Selasa, 14 Maret 2017

Mengenal Abdurrachman Tamma, Bupati Ke-3 Kabupaten Majene



H. Abdurrachman Tamma atau Rahman Tamma[1] lahir di Balanipa Mandar, 15 Desember 1925. Masa kanak-kanak dan remajanya dihabiskan di tanah Mandar. Rachman Tamma memulai pendidikannya di sekolah dasar (VVS), lalu di Hollandsche School (HIS), dan Klein Ambrenaren Examen (KAE). Semua tingkatan itu ia lalui dimasa penjajahan Belanda.
Pada masa pendudukan Jepang, ia mengikuti sekolah lanjutan (Sekolah Pegawai Menengah, setingkat SLTA), dan sekaligus mengikuti latihan kemilliteran (Booei Taesin). Sedangkan pendidikan tinggi ditempuh di Makassar pada akademi Makassar dan menyelesaikan sarjana muda (BA) pada Universitas Sawerigading Ujung Pandang (nama lain dari Makassar).
Pada masa pergerakan kemerdekaan, ia ikut ambil bagian mempertahankan kemerdekaan dengan aktif dalam perjuangan, antara lain, anggota pimpinan kesatuan, kelasykaran KRIS Muda, sebagai penghubung dari Lasykar  Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi (LAPRIS), sebagai perwira TRIPS dan perwira TRI-KESS (Komando Gerilya Sulawesi Selatan).
Namun atas kepeloporannya dalamperjuangannya mempertahankan merah putih yang telah resmi berkibar diangkasa, tentara Belanda menahannya lalu dipindahkan ke penjara layang, ketika terjadi perjanjian Roem-Royen antara pemerintahan RI dengan penguasa milliter Belanda.
Dalam pergerakan Negeri sendiri, Rachman Tamma juga aktif dalam  menumpas pemberontak yang dilakukan oleh sejumlah pasukan yang tidak menyetujui keutuhan negara kesatuan repoblik Indonesia, atau dalam bentuk motivasi lain yang mengganggu kewibawaan negara yang baru saja merdeka dari tangan penjajah.
Salah satunya, pada tahun 1950, ia terlibat menumpas pemberontakan Andi Aziz (April 1950) dan pemberontakan KNIlL (Agustus 1950). Dan jasanya ketika terjadi keretakan NKRI atau ikut membubarkan Negara Indonesia Timur  (NIT) untuk kembali kepada negara kesatuan repoblik Indonesia (NKRI).
Ketika ia sementara bertugas dimedan perang antara tahun 1945-1950, ia juga mearangkap sebagai wakil kepala daerah Mandar, yang roda pemerintahan dijalaninya di pengasingan. Tugas lainnya dalam pemerintahan negara, pada tahun 1950 menjabat sebagai kepala kantor Badan Rehabilitasi Nasional (BRN) provinsi Sulawesi Selatan, antara tahun 1952 hingga 1957, di Makassar.
Dari tahun 1958 hingga tahun 1961, ia aktif dalam organisasi veteran sebagai wakil koordinator urusan veteran Sulawesi Selatan dan tenggara yang berkedudukan di Makassar. Pada tahun 1961 sebagai staf khusus di Kantor Gubernur Sulawesi Selatan dan Tenggara. Kemudian tahun 1962 dipilih sebagai Bupati Majene, yang dijabat hingga tahun 1965.
Tak banyak yang bisa direkam ketika menjadi bupati di Majene. Dan atas pengakuan anak-anaknya, belum banyak pembangunan yang dilakukan pada masa itu, sebab masa itu persolan di daerah belum saja terhenti.
Ketika itu, atau setelah tahun 1962, periode pemerintahan Orde Lama di bawah kepemimpinan Ir. Soekarno mulai goyah. Dan puncaknya ketika tahun 1965, atau terjadinya pemberontakan PKI yang mengakibatkan pemerintahan ini tak menentu.
Tapi ketika Rachman Tamma mulai memimpin Kabupaten Majene, ia tak langsung “pension” dari tugas-tugas pemerintahan. Pada tahun itu juga ia menjadi anggota staf pemimpin Kantor Kosmisariat Veteran/Kantor Administrasi Veteran XVII Sulawesi Selatan yang dijabatnya hingga tahun 1983.
Pada saat Pemilu dimasa Orde Lama atau pada masa penyusunan anggota  anggota parlemen-sebelum pemilu pertama Orde Baru H. Abdul Rachman duduk sebagai anggota DPRD Provinsi Sulawesi Selatan (1969 – 1971) dan menduduki Ketua Fraksi ABRI.
Kilas balik perjalanan Rachman Tamma, pada tahun 1956/1957, ia mengikuti Kongres I seluruh pejuang yang terbesar di Indonesia, yang mencetuskan berdirinya wadah berhimpun para pejuang republik: Legium Veteran (LVRI). Selanjutnya Kongres II (1968), Kongres III (1973), Kongres IV (1978) dan sampai pada tahun 1983 ia tetap berperan serta.
Kedudukannya dalam LVRI bervariasi: kadang menjadi anggota, pengurus, pembantu, sekretaris, dan juga pernah menjadi Ketua. Kepengurusan organisasi di tingkat daerah, ia kerap menjadi pengurus seperti di DPD LVRI  Sulseltra, Puskoveri dan lain-lainnya.
Pada tugas lainnya yang masih berhubungan dengan orgnisasi veteran, ia menjadi anggota badan koordinasi pembinaan veteran Sulseltra, pula ikut aktif dalam  kepanitiaan yang berhubungan dengan penyelenggaraan masalah veteran di Sulawesi Selatan. Dan hingga ajalnya tiba, ia masih tercatat sebagai anggota DPP LVRI.
Tugas-tugas Rachman Tamma memang amat panjang untuk ditulis. Selama hidupnya ia pernah abdikan diri dibidang sosial kemasyarakatan. Pada tahun 1950, ia menjadi panitia bekas tawanan politik di Makassar. Di tahun yang sama, menjadi panitia Panitera Konferensi Polongbangkeng yang dihadiri oleh pejuang IndonesiaTimur. Dalam komposisi angkatan 45, duduk sebagai anggota  pimpinan daerah angkatan 45 Sulawesi Selatan.
Ia juga pernah menjadi pimpinan/pengurus di perbagai yayasan di Sulawesi Selatan, antara lain: Yayasan Pemeliharaan Anak Yatim Korban 40.000 Jiwa/Panti Asuhan Dirgahayu, Yayasan Penguruan Tinggi Akademi Makassar (1959).  Atas nama Mandar, ia pernah menjadi penasehat Kesatuan Pemuda Pelajar Mahasiswa Polewali Mamasa Mandar (KPM-PMM).
Pada organisasi yang bersifat profesi, ia pernah menjadi Anggota Dewan Kantor Universitas Veteran Republik Indonesia, anggota dewan penyatun pengurus kesejahteraan petani kelapa Indonesia daerah Sulawesi Selatan dan tenggara (1965).
Organisasi yang dibentuk di bawah Gubernur Sulsel dan panglima kodam seperti badan pembina pahlawan, persoalan pemuda pelajar, peringatan hari-hari bersejarah nasional tingkat Sulawesi Selatan, pun ikut melibatkan diri menjadi pengurus.
Dengan semuanya itu tidaklah berlebihan jika ia pernah dianugerahi Bintang Gerilya Satya Lencana dan surat-surat penghargaan di bidang pembangunan dan pengabdian kepada LVRI.
Koleksi arsip pribadi H. Abdul Rachman Tamma diserahkan ke perwakilan Arsip Nasional di Sulawesi Selatan, pada tanggal 23 Juli 1979, berjumlah 34 boks atau kurang lebih 6 (enam) meter, dalam kurun waktu antara tahun 1921-196. Arsip sebagian besar merupakan hasil kegiatan yang terkumpul selama menjabat wakil kepala koordinator, dan Bupati Majene. Ditambah surat-surat pribadiketika di posisi lainnya.
Dalam sebuah kumpulan data tertulis, “Daftar Inventaris Arsip Pribadi H. Abdul Rachman Tamma“,  ada dua kategori surat yang dikoleksi, Pertama: koleksi umum yang terdiri dari dokumen seperti Undang-Undung nikah tahun 1954 hingga Kepres RI tahun 1961. Kedua: koleksi surat pribadi berupa surat pertama yang diterima saat ia dipenjara di Hogebad Makassar pada 1949, yaitu dari Andi Kasim di rutan Flores. Surat kedua datang dari Ibu Agung Andi Depu, (Arajang Balanipa ke-52), tahun 1950. Selebihnya sepuluh surat pribadi yang diterima dari mulai jadi pegawai hingga terakhir tercatat tahun 1969.
Arsip pribadi ini ada berupa hasil notulen, diantaranya notulen susunan acara Kongres Internasional Chamber Of Commerce ke IV, 16-21 Mei 1955 di Tokyo Jepang; beberapa surat keuangan, politik dan keamanan, pertahanan dan keamanan, pemerintah militer TT-VI /Wirabuana. Jumlah surat paling banyak tentang adalah surat-surat di bidang hukum dan peradaban, ekonomi dan perdagangan, penduduk dan tenaga kerja, telekomunikasi, perumahan. Ada juga  dokumen  bidang pendidikan yang terdiri dari 13 surat dan dibidang sosial ada 20 surat.
Adapun surat yang sifatnya koleksi khusus, dimulai ketika didirikan kris muda Mandar hingga pidato dan OPD “B” Bright 6 Diponegoro pada hari APRI dan HUT Divisi Diponegoro tahun 1964, sebanyak 423 buah surat. Kondisi arsip Pribadi H. Abdul Rachman Tamma pada umumnya masih baik, kecuali sebagian kecil sudah ada yang rusak dan memerlukan perawatan lebih lanjut”.
H. Abdul Rachman Tamma adalah putra dari pasangan H. Tamma Pua Hapsa (wafat pada 1968) dengan Marajima (wafat pada tahun 1942). Ia menikah dengan seorang perempuan yang bernama Hj. Artina pada 3 Juli 1951 di Makassar dan dikaruniai delapan orang anak, empat perempuan dan empat laki-laki.


[1] Bupati Majene Ke-3 periode tahun 1962-1965

Senin, 13 Maret 2017

Darmansyah : PEMBANGUNAN BANDARA DI MAJENE MESTI JADI PRIORITAS




Agenda Forum SKPD  yang digelar di d’Maleo Hotel Makassar pada Jumat, 10 Maret 2017 merupakan rapat forum SKPD tingkat kabupaten majene dalam rangka merumuskan rancangan awal RKPD tahun 2018 yang telah dihasilkan melalui musrembang di delapan kecamatan. Dalam rapat forum SKPD tersebut, ketua DPRD Kabupaten Majene, Darmansyah menyampaikan pokok pokok pikiran terhadap rancangan RKPD tahun 2018. Salah satu dari sekian banyak gagasan yang disampaikan oleh Darmansyah adalah penyediaan lahan pembangunan BANDAR UDARA di Kabupaten Majene. Hal ini dimaksudkan agar Kabupaten Majene kedepan dapat membuka akses kedunia luar.

Darmansyah mencontohkan, jika Majene ingin setiap saat kedatangan orang orang penting, khususnya penentu kebijakan maka pilihannya adalah mempermudah transportasi. Bisa dibayangkan ketika guru besar mau mengajar di UNSULBAR secara otomatis harus bersedia menempuh perjalanan darat dari Makassar ke Majene menghabiskan waktu 6-8  jam. Durasi waktu tersebut  habis begitu saja dalam perjalanan. Lagi pula, lanjut Darmansyah,  jika bandara dibangun di Majene, maka saya pastikan yang dari Sidrap, Pinran, Polman akan memilih ke Majene ketimbang ke Makassar langsung melalui darat. karena jarak tempuhnya lebih dekat ke Majene ketimbang ke Makassar.

”Jika Majene serius membangun Kota Majene sebagai Kota Pendidikan dan destinasi budaya, tak ada jalan lai kecuali harus bangun bandara”. Ungkap Darmansyah.

Darmansyah juga menegaskan, dalam hal meningkatkan jumlahkunjungan  wisatawan ke Majene atau mendatangkan investor ke Majene, hal vital yang harus disediakan adalah Bandara. Alasannya jelas. Mereka tak ingin buang-buang waktu terlalu banyak untuk sampai ke daerah. Kalau ada Bandara, mereka dari Jakarta atau Makassar tidak terbilang lama mereka sudah ada di Majene.

“Mereka terutama para pengusaha itu jelas tak ingin menghabiskan waktunya untuk perjalanan. Time is money bagi mereka masih terlalu akrab”. Jelas Darmansyah di Kantornya siang tadi.

Ketika ditanya soal lokasi bandara yang akan dibangun oleh Pemda Majene, ia menjawab bahwa lokasi Bandara nantinya lebih tepat di wilayah Lutang. Luasan lahannya sangat mendukung. Suasananya juga seperti Bandara Ngurah Rai Bali. Terlebih Lutang adalah merupakan wilayah perbatasan antara Majene dengan Kabupaten Polewali Mandar. Darmansyah juga menambahkan, bahwa dalam waktu dekat, pihaknya akan menemui Pemerintah Kabupaten Polewali Mandar untuk membicarakan rencana Pembangunan Bandara tersebut.

“Dalam waktu dekat, kami akan kunjungan kerja ke DPRD Polman untuk membicarakan hal teknis yang perlu dilakukan kedua daerah ini”. Pungkasnya.
 

Selasa, 07 Maret 2017

Muhammad Munir : Menamatkan Sungai Dengan Puisi




HIKAYAT SUNGAIKU !
(Ketika Pasir jadi Pasar)

Sungai Mandar
Jika fragmen yang tercipta bagimu hanya menggores luka
Aku mungkin harus membentak sunyi diantara lelapnya toturunammu
Atau menyebutmu kenangan yang meranggas perlahan di ringkih hati
lalu menyemai harap,
segalanya akan kembali seperti semula
“Karena apa yang tertinggal,” katamu,”seperti sisa jejak kaki
di bibir pantai yang lenyap terhapus hempasan ombak”

Sungai Mandar
Pada uwakeq tarrattas kucoba melilitkan hatiku
Pada pappang tarraqba kucoba menanam asaku
Dan pada pasirmu kucoba merepih pilu
Agar tak hanya bisa bersenandung
Dan membuat segenap angan terbang liar mencabik cakrawala
seraya menyimpan segala asa dan rindu pada diam,
pada keheningan
pada lagu lama yang kita lantunkan
dan bergema lirih hingga ke sudut sepi sanubari
“Karena apa yang kini ada”, ucapmu lagi,
Adalah tempat dimana angin segala musim bertiup
dan arus semua sungai bermuara yang kerap
membuat kita gamang pada pilihan :
“meniti samar masa depan
ataukah menggenggam nostalgia
dan ikut karam bersamanya”
Sungai Mandar
Aku masih punya mimpi yang kusarikan di
doaku pada tuhanku diatas sana
Teruslah mengalir dan buatlah tujuh samudra lagi
Agar penambangmu bisa menimbang
Antara rasa, asa dan masa depan arusmu dari hulu ke
muara.

Senja di Bantaran Sungai Mandar
20 Ramadhan 1436 H.


SUNGAI MANDAR
(Dari Mata Air ke Air Mata)

Pernah sekali aku melihatmu
keluar dari celah batu,
dari ujung-ujung akar,
dari bongkahan tanah berpasir,
Berjalan pelan, mengalir Terus,
terus dan terus menerus
Tetes, setetes dan tetesan menetes
Rembes merembes
Mata air
Pertama kukenal,
ketika lelah tak letih mengikuti
Jadilah kau pilihan hatiku
ketika peluh meluluh nyaliku,
enggan kompromi
Pertama kali jua kau mengalir diantara sumsum dan urat nadi
Sesekali kau menyapaku lewat pori
Aku mengenalmu
Begitu dalam
Mata air
Pernah kuingin membuat danau,
Membuat samudera,
membuat kondensasi air,
membuat hujan,
untuk sekedar memberimu ruang untuk aku semakin dekat.
Dan dengan halus kau janjikan
dan jadikan sungai, laut, danau  dan samudera itu
tepat ketika aku beranjak dari tempat dimana aku pertama mengalirkanmu ketubuhku. 
Mata air
Kau benar,
janjimu pasti
dan aku melihat sosok tuhan yang begitu santun menyayangi alam dan makhluk-Nya. 
Kaukah sifat Tuhan itu,
dan dari sifat apa kau dicipta?
Sebab aku ada dan dicipta dari sifat Tuhan itu.
Jangan-jangan kau adalah aku
Tapi, tak mungkin mata air itu aku.
Aku adalah mata air,
bukan
Aku hanya punya air mata
Air mata
Pertama kukenal ketika kurasakan mata air itu
menamat hausku
Dan air mata itu keluar ketika syukurku memuncak
sebab dahaga yang mencekik itu telah hilang
Air mata
Aku memang tak lagi bisa menjadi mata air,
ketika melihat karyamu diabaikan
Danaumu dikeringkan,
sungaimu di rusak,
samuderamu jadi tong sampah
Aku ingin menyerapahi mereka,
tapi mereka memaki aku
Lalu air mata ini mengalir
Mencari mata air
Menemukan tuhan
Lalu Tuhan menyapaku
Jangan bersedih, kata-Nya
Hapus air matamu, jadilah mata air
Agar mereka menjadikan tujuh samudra lagi dari air mata mereka.
Air mata,
Mata Air
Tanah air dan air tanah
Adalah Mandar
Litaq Mandarku adalah Tanah air !

Sungai Mandar, 28 Juni 2015


SUNGAIKU....!
(Dari Sugiging ke Teriakan)

Tahukah kamu Wahai Sungai Mandarku?
Bahwa Sang leluhur memuliakanmu
Tapi, arusmu dari hulu kemuara,
Tanpa sadar membuat skenario kolektif
untuk sebuah proses pemiskinan dan pembodohan
Dan mereka mengkerangkengmu dalam ketidak berdayaan
Mereka datang laksana malaikat penolong
Gagah dan kuat bak buldoser atau pun ekscapator
Baju terstrika rapi bermobil mewah laksana pemilik sungai
Mereka datang membawa makananmu
membawa harapan-harapan baru
agar mereka tetap bisa berdaya
Dan penduduk DAS Mandar tak berdaya
Lalu hanya bisa berkata iye, Puang !
Bantaran sungaimu tertindas
baket demi baket dan laju truk bak tuyul penambang
Hentikan !
Hentikan skenario ini
Lupakan semua model bantuan itu
Tinggalkan zona nyaman itu
carilah zona barakkaq disungaimu
agar tak lagi ada eksploitasi
Biarkan kemiskinan menemani sampai ia letih mengikutimu
Wahai tanamandar tanah leluhur
Pegang erat tangan rakyat miskinmu
Pegang erat tangan nelayan miskinmu
Peluk erat bayi busung laparmu yang terkapar
Nyatakan perang pada tengkulak pasir
Lawan semua bentuk ketidak adilan
dan nikmatilah sungaimu
Sebagaimana moyangmu menikmatinya
Merdeka !

Sungai Mandar 03 Juli 2015

MENAMATKAN SUNGAIKU

Kukaramkan diriku
pada kedalaman limbong tammeppalisu
Kutemukan bongkah-bongkahan kerisauan
ketika sungaiku di rasuk perusak
Dan ada begitu banyak kepapaan yang kutemukan
ketika perasuk itu mengeruk
Tanpa sadar aku terseret arus yang menghantamku dari hulu
Kutemukan diriku terisak dimuara yang sekarat
Nafasku sesak dalam piatu
Dan sebelum aku bisa menarik nafas kedua
Ombak dari teluk Mandar menyapuku
Tubuh kerontangku terhempas kembali menantang arus sungai Mandar
Dimanakah aku ?
Sebegitu buramkah aku mengenali Mandarku
Hingga tak lagi aroma dan auranya kufahami
Semenit kemudian aku beringsut kebibir sungai
Menambang takdirku
pada uwakeq yang aku tak tahu entah aku bisa dikenali sebagai orang Mandar
atau justru aku minder dari perusak demi tidurku beberapa saat
Penambang menembang
Tambang menantang
Mandarku menentang
Diambang kebimbangan
Hakayat sungaiku ditambang
Akankah sampah juga ikut berdendang
Sementara aku harus tertendang?
Oh Sungaiku !
Uwai randang
Uwai tomanurung
Kuhalalkan jiwaku demi arus-Mu !

Lekopa’dis, 06 Maret 2017