Sabtu, 04 Februari 2017

URGENSI TATA RUANG BAGI PENATAAN KOTA

                     Oleh : Suyuti Marzuki
(Masters of Coastal Engineering and Management) 

             Penataan ruang adalah menyangkut seluruh aspek kehidupan sehingga masyarakat perlu mendapat akses dalam proses perencanaan penataan ruang. Konsep dasar hukum penataan ruang terdapat dalam pembukaan Undang – Undang Dasar 1945 aliniea ke-4, yang menyatakan “Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia”. Selanjutnya, dalam pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”.Ketentuan dasar inilah yang memberikan “hak penguasaan kepada Negara atas seluruh sumber daya alam Indonesia, danmemberikan kewajiban kepada Negara untuk menggunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.” Kalimat tersebut mengandung makna, Negara mempunyai kewenangan untuk melakukan pengelolaan, mengambil dan memanfaatkan sumber daya alam guna terlaksananya kesejahteraan yang dikehendaki. Untuk dapat mewujudkan tujuan Negara tersebut, khususnya untuk meningkatkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa berarti Negara harus dapat melaksanakan pembangunan sebagai penunjang dalam tercapainya tujuan tersebut dengan suatu perencanaan yang cermat dan terarah.

A.   Ruang Lingkup Tata Ruang (Nasional, Provinsi, Kab/Kota)

Secara sederaha tata ruang diartikan sebagai ruang atau wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.

Spatial Plan atau tata ruang di Indonesia adalah suatu istilah umum untuk pengaturan wilayah regional, wialayah pulau, wilayah provinsi, kabupaten/ kota dan dan lain-lain. Tata ruang juga adalah merupakan wujud struktur ruang dan pola ruang yang dirancang dan disusun baik secara nasionalregional dan lokal(Marzuki, 2006).Konsep atau dokumen perencanaannya di level nasional disebut Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, dalam kaitan dengan RPJMN dapat ditemui pada Buku III RPJMN  kewilayahan yang telah dibahas bersama Bappenas dan Kementerian/Lembaga terkait. Penulis salah satu tim yang telibat dalam penyusunan Buku III kewilayahan nasional ini. Rencana umum tata ruang merupakan perangkat penataan ruang wilayah yang disusun berdasarkan pendekatan wilayah administratif yang secara hierarki terdiri atas RTRW nasional, RTRW provinsi, dan RTRW kabupaten/kota.

Rencana umum tata ruang nasional adalah arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah nasional yang disusun guna menjaga integritas nasional, keseimbangan dan keserasian perkembangan antar wilayah dan antar sector, serta keharmonisan antar lingkungan alam dengan lingkungan buatan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tata ruang wilayah nasional biasanya diturunkan ke level lebih rendah oleh masing-masing provinsi dalam bentuk penjabaran ke dalam Rencana Tata Ruang pulau, tata ruang wilayah, dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tersebut perlu dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK), (Direktorat Jendral Penataan Ruang. Department Pekerjaan Umum, 2008).

Di Level nasional, lebih lanjut, dalam UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 menegaskan bahwa aspek wilayah/spasial haruslah diintegrasikan ke dalam dan menjadi bagian dari kerangka perencanaan pembangunan di semua tingkatan pemerintahan. Dalam kaitan ini, terdapat 34 provinsi dan lebih dari 500 kabupaten/kota yang harus mengintegrasikan rencana tata ruangnya ke dalam perencanaan pembangunan daerahnya masing-masing. Amanat empat Undang-Undang tersebut menunjukkan pentingnya data spasial dalam proses perencanaan pembangunan.

Sementara di level provinsi rencana umum tata ruang adalah adalah merupakan rencana kebijakan operasional dari RTRW Nasional yang berisi strategi pengembangan wilayah provinsi, melalui optimasi pemanfaatan sumber daya, sinkronisasi pengembangan sektor, koordinasi lintas wilayah kabupaten/kota dan sektor, serta pembagian peran dan fungsi kabupaten/kota di dalam pengembangan wilayah secara keseluruhan.

Di level kabupaten/kota, rencana umum tata ruang adalah penjabaran RTRW provinsi ke dalam kebijakan dan strategi pengembangan wilayah kabupaten/kota yang sesuai dengan fungsi dan peranannya di dalam rencana pengembangan wilayah provinsi secara keseluruhan, strategi pengembangan wilayah ini selanjutnya dituangkan ke dalam rencana struktur dan rencana pola ruang operasional.

B.     Penataan Ruang Kota sebagai Struktur Keruangan Kota/Kabupaten

Pedoman penyusunan RTRW Kota dapat dilihat dalam  Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (PerMen PU) No.17/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota yang  merupakan tindak lanjut dari pelaksanaan ketentuan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota ini dimaksudkan sebagai acuan dalam kegiatan penyusunan rencana tata ruang wilayah kota oleh pemerintah daerah kota dan para pemangku kepentingan lainnya.  Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota bertujuan untuk mewujudkan rencana tata ruang wilayah kota yang sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Ruang lingkup Peraturan Menteri ini memuat ketentuan teknis muatan rencana tata ruang wilayah kota serta proses dan prosedur penyusunan rencana tata ruang wilayah kota.  Menata tata ruang kota atau kabupaten adalah sebenarnya sudah merupakan tata ruang mikro, oleh karena atribut-atribut keruangannya sudah harus seditail mungkin dari tata ruang wilayah provinsi (Peta 1:25000), sehingga di dalam peta tata ruangnya dibutuhkan paling tidak peta skala 1: 5000. Bahkan saran penulis, jika dibutuhkan detail lebih dalam, gunakan peta 1:2500, 1:1000. Mengapa ?  Oleh karena hal ini terkait dengan perbedaan elevasi antar ruang[1].

Dalam operasionalisasinya rencana umum tata ruang dijabarkan dalam rencana rinci tata ruang yang disusun dengan pendekatan nilai strategis kawasan dan/atau kegiatan kawasan dengan muatan subtansi yang dapat mencakup hingga penetapan blok dan subblok yang dilengkapi peraturan zonasi sebagai salah satu dasar dalam pengendalian pemanfaatan ruang sehingga pemanfaatan ruang dapat dilakukan sesuai dengan rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang. Rencana rinci tata ruang dapat berupa rencana tata ruang kawasan strategis dan rencana detail tata ruang.

Kawasan strategis adalah Kawasan yang penataan ruangnya diprioritaskan karena memiliki pengaruh penting terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, pertumbuhan ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia.

Rencana tata ruang kawasan strategis adalah upaya penjabaran rencana umum tata ruang ke dalam arahan pemanfaatan ruang yang lebih spesifik sesuai dengan aspek utama yang menjadi latar belakang pembentukan kawasan strategis tersebut. Tingkat kedalaman rencana tata ruang kawasan strategis sepenuhnya mengikuti luasan fisik serta kedudukannya di dalam sistem administrasi.

Rencana tata ruang kawasan strategis tidak mengulang hal-hal yang sudah diatur atau menjadi kewenangan dari rencana tata ruang yang berada pada jenjang diatasnya maupun dibawahnya. Rencana detail tata ruang merupakan penjabaran dari RTRW pada suatu kawasan terbatas, ke dalam rencana pengaturan pemanfaatan yang memiliki dimensi fisik mengikat dan bersifat operasional. Rencana detail tata ruang berfungsi sebagai instrumen perwujudan ruang khususnya sebagai acuan dalam permberian advise planning dalam pengaturan bangunan setempat dan rencana tata bangunan dan lingkungan.

C.      Urgensi Ketersediaan Dokumen Tata Ruang

Sistem perencanaan pembangunan secara umum memiliki beberapa komponen program/kegiatan yakni: 1) Sistem perencanaan umum; 2) Sistem perencanaan Program/Kegiatan; 3) Sistem Penganggaran dan 4) Sistem evaluasi, monitoring dan pengendalian.Sementara dokumen Tata ruang adalah merupakan salah satu dokumen resmi dalam proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional dan daerah. Dokumen ini adalah pedoman dasar dalam perencanaan keurangan (Spatial Plan) yang diatur dalam peraturan perundangan(Direktorat Jendral Penataan Ruang. Department Pekerjaan Umum, 2008; Shen, Chen, & Wang, 2016) , (Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2007).

Berdasarkan uraian diatas maka sudah sangat jelas bahwa penyediaan tata ruang adalah merupakan amanat undang-undang, sekaligus sebagai amanat sistem perencanaan yang baik dalam pembangunan nasional, wilayah, provinsi, Kota/Kabupaten. Dengan kata lain, bahwa ketidaktersediaan (unavailability condition) tata ruang adalah merupakan sikap ketidakpatuhan atau pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundangan berikut:

-          Undang-undang nomor 17 tahun 2007 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025.
-          Undang-undang Tata ruang No 26/2007Tentang Penataan Ruang
-          Undang-Undang Informasi Geospasial telah disahkan oleh Presiden RI menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial.
-          Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang
-          Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2010 Tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang.
Tulisan ini tidak membahas terlalu jauh perihal Peta ruang[2]dan pentinya peta ruang, dan tata ruang secara umum, karena hal ini sifatnya sudah given berdasarkan amanat undang-undang. Kedua, karena tata ruang itu sendiri memiliki ruang lingkup (Rentang Kendali) yang lumayan luas sebagaimana disebutkan diatas, meliputi nasional, provinsi, wilayah, kabupaten dan kota. Namun sedikit fokus pada tata ruang sebagai strukturruang dan Tata ruang sebagai pengendali banjir di kota/kabupaten, meningat banyaknya kejadian kota-kota mengalami banjir, kesimpangsiuran dalam penataan, tata guna lahan yang tumpang tindih, perubahan atau alih fungsi lahan yang tidak terkendali.Tata ruang dalam struktur keruangan inilah yang dipahami sebagai sekumpulan entitas ruang berupa pusat-pusat permukiman, sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarki memiliki hubungan fungsional.

D.     Banjir dalam Perspektif Tata Ruang (Spatial Planning)

Sering kali terjadinya banjir pada daerah hilir dimana umumnya kota-kota pantai berada, disebabkan karena tidak terkendalinya penebangan pohon secara liar pada daerah hulu, biasa disebut sebagai banjir kiriman sebagaimana yang masih sering terjadi di Jakarta. Faktor penyebabnya dalam hal ini adalah volume air yang datang dari daerah hulu melebihi kemampuan daerah hilir dalam menyerap dan mengalirkan volume air ke laut dalam waktu singkat (Meyer, Rannow, & Loibl, 2010). Dari perspektif inilah peran tata ruang kota sangat penting. Terlebih lagi jika pelataran kota hanya memiliki perbedaan elevasi yang kecil dengan tinggi permukaan air laut terutama pada waktu air laut pasang (banjir ROB)[3].

Lantas bagaimana dengan kasus banjir kota dimana unsur banjir kiriman dan ROB tidak terjadi?

Biasanya dalam hal ini disebabkan hujan, pada kondisi drainase dan tata ruang yang tidak bagus dan atau kurang maksimal, maka terjadilah banjir yang tentunya akan mengganggu aktivitas ekonomi masyarakat.

Ada tiga langkah pokok yang harus segera dilakukan pada kondisi banjir seperti ini:
-                      Menetapkan dokumen tata ruang daerah sebagai aspek legalitas pelaksanaan perencanaan dan pembangunan kabupaten/kota.
-                      Melakukan rekonstruksi drainase dengan benar-benar memperhitungkan ketinggian dan perbedaan elevasi saluran/drainase. Langkah ini berupa penataan kembali drainase/saluran-saluran air dan menyesuaikan volume drainase dengan rata-rata volume air pada kondisi curah hujan maksimal, serta mempertimbangkan ketinggian pasang surut air laut di daerah(Spalding et al., 2014).
-                      Menertertibkan bangunan-bangunan, yang secara teknis berdampak kepada terjadinya banjir

E.      Tata ruang dan zonasi

Zonasi tidak dapat dipisahkan dengan tata ruang. Dokumen zonasi merupakan penjabaran tata ruang dalam kaitannya dengan pembagian zona-zona atau wilayah pengembangan maupun pengaturannya sesuai tata guna lahan. Zona adalah kawasan atau area yang memiliki fungsi dan karakteristik lingkungan yang spesifik. Zoning adalah embagian lingkungan kota ke dalam zona-zona dan menetapkan pengendalian pemanfaatan ruang/memberlakukan ketentuan hukum yang berbeda-beda (Barnett, 1982: 60-61; So, 1979:251), (Todes, 2008).

Zoning Regulation/Peraturan Zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang klasifikasi zona, pengaturan lebih lanjut mengenai pemanfaatan lahan, dan prosedur pelaksanaan pembangunan terkait :
-          Suatu zona mempunyai aturan yang seragam (guna lahan, intensitas, massa bangunan),
-          Satu zona dengan zona lainnya bisa berbeda ukuran dan aturan.

Sebuah dokumen zonasi haruslah mengacu kepada dokumen tata ruang yang ada, sehingga ketersediaan dokumen RTRW secara legal adalah sebuah keharusan. Ketidak teraturan bangunan-bangunan kota  adalah karena tidak adanya pengaturan zona secara legal.

_____________
SITASI
Direktorat Jendral Penataan Ruang. Department Pekerjaan Umum. (2008). PEDOMAN PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KAWASAN PERKOTAAN. PEDOMAN PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KAWASAN PERKOTAAN, 84 p.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. (2007). UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Pemerintah Republik Indonesia, 1–107. Retrieved from www.pu.go.id
Marzuki, S. (2006). Analisa Pola Arus dan Sedimentasi dengan Menggunakan Metode Surface Water Modelling System ( SMS), Overlay Citra Landsat 7-ETM dan Metode Sistem Informasi Geografis ( SIG ).
Meyer, B. C., Rannow, S., & Loibl, W. (2010). Climate change and spatial planning. Landscape and Urban Planning, 98(3–4), 139–140. https://doi.org/10.1016/j.landurbplan.2010.08.012
Shen, Y.-C., Chen, P.-S., & Wang, C.-H. (2016). A study of enterprise resource planning (ERP) system performance measurement using the quantitative balanced scorecard approach. Computers in Industry, 75, 127–139. https://doi.org/10.1016/j.compind.2015.05.006
Spalding, M. D., Ruffo, S., Lacambra, C., Meliane, I., Hale, L. Z., Shepard, C. C., & Beck, M. W. (2014). The role of ecosystems in coastal protection: Adapting to climate change and coastal hazards. Ocean and Coastal Management, 90, 50–57. https://doi.org/10.1016/j.ocecoaman.2013.09.007
suyuti Marzuki. (2006). THE ANALYSIS OF CURRENT PATTERN AND SEDIMENTATION USING SURFACE WATER MODELLING SYSTEM (SMS 8.8) AND OVERLAY IMAGE LANDSAT 7-ETM. Change, 1–19.
Todes, A. (2008). Rethinking spatial planning. Town and Regional Planning, 2008(53). Retrieved from http://siteresources.worldbank.org/INTSOUTHAFRICA/Resources/Todes_bladgereedSSno_532008_revised3.pdf





[1]Elevasi dalam ruang adalah merupakan perbedaan tinggi rendahnya suatu tempat terhadap tempat lain/lokasi lain. Hampir seluruh dokumen tata ruang maupun buku-buku tata ruang, tidak menjelasjaskan pentingnya elevasi ini.
[2]UU No 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (UU IG) khususnya pada pasal 7 yang menyebutkan bahwa peta rupabumi Indonesia merupakan salah satu komponen informasi geospasial dasar yang diselenggarakan secara bertahap dan sistematis untuk seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan wilayah yuridiksinya. UU ini juga mengamanatkan bahwa segala kebijakan pembangunan yang terkait dengan aspek keruangan harus didasari oleh informasi geospasial yang dapat dipertanggungjawabkan. Sementara itu,UU No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional menyebutkan bahwa seluruh kegiatan pembangunan harus direncanakan berdasarkan data baik spasial maupun nonspasial serta informasi lainnya yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan bahwa perencanaan pembangunan di daerah harus berdasarkan pada data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawakan, diantaranya adalah informasi tentang kewilayahan dan sumber daya alam, serta pemerintah daerah harus membangun sistem informasi daerah yang terintegrasi secara nasional.

[3]Rob(bahasa jawa) adalah banjir air laut atau naiknya permukaan air laut. Robadalah banjir yang diakibatkan oleh air laut yang pasang yang menggenangi daratan, merupakan permasalahan yang terjadi di daerah yang lebih rendah dari muka air laut.

Video: Harapan Guru Pada Aksi Literasi Rumpita


RUMPITA adalah gagasan yang memadukan budaya literasi dengan entrepreneur yang mencari pendanaannya dengan cara bermartabat, mencerdaskan. Bendera JURAGAN PASAR Abdul Rasyid Ruslan adalah konsultan dan sponsor tunggal dalam pematangan strategi konsep dan gerakan. Kedepan, RUMPITA mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk mencetak generasi cerdas, mandiri dan visioner.

Berberapa program utama RUMPITA adalah sebagai berikut;
·         GELAR BUKU atau Gerakan Literasi dengan membaca buku. Kegiatan ini dilaksanakan dibeberapa tempat yang berbeda. Sasaran utamanya adalah wilayah-wilayah pelosok dan terpencil serta mengunjungi sekolah-sekolah tingkat SD,SMP dan SMA serta UNIVERITAS.
·         RUMAH BACA RUMPITA atau PERPUSTAKAAN MINI yang dibentuk oleh relawan Rumpita. Relawan RUMPITA ini menyediakan tempat atau ruang baca dan rak buku serta pengelola perpustakaan. Buku disediakan oleh Pihak Manajemen RUMPITA. Untuk saat ini RUMAH BACA selain di Polewali Mandar juga tersebar di beberapa Kecamatan di Kabupaten Majene, dan sudah ada di Tapalang Kabupaten Mamuju serta di Pasangkayu Kabupaten Mamuju Utara.
·         PENULISAN BUKU. Program ini merupakan program khusus yang diperuntukkan bagi para penulis yang berkeinginan menerbitkan buku. Desain Sampul, tata letak, lay out sampai percetakan dikelola oleh RUMPITA.
·         LOMBA MENULIS adalah program tahunan yang digagas untuk meningkatkan minat menulis generasi muda agar beranjak dari budaya tutur lisan menjadi tulisan. Lomba menulis hanya dibuka untuk usia SMP, SMA dan MAHASISWA.  

Hari ini, dengan keberadaan RUMAH BACA yang sabang hari minta tambahan koleksi buku buat kegiatan gelar buku. Mereka membutuhkan kehadiran Perpustakaan Daerah Provinsi dan Kabupaten di Sulbar untuk memenuhi hasrat pengabdian mereka berbagi rasa merdeka (mengutip jargon Nirwan Arsuka).

Bagi yang ingin membantu/berdonasi bahan bacaan kepada kami,
Donasi Buku dapat diantar/dikirim langsung ke RUMPITA TINAMBUNG Jl. Trans Sulawesi Depan Masjid Kandemeng Desa Batulaya Kec. Tinambung. Atau via akun Facebook Muhammad Munir Nursaid Nurdin, Suryananda, Adnan Wardihan, Sherly Ardina, Ade Irma Yuniar Ridwan, Rabina Yusuf, Sulaiman Muhammad, Aszrar Nack Topaszz, Asmadi Mappawali, Fandy Al-Qadri Pappirandang Ate, Muhammad Naim, Thamrin Uai Randang, Aleh Scout, Mursyid Wulandari, Hernawati Usman, Muhammad Arif Al-Ma'arif.

Jumat, 03 Februari 2017

Segera Terbit : SENDANA Kerajaan Maritim Bercorak Islam



Sendana adalah salah satu dari 14 kerajaan yang ada di tanah Mandar. Kerajaan sendana menyimpan misteri yang belum terungkap. Peristiwa demi peristiwa mewarnai eksistensi kerajaan ini, mulai dari pembentukan konfederasi pertama di Mandar “Bocco Tallu” sampai kepada rencana pembentukan Konfederasi Mandar yang digagas di Podang. Posisi kerajaan Sendana pada saat itu tidak bisa dipandang sebelah mata. Ia sebagai penyandang logistik pada saat dideklarasikan konfederasi di Tammejarra.

Tidak banyak orang mengetahui bahwa dikerajaan Sendana, pernah ada tokoh disekitar abad ke-17 Masehi, beliau adalah seorang raja yang digelar “Tomatindo di Balitung”. Beliau berjuang di negeri Seberang atas kebiadaban kolonialisme Belanda dan cukup disegani, baik lawan maupun kawan yang oleh Prof. Dr. H. Zainal Abidin Farid SH menyebutnya sebagai ”Sijago dari Selat Malaka”. Tidak hanya itu, Tomatindo di Balitung juga banyak melahirkan falsafah yang berhubungan dengan etika kepemimpinan di tanah Mandar.

Siapa pula yang menduga, bahwa ada seorang raja Sendana, Puang Tomessu’ di Salassa’na banyak berjuang mengusir bajak laut dari Mindanau Pilipin serta melawan imperialisme kerajaan Gorontalo di wilayah teluk Tomini, yang kelak dikemudian hari oleh Olongian-olongian (pemimpin-pemimpin komunitas suku Kaili) memilihnya sebagai raja pertama di kerajaan Kasimbar dan mendirikan kerajaan Moutong di provinsi Sulawesi Tengah.


Tidak banyak orang tahu, bahwa teluk terbesar di planet bumi ini ialah teluk “Tomini” yang ditemukan oleh orang Mandar. Tomini berasal dari bahasa Mandar, dari kata Tau dan Mene. Tau berarti orang dan Mene berarti naik atau baru datang. Karena yang datang diteluk terbesar dunia itu adalah orang Mandar, maka orang Kaili menyebut orang-orang Mandar sebagai Tomene.

Kamis, 02 Februari 2017

REVITALISASI NILAI BUDAYA MANDAR DEMI PENGUKUHAN JATI DIRI KEMANDARAN


 
OLEH :
DARMAWAN MAS’UD RAHMAN
I.     PENDAHULUAN

Sekitar tahun 1970-an para peneliti budaya di Amerika mulai sadar bahwa hasil-hasil tulisan (Armchair theory) para pendahulu mereka dari tahun 1800-1960-an dianggap biasa karena ia tidak merepresentasikan nilai budaya dari orang yang ditelitinya, khususnya masyarakat dan budaya luar Amerika. Di antara Pelopornya adalah Michael dan Renato Rosaldo tercermin di dalam salah satu bukunya Knowledge and Passion IIongot Nations Of Self & Social Life (1980) tentang masyarakat IIongot di Philipina diikuti oleh teman-temannya seperti Clifford Marcus dll. Pendapat mereka menyatakan bahwa nilai budaya,apresiasi, Pikiran dan perasaan orang-orang yang diteliti harus dapat merepresentasikan makna budaya mereka sesungguhnya dalam tatanan nilai-nilai budaya lokal. Pendapat ini menggaung sedunia dan sampai dewasa ini mendapat respons yang Positf dan menghasilkan berbagai tulisan yang mempesona .
Interpretasi baru tentang makna-makna budaya dalam nuansa lokal, antara lain dapat disebutkan : Penulis Anna Lewenhaunt Tsing dalam bukunya In The Realm of the Diamond Queen (1993) tentang masyarakat Meratus di Kalimantan dan Kenneth M .George dalam bukunya showing Sign of Violence (1996) tentang pitu ulunna salu ‘. Keduanya adalah penerima penghargaan kategori penulis terbaik dimasanya . lebih menghebohkan lagi interpretasi baru dari penulis John Pemberton dalam bukunya on the subject of java (1994) yang melukiskan bahwa budaya adi luhung di dalam keratin jawa adalah rekayasa Belanda.
Sehubungan dengan kebangkitan interpretasi itu maka pengungkapan nilai budaya lokal merupakan pengukuhan identitas untuk membuat batas-batas cultural antara bangsa dan Negara. Ia menumbuhkan rasa percaya diri bagi munculnya konsep-konsep nilai budaya luhur yang dapat menahan homogenitas budaya global . Kubu budaya global dan budaya lokal telah menciptakan tegangan-tegangan budaya yang meninggi , saling ingin mendominasi satu dengan yang lainnya dan sulit untuk mendamaikan .
Dari seluruh tulisan pakar-pakar budaya dunia mutakhir ternyata nilai-nilai budaya lokal mempunyai peran yang penting sebagai motor penggerak dalam berfikir dan berprilaku karena ia berfungsi sebagai piñata sikap dan prilaku, pembentuk identitas, dan pembangunan kwalitas manusia . Ketiga fungsi tersebut merupakan landasan kokoh yang dapat kemudian digunakan untuk membaca ulang bagaimana seorang individu Mandar untuk mengerti, memegang, melaksanakan konsep-konsep nilai budaya yang diakuinya dalam rasa dan perasaan kemandaran agar ia dapat beradaptasi secara sempurna ke dalam binkai keserasian nilai budaya Indonesia yang teguh dan kekar dalam mengarungi era budaya yang global. Nilai budaya kemandaran tersebut perlu segera diangkat dan direaktualisasikan karena ia merupakan puncak budaya Indonesia sesuai kandungan makna undang-undang Dasar 1945 pasal 32 dan penjelasannya

II.   MANDAR DALAM KEPUSTAKAAN ASING DAN INDONESIA

Diantara Keempat etnis utama di Sulsel tulisan secara ilmiah tentang budaya mandar masih dapat dihitung jari. Lebih sedih lagi kalau kita membandingkan tulisan ilmiah yang diangkat dari ketiga etnis di Sulawesi selatan . Salah satu contoh yang dapat dikemukakan bahwa ada sekitar 20 disertasi asing yang dibuat oleh Kenneth M. George (1994) tentang Mamasa .
Di dalam bahasa Indonesia tulisan ilmiah yang berkaitan dengan budaya kemandaran baru ada 4 disertasi . Diakui bahwa ada juga beberapa skripsi mahasiswa dan tulisan-tulisan dari beberapa orang namun masih dalam bentuk informasi dan belum merupakan suatu hasil tulisan melalui analisis wacana (discourse analisis) dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah . Demikian juga ada beberapa tulisan asing yang menyinggung tentang mandar yang sulit ditemukan antara lain ditulis oleh Van Leyds (1940) , Ligtvoet (1876), Mallinckrotd (1933), Nooteboon (1940), Bosch (1933), Bikker (1932), De Graff & Stibbe (1918) , J . Dalton (1937) dll.
Disamping itu ada tulisan-tulisan singkat telah dibuat oleh Robert Wells tentang tenunan Mandar dan pengobatan tradisional , Toby Volkman dan Kathy Rabinson tentang perenan wanita Mandar (1980-an) . Satu rencana disertasi yang dibuat oleh Charles Zarnes yang telah meneliti tentang penggunaan laut dan hukum-hukum adat (1986) namun hingga saat ini belum selesai . Akibat minimnya penulisan tersebut maka kebudayaan Mandar belum terungkap secara meluas , terbukti seminar internasional tentang Sulawesi Selatan yang dilaksanakan di Australia (2000) pada konverensi OXIS (The Origin of Complex Societi In South Sulawesi ) dan 2 buku sebagai hasil seminar Internasional yang masing-masing dilaksanakan di Leidin (1987) dan Makassar (1995) di dalam South Sulawesi In The Whole Histori editor Kathy Rabbinson (2000) dan Authority and Among the people of South Sulawesi editor Roger Tol, Van Dijk dan Greg Accoalli (2000) Nederland sama sekali tidak menyinggung tentang Mandar.
Walaupun Lontara-lontara Mandar kebanyakan telah hilang namun perlu dihargai usaha dari Macknight (1972) memicrofilmkan beberapa lembar lontara dari yayasan kebudayaan Sulawesi Selatan dan kini tersimpan di ANU , Canberra , dan masih ada juga koleksi salinan lontara Mandar di leidin Unifersity di Belanda.

II    I. REKONSTRUKSI BUDAYA MANDAR MELALUI BERBAGAI SUMBER

Pada tahun 1930-an Penilik sekolah Tn. Maula dalam inspeksi ke daerah Kalumpang menemukan sebuah patung Budha perunggu di Sikendeng ditepi sungai karama ‘ di Mamuju . Ia kemudian melapor kepada Y.Caron Gubernur jenderal di Makassar dan langsung memerintahkan Dr.A.A Cense ke daerah tersebut dan menemukan kreweng (gerabah) yang bercorak prasejarah dan beliung-beliung persegi . Pada tahun 1933 atas perintah gubernur jenderal, ahli arkeologi Van Stein Callenfels mengadakan panggilan di kamasi, Palemba di kalumpang kemudian di lanjutkan tahun 1964 oleh DR. Van Heekeren Penggalian di Kamasi dan Minanga Sipakko, hasil Penelitian dari penggalian ini membuahkan sebuah pendapat bahwa situs-situs tersebut di atas adalah salah satu tonggak budaya Indonesia yang bernilai tinggi. Stein Callenfels dan Van Heekeren menemukan alat-alat batu yang terdiri atas beliung persegi dalam ciri morfotehnologi yang bervariasi dengan tajam monofasial. Tipe ini tersebar di asia tenggara dan pasifik, sedangkan kapak batu atau kapak lonjong tidak hanya tersebar di Indonesia bagian timur tetapi juga terdapat di beberapa Negara antara lain Birma, Korea, Jepang, Vietnam, Thaiwan, Philipina hingga ke pasifik . Pahat batu, batu asah batu giling semuanya merupakan hasil industri lokal yang mempunyai tehnik pembuatan yang cukup baik dilihat dari bentuk dan keluasannya. Disamping itu gerabah atau Kreweng dengan hiasan-hiasan bervariasi mulai dari pola geometris, segitiga, belah ketupat , bulat dan pilin memakai tehnik gores, tusuk, temple, tekan dan eksisi sangat menarik. Bahkan Solheim 11 mengatakan bahwa motif ini masuk Ke dalam kelompok Sahuynh Kalanay yang tersebar di Asia Tenggara sampai ke Pasifik.
Penemuan batu Pemukul Kayu untuk membuat Pakaian merupakan temuan penting di mana manusianya telah mengenal busana di tambah lagi industri gerabah yang berhias indah dan pembuatan batu halus yang di asah telah mengenal tehnologi tinggi. Keseluruhannya memberi tanda bahwa orang Kalumpang disamping menerima unsur budaya asing (Allochtone) juga tetap mengembangkan budaya sendiri (Autochtone). Dasar budaya inilah sehingga di dalam sejarah Kebudayaan Indonesia Kebudayaan Kalumpang merupakan suatu tonggak yang penting di Indonesia dari tanah mandar
Patung Budha perunggu yang tersebut diatas kemudian diteliti oleh Dr. Bosch (1933) yang menyimpulkan bahwa patung itu adalah khas di bawah dari india selatan (Amarawati) ke Asia Tenggara dan tipe patung Budha abad 11 sampai abad ke V1 masehi yang tidak ada samanya di Indonesia.
Dari semua hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa situs Kalumpang , Minanga Sipakko, dan Kamasi termasuk dalam kebudayaan hunian sungai yang bercorak Neolitik-paleometalik (perundagian) yang berumur sekitar 1500 SM berlanjut sampai pada abad 1 & 11 Masehi. Pelras dalam bukunya The Bugis (1996) menyatakan sikendeng yang berada ditepi sungai karama’ pernah merupakan pelabuhan Internasional.
Bila penemuan diatas dihubungkan dengan cerita rakyat yang di rekam oleh Van Leyds (1940) menyebutkan bahwa tanah Mandar telah dipimpin oleh 41 Tomakaka . Cerita rakyat lainnya mengatakan bahwa Tomakaka berkristalisasi baik melalui koalisi ataupun perang antar mereka pada akhirnya muncul Amara’diang –Amara’diang di pitu Ba’bana Binanga dan pitu Ulunna Salu’. Cerita rakyat juga menyebutkan bahwa hubungan genealogis antar mereka mulai dari Pa’doran yang beranak tujuh kemudian melahirkan anak sebelas dari pongkapadang dan lambere’ susu sampai kepada Ta’bittoeng sebagai cucu dari la’simbangdatu menurungkan Tomannyambungi raja pertama di Balanipa. Keturunan mereka inilah yang kemudian melahirkan manusia-manusia yang memerintah di pitu Ba’bana Binanga dan pitu Ulunnasalu’. Berdasarkan landasan dasar budaya yang tinggi dan demokratis itu dikokohkan Kerjasama akrab yang masing-masing didampingi oleh pemangku-pemangku adat mulai dari poambi ‘ (pa’ambi’) Tomakaka dan Peppuangan (institusi pappuangan) serta Mara’dia di masing-masing wilayah mereka telah memberikan bukti munculnya berbagai konsep-konsep nilai budaya yang dapat dijadikan pedoman untuk masa depan .
Nilai-nilai budaya tinggi dalam berbagai konsep-konsep yang sangat moderen telah dipunyai dan diamalkan oleh orang-orang mandar sebelum di obrak-abrik oleh Belanda. Dari memori Van Leyds ditemukan bahwa benturan antara bangsawan raja dan bangsawan adat di mulai dengan kekalahan perang antara Belanda dengan passimandaran yang diakhiri oleh perjanjian plakat pendek (lange dan korte Verklaringe ) mulai pada tahun 1870-an dan berbagai peraturan-peraturan yang mengikat pada tahun1880-an . Apalagi setelah Mara’dia diangkat sebagai penguasa tunggal dan anggota adat adalah bagian dari penguasa tunggal itu. Diperparah dengan perbedaan gaji yaitu Mara’dia di gaji denga F 1800 setahun, dan anggota adat yang terdiri atas : Pa’bicara kaiyyang di gaji dengan F 480, Pa’bicara Kenje dengan gaji F 420 sedangkan pappuangan limboro Biring lembang dan tenggelang mendapat gaji F 300 pertahun. Rakyat kecil di bebani dengan pajak yang tinggi dan kerja rodi yang terdiri atas herediesent (rodi besar) dan gemeentediesent (rodi kecil) yang dapat diganti dengan uang sebesar F 5 dan F 3 yang sangat memberatkan. Akibat ulah Belanda tersebut maka puncak-puncak nilai-nilai budaya kemandaran yang luhur telah hancur dan kemudian muncul nilai negative seperti sipat siri’ate (iri hati), situna-tunai (saling menghina) sitaiyyang lassa-lassangan (saling mencari kesalahan ), sitaiyyang adaeyang tassitaiyang apiyangan (saling tuding) , sibesonaung tassibesodai ‘ (saling ingin mencelakakan satu dengan yang lain) dll. Sifat-sifat itu disebut rasung digollai (racun yang di beri gula) oleh orang Mandar.
Keadaan diatas muncul akibat keserakahan Belanda untuk menguasai tanah Mandar melalui strategi pembenturan antara bangsawan raja dan bangsawan adat . padahal kesetaraan dan kerjasama yang akrab berdasarkan kewajiban demi tanah dan rakyat telah tertanam sebelumnya secara baku. Hal tersebut tercermin dari perjanjian luhur di masa awal munculnya Amara’diang pada pelantikan Todilaling. Pada pelantikan itu ketua adat puang Dipoyosang bertitah :
Upakaiyyangngo’o, mupakaraya, dimadondonna di duambongi anna Marra’ba-ra’bao petawung, Mambottu-bottu bassi’ , Marrattaso’o uwake’ , Marruppu’o batu, Marrusa’o allewuang, Mamboe’o puralao ualai membali akaiyangan (kami menjunjung tinggi kebesaran dan kekuasaan raja, namun selayaknya raja selalu menghargai hak dan peranan kami, besok atau lusa raja melakukan tindakan berupa merusak hukum melanggar konstitusi, memotong aturan-aturan adat / melanggar hukum, merusak dasar budaya dan kehidupan rakyat banyak, menindas rakyat kecil, merusak persatuan dan kesatuan dan ingkar dari kata dan janji maka saya cabut kekuasaan yang telah di berikan. Karena itulah maka Ammara’diang di Mandar khususnya di Balanipa menggariskan suatu kaidah politik yang menyatakan bahwa :
Anak kodai mara’dia, Banua Kaiyyang toilopi (dalam kerajaan diibaratkan,raja hanyalah sebagai nahkoda, sedangkan pemiliknya adalah rakyat melalui wakil-wakilnya (dari Napo, Samasundu, Toda-Todang, Mosso ).
Selanjutnya pesan dari Imanyambungi sebelum wafat mengatakan :
Madondong duambongi anna matea’, mau’ ana’u mau’ appou, damuannai menjari mara’dia , mua Tania tonamaasayangi pa’banua , damuannai dai’ dipe’uluang mua’ masuangi pulu-pulunna, mato’dori kedona, apa’ iamo tu’u namarruppu-ruppu lita’ (besok atau lusa manakala saya mangkat, walau dia putraku ataupun cucuku, janganlah hendaknya diangkat menjadi raja kalau di tidak cintah tanah air dan tidak belah rakyat kecil, jangan pula angkat seorang raja bila ia mempunyai tutur kata yang kasar, berbuat dan bertindak kasar pula karena orang yang seperti itulah yang akan menghancurkan negeri.
Nilai-nilai budaya kemandaran lebih dipertegas lagi dalam Piagam Tammajarra : Inggai Para Diasse’i kedo ta’, Diposipa’i sipa’ta’, diposoe soeta, para mellambai tau di petawung marorota’, disesena panggauang namappatumballe’ lita’ inggai sitaiyang apiangan, tassitaiyang adaeng, mara’ba sipatokkong , malilu sipakainga’, dibuttu, dilappar, andiangi tau mala sisara’ malluluare’. Madondong dumbongi anna daiang sara namappatumbiring lita’ anna disullu’ – I tammala diondongngi tammala, maganna’ tomi tia mesa tomuane namaosoangnaung lette ingga lekkoang anna mimbere’ di waona lita’, nasumbaling tomi tia me ita tama, nanarua tomi tunda simemanganna todiolo’ membulu pindang tammembulu pinjari-jarianna, membura’bemme’ boi, meana’ takkeulu, meana’ sangga lette’ meana’ take lette’. Meana’ sangga ulu.
(Marilah kita melakukan yang terbaik untuk kepentingan negri kita masing-masing, khususnya kepentingan menjaga keamanan , kesejahtraan , demi kemaslahatan rakyat. Mari kita bersama-sama mencari jalan yang baik demi kepentingan bersama dan tidak mengutamakan jalan yang buruk . Andai kita hanyut, rebah dan runtuh ,marilah bersama-sama untuk tolong menolong . Andai kita saling khilaf, marilah saling mengingatkan baik digunung maupun di daratan tidak ada sesuatu yang dapat memisahkan kekeluargaan kita sekalian . Besok lusa mana kala ada kesusahan yang akan menghancurkan dan tidak dapat lagi dilangkahi, dilewati dan dihindari karena teramat sukar . Maka marilah membulatkan tekad yang teguh seteguh mungkin sebagai ksatria perkasa dan siap mempertahankan negeri walau lancer sekalipun. Siapa yang menyimpan dari kata sepakat ini ada merusak perjanjian yang telah disepakati berarti ia tidak akan membela negeri ,ia keluar dari persekutuan , hanya akan memandang dari luar kedalam , dan akan rusak kejadian dari kemanusiaannya. Jika memijak tanah, tanah akan runtuh, berpegangan di dahan, dahan akan patah bila berakar akarpun akan putus, bertuns tunasnya juga akan hancur dan bila punya anak maka anaknya hanya punya kepala tanpa kaki, jika punya anak anaknya hanya punya kaki tanpa kepala. Peranan mara’dia demi tanah dan rakyat seperti yang telah di pesankan oleh todilaling dipertegas lagi oleh mara’dia Balanipa Daetta ke 1V Kakanna 1 Pattang yang berbunyi sebagai berikut :
Naiyya mara’dia , tammatindo dibongi , tarrare diallo, namamandangmata, dimamatana daung ayu, dimalimbonna rura, dimadinginna lita’, diajarinna banne tau, diatepuanna agama (sesungguhnya seorang raja pemimpin, tidak akan terlena dalam lelap tidur dikeheningan malam, tidak akan berdiam diri atau berpangku tangan di waktu siang hari, namun ia terus berfikir dan berusaha untuk meningkatkan hasil-hasil pertanian, berlimpah ruahnya hasil perikanan di tambak-tambak’, terciptanya kedamaian dan ketentraman, demi menjaga kelangsungan hidup manusempurnanya ajaran agama). Keserasian antara pengaruh agama dan adat dimasa Daetta juga dijelaskan sebagai berikut ;
’Naiyya adat syara’ nala sulo, Naiyya syara’, adat nala gassing, Matei adat mua’ andiang syara’ Matei syara’ mua’ andiang adat’’ (keberadaan hadat, syara’ dijadikan pedoman, sedangkan keberadaan syara’ menjadikan kekuatan tulang punggung, musna syara’ tanpa kehadiran hadat, musna hadat tanpa ditunjang oleh syara’)

I     V. PUNCAK-PUNCAK NILAI BUDAYA DALAM RASA KEMANDARAN

Pada awalnya kata ‘’Mandar’’ itu bukanlah suatu penamaan yang terkait dengan geografis dan demografis tetapi ia merupakan Kumpulan nilai-nilai yang bertitik tolak kepada sistem nilai budaya yang luhur yang berasal dari kata ‘’ Waimarandanna odi ada’ odi biasa’’ (kejernihan dari adat dan kebiasaan leluhur). Untuk menjadi orang mandar seseorang wajib mengenal inti dari nilai Passemandaran yang merupakan puncak nilai yang terkandung didalam tallu ponna atonganan (3 dasar kebijakan ) yang terdiri atas :
Mesa ponge’ pallangga (aspek ketuhanan )
Da’duatassisara’ (aspek hukum dan demokrasi )
Tallu tammalaesang (aspek ekonomi, aspek keadilan dan aspek persatuan).
Ketiga dasar kebijakan tersebut dijabarkan tersebut dijabarkan dalam annang Pappeyappuu di Lita’ Mandar (Enam pegangan utama di tanah Mandar ) yang terdiri atas :
Buttutandira’bai (tegaknya hukum secara utuh) .
Manu’ tandipessissi’ (demokrasi dalam segala lini kehidupan )
Bea’ tandicupa’(ekonomi kerakyatan yang merata)
Karra’arrangtandidappai (keadilan tanpa takaran
Waitandipolong (persatuan yang berkesinambungan )
Buttutanditema’ Diammemanganna Tokuana tokua (keutuhan keyakinan akan kekuasaan Zat yang Maha Tinggi ).
Keseluruhan nilai itu berada didalam suatu bingkai kokoh Mesa tanggesar yaitu odi ada’ odi biasa (sesuai dengan adat dan kebiasaan adat). Odi ada’ odi biasa inilah suatu tanda masyarakat egalitarian karena orang Mandar tidak mengenal konsep to manurung yang melahirkan masyarakat yang mempunyai stratifikasi sosial yang ketat berdasarkan darah to manurung dan darah orang kebanyakan. Hal tersebut ditegaskan oleh puang Dipojjosang ke 11 yaitu 1 Pasu tau Taji barani yang menyatakan dimuka Tomepayung bahwa kriteria utama seorang Mandar : Ita’ to mandar cera’ mappamula sipa’ mappacappurang disesena taupiatonganan (kami orang mandar kriteria darah hanya pada awalnya dan sifatlah yang menentukan pada akhirnya ). Sifat itu tercermin di dalam ajaran luhur orang Mandar yang disebut Limai gau diajappui na disanga paramata matappak (lima perbuatan sebagai permata yang bercahaya ) yaitu
Lappu ‘ sola rakee (jujur bersama takut kepada sang pencipta )
Loa tongan sola matikka (perkataan benar bersama waspada )
Akkalang sola nia ‘ mappaccing (akal bersama niat yang suci ).
Siri ‘ sola pannassa (siri ‘ bersama keyakinan )
Barani sola pappejappu (berani bersama ketetapan hati ).
Perbuatan tersebut diatas terhalang bila :
Naiyya Massamboi Lappu gau’ bawang ( Adapun menutupi kejujuran adalah perbuatan sia-sia )
Naiyya loa’tongang alosongang ( adapun menutupi perkataan yang benar adala dusta )
Naiyya massamboi akkalang abiloang (adapun yang menutupi akal sehat adalah kebodohan)
Naiyya massamboi siri’ ke’lla- ke’lla (adapun yang menutupi siri’ adalah pikiran jahat )
Naiyya massamboi abaraniang bali’balla (adapun yang menutupi keberanian adalah khianat)
Cerminan dan aplikasi nilai budaya tersebut terdapat dalam
Loa mappa ‘bati’ di ada ‘ (perkataan tercrmin di dalam adat ). Ada’ mappa ‘bati’ di kedo (adat tercermin di dalam perbuatan )
Kedo mappa ‘bati ‘ di gau’ (perbuatan tercermin dalam prilaku )
Gau’ mappa ‘bati’ di tau ( prilaku tercermin dalam tau )
Tau mappa’bati’ di siri’ (tau tercermin di siri’ )
Siri’ mappa’bati’ di lokko’ ( siri’ tercermin dalam martabat dan harga diri yang mendalam)
Perlu ditambahkan berbagai konsep-konsep kebijakan dari nilai-nilai luhur kemandaran yang berkaitan dengan kemasyarakatan sbb :
Kesepakatan. Mua ‘purami dipallandang bassi’ pemali diliai, mua’ pura, di pobamba pemali di pepondo’I di sesena atonanganan. B assi tambbottu petabung tarrabba (Apabila sudah ditentukan sesuatu haram untuk dilangkahi, kalau sudah diucapkan/disepakati pantang diingkari, aturan harus tetap berjalan sesuai dengan asasnya ).
Penegakan Hukum. Naiyya ada’ tammaelo pai dipasoso ‘tatti tonggang pai lembarna , ta ‘ keindopai, ta’ keamma ‘ pai, ta ‘kelelluluare ‘ pai, ta’ ke sola pai, ta’ ke wali pai andiappa to dikalepa’na andiang to disaliwanna, andiang to na poriana, andiang to nabire’na Tammappucung tandoppas toi ( yang disebut badan penegak hukum adalah tegas dalam mengambil keputusan, tidak berat sebelah, tidak beribu, tidak berbapak, tidak punya saudara, tidak punya teman, tidak punya musuh, tidak diiming-iming kesenangan, tidak punya anak buah dan tidak pernah serakah ).
Mencari Kebenaran ( Puang Sodo ) Appei ruppanna uru bicara tutumasagala balibali palalo balibali. Sa’be balibali ( ada 4 pokok untuk memutuskan suatu masalah yaitu meneliti dan menganalisis perkataan kedua belah pihak , kata benar dari keluarga kedua belah pihak , saksi yang terpercaya dari kedua belah pihak .
Demokrasi. Mua’ mendi-mendi oloi elo’na toarajang disesena odiada ‘ odibiasa, turu ‘I ada ‘mua’ mendi-mendi oloi elona ada’ disesena odi ada’ odibiasa, turu’I Toarajang ( Apbila keinginan bangsawan raja agak kedepan sesuai dengan adat dan kebiasaan adat maka bangsawan adat hendaknya ikut dan demikian juga sebaliknya ).
Iyyakodhi rappanna anna mara’dia anna to kaiyyang. Mua sisalai rappanna, ditokaiyyang diule. Apa nauwang todiolo, iddai naule. Diule dai, diule’naung . Mua sisalai tokaiyyang , tau tappa diule ( Inilah suatu ibarat apabila mara’dia berhadapan dengan kaum adat, apabila mereka bersebrangan maka kaum adat harus diikuti dan apabila kaum adat bersebrangan dengan kaum adat maka rakyat harus dikuti ).
Otonomi ( Daetta Kakanna I Pattang ) Madondomg duambongi anna diang api naung bakarna napideitoi tia alabena, mu’andiani mala napideitoi pendoama’o lao diindo ada’mu, mua pitumbongi pitungallo andianni mala mupiddei siola indo ada’mu, pendoa mo’o diama ada’mu apa nasiolamo’o mappiddei (besok lusa apabila ada api menyala disuatu wilayah maka sebaiknya api itu dapat diredam sendiri dan jika tidak dapat diredam hendaknya engkau meminta pertolongan kepada ibu adatmu . Jika tujuh hari tujuh malam belum dapat diredam hendaknya engkau dating ke bapak adatmu untuk datang bersama-sama meredam api itu ).
Kaiyyang tammaccina dikende ‘ kende’na tammaccinna dikaiyanganna (yang merintah seharusnya tidak memaksakan kemauan kepada rakyat dan rakyat tidak seharusnya memaksakan kehendak kepada yang memerintah ).
Konsep Kepemimpinan (tammatindo Dilangganna).Pallaku lakuanni mie lita’mu, apa’ medondong duambongi inai-inai mala mappatumbalie lita’ di balanipa, ia tomo tia nadianna dai dipeuluang, na dipesokkoi anna malai toma’tia naung ditambing mengngada’dai ( pertahankanlah tanah air anda bila besok lusa siapapun yang dapat menyelamatkan negeri Balanipa ia berhak diangkat sebagai pemimpin dan saya akan turun tahta dan mendukung dengan sepenuh hati ).
Persatuan ( Ammana Wewang / Ammana Pattolawali ) Dotai tau siamateang mie namembere diolona lita’ dadi nanaparentah tedong pute to kaper ( lebih baik mati berkalan tanah dari pada diperintah oleh Belanda si Kafir laknat). Disamping nilai-nilai tersebut di atas masih banyak lagi nilai-nilai rasa kemandaran yang perlu diinventarisir untuk revitalisasi dan direktualisasi dalam kehidupan keseharian orang mandar, misalnya kebijakan luhur, etos kerja yang tinggi, berfikir secara positif, menghargai iptek, bertindak secara propesional , persaingan dan ketangguhan yang sehat . Apabila nilai tersebut dapat dijadikan pegangan yang kuat bagi kehidupan dimanapun dan kapanpun. Saya yakin orang Mandar akan tegar menghadapi segala macam gangguan yang mungkin merubah orientasi nilai mereka di dalam mengarungi dampak negatif dari era globalisasi ini .

RUJUKAN KEPUSTAKAAN
Andaya , L. Y , 1981 : The Heritage of Arung Palakka, ver handelingen van Het Koninklijk institute vorr Tall, Land-en volkenkunde 91 . The Hague Martinus Nijhoff.
Anonim , 1909 , Mededeelingen Betreffende Eenige Mandharsche Landschappen (outleend aan het archief, Van het , Departement van kolonien ). Didalam Bijdragen Tot De taal land-en volkenkunde van Nederlandsch Indie 62; 649- 769.
Bikker, A, 1932 : Mededeelingen Een en Ander over bet Onsttaan der destricten in de onderafdeeling Binoeng en Pitoe- oeloena-saloe “ Ti –jdschrift Voor Indische Taal-, Lan –en Volkenkunde 72 : 759 – 766.
Bosch, F , D , K , 1933 : Budha – Beeld Van Celebes ‘ Weskust “ T . B . G . L XXIII, hal 495 – 513.
Dalton, John, 1968 (1837) : ‘’ Mamoodjoo in Mandar ‘’ (dalam) J .H . Moor , Notices of the Indian Archipelago, Singapore (reprint) London hal 75-79
Graaff,De, S & stibbe D. G (ed) .1918 “ Mandar Mandasch, Mandarsch Talen “. Encyelopedie van Nederlandsch-Indie . Tweede dell (H-M). Leiden : ‘ S –Graven-Hage, Martinus Ni jhoff, p. 684-685.
Heekeren,Robert Van (1992) : The Stone Age of Indonesia, The Hagua : Martinus Nijhoff.
Mallinckrodt, J. 1933 : ‘’ Zuid-celebes serie P no. 77, Gegevens over Mandar en Anders .Landshappen Van Zuid-Celebes. ‘’ adatrechtbundels KLTLV XXXV1Gravenhage’ : Martinus Nijhoff.
Macknight,C.C, 1973 : ‘’Notes On South Celebes Manuscripts’’. Canberra :Departement O
Ligtvoet, A . 1876 .” Naamsafleiding van het Rijk Balanipa in Mandar “ . Tijdschriff voor Indische Taal Land –en volkenkunde 23 : 40-41.
Lopa, Baharuddin.1982 Hukum laut . Pelayaran dan Perniagaan. Bandung, Alumni,
Rahman, Darmawan Mas’ud. 1988 .” Puang dan Daeng di Balanipa’’ Suatu Kajian tentang sistem nilai budaya orang Balanipa Mandar, Disertasi, UNHAS, Ujung Pandang
Rahman, Darmawan Mas’ud. 1987. “ Nilai Budaya ( Etos Kerja dan Semangat Kebaharian) dalam Sastra dan Pola Tingka laku Orang Mandar ‘’ (paper) .Ujung Pandang : Seminar Lagaligo.
Rahman, Darmawan Mas’ud. 1987 .’’ Lokko dan Siri’ Orang Mandar ‘’ (paper). Polewali : Seminar Budaya Mandar.
Rahman , Darmawan Masud. 1987. ‘’ Kekerabatan dan Politik di Balanipa : Suatu cerminan Hubungan Balanipa dengan Gowa (Makassar) di Abad 16 sampai dengan 19 Masehi ‘’ (paper) . Internasional Workshop on Indonesia Studies no . 2, South Sulawesi Trade , Society and Belief . Leiden : KLTL V .
Rahman, Darmawan Mas’ud . 1987.” Sawerigading di Mandar ‘’ (paper) Seminar Nasional Folktale Sawerigading . Palu (Sulawesi Tengah ) :Universitas Tadulako.
Stein Callenfels , P . V . Van 1951 . ‘’ Prehistoric Sites on The Karama River ‘’ University of Journal of East Asiatic Studies , vol , I , no 1 . Oktober 1951.
Sumber: http://mustarimula.blogspot.co.id/2010/10/revitalisasi-nilai-budaya-mandar-demi_9026.html