Adi Arwan Alimin. Sosok ini tidak terlalu
asing bagi penulis, sebab sejak tahun 1995-1997 lalu, penulis selalu
bercengkrama dengannya dalam kegiatan pramuka Saka Bhayangkara. Penulis yang
saat itu masih menjadi siswa MAN Polmas kerap mendapatkan bimbingan dan
arahannya sebagai Pembina senior dalam Saka Bhayangkara. Sepanjang tahun itu,
gabungan dari kader pramuka SMA 1 Wonomulyo, STM Tumpiling dan MAN Lampa kerap
terlibat secara bersama-sama dalam kegiatan pramuka di Cadika Ammana
Pattolawali Manding.
Dalam Saka Bhayangkara Polres Polmas saat
itu Adi Arwan Alimin adalah sosok Pembina yang multi talenta. Darinyalah,
penulis banyak termotivasi untuk menjadi seorang penulis, meski hari ini
penulis belum bisa menjadi sesukses dia. Kak Adi, demikian sapaan akrab
kami di kegiatan kepramukaan bersama Kak Anton, Kak Rahim, Kak idrus, Albama,
Eka Fahmi, Sugianto, Ros, dll.
Kini, sosok itu semakin bertumbuh dan
dikenal sebagai figur yang amat detail dalam berkisah. Pengalaman panjangnya
sebagai wartawan, dan menggauli sastra berlangsung sebagai proses yang terus
tumbuh. Dia lahir di Sidodadi, 9 Maret 1974, sebuah kota kecamatan yang menjadi
episentrum perekonomian di Sulawesi Barat.
Ia amat kental dengan
genre cerita pendek, meski juga telah menulis ratusan tajuk rencana, esai,
puisi, dan artikel. Ketekunannya dalam dunia kepenulisan terus ditularkan. Ia
mendirikan Sekolah Menulis yang mempertemukannya dengan banyak peminat, dan
mereka yang berbakat dalam ruang Kelas Menulis yang telah berjalan beberapa
tahun ini. Kegiatan yang disebut sebagai cara mewakafkan diri bagi pengembangan
dunia literasi di tanah Mandar.
Namanya tercatat
sebagai inisiator berdirinya Dewan Kebudayaan Mandar Sulawesi Barat (DKMSB)
tahun 2007. Malang melintang sebagai wartawan hingga menjadi redaktur pelaksana
di Harian Radar Sulbar. Lelaki yang kini duduk sebagai Wakil Ketua Persatuan
Wartawan Indonesia (PWI) Sulawesi Barat ini mendirikan situs koranmandar.com,
dan terus aktif dalam berbagai workshop, serta pendidikan dan latihan
jurnalistik.
Karyanya dimuat dalam
buku kumpulan kisah wartawan PWI untuk Hari Pers Nasional di Palembang, “Mata
dan Hati Wartawan” (2010), antologi bersama cerpen puisi di Mandar, “Bulan
Menenun Layar” (2011), antologi cerpen Temu Sastrawan Indonesia III di Tanjung
Pinang (2011). Menulis buku Jejak Dua Lelaki, Kisah Perjuangan Pembentukan
Provinsi Sulawesi Barat (2011), Jangan Panggil Kami Bang Napi (2009), Ayo,
Berantas Narkoba (2005), Pedoman Kepramukaan (2012), Antologi Cerpen: Perempuan
di Langit Jakarta (2014).
Ayah dari Ananta
Nailah; Dzakirah Ananta; Ahnaf Faruq Adi; dan Syaikhah Muadzah Ananta ini terus
mengampanyekan urgensi keterampilan menulis bagi generasi muda di Mandar.
Setiap hari ia selalu menulis tema apapun, yang disebarkannya di surat kabar,
portal online, kompasiana.com, atau di jejaring Facebook. Adi Arwan menyebut
itu sebagai salah satu cara terbaik mendaras keterampilan mengelola gagasan.
Kesibukannya sebagai
Komisioner di Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulbar (2008-2013), Kini
di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sulbar (2013-2018) tetap memberinya
kesempatan menggerus proses kretifnya. Buku Daeng Rioso, Prahara Bumi Balanipa
yang terbit Mei 2016 adalah novel sejarah yang digarapnya hampir 10 tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar