Tahun lalu,
tepatnya Maret sampai Mei 2016 saya banyak menyusuri jalan-jalan sunyi di
pelosok Pamboang dan Adolang. Mulai dari berziarah ke Ku’bur Kaeyyang,
bernostalgia sambil membayangkan duduk diskusi diberanda Sapo Kayyang yang
beberapa puluh tahun dihanguskan oleh Belanda. Sampai berusaha menaklukkan
puncak Buttu Karappuanna Adolang. Menarik memang, pemerintah Majene dengan
slogan Majene Mammis-nya, tapi ketika menelusuri jalanan selepas kelurahan
Galung, tak ada hal yang terasa mammis. Yang ada bahkan kegetiran, dan amarah
yang seketika membuncah: Inikah kondisi yang selalu dibanggakan pemerintah hari
ini? Jalanan aspal yang hancur, jalanan cor baru tapi penuh lobang, kerikil
tajam diantara jurang dan tebing gunung nyaris tak pernah tersentuh kebijakan.
Begitu juga jembatan kayu yang hanya beralaskan belahan bambu untuk bisa tembus
dari kampung ke kampung disekitaran gunung Timbogading dan Karappuanna Adolang.
Terlepas dari itu semua, pemerintah sudah
saatnya kembali memesrai anak-pedalaman Adolang yang berjalan berkilo-kilo
dengan telanjang kaki untuk bisa menyebut mereka sebagai anak
sekolahan. Jangan tanya tentang pemukiman dan pola hidup yang mereka lakoni,
sebab bagaimana mungkin mereka mampu sejahtera dan hidup bersahaja ditengah
miskinnya fasilitas yang bernama pembangunan. Sekolah
dari rumahnya harus menempuh perjalanan 1-2 jam untuk sampai kesekolah, jangan
tanya dimana mereka menemukan mobil untukmereka tumpangi, sebab motor saja
harus dipaksa untuk bisa sampai ke kampung-kampung sekitar . Pun jangan tanya
berapa hasil petani dari memanen kebun kacang, bawang, jagung dan sayuran yang
mereka hasilkan, sebab biaya transport dari kampungnya ke pasar bisa jadi lebih
mahal dari pada barang yang mereka bawa ke pasar.
Ini bukan gugatan, sekedar menggugah
pemerintah agar tak hanya asyik maksuk dengan hijau dan bersihnya kota, tapi bagaimana
membuat generasi yang masih hijau itu mampu meretas jalan untuk menjadikan
mereka sebagai manusia merdeka yang bisa merasakan meratanya konsep
pembangunan. Mereka tak harus diajak ke kota untuk karaokean, cukup mereka
dibangunkan sekolah, dibuatkan jalan beton, dibukakan akses jaringan baru
listrik negara maka disanalah kemerdekaan mereka temukan.
Disepanjang-panjang jalanku, kucoba labuhkan sebuah harapan ketika mendapati
sebuah komunitas yang menata dirinya lewat akronim Apatar =
Askar Pantai Taraujung, (Rumah Cerdas / Apatar Pustaka). Aku memilih berhenti sejenak sekedar membeberkan pada Apatar yang
ternyata telah berdiri sejak 20 Mei 2014. Ada banyak harapan yang coba
kupertaruhkan pada semangat anak muda Pamboang. Dan saya tidak harus malu untuk
mulai ujur, “ Bantu aku memunguti resah dan gelisah siangku untuk bisa tidur
bersama embun dan memcoba menikmati sepoi angin dari bibir-bibir pantai yang
rekah.
Melihat dan membaca struktur gemuk APATAR mulai dari Dewan
pendiri : Muh Ajyad, S.Hut ; Muh Irhan ; Arfian, S.Or; sampai pada mengenal Direktur : Andi Ahmad Khadafi ; dengan Sekretaris
: Wahyu Jalaluddin; Jangan pernah curiga bahwa Bendahara :
Andi Dermawan akan memiliki rekening yang juga gendut,
sebab Dewan
pembina : Camat pamboang ; Lurah lalampanua ; Abdul Watif S.E ; Herni Aswad
Dubair ; Nurdin Aco dan Dewan
pengawas : Muh Refyal S.pd ; Muh Irdan Mucthtar S.Sos kemungkinan besar juga banyak dipusingkan dengan berbagai urusan
pengabdiannya yang tak bisa berkelindan dengan target mereka.
Melalui akun Mursyid Wulandari alias Mursyid
Syukri, kucoba merangkul dan melnitipkan sebuah impian pada hijau
pegunungan dan birunya lau Pamboang. Status anggota Luar biasanya Apatar ini ternyata mengurai mimpiku dan mengajakku menari bersama
ombak di pantai Taraujung. Kucoba meraih tangan Ajyad untuk membagi bara nasib generasi Pamboang. Yah, aku bangga. Ia bahkan tak
merasa panas terbakar oleh bara itu. Bara itu justru membakar semangatnya untuk
mereview kembali program dan agenda besar yang telah mereka tunaikan. Festival
Akustik Taraujung, Gelar buku dipantai Pamboang tiap hari Minggu secara rutin,
Pencanangan Kampung Literasi Pemilu kerjasama KPU Kab. Majene cukup memberi spirit betapa indahnya berbagi rasa merdeka.
Lalu tanpa ragu, Ajyad berbisik padaku bahwa masih sederet Rencana
Program Kerja yang akan dilaksanakankedepan. Apatar masih
harus bertaruh dengan takdirnya untuk bisa mengukir sejarah diajang Kemah
wisata, Mengunjungi
daerah pedalaman untuk aksi Literasi, Pengembangan
Wisata Mangrove, dan Kajian / bedah buku tiap malam sabtu (rutin) yang kerap membuatnya gelisah sebab semua menurutnya harus berjalan bulan
depan. Visi untuk
pengembangan wisata di Taraujung dan Misi meningkatkan potensi SDA adalah cambuk yang terus melecut jiwanya untuk segera beranjak dari
ketertinggalan.
Apatar menurutku mesti terus melangitkan pujian rasa syukur Alhamdulillah, sebab pembelian
baju One Person One Book dan kegiatan yang sudah jalan sangat direspon oleh sebagian besar masyarakat yang mendukung
gerakan Apatar ini. Meski tentu saja
harapan tetap ia bumikan agar kedepannya gerakan literasi ini dapat menyebar kesemua lini, utamanya
daerah pedalaman. Pun berharap uluran tangan pihak
pemerintah berkonstribusi pada program dan agenda
besar Apatar.
Komunitas APATAR kini berpusat di Jl. Ammana Pattolawali, Lingkungan
Bulutupang, Kelurahan Lalampanua, Kecamatan Pamboang,
Propinsi Sulbar. kode pos 91451. Disinilah mereka
membangun asa, mencoba merobohkan dinding lapuk peradaban yang menahun
diterlantarkan oleh sistem didaerahnya. Harapan terbesar mereka adalah
handphonenya berdering 085342250858 untuk mendengarkan
pengakuan yang sama dari penelfon, dan tentunya perhatian dan kerjasama dengan
mereka adalah yang terindah.
Saya sekarang merasa lega sebab aku tak lagi sendiri meretas jalan sunyi
itu. Aku merasa punya nilai saat mendapati anak-anak dipantai itu riang
mengerubuti buku-buku yang sempat kualih tangankan dari Rumpita ke Apatar. Dan
sungguh aku begitu sedih ketika mereka menoleh ke kanan dan ke kiri dan
mendapati mereka bengong. Ternyata mereka masih ingin lebih banyak lagi pilihan
buku bacaan yang mengitari mereka setiap saat. Mereka ingin berteriak... Tapi
sayang, teriakannya hanya bisa dilisankan. Dan teriakan mereka kucoba tuliskan,
semoga ada yang berkenan memberi mereka rasa bahagia dengan memberi mereka
bacaan yang menarik dan berkualitas. Ada yang berminat ?
(Catatan Muhammad Munir)