Senin, 09 Januari 2017

ARAJANG BALANIPA



Arajang adalah kepala pemerintahan di kerajaan Balanipa, yang tak boleh bertindak sendiri-sendiri. Segala hal yang berhubungan dengan perencanaan dan pelaksanaan pemerintahan harus melalui musyawarah dan mufakat dengan hadat. Dalam pengangkatan seorang Mara’dia Balanipa yang baru, proses pencalonan dilaksanakan oleh hadat dari Appeq Banua Kaeyyang (Napo, Samasundu, Mosso, Todang-todang) secara musyawarah dan mufakat,  kemudian hasil akan disampaikan kepada Papuangan Limboro dan Pappuangan Biring Lembang.

Kedua anggota hadat ini membawa kedalam sidang hadat Balanipa, nanti setelah persetujuan didapatkan kemudian di laksanakanlah pengangkatan. Hadat mempunyai wewenang memecat seorang raja. Namun tidak sebaliknya, raja tidaklah dapat memecat hadat, kecuali melalui persetujuan hadat dan pejabat-pejabat lain yang berhak memilih. Tidak mutlak calon untuk mengisi kekosongan raja, keturunan dari raja yang baru saja meletakkan jabatannya, tetapi dapat juga dari keturunan dari raja-raja terdahulu, seperti keturunan (bija) I Manyambungi (Todilaling).

Adapun susunan raja Balanipa adalah sebagai berikut:

1.        I Manyambungi, putera Puang di Gandang, cucu dari Taurra-Urra (bergelar Todilaling) berkuasa pada tahun 1520-1552
2.        Billa-Billami, putra raja pertama (bergelar Tomepayung). Berkuasa pada tahun 1552-1602
3.        I Daeng Mangapi, putra raja pertama (bergelar Todijalloq). Berkuasa pada tahun 1602-1608
4.        Tandibella Kanna I Pattang, putra Todijalloq (bergelar Daetta Tommuane). Berkuasa pada tahun 1608-1618
5.        Todigayang Dibuku, putra Tandibella Kanna I Pattang. Berkuasa pada tahun 1618
6.        Todiboseang di Kaeli, putra Tandibella Kanna I Pattang
7.        I Daeng Mattikka, putra Tandibella Kanna Ipattang (bergelar tomatindo di bura)
8.        Puatta I Moking, putra Tandibella Kanna I Pattang (bergelar tomatindo di sattoko)
9.        I Daeng Marappi, putra I Daeng Mattikka (bergelar Tolambus). Berkuasa pada tahun 16..  -1660
10.    I Daeng Mallari, putra Todiboseang di Kaeli (bergelar Tomatindo di Buttu atau Todipessoq di Galesong). Berkuasa pada tahun 1660-1667
11.    Puatta I Lambo, putra Puatta I Moking (bergelar Tomatindo Di Langgana). Berkuasa pada tahun 1667-
12.    I Maga Daeng Rioso’, putra Todigayang di Buku, cucu dari Tandibella Kanna I Pattang (bergelar Tomappatumballe Litaq Mandar atau Todipolong) berkuasa pada tahun 1669-1672
13.    Puatta I Lambo, putra Puatta I Moking (bergelar Tomatindo di Langgana), raja ke-11 (periode ke-2). Berkuasa pada tahun 1672-
14.    Tomate Malolo, putra I Daeng Mallariq (raja ke-10)
15.    Tomatindo di Limboro, cucu Todiboseang Dikaeli (raja ke-6)
16.    Tomakkasi-asi, cucu Todiboseang Dikaeli (raja ke-6)
17.    Puatta I Lambo, putra Puatta I Moking (bergelar Tomatindo di Langgana) raja ke-11, ke 13 (periode ke-3)
18.    I Mannawari, putra Puatta I Lambo (raja ke-11, 13 dan 17) (bergelar Tomatindo di Barugana)
19.    Tomatindo di Tammangalle, putra putra Tomatindo di Limboro (raja ke-15)
20.    Tomatindo di Pattinna, cucu Puatta I Moking (raja ke-8 dan ke-9).
21.    I Mannawari, putra Puatta I Lambo (raja ke-11, 13 dan 17(bergelar Tomatindo di Barugana), raja ke 18 (periode ke-2).
22.    Tomatindo di Pattinna, cucu Puatta I Moking (raja ke- 8 danke-9), raja ke-20 (periode ke-2).
23.    I Mukki Daeng Manguju, cucu I Maga Daeng Rioso (raja ke-12). (bergelar Tomatindo Disalassana).
24.    Tomatindo di Pattinna, cucu Puatta I Moking (raja ke- 8 dan ke-9), raja ke-20 dan ke-22 (periode ke-3)
25.    I Muki  Daeng Manguju, cucu I Maga Daeng Rioso (raja ke-12) (bergelar Tomatindo di Salassana), raja ke-18, ke-23 (periode ke-2)
26.    I Daeng Mattuli, putra I Mannawari (raja ke-18) (bergelar Tomappelei Balinna)
27.    Puatta I Senong, putra I Mannawari (raja ke-18) (bergelar tomessuq dikotana)
28.    Daeng Massikki, putra I Mannawari (raja ke-18 yang bergelar Tomatindo di Lakkading)
29.    Tomatindo di Binanga Karaeng, putra I Mannawari (raja ke-18)
30.    I Daeng Pa’ Awe, putra tomatindo di tammangalle (raja ke-19) (bergelar Tomessu di Talolo dan dikenal juga dengan Puanna I Padang)
31.    Tomatindo di Lanrisang, cucu Tomatindo di Limboro (raja ke-15).
32.    I Daeng Pa’ Awe, putra Tomatindo di Tammangalle (raja ke-19) (bergelar Tomessu di Talolo dan dikenal juga dengan Puanna I Padang) raja ke-30 (periode ke-2).
33.    Puanna I Calla, putra I Daeng Mattuli (raja ke-26 yang bergelar Tomattole Ganranna)
34.    Tomappelei Pattuyuanna, putra I Daeng Mattuli (raja ke-26
35.    Pakkacoco, putra Tomatindo di Lanrisang (raja ke-31)
36.    Tomate Maccida, putra Puanna I Calla  (raja ke-33)
37.    Pakkalobang , putra Tomappelei Pattuyuanna (raja ke-34) (bergelar Tomonge Alelanna)
38.    Panggandang Puanna I Ratti, I Daeng Mattuli (raja ke-26) (putra Pakkatitting raja Sendana merangakap raja Pamboang)
39.    Pammarica, putra Pakkacoco (raja ke-35)
40.    Kakanna I Ye’da, cucu I Daeng Mattuli (raja ke-26)(bergelar Tomessuq di Mosso)
41.    Pammarica, putra Pakkacoco (raja ke-35) dilantik jadi raja ke-39 (periode ke-2)
42.    Panggandang Puanna I Ratti, raja ke 38 (periode ke-2)
43.    I Kambo, putra Tomate Macciqda (raja ke-36)(bergelar Tomatindo di Lekopaqdis).
44.    Passaleppa (Ammana I Bali), putra I Daeng Pa’ Awe (raja ke-32).
45.    Mandawari, putra Passaleppa (raja ke-44)(bergelar Tomelloli atau Mara’dia Kecce) berkuasa tahun 1870-1872.
46.    I Baso Boroa, putra I Kambo (raja ke-43)(bergelar Tokape atau Todibuang Di Pacitan) berkuasa pada tahun 1872-1873.
47.    Mandawari, putra Passaleppa (raja ke-44)(bergelar Tomelloli atau Mara’dia Kecce) raja ke 45 (periode ke-2) berkuasa pada tahun 1874-1880.
48.    Sanggaria, cucu Pakkalobang (raja ke 37) (bergelar Tonaung Anjoro) berkuasa pada tahun 1880-1885.
49.    Mandawari, raja ke-45 dan 47 (periode ke-3) berkuasa pada tahun 1885-1906.
50.    La’ju Kanna I Doro, bergelar Tomatindo di Judda, cucu Tomate Maccida (raja ke-36), Berkuasa pada  tahun 1906-1927.
51.    H. Andi Baso Pawiseang, cucu I Baso Boroa (raja ke-46) berkuasa pada tahun 1927-1947.
52.    Sugiranna Andi Mania/Hj. Andi Depu, putri La’ju Kanna I Doro (raja ke-50) (bergelar ibu Agung-Tomuanena Mandar atau Mara’dia Towaine) berkuasa padatahun 1947-1959
53.    Hj. Syahribulang Batara Tungka, cucu I Baso Boroa (raja ke-46), bergelar Puang Monda) berkuasa pada tahun 1959-1963.[1]


[1] Dari berbagai sumber literartur dan wancara

"SENI PERANG" Peluang Kemenangan ABM di Mamuju


Catatan dari Kampanye Akbar ABM-ENNY di Mamuju :


Sun Tzu, Jenderal Tiongkok di Abad Ke-5 SM, pernah berkata, " Untuk dapat mengalahkan lawanmu, kamu harus menjadi dan berperilaku seperti musuhmu". Filosofi yang tertuang dimanuskrip Art of War itu sebisa mungkin "Dinamisasi konteksnya", mampu direplikasi oleh think tank ABM pada pilgub Sulbar 2017. Layaknya sebuah perang, mematahkan supermasi taktik SDK selama menjadi petarung kuat di Mamauju. Meski kali ini nampak bahwa kemenangan SDK di Mamuju bisa dibilang tipis dari perkiraan. Kemenangan tipis adalah hal yang rawan, sebab menang tapi tipis.


Catatan ini bukanlah rekomendasi, melainkan reka simulasi startegi dan seni perang yang tidak semudah mengamalkan teori, tetapi segala aspek pendukungnya harus tepat dan efisien. Dari record pertarungan SDK di Mamuju, tentu memilik strategi jitu yang kemudian bisa saja, bukan tidak mungkin akan diadopsi dalam skala besar. Para pemikir ABM sepertinya menyadari hal-hal yang akan dijadikan starategi oleh SDK, sehingga untuk wilayah Mamuju ABM tentu bisa bicara banyak, terlebih dengan melihat record ABM tahun 2011 yang mampu meraih 18% di Mamuju tanpa dukungan dari Bupati Manapun, serta melawan Incumbent AAS.

Namun kini ABM kian kuat dengan lapisan kekuatan penuh Anwar. Bahkan kemenangan ABM di Mamuju bukanlah hal yang mustahil jika melihat progresnya kali ini. Menyadari bahwa, meski cukup sekedar mengandalkan kekuatan figur untuk mengalahkan SDK yang diperkuat sejumlah Bupati. Namun seperti umumnya, sebuah perang, penulis menilai taktik menjadi bagian yang sangat penting dalam mencari kemenangan. Memandang itu, dengan mereplikasi filosofi Art Of War, seni berperang yang dicetuskan Tzu pada abad 5 SM silam. Kejuatan itu yang akan memaksa SDK merefleksi internal.

Taktik dengan cara politik SDK "mungkin" menjadi efektif untuk diterapkan, namun tidak serta merta diciplak secara total melainkan penyesuaian yang tepat. Dengan sisa 35 hari lagi, cara keji (red: Sun Ztu) yang dilakukan dengan membiarkan terjadinya perang terbuka di Polman, SDK mengalami hard landing dan ABM justru Soft landing di Mamuju.

Dengan segala potensi ABM, maka taktik meniru lawan, jika salah satu elemen Art Of War ala Sun Tzu yang tidak dipraktikkan maka akan berakibat fatal. Selaian memahami lawan, tentu wajib mengenali kekuatan sendiri. Jika memahami keduanya, maka tidak akan risau dalam menghadapi ratusan pertempuran, demikian teori Sun Tzu. Dengan demikian kemenangan apik akan menjadi buah yang dibayar tuntas, meski belum tentu kalah dengan tidak menggunakan teori ini. Sebab ini sekedar mereka-reka pertarungan pilgub berdasarkan teori perang ala Sun Ztu pada zaman yang berbeda.

Ini adalah goresan refleksi dan koreksi, betapa setiap kekuatan strategi memiliki anti klimaks. Saat sebuah pertarungan kuat sesorang sudah tampil sangat impresif maka pada "pertandingan" berikutnya, biasanya akan tampil dengan anti klimaks.

Ya, klimaks dan anti klimaks, namun kondisi ABM yang gemilang di Polman justru tidak mampu dipertahankan SDK di Mamuju bahkan sampai 15 Februari 2017. Ini hanya sekedar analisa yang tentu memiliki banyak potensi sanggahan dan bersyukurlah jika rupanya lebih berpeluang pada dasar kemenangan. Semoga pilkada berjalan damai dan penuh cinta persatuan serta kemajemukan.

Rasa penasaran untuk saling mengalahkan dan untuk memulai kemenangan pertama dan kesekiannya, adalah syarat yang bakal mewarnai perhelatan. Apa yang pernah ditorehkan Sun Ztu dalam setiap kemenangannya bisa menjadi cetak biru bagi siapapun, terlebih mereka yang memiliki prasyarat mutlak yang lengkap. Kekuatan ABM di Mamuju oleh SDK harus segera disadari, sebab justru kemenangan ABM semakin besar. (Muhammad Munir)

NB:
Catatn penulis yang seharusnya menjadi renungan bagi setiap TIM Sukses untuk bisa membangun paradigma politik tanpa gaduh dan menjadi lebih cerdas berpolitik serta mencerahkan.

Foto: Dokumentasi Kampanye Akbar ABM-ENNY di Mamuju, 8 Januari 2017
(Dokumentasi : Muhammad Arif dan Hamka Hammanur-DPD PAN Polman)