Oleh: Muhammad Munir
Membincang Literasi, adalah membincang Balanipa dan
Tinambung. Pernyataan ini mungkin mengandung nilai subyektifitas yang tinggi.
Tapi jika mau jujur, jauh sebelum kata literasi semakin populer dikalangan
masyarakat kita dengan menjamurnya kegiatan literasi yang tidak saja ada di
kampong-kampung tapi sekaligus menjadi menu tontonan di beberapa stasiun TV
yang tentunya menjadi objek persaingan dalam dunia pertelevisian khususnya
perebutan rating. Tak salah memang jika dunia literasi menjadi isu nasional
bahkan mendunia, namun harus diimbangi dengan upaya menciptakan lingkungan literasi
yang kondusif guna melahirkan generasi literat yang ideal dengan mensinergikan
literasi anak, keluarga, sekolah dan masyarakat. Tidak semua harus berfikir
untuk bisa diliput dan tampil di TV, pun tak bisa hanya berfikir mendulang
dukungan dan donasi untuk mendapatkan keuntungan.
Salah satu item acara dalam Pencanangan GIM dan Kampung Literasi
di Desa Bala Kec. Balanipa adalah SEMINAR LITERASI yang menghadirkan pembicara
nasional Dr. Firman Venayaksa (Ketua
Forum TBM RI), Adi Arwan Alimin, Cerpenis
yang juga Komisioner KPU Sulawesi Barat serta Bustan Basir Maras, penulis produktif yang juga Chief Editor
Annora Media Group Jogyakarta. Hasil Seminar menunjukkan bahwa GIM ini adalah
cara untuk mendorong keluarga terlibat secara dominan dalam penguatan literasi
terhadap anak. Seminar yang mendapuk Tammalele sebagai moderator ini memgungkap
beberapa hasil riset yang menunjukkan bahwa umumnya anak mulai belajar membaca
dan menulis dari orang tua di rumah. Mereka akan membaca jika orang tuanya member
contoh. Jika orang tua membaca, besar kemungkinan seorang anak akan ikut
membaca meski tanpa disuruh. Anak sebenarnya sudah bisa dirangsang untuk gemar
membaca bahkan kata Bustan Basir Maras, ketika masih dalam kandungan ibunya. Riset
juga menunjukan bahwa wanita hamil yang sering membacakan buku bagi janinnya
yang dikandung cenderung melahirkan anak gemar membaca.
Hasil seminar nantinya akan menjadi acuan untuk rekomendasi
ke pemerintah agar program PLS (Pendidikan Luar Sekolah) lebih fokus membidik penggiat
literasi dalam menyelenggarakan proses mencerdaskan kehidupan bangsa. Anak usia
dini juga hendaknya digarap lebih serius untuk meningkatkan minat baca anak. Mungkin
bisa diwali dengan kegiatan reading aloud atau membaca nyaring. Hal ini bisa
mengganti kegiatan mendongeng sebelum tidur yang sudah menjadi tradisi orang
tua di masyarakat kita sejak dulu. Seorang ibu juga bisa menumbuhkan kegemaran
membaca anaknya dengan mengajak anak melakukan kegiatan yang melibatkan
aktivitas membaca seperti membaca resep masakan, sering menulis pesan buat anak
dan meminta balasan tertulis, serta meminta anak meminjam buku dari
perpustakaan sekolah. Kegiatan ini adalah langkah awal peralihan dari budaya
orasi melalui dongeng ke budaya membaca (buka link:
iproudbemuslim.blogspot.co.id/).
Jika dunia literasi dan kaum literat kita di Mandar
semakin memahami makna kedalaman kata literasi, besar kemungkinan kita akan
menjumpai daerah kita kembali menjadi pusat peradaban besar sebagaimana yang
mampu diraih oleh peradaban Passokkorang (Tahun 1300-1400), Balanipa, Sendana,
Banggae dan Pamboang (1750-1870). Kerajaan Passokkorang adalah salah satu
kerajaan yang berhasil menarik minat
penduduk dunia khususnya Cina untuk menyuplai hasil industry keramik mereka.
Termasuk Passokkorang juga menjadi salah satu kerajaan selain Palopo yang
paling banyak menyuplai pasokan besi ke kerajaan Majapahit. Demikian juga di
pesisir pantai wilayah konfederasi Pitu Baqbana Binanga pada sekitar tahun
1750-1870 berhasil menjadi pusat niaga, pusat perdagangan dunia dengan
tersedianya beberapa pelabuhan yang ramai dikunjungi para saudagar, termasuk
Belanda yang ikut menjajah dan menguasai daerah ini pada puncaknya dimulai pada
tahun 1900-an.
Runtuhnya beberapa kerajaan besar yang berdaulat pada
masa lalu itu lebih disebabkan oleh kurangnya perhatian masyarakat pada dunia
literasi sehingga generasi setelahnya menjadi generasi yang bodoh dan gampang
diadu domba oleh Belanda.. Keruntuhan peradaban besar di Mandar itu tentu saja
bukan dipengaruhi oleh kondisi lemahnya masyarakat Mandar secara ekonomi.
Justru daerah kita pada saat itu menjadi pusat perekonomian dunia, khususnya
komoditas Kopi dan Kelapa (kopra) atau bokaq. Pada tahun 1819
perdagangan dunia mulai mapan. Singapura adalah pusat perdagangan dunia. Orang Mandar sebelumnya
telah banyak melakukan transaksi penjualan disana. Itu bisa dilihat dari
catatan lontaraq tentang Pattumasik (orang Mandar yang berlayar untuk berdagang ke Singapura). Dengan kata lain, Mandar pada tahun-tahun itu telah terlibat dalam perdagangan
internasional. Dan sekitar tahun
1850, perdagangan antara orang Mandar dengan
orang Eropa juga mulai marak.
Menurut catatan Belanda, seperti yang
dikutip oleh Muhammad Ridwan Alimuddinpada tahun 1860, jumlah pohon kelapa
di Sulawesi Selatan sekitar 407.279 pohon (Mandar 16.502 pohon). Dan berkembang
pesat pada 1875, di saat pohon kelapa mencapai 755.500 pohon.
Perdagangan dunia semakin marak semenjak dibukanya terusan Suez di
Mesir pada tahun 1869. Kemudian booming perdagangan kopi pada tahun 1870. Pada
tahun yang sama, para maraqdia di Mandar mengadakan perjanjian politik dengan
Hindia-Belanda yang membuat Belanda juga
bisa seenaknya membeli kopra dari pekebun Mandar dengan harga yang sangat rendah
dan hanya orang Belanda-lah (VOC) yang boleh membeli kopra. Di pihak lain, para
pedagang (umumnya dari kalangan bangsawan sendiri) mengetahui harga kopra
sangat tinggi di Singapura.
Catatn sejarah dalam lontaraq tersebut mengambarkan betapa
masyarakat kita yang saat itu menguasai perdagangan dunia harus jatuh dalam
kungkungan penjajah Belanda itu lebih disebabkan oleh kurangnya samangat
literasi dikalangan pemerintahan yang otomatis membuat masyarakat hanya
berfikir bagaimana bisa menghasilkan uang sebanyak-banyaknya tanpa pernah
mempertimbangkan kualitas kemampuan mereka untuk bersaing dengan para pendatang
dari Negara luar yang saat itu banyak berdatangan di wilayah Mandar. (Bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar