OLEH: MUHAMMAD MUNIR
Tanggal 16-17 September 2016, sebuah peristiwa kebudayaan
telah usai dihelat di Negeri Pusaka,
Tanah Pustaka Balanipa. Lapangan Bala Desa Bala Kecamatan Balanipa Kab.
Polewali Mandar menjadi saksi ketika bunyi Gong dipukul dan bunyinya menandai dicanangkannya
Gerakan Indonesia Membaca (GIM) dan Kampung Literasi. Kegiatan yang mengusung
tema Mandar Membaca, Membaca Mandar yang digawangi oleh Muhammad Adil Tambono,
putra Balanipa yang selama ini eksis dalam dunia pembangunan sumber daya
manusia khususnya penguatan literasi di tanah Mandar lewat TBM Kakanna yang sudah
menahun mengambil bagian mencerdaskan kehidupan bangsa dan Negara.
Kegiatan GIM dan Kampung Literasi ini menjadi sebuah
peristiwa yang patut diapresiasi sebab selama ini gaung literasi di tanah
Mandar kerap kita saksikan melalui tayangan televisi swasta, tapi masih belum
menunjukkan penguatan dan gregetnya dimasyarakat Mandar. Penguatan yang
dimaksud adalah terciptanya virus literasi di setiap titik di daerah ini.
Kendati demikian, apa yang telah dilakukan oleh beberapa penggiat literasi di
Mandar patut kita acungi jempol sebab upaya untuk meningkatkan kemampuan
membaca sudah ada tinggal memoles gerakan untuk mengasah kemampuan menulis
dimasyarakat. Hal terakhir ini yang penulis maksudkan belum adanya penguatan
literasi.
Literasi sendiri
mempunyai pemaknaan sebagai ruang untuk menumbuh kembangkan dan menebar virus membaca dan menulis dimasyarakat. Literasi dimaksudkan untuk
melakukan kebiasaan berfikir yang diikuti oleh sebuah proses membaca dan menulis. Dr, Herman Venayaksa (Ketua Forum TBM RI) saat berbicara dihadapan pesrta seminar literasi di lapangan Bala memaknai literasi sebagai proses melahirkan dan menciptakan karya. Jika kita merujuk pada penyampaian Firman, maka pada tahap ini jelas bahwa penguatan
literasi kita masih belum maksimal. Kondisi ini melatari Adil Tambono mencari
cara untuk bisa membuat sebuah kegiatan dengan skala lebih besar dan melibatkan
insan-insan literasi dan pelaku TBM di Sulbar.
Pencanangan Gerakan Indonesia
Membaca dan Kampung Literasi inilah jawabannya. Di ajang ini, masyarakat kita
akan terpola gerakan penguatan literasinya sebab melibatkan ratusan pelaku TBM
dan Penggiat Literasi. Bukan hanya itu, masyarakat umumpun dilbatkan dalam
proses kegiatan lomba mulai dari lomba menulis cerpen, menulis surat kepada
menteri, membaca puisi, mewarnai gambar, mancing literasi, laying-layang
literasi, lomba fotografi, sampai kepada kegiatan pengumpulan arsip kampung
tertua, seminar literasi dan puncaknya adalah Pencanangan Gerakan Indonesia
Membaca yang rencananya dihadiri oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prof.
Dr. Muhajir Effendy, M.Ap. Kegiatan pencanangan GIM ini akan diikuti oleh 1000
orang yang terdiri dari pemerhati, penggiat, pelaku TBM dan masyarakat umum
dirangkaikan dengan launching Kampung Literasi serta penghargaan dan pemberian
bantuan pada 10 komunitas penggiat literasi dan pelaku TBM di Sulbar.
Muhammad Adil Tambono, Pendiri TBM Kakanna yang menjadi
Ketua Panitia pada kegiatan ini berharap, kedepan kegiatan semacam ini
diharapkan bisa menjadi stimulan dan memberi spirit bagi komunitas lain untuk
mengambil bagian dalam upaya menebarkan virus literasi dikalangan masyarakat Mandar
pada umumnya dan Polewali Mandar pada khususnya. Kepada penulis ia membeberkan
bahwa melalui kegiatan ini diharpkan menjadi ruang konsolidasi untuk membentuk
kesepahaman dalam hal pemaknaan terhadapliterasi. Literasi mesti menjadi sebuah
gerakan kolektif untuk menggali kemampuan membaca, menulis atau melek aksara.
Sampai disini, kita berharap keberadaan komunitas penggiat
literasi seperti Nusa Pustaka (Muhammad Ridwan Alimuddin dkk), Rumah Pustaka
(Ramli Rusli dkk) Rumah baca I Manggewilu Teppo (Thamrin dkk) Rumah Kopi
Sendana (St. Mutmainnah Syamsu dkk) serta RUMPITA (Rumah Kopi dan Perpustakaan)
ditambah ketersediaan TBM-TBM yang difasilitasi oleh pemerintah menjadi sentra
penguatan dalam meredefenisi pemaknaan literasi. Sudah saatnya Literasi berarti
melek teknologi, politik, berpikiran kritis, dan peka terhadap lingkungan
sekitar.
Kirsch dan Jungeblut dalam buku Literacy: Profile of
America’s Young Adult seperti yang ditulis dalam iproudbemuslim.blogspot.co.id,
mendefinisikan literasi kontemporer sebagai kemampuan seseorang dalam
menggunakan informasi tertulis atau cetak untuk mengembangkan pengetahuan
sehingga mendatangkan manfaat bagi masyarakat. Lebih jauh, seorang baru bisa
dikatakan literat jika ia sudah bisa memahami sesuatu karena membaca dan
melakukan sesuatu berdasarkan pemahaman bacaannya.
Sekarang ini, generasi literat mutlak dibutuhkan agar bangsa
kita bisa bangkit dari keterpurukan bahkan bersaing dan hidup sejajar dengan
bangsa lain. Wagner (2000) menegaskan bahwa tingkat literasi yang rendah
berkaitan erat dengan tingginya tingkat drop-out sekolah, kemiskinan, dan
pengangguran. Ketiga kriteria tersebut adalah sebagian dari indikator rendahnya
indeks pembangunan manusia. Menciptakan generasi literat merupakan jembatan
menuju masyarakat makmur yang kritis dan peduli. Kritis terhadap segala
informasi yang diterima sehingga tidak bereaksi secara emosional dan peduli
terhadap lingkungan sekitar. (Bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar