterjemahkan  pada pertengahan abad ke-17 oleh Abdul Ra’uf Fansuri, seorang ulama dari Singkel, Aceh, ke dalam bahasa Melayu. Walaupun mungkin bahwa  terjemahan itu  ditinjau dari segi sudut ilmu bahasa Indonesia modern belum sempurna, tetepi pekerjaan itu adalah besar jasanya  sebagai pekerjaan perintis jalan. Diantara terjemahan-terjemahan  Al Qur’an ialah terjemahan yang telah dilakukan  oleh kemajuan Islam Yogyakarta; Qur’an Kejawen dan Qur’an Sundawiyah; penerbitan  percetakan A.B. Sitti Syamsiah Solo, diantaranya Tafsir Hidayaturrahman oleh K.H. Munawar Chalil; Tafsir Qu’an Indonesia oleh Mahmud Yunus (1935), Al Furqan dan Tafsir Qur’an oleh A. Hasan dari Bandung (1928); Tafsir Al Qur’an oleh H. Zainuddin  Hamidies (1959); Hibarna disusun K.H. Iskandar Idris; Al Ibris disusun oleh K.H. Bisyri Musthafa dari Rembang (1960); Tafsir Al Qur’an Hakim oleh H.M. Kasim Bakry cs (1960); Tafsir Al Azhar oleh Dr. H. Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) (1973); Tafsir An Nur oleh Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash Shiddieqy (1952) dan banyak lagi yang lain, ada yang lengkap dan ada yang belum seperti penerbitan terjemah  dan tafsir dari Perkumpulan Muhammadiyah, Persatuan Islam Bandung dan Al Ittihadul Islamiyah (AII di bawah pimpinan K.H. A. Sanusi Sukabumi) beberapa penerbitan terjemahan  dari Medan, Minangkabau, dan lain-lain. Sementara terjemahan-terjemahan  ke dalam bahasa Jawa  diantara-nya: Al Qur’an Suci Basa Jawi oleh Prof. K.H. R. Muhammad Adnan (1969), Al Huda oleh Drs, H. Bakri Syahid (1972).

SEJARAH PENERBITAN KOROANG MALA'BI'

 Penyusunan Koroang Mala’bi’ dimulai pada tahun 1995 oleh Idham Khalid Bodi. Berawal dari sebuah kerinduan terhadap kampung halaman yang kemudian disalurkan lewat penyusunan terjemahan Juz Amma ke dalam bahasa Mandar. Idham yang saat itu masih aktif sebagai mahasiswa Pendidikan Bahaa Arab IAIN Alauddin (sekarang UIN) Makassar, menyampaikan hasil tersebut kepada para ulama dan budayawan Mandar. Apa yang dilakukan oleh Idham tersebut diapresiasi oleh para alim ulama untuk ditindak lanjuti menerjemahkan al-Quran Bahasa Mandar 30 Juz. 
Tahun 1998, oleh MUI Sulawesi Selatan menerbitkan SK No. 114/MUISS/SK/1998 Tentang Panitia Penerjemahan dan Penerbitan Al-Quran Mandar Indonesia dengan komposisi Penerjemah, Muhammad Idham Khalid Bodi. Ketua Panitia; Dr. H. Ahmad M. Sewang, MA. Sekretaris; Muhammad Idham Khalid Bodi, dan Bendahara Drs. Mahmud Hadjar. Adapun Pentashih Bahasa Mandar adalah Drs. KH. Abdul Rahman Halim, MA (koordinator) dan anggota Dr. KH. Sahabuddin, Husni Djamaluddin, Drs. Ahmad Sahur, M. Si. Dan Drs. Suradi Yasil. Surat Keputusan tersebut ditanda tangani oleh KH. Sanusi Baco, Lc. (Ketua MUI Sulawesi Selatan) dan Dr. Hamka Haq, MA (Sekretaris MUI Sulawesi Selatan).
Pada awalnya, terjemahan Al-Quran ini hanya menggunakan bahasa Mandar. Akan tetapi atas saran dari Prof. Dr. Baharuddin Lopa, SH, agar memasukkan terjemahan bahasa Indonesia dengan alas an, bahwa masih banyak orang Mandar yang belum bisa berbahasa Indonesia, demikian juga sebaliknya. Diharapkan dengan membaca terjemahan tersebut, orang lebih mengenal bahasa Mandar, jadi semacam kamus. 

Pada taHun 2000, Ketua Panitia (Ahmad M. Sewang) atas usul dari Baharuddin Lopa untuk menjejaki kemungkinan akan diterbitkannya terjemahan ini di Arab Saudi. Pada tahun tersebut, Ahmad Sewang ke Rabithah Alam Islami sebagai organisasi terbesar di Arab Saudi dan dari sana disarankan untuk memohon ke Mujamma’ Malik Fahd di Madinah. Karena terbatasnya waktu, maka proposal tersebut di kirim ke lembaga tersebut. Pihak Mujamma menyambut dengan baik sehingga Direktur Mujtama yang juga pengajar di Universitas Madinah mencari mahasiswa asal Indonesia, khususnya yang berasal dari Mandar. Ternyata di Universitas Madinah ditemukan mahasiswa dari Mandar, yakni Irwan Fitri Atjo. Saat liburan, Irwan ditugaskan pulang ke Indonesia untuk mencari penerjemah dan membawa Al-Quran Terjemahan bahasa Mandar utuh 30 Juz. 

Sesampainya ke Indonesia (Makassar), Irwan menemui Idham Khalid Bodi dan menceritakan kemungkinan akan diterbitkannya terjemahan ini di Arab Saudi. Karena terjemahan belum di tashih semuanya, maka Idham berjanji akan mengantar langsung naskah tersebut ke Arab Saudi tahun 2001 (saat musim haji). Sebelum ke Arab Saudi (menunaikan ibadah haji), Idahm mempersiapkan segala sesuatunya, termasuk file yang tersimpan dalam disket (saat itu belum dikenal flash disk maupun hardisk eksternal). Termasuk menghubungi Baharuddin Lopa mengatur jadwal bertemu dan menysun langkah selanjutnya. Sesampainya di Mekah, Idham menguubungi lagi Baharuddin Lopa di Jeddah karena saat itu masih menjabat sebagai Duta Besar Indonesia di Arab Saudi. Idham dan Baharuddin Lopa sepakat akan bertemu dua hari kemudian di Azisiyah, Mekah. 

Setelah menunaikan ibadah haji, Idham ke Madinahuntuk arba’in dan menemui Irwan untuk menghadap ke Direktur Majamma’ Malik Fahd. Ia disambut dengan sangat luar biasa dan disepakati bahwa Mujamma’ akan menerbitkan naskah tersebut untuk ummat, tanpa royalty. Semua Lillahi Ta’ala. Tahun 2005, al-Quran Bahasa Mandar benar-benar diterbitkan. Dicetak sebanayk 20.000 eksemplar dan menjadi satu-satunya bahasa daerah yang diterbitkan di penerbit bergengsi tersebut, bersanding dengan terjemah bahasa-bahasa negara di dunia. Masalahnya kemudian karena penerbitan di Arab Saudi ini tidak melalui prosedur kenegaraan di Indonesia, tidak melalui Kementerian Agama RI (Dalam hal ini Lajnah Pentashih Mushaf Al-Quran). Sementara semua mushaf yang beredar harus ada tanda tashih dari lembaga tersebut. Drs. H. Fadhal AR, M.Sc, sebagai Kepala Pusat Lektur yang membawahi Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran menyarankan agar Al-Quran-Mandar tersebut tetap ditashih sebelum beredar. Tim pun dibentuk untuk maksud tersebut, dan tetap melibatkan penerjemah. Pentashihan dilakukan di Ciawi, Bogor selama sepekan.   

TIM PENTASHIH KOROANG MALA'BI' 2019

1. KH. Nur Husain
2. Drs. H. Alimuddin Lidda
3. Dr. Suradi Yasil
4. Dr. H. Mahmud Hadjar
5. KH. Sauqaddin Gani
6. Prof. Dr. Ahmad M. Sewang, MA.
7. Prof. Dr. H. Arifuddin Ismail, M.Pd.
8. M. Nadir Soekarno
9. Dr. KH. Nafis Djuaeni, MA.
10. Dr. KH. Ilham Saleh
11. Dr. H. Mukhlis Latief, M.Si
12. Dr. H. Burhanuddin Djafar
13. KH. Bisri M. Pd.I
14. Dr. Srimusdikawati, M.Si.
15. Tammalele
16. Suparman Sopu, S.Pd., M.Pd.
17. KH. Karib S.P.I
18. KH. Abd. Syahid Rasyid
19. Dr. KH. Syamsuri Halim, M.Pd
20. Dr. Muhammad Rais, M.Si.
21. Dr. Ulfiani Rahman, M.Si.
22. KH. Irwan Fitri Atjo
23. KH. Munu S.Pd.I (Muhasib, S.Pd)
24. Muhsinin, S.Pd.I
25. Amran H. Borahima, M.Pd
26. Dr. M. Dalif, M. Ag.
27. Dr. Dalilul Falihin, M.Si
28. Abd. Wahid Noer, M.Pd
29. Amril Hamka
30. Muhammad Munir
31. Syarifuddin, M.Hum
32. Makmur, M. Th.I

Sumber:
Muhammad Munir, dkk 2021 Ensiklopedia Sulawesi Barat Jilid 6

Tidak ada komentar:

Posting Komentar