Jumat, 23 Desember 2016

Mengenang Sosok S. Mengga (1)

S. Mengga adalah salah satu tokoh yang digelari bapak pembangunan Polewali Mamasa, lahir di sebuah kampung yang bernama Lawarang, 28 Agustus 1926 (versi S. Mengga, tahun 1922). Initial "S" di depan namanya adalah singkatan dari kata Sayyid. Sayyid adalah kelompok sosial yang mengaku keturunan keturunan nabi Muhammad saw. Mereka selalu mempertahankan geneology dan sistem kafa’ah (kawin seketurunan) bagi keturunan yang berjenis kelamin wanita yang digelari dengan panggilan Syarifah.

Akan halnya di Mandar, keluarga sayyid ini menempati posisi yang tak kalah terhormatnya dengan bangsawan Mandar. Ayah S. Mengga, adalah Sayyid Muhsin Al-Attas. Sedang ibunya bernama Hj. Cilla, salah seorang keturunan bangsawan Mandar dari garis keturunan Mara’dia Alu yang juga Mara’dia Balanipa.

Dari pernikahan Sayyid Muhsin Al-Attas dengan Hj. Cilla, lahir 4 (empat) orang anak, yaitu: H.S. Husain (Puang Kosseng), H.S. Mahmud (Puang Mengga), Hj. Syarifah Berlian, dan H.S. Kaharuddin (Puang Bela). Sedang pernikahan Sayyid Muhsin dengan St. Saoda, lahir 2 (dua) orang putra yaitu: Sayyid Abdullah dan Sayyid Ali Al-Attas.

Sayyid Muhsin, selain menikahi 2 (dua) orang putri Mandar (Hj. Cilla dan Saoda), juga menikahi seorang gadis Jawa yang memberinya keturunan sepasang putri kembar bernama Syarifah Masna dan Syarifah Noer Al-Attas. Kedua saudari perempuan S. Mengga yang kembar ini menetap di pulau Jawa.

Kakek S. Mengga, Maddappungan (ayah Hj. Cilla) yang digelar “tobarani” adalah Mara’dia Pambusuang. Dalam silsilah raja-raja Balanipa, sebagaimana yang disebutkan sebelumnya, bahwa Maddappungan adalah anak dari Baso Tokeppa. Tokeppa bersaudara dengan Tokape (juga diberi julukan I Boroa), anak Arayang Balanipa I Kambo (Tomatindo Di Lekopadis).

S. Mengga sebagai Bupati Polmas (sekarang Polman) periode 1980-1990, adalah penggagas jargon “Tarrare Di Allo Tammatindo Di Bongi, Mappikkirri Atuwoanna Paqbanua”. Usai jam kerja di kantor, pantang pulang ke rumah jabatan. Ia turun ke pelosok, untuk mendengar keinginan rakyatnya dan memonitor pelaksanaan pembangunan yang di canangkan yaitu tujuh prioritas pembangunan, yakni: pertanian, perkebunan (S. Mengga lah yang memperkenalkan kakao di Polmas, termasuk kelapa hibryda), perikanan, dan tambak, dunia usaha (perdagangan), pengangkutan (transportasi), komunikasi dan pengembangan industri kecil (industri rakyat).

Berkat kerja keras dan senantiasa mengunjungi rakyatnya, maka pertumbuhan ekonomi Polmas saat itu naik rata-rata 5,67%, sedang income perkapita penduduk meningkat dari Rp. 230.000 (diakhir pelita III) menjadi Rp. 385. 000 sampai Rp. 500.000 (diakhir pelita IV). Keberhasilan spektakuler itu ditandai dengan Kabupaten Polmas mendapatkan Prasamya Purna Karya Nugraha. (Bersambung).




Tidak ada komentar:

Posting Komentar