S. Mengga adalah salah satu tokoh yang
digelari bapak pembangunan Polewali Mamasa, lahir di sebuah kampung yang bernama
Lawarang, 28 Agustus 1926 (versi S. Mengga, tahun 1922). Initial "S"
di depan namanya adalah singkatan dari kata Sayyid. Sayyid adalah kelompok
sosial yang mengaku keturunan keturunan nabi Muhammad saw. Mereka selalu
mempertahankan geneology dan sistem kafa’ah
(kawin seketurunan) bagi keturunan yang berjenis kelamin wanita yang digelari
dengan panggilan Syarifah.
Akan halnya di Mandar, keluarga sayyid ini
menempati posisi yang tak kalah terhormatnya dengan bangsawan Mandar. Ayah S.
Mengga, adalah Sayyid Muhsin Al-Attas. Sedang ibunya bernama Hj. Cilla, salah
seorang keturunan bangsawan Mandar dari garis keturunan Mara’dia Alu yang juga Mara’dia
Balanipa.
Dari pernikahan Sayyid Muhsin Al-Attas dengan
Hj. Cilla, lahir 4 (empat) orang anak, yaitu: H.S. Husain (Puang Kosseng), H.S.
Mahmud (Puang Mengga), Hj. Syarifah Berlian, dan H.S. Kaharuddin (Puang Bela). Sedang
pernikahan Sayyid Muhsin dengan St. Saoda, lahir 2 (dua) orang putra yaitu:
Sayyid Abdullah dan Sayyid Ali Al-Attas.
Sayyid Muhsin, selain menikahi 2 (dua) orang
putri Mandar (Hj. Cilla dan Saoda), juga menikahi seorang gadis Jawa yang
memberinya keturunan sepasang putri kembar bernama Syarifah Masna dan Syarifah
Noer Al-Attas. Kedua saudari perempuan S. Mengga yang kembar ini menetap di
pulau Jawa.
Kakek S. Mengga, Maddappungan (ayah Hj. Cilla) yang
digelar “tobarani” adalah Mara’dia
Pambusuang. Dalam silsilah raja-raja Balanipa, sebagaimana yang disebutkan
sebelumnya, bahwa Maddappungan adalah anak dari Baso Tokeppa. Tokeppa bersaudara dengan
Tokape (juga diberi julukan I Boroa), anak Arayang Balanipa I Kambo (Tomatindo Di Lekopa’dis).
S. Mengga sebagai Bupati Polmas (sekarang
Polman) periode 1980-1990, adalah penggagas jargon “Tarrare Di Allo Tammatindo Di Bongi, Mappikkirri Atuwoanna Paqbanua”.
Usai jam kerja di kantor, pantang pulang ke rumah jabatan. Ia turun ke pelosok,
untuk mendengar keinginan rakyatnya
dan memonitor pelaksanaan pembangunan yang di canangkan yaitu tujuh prioritas
pembangunan, yakni: pertanian, perkebunan (S. Mengga lah yang memperkenalkan
kakao di Polmas, termasuk kelapa hibryda), perikanan, dan tambak, dunia usaha
(perdagangan), pengangkutan (transportasi), komunikasi dan pengembangan
industri kecil (industri rakyat).
Berkat kerja keras dan senantiasa mengunjungi
rakyatnya, maka pertumbuhan ekonomi Polmas saat itu naik rata-rata 5,67%,
sedang income perkapita penduduk meningkat dari Rp. 230.000 (diakhir pelita
III) menjadi Rp. 385. 000 sampai Rp. 500.000 (diakhir pelita IV). Keberhasilan spektakuler itu
ditandai dengan Kabupaten Polmas mendapatkan Prasamya Purna Karya Nugraha. (Bersambung).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar