Minggu, 18 Desember 2016

Mengenal ANWAR ADNAN SALEH : Bapak Pembangunan Sulawesi Barat


Tak bisa dipungkiri, Anwar Adnan Saleh adalah salah satu tokoh politik yang sekaligus menjadi sosok yang pantas digelari Bapak Pembangunan Sulawesi Barat. Betapa tidak, konstribusinya dalam perjuangan pembentukan Sulawesi Barat sungguh tak terhitung. Pria yang lahir pada tanggal 20 agustus 1948 ini menjadi Gubernur Sulawesi Barat pertama yang defenitif dan dipilih secara langsung oleh rakyat Sulbar pada Pilkada Gubernur tahun 2006. Per tanggal 28 Agustus 2006, Anwar Adnan Saleh resmi memimpin daerah propinsi Sulawesi Barat bersama Muhammad Amri Sanusi sebagai Wakil Gubernur. Pria yang dikenal tegas dan agamis ini menggantikan posisi Oentarto Sindun Mawardi (Penjabat Gubernur 16 Oktober 2004  - 21 Oktober 2005). Oentarto sebelumnya menjabat Dirjen Otda Depdagri. dan Syamsul M. Rifai (Penjabat Gubernur 21 Oktober 2005 - 14 Desember 2006).

Mantan anggota Komisi IV DPR RI dari Dapil Sulawesi Tenggara ini adalah salah satu putra daerah Polmas yang sukses dirantau. Jika Anwar hanya berfikir untuk masa depan keluarga dan bisnisnya, tentu ia tak harus buang-buang waktu dan biaya untuk membiayai proses perjuangan Sulbar memilih Dapil VII Sulsel (Dapil Sulbar) sebagai Caleg Golkar pada Pemilu 2004, terlebih ia diposisikan sebagai Caleg Nomor Urut 6 di Partai berlambang beringin tersebut. Tentu saja ia harus menelan pil pahit karena gagal melenggang ke Senayan. Padahal seandainya ia masih mencaleg di Dapil Sulawesi Tenggara pasti ia masih berkesemoatan untuk menikmati empuknya kursi di parlemen.

Tapi itulah Anwar. Lelaki ganteng asal Ralleana Kec. Mambi ini terus berjuang bersama para pejuang Sulbar. Hingga pada suatu ketika Ali Baal Masdar berinisiatif mengundang Presiden RI yang saat itu dajabat oleh Ibu Megawati Soekarnoputri ke Polewali Mandar pada bulan Juni 2004. Benar saja, Megawati bertandan ke Polewali Mandar dan menyatakan dukungan dan komitmennya menjadikan Sulbar sebagai provinsi ke-33 sebelum periodenya berakhir. Dan komitmen Ibu Megawati ini ditunaikan sebab hanya hitungan bulan, tepatnya 22 September 2006 UU No. 26 Tahun 2004 tentang Pembentukan Provinsi Sulawesi Barat disahkan di Gedung DPR RI melalui rapat paripurna.

Inilah klimaks dari sebuah perjuangan yang panjang dan berliku. Sinergitas antara tokoh perjuangan pembentukan Provinsi Sulbar menjadikan Anwar Adnan Saleh dan Ali Baal Masdar menjadi sosok yang kian dikenal oleh masyarakat Mandar. Hal in pula yang membuat Pilkada Gubernur 2006 menjadi sebuah sebab mengapa Anwar Adnan Saleh begitu kukuh diperjuangkan sebagai Gubernur Sulbar defenitif yang pertama. Masyarakat dan Tokoh Sulbar ingin membalas jasa Anwar sehingga apapun acaranya Anwar harus dilantik menjadi Gubernur Sulbar.     

Anwar di lantik dan mejabat sebagai Gubernur Sulbar Per tanggal 28 Agustus kendati prosesi pengangkatannya menuai kontroversi sebagai buntut dari dugaan berbagai kecurangan yang terkait dalam pemilihan gubernur. Suami dari Hj. Enny Angraeni ini ini tetap kukuh menunaikan tugas yang dilimpahkan padanya. Dan benar saja, ayah dua anak ini berhasil membawa Sulawesi Barat menjadi salah satu propinsi di Indonesia yang paling berkembang. Atas prestasi itulah ia kemudian terpilih kembali pada periode keduanya bersama Aladin S. Mengga pada Pilgub 2011 silam.  Anwar benar-benar mampu mengantar Sulbar menjadi propvinsi yang setara dan membanggakan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Menurut pendapat banyak politisi, Anwar adalah figur yang berhasil membangun Sulawesi Barat, terutama daerah asalnya Kabupaten Polewali dan Mamasa. Terlepas dari fakta adanya pihak-pihak yang menolak kemenangannya dalam pemilihan kepala daerah, telah banyak kemajuan yang terjadi selama masa kepemimpinannya. Beberapa contoh hasil usaha Anwar adalah pembangunan Jalan Nasional 577 Kilometer dan Bandara yang memiliki landasan pacu sepanjang 2.250 meter.

Jabatan Politik memang selalu menjadi obyek yang menjadi target untuk dijatuhkan. Disana-sini, Anwar menjadi oknum yang tersakiti, dihukumi dan masuk dalam lingkaran kontroversi, akan tetapi bukan Anwar jika tak bisa menikmati mengikuti proses kontroversi itu dengan tetap menikmati dan mengikutinya. Bukan hanya Anwar, Istrinya, Enny Anggraeni, juga pernah ditengarai dan diberitakan tersangkut kasus korupsi pengadaan mebel rumah jabatan Gubernur Sulbar. Menyikapi pemberitaan tersebut, Anwar berjanji akan mundur dari posisinya sebagai Gubernur apabila anggota keluarganya memang terbukti bersalah. Politikus yang pernah menjadi anggota fraksi partai Golkar DPR RI periode 1999-2004 terus saja menunjukkan kepeduliannya pada daerah asalnya.

Salah satu yang menjadi obsesi Anwar sebagai gubernur adalah mengembangkan kakao menjadi komoditas unggulan yang mendunia dari Sulbar. Obsesi itu didorong tekadnya untuk menyejahterakan rakyat Sulbar sekaligus menjadikan Indonesia sebagai penghasil kakao terbesar kedua di dunia menggeser Ghana. Tentu saja ini bukan hanya sebatas isapan jempol belaka, sebab hari ini Sulbar menjadi salah satu provinsi penghasil kakao terbesar di Indonesia, Sulbar memberikan kontribusi sebesar 20 persen dari produksi kakao nasional dan menargetkan Sulbar mampu menghasilkan 400 ribu ton kakao per tahunnya.

Posisi Sulawesi Barat yang dibentuk pada 5 Oktober 2004 berdasarkan UU No 26 Tahun 2004, ini awalnya merupakan provinsi pengembangan dari provinsi Sulawesi Selatan yang mempunyai luas wilayah 16.796,19 km2 dengan penduduk 938.254 jiwa, serta beribukota di Mamuju. Penduduknya terdiri dari Suku Mandar (49,15%), Toraja (13,95%), Bugis (10,79%), Jawa (5,38%), Makassar (1,59%) dan lainnya (19,15%). Masyarakatnya mayoritas bergama Islam (83,1%), Kristen (14,36%), Hindu (1,88%), Buddha (0,04%), Lain-lain (0,62%). Selain itu, Sulbar juga identik dengan bahasa sehari-hari, selain Bahasa Indonesia, yaitu bahasa Mandar, selebihnya adalah bahasa Bugis, bahasa Toraja, dan bahasa Makassar.

Saat ini Sulawesi Barat dikenal sebagai lokasi wisata. Selain kakao, daerah ini juga penghasil kopi robusta ataupun kopi arabika, kelapa, dan cengkeh. Di sektor pertambangan terdapat kandungan emas, batubara, dan minyak bumi. Potensi inilah yang dioptimalkan oleh Anwar Adnan Saleh terus mendorong kemudahan bagi rakyatnya yang notabene hidupnya bertumpu kepada penghasilan kakao untuk mendapatkan sertifikat dengan program prona. Tak hanya dari sisi permodalan, pengembangan industri kakao juga didukung dengan pengembangan tekonologi baru.

"Jika sebelumnya petani kakao hanya mendapatkan 0,6 ton per Ha, maka dengan teknologi baru dan bibit baru berupa sistem sambung samping hanya dalam 1 tahun 4 bulan bisa panen relatif cepat dan hasil panennya bisa meningkat 3-4 kali lipat dengan mutu yang lebih baik. Sulbar memiliki 156.898 Ha dengan produksi 90.436 ton per tahun. Produksi kakao secara nasional saat ini mencapai 600.000 ton atau setara US$ 700 juta.

Capaian Gubernur dalam masa kepemimpinannya memang belumlah bisa dikatakan usai, sebab Meski Sulbar memberikan kontribusi sebesar 20 persen dari produksi kakao nasional dan merupakan provinsi penghasil kakao terbesar di Indonesia tetapi belumlah mampu mengentaskan kemiskinan di seluruh kabupaten di provinsi ke 33 Republik Indonesia ini. Berbagai kendala, seperti minimnya infrastruktur atau aksesibilitas dan teknologi serta rendahnya produktivitas tanaman mengakibatkan potensi ini belum memberikan nilai ekonomi secara signifikan sebab untuk menyelesaikan semua itu, tentu tak cukup hanya durasi waktu 10 tahun. Denga dasar itulah sehingga istrinya dipaketkan dengan Ali Baal Masdar pada Pilkada Serentak 15 Februari 2016 mendatang. Diharapkan pada periode selanjutnya, meski ia tak lagi menjabat sebagai gubernur, paling tidak ia masih berkesemoatan memeberikan informasi dan arahan pada gebernur penggantinya agar jelas Sulbar ini akan di arahkan kemana.

Telah Terbit, Novel Daeng Riosok


Rabu, 19 Oktober 2016

MERANCANG GRAND DESAIN CAGAR BUDAYA DI POLEWALI MANDAR “LANDASAN YURIDIS PEMETAAN CAGAR BUDAYA” (Bagian 2)

MERANCANG GRAND DESAIN CAGAR BUDAYA DI POLEWALI MANDAR
LANDASAN YURIDIS PEMETAAN CAGAR BUDAYA” (Bagian 2)
OLEH : MUHAMMAD MUNIR (Tinambung)
Dalam salah satu sidang SEAMEO-SPAFA “Southeast Asian Ministers of Education Organization Project of Archaeology and Fine Art”’sangat jelas terurai “Mengelola sumber daya budaya adalah seperti mengelola sebuah usaha ekonomi layaknya. Pada awalnya harus mempunyai konsep yang jelas. Tanpa konsep yang jelas, kita  tidak dapat menerangkan ruang lingkup pekerjaan. Tanpa proses dan teknik kita tidak dapat mendefinisikan  langkah untuk mencapai tujuan yang berkualitas. Kebudayaan yang tidak berkualitas tidak dapat terlihat arah  perkembangannya. Dan jika pengelolaannya tanpa indikator kita tidak dapat mencapai standar pekerjaan  sehingga keberlanjutannya  (sustainability)  tidak dapat dipertanggungjawabkan”.
UNESCO dalam “Convention Concerning the Protection of the World Cultural and Natural Heritage” 1987, menjelaskan sebagai “Group of buildings : Group of separate or connected buildings, which because of their architecture, their homogeneity ar their place in landscape, are of outstanding universal value from the point of view of history, art or science”.
Dan dalam GBHN 1999-2004, aspek pembangunan kebudayaan dijelaskan antara lain (a) “mengembangkan dan membina kebudayaan nasional bangsa Indonesia yang bersumber dari warisan budaya leluhur bangsa, budaya nasional yang mengandung nilai-nilai universal termasuk kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam rangka mendukung terpeliharanya kerukunan hidup bermasyarakat dan membangun peradaban bangsa”. Selanjutnya pada point (h) dijelaskan “mengembangkan pariwisata melalui pendekatan system yang utuh dan terpadu dengan pendekatan interdisipliner dan partisipatoris, dengan menggunakan criteria ekonomis, teknis, ekonomis, sosial budaya, hemat energy, melestarikan alam dan tidak merusak lingkungan”.
Mengacu pada ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 dan beberapa landasan yuridis, termasuk Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya yang berkaitan erat dengan penguasaan, pemilikan, penemuan, pencarian, perlindungan dan pemeliharaan, pengelolaan, pemanfaatan dan pengawasan terhadap benda cagar budaya. Begitu pula dengan keberadaan Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1993, tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor5 Tahun 1992, Keputusan Menteri Kepmen Dikbud 063/U/1995 tentang perlindungan dan pemeliharaan benda cagar budaya tahun 1993, tentang Pendaftaran Benda Cagar Budaya.
Selain landasan yuridis yang terkait pendaftaran dan penetapan cagar budaya, lahirnya produk Undang-Undang anatar lain Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2004 tentang Pembentukan Provinsi Sulawesi Barat (Lembaran Negara Republik Indinesia Tahun 2004 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4422); Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaranb Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966); Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5168) semakin mengukuhkan betapa peninggalan sejarah dan atau cagar budaya menjadi sesutu yang mendesak untuk dilakukan.
Dasar-dasar itulah yang melatar belakangi Pemerintah Kabupaten Polewali Mandar sehingga Dinas Kebudayaan dan Pariwisata bekerjasama dengan kantor Balai Pelestarian Purbakala Makassar wilayah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Tengah melaksanakan Pendataan/Inventarisasi situs peninggalan purbakala di Kabupaten Polewali Mandar. Kegiatan tersebut dilaksanakan berdasarkan Surat Keputusan Bupati Polewali Mandar, Nomor 219 Tahun 2016 Tentang Pembentukan Tim Pendaftaran dan Pendataan Cagar Budaya di Kabupaten Polewali Mandar. Dalam rangka pendataan dan pendaftaran benda cagar budaya, maka pada tanggal 04 Oktober 2016, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata mengeluarkan Surat Tugas Nomor B-818/Disbudpar/B.Budaya/090/10/2016 untuk kembali melakukan pendataan dan pendaftaran cagara budaya di wilayah kabupaten Polewali Mandar dan penulis menjadi salah satu dari tim pendata tersebut.
Sampai disini jelas menjadi sangat jelas defenisi dan landasan yuridis untuk melakukan pendataan, pendaftaran, pemeliharaan, pelesatarian serta pemetaan sebuah Kawasan Cagar Budaya. Kawasan Cagar Budaya yang dimaksud dapat berupa suatu situs lansekap dengan monumen benda bersejarah tapi juga dapat berupa sekumpulan bangunan. Sekumpulan bangunan ini dapat berupa kompleks dengan fungsi beragam atau sejenis. Kawasan pemugaran dapat berupa juga perumahan maupun kawasan dengan tipologi fungsi lain seperti kawasan perkantoran dan perdagangan, kawasan pergudangan dan kawasan campuran lainnya.

Dengan demikian pelestarian cagar budaya adalah sebuah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan Cagar Budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya (Lihat: Undang-Undang RI No.11 2010).Ini sekaligus menjadi upaya terpadu untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan Cagar Budaya melalui kebijakan pengaturan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.(Bersambung)

MERANCANG GRAND DESAIN CAGAR BUDAYA DI POLEWALI MANDAR “Cagar Dan Akar Sejarah Yang Tercakar” (Bagian I)

MERANCANG GRAND DESAIN CAGAR BUDAYA DI POLEWALI MANDAR
Cagar Dan Akar Sejarah Yang Tercakar” (Bagian I)
OLEH : MUHAMMAD MUNIR (Tinambung)
Beberapa hari terakhir ini masyarakat kita di Mandar seakan dilanda gempa peradaban, tidak hanya di media sosial, Koran harian bahkan para pejabat dan masyarakat awam pun ikut berkomentar. Trending topic itu berputar pada kata “Cagar Budaya” yang dipicu oleh pembongkaran situs masjid tertua di Mandar, Masjid Haqqul Yakin (berubah menjadi Masjid Abadan) Desa Lambanan Kec. Balanipa. Masjid yang selama ini dijadikan petanda dan penanda peradaban islam abad ke-16 kini rata dengan tanah. Yang tersisa hanya puing-puing berserakan dan kubah masjid yang tergolek diantara 4 buah tiang penyanggah bangunan masjid.
Penulis yang kebetulan ikut bersama rombongan BPCB Makassar dan Tim Disbudpar Polewali Mandar memang sempat terkejut ketika tiba di lokasi Masjid dan mendapati bangunan masjid yang tinggal rangka berupa 4 buah tiang. Masjid yang dahulu berbentuk bujur sangkar yang dikelilingi batu padas berlapis kapur itu tak lagi bisa ditemui di lokasi berukuran 30 X 30 meter itu. Atap masjid berbentuk limasan bertingkat tiga itu tak ada lagi. Hanya puing-puing berserakan dan makam-makam kuno di sebelah barat yang menjadi penyaksi sejarah betapa tangan-tangan manusia begitu kekar mencakar cagar tinggalan sejarah dititik koordinat S3 29 15.7 E119 04 28.7 itu.
Haerullah, Kepala Desa Lambanan yang penulis temui untuk klarifikasipun tak mampu menolong dan menyelamatkan situasi dan kondisi yang menimpah situs penanda kejayaan islam pada masa pemerintahan Kanne Cunang, Mara’dia Pallis dan Arajang Balanipa ke-4 yang kesohor dengan gelar Daetta Tommuane ini. Daetta Tommuane atau Tandibella Kakanna I Pattang dan Abdurrachim Kamaluddin adalah sosok yang begitu lekat dalam pembacaan kita pada situs, pada ritus dan pada setiap manuskrip dan lontaraq pattodioloang.    
Ada sejumput perih dan leleran duka yang mengalir dalam benak penulis. Rasa dongkol dan marah menyeruak dan membuncah. Tapi untuk apa? Untuk siapa? Sebab kemudian rimba dunia maya yang terselip dikantongku hanya berdetak bordering bersama derai semak amarah, belantara cibiran dari pelampiasan kekecewaan atas peristiwa ini begitu jelas terbaca digenggaman tanganku. Postingan Zulfihadilewat status “Situs tua, masjid pertama di Mandar telah dibantai oleh politisi yang katanya intelek”. Belum lagi Muhammad Ridwan Alimuddin dengan lugas menulis di blog pribadinya dengan opening judul “ Bencana Nasional…..”. Like dislike bertaburan, komentar demi komentar ikut berserakan seakan menjadi copy-an gambar di lokasi Masjid Abadan Desa Lambanan.
Tak berhenti sampai disitu, nama politisi muda Sulbar, Muhammad Asri Anas ikut terseret sebagai biangnya. Anggaran 1,2 M yang siap diluncurkan untuk membangun ulang Masjid Abadan ini ditengarai menjadi alasan utama mengapa Kepala Desa dan warga Lambanan ikut menjadi bagian dalam proyek tega-tegaan itu. Dilokasi masjid tersebut setelah dibangun akan menjadi pusat tahfidz Qur’an dan pusat pengajian tradisional mambaca kittaq, mattaleq kitta dan mukim patappulo di Mandar. Alasan-alasan itu menjadi jawaban pamungkas untuk membuat siapapun akan bungkam dan berhenti menulis.
Sesungguhnya letak masalahnya bukan pada siapa melakukan apa, tapi terletak pada persoalan kata yang bernama “Cagar Budaya”. Masjid Abadan Lambanan telah didaftar sebagai salah satu bangunan cagar tinggalan sejarah purbakala di Balai Pelestarian Cagar Budaya Makassar sejak tahun lalu. Cagar budaya adalah salah satu yang menjadi prioritas pembangunan menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, adalah pembangunan kebudayaan. Hal itu dapat dilihat dalam pasal 32 yang berbunyi: “Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia”. Dalam pasal tersebut dikemukakan bahwa kebudayaan bangsa Indonesia ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budinya rakyat Indonesia seluruhya. Kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia. 
Sampai disini kita mesti sadar bahwa Masalah Lambanan bukan masalah biasa, bukan persoalan politik kepentingan, bukan ajang klaim mengklaim tapi sebuah proses kesadaran istilah Cagar Budaya, Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya dan Kawasan Cagar Budaya. Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. Dan ini diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Tulisan ini tidak dalam posisi menyalahkan siap-siapa, sebab akan sangat susah untuk menentukan siapa yang salah.  Yang terpenting adalah membangun kesadaran terhadap pentingnya menjaga peninggalan sejarah, lalu kita bangun kesepakatan dan kespahaman untuk menata dan memetakan cagar budaya dan peninggalan sejarah di di daerah ini. (Bersambung)

Kamis, 29 September 2016

Mengenal Ibu ENNY ANGRAENI ANWAR

ENNY ANGRAENI ANWAR

Di kota kelahiran Presiden RI yang ke-tiga, tangis pertama keluar dari bayi perempuan yang memecah kesunyian malam. Di tengah haru bahagia keluarga yang menanti beraduk rasa gelisah namun berujung kegembiraan dengan lahirnya seorang bayi perempuan yang kelak menjadi tokoh perempuan. Dialah yang kemudian oleh ayahnya seorang panglima TNI memberinya nama “Enny Anggraeni”.

Tak pernah terduga sebelumnya, di detak-detik awal kisah hidupnya dimulai, ternyata Tuhan mempunyai rencana yang luar biasa. Berselang waktu kemudian hingga masa ideal menikah, rupanya rencana Tuhan itu adalah sosok Enny kelak menjadi pendamping setia seorang Gubernur Sulawesi Barat yang tidak saja sebagai gubernur pertama, namun juga gubernur yang sebagai tokoh visioner dan bapak pembangunan H. Anwar Adnan Saleh.

Tak terhapus masa, dialah Hj. Enny Anggraeni Anwar seorang ibu yang lahir di Pare-pare, saat almanak waktu menunjukkan angka 9 April 1956. Dedikasinya tak hanya menjadi seorang istri, tetapi mendampingi Anwar dalam meniti perjuangan pembentukan Sulawesi Barat hingga pada proses membangunnya. Dedikasi ini pun tak hanya di rumah tangga dan seabrek tugas kedinasan dalam mendampingi seorang gubernur, tetapi dia pun mengambil peran publik sebagai Anggota Komis IX DPR-RI Periode 2014-2019 dari Partai Golongan Karya mewakili Daerah Pemilihan Provinsi Sulawesi Barat.

Jika berbicara rentetan karirnya, sangatlah sederhana. Memimpin beberapa organ-organ komoditi dan kemasyarakatan adalah kiprah dari sosok Enny Anggraeni Anwar, sebut saja Direktur PT Bina Karya Persada, Direktur Keuangan Persada Group dan kini sebagai Anggota DPR RI (2014-Sekarang).

Kepiawaian Enny sudah tidak diragukan lagi, tak cukup hanya sekedar menghitung banyaknya aktivitas sosial yang bergerak membantu masyarakat, diantaranya Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Provinsi Sulawesi Barat periode 2013-2018, Ketua Dewan Kesenian Nasional Daerah (Dekranasda) tahun 2011-2016, Ketua Tim Penggerak Pembinaan Keluarga Sejahtera (TP PKK) tahun 2006-2016 yang diganjar dengan mendapatkan penghargaan di Bidang Kesehatan dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia Prof. Dr. Nila F. Moeloek SP.M (K) pada tahun 2015 di Jakarta.

Bukan tanpa alasan, Bunda Enny, sapaan akrabnya, sosoknya sebagai istri dari Gubernur Sulawesi Barat, Anwar Adnan Saleh yang telah dikarunia dua orang anak yaitu Deti Damayanti Anwar dan Raditya Adimas Anwar. Sebagai seorang ibu, dia senantiasa membumikan petuah Mandar menjadi motivasi gagasan dan nilai-nilai akhlak terhadap semua orang, termasuk petuah yang mengatakan bahwa “Innai-inna mandundu uwainna To Mandar, Mandar mi tu’u”(Maka Mandarlah).

Meskipun dirinya tak lahir di Mandar, namun dia melakoni peran dan tanggung jawab istri terhadap suami dengan selalu menjunjung tinggi nilai-nilai Mandar dalam bersikap dan bertindak sebagai seorang perempuan Mandar Malaqbiq sehingga dia disegani oleh setiap orang dan rekan-rekannya.
Sebagai seorang istri yang taat dan patuh, Bunda Enny selalu setia mendampingi sang suami dalam setiap proses perjuangannya dalam mengabdikan diri di masyarakat termasuk ketika ikut serta bersama suami dalam memperjuangkan pembentukan Provinsi Sulawesi Barat.

Perlu dipahami secara mendalam, sedikit banyaknya ibu dalam keluarga yang memikul sejuta peran penting yang tidak dapat dianggap remeh. Dengan penuh cinta yang digenggamnya, sederet pekerjaan rumah tangga/peran domestic dan peran public dalam mendampingi suami menjadikannya sebagai sosok perempuan tangguh. Dalam memenuhi kebutuhan keluarga, seorang ibu mengemban tugas sebagai manajer, guru, perawat, akuntan, desain interior, chef dan lain-lain. Dengan demikian, ibu mempunyai multi peran yang mengintegrasikan berbagai karakter dalam keluarga untuk membentuk keutuhan keluarga yang sakinah.

Ibu sebagai pendidik dalam keluarga, mengajarkan hal-hal rumit dengan cara kesederhanaan, melatih, membimbing, dan memberikan teladan yang akan membentuk karakter anak-anaknya. Tentu saja konsep Siwali Parriq di tanah Mandar tak akan lengkap tanpa seorang ibu. Artinya bahwa, bukan lagi sebuah rahasia, sosok Enny telah mampu memapah tanggung jawabnya itu. Bunda Enny adalah sosok perempuan hebat di belakang sang suami yang turut memberikan semangat, saran dan motivasi dari manis pahitnya perjuangan seorang Anwar.

Hingga, rasanya memang tidak berlebihan jika pepatah bijak mendendangkan bahwa dibalik kesuksesan Anwar Adnan Saleh dalam memimpin Sulawesi Barat, terdapat sosok Enny Anggraeni di belakangnya. Bahkan tak segan, BJ. Habibie mengatakan “Di balik kesuksesan seorang tokoh, selalu tersembunyi peran dua perempuan, yaitu ibu dan istri”. Para ulama bahkan memberi khias bahwa “kesuksesan seorang suami karena ada seorang istri yang membantunya menapaki jalan kesuksesan itu”. Majunya pembangunan Provinsi Sulawesi Barat saat ini tentunya tidak lepas dari motivasi Enny terhadap suaminya (Anwar) dalam upaya membangun kesejahteraan masyarakat Sulawesi Barat.


Hal itu terbukti atas keberhasilan suaminya menjabat Gubernur Sulawesi Barat hingga dua periode. Enny begitu paham bagaimana manis pahitnya perjuangan Anwar, hingga perjuangannya kemudian tak cukup sampai di sini, perjuangan itu harus dilanjutkan, cita-cita luhur pembentukan Sulawesi Barat sewajarnya diteruskan oleh sosok yang memahami dan berperan serta dalam proses-proses pembentukan provinsi ini. Sumber: www.sulbar.com/news-563-segenggam-cinta-dari-ibu-mengenal-lebih-dekat-enny-an...

Rabu, 28 September 2016

Darmansyah: Siap Meletakkan Jabatan, Jika Sport Center di Paksakan


Rencana Pemda Majene untuk membangun Fasilitas Olahraga Gedung Sport Center dengan menggunakan dana pinjaman senilai 50 miliar terus bergulir. Pro kontra atas sikap penolakan Ketua DPRD semakin mengemuka di media sosial. Banyak yang setuju dan mendukung sikap Ketua DPRD Majene tersebut, tapi tak sedikit yang juga menentang dan menyesalkan keputusan tersebut. Menanggapi itu, Darmansyah saat dikonfirmasi kembali menegaskan bahwa dirinya bahkan rela dan ikhlas meletakkan jabatan selaku ketua DPRD bila dipaksakan menandatangani persetujuan pinjaman daerah sebesar 50 Miliar untuk digunakan pembangunan gedung spot center" Demikian Darmansyah menegaskan kepada media ini.

Pernyataan keras itu bukan tanpa alasan, Sebagaimana yang sering beliau sampaikan baik melalui rapat di kantor DPRD maupun melalui diskusi menyatakan bahwa kondisi keuangan daerah tidak memungkinkan, terlebih setiap tahun Majene mengalami deficit anggaran. PAD (Pendapatan Asli Daerah) Kabupaten Majene juga sangat rendah, tidak mencapai 50 M. Bilamana PAD dinaikkan, temtu akan berimbas kepada buruknya perekonomian pedagang kecil. Alasan lain ia kemukakan bahwa dirinya menolak berutang sebab utang yang ada di lingkup Pemda Majene saja semisal 'uang lauk pauk PNS 2 tahun terahir belum jelas sumber pembayarannya, terus mau tambah lagi utang lagi. Logikanya dimana. Seandainya pinjaman untuk digunakan pada pembangunan pertumbuhan ekonomi masyarakat, mungkin bisa dipertimbangkan untuk disetujui.

Terkait Pekan Olahraga Provinsi yang rencananya akan dipusatkan di Majene, beliau tetap mendukung itu, tapi tidak harus memaksakan untuk membangun sarana/prasarana olahraga seperti Sport Center. Sebab sarana dan prasarana yang ada di Majene masih bisa digunakan dan hanya butuh rehabilitasi gedung olahraga yang ada. Untuk Sport Center beliau menyarankan sebaiknya bermohon ke pusat atau di provinsi dengan melalui APBN/APBD.
Terakhir kepada media ini, ketua DPRD yang juga Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Sulbar ini kembali mengaskan bahwa keputusannya sudah final menolak pinjaman untuk pembangunan sport center, jika tetap dipaksakan maka beliau tidak akan mau bertanda tangan. (Muhammad Munir)



Senin, 26 September 2016

Mengenal MAYJEN TNI (PURN) SALIM S. MENGGA, Calon Gubernur Sulbar 2017-2022


JSM atau Jendral SALIM MENGGA, demikian ia kerap dipanggil. Lahir di Pambusuang, 24 Agustus 1951, Kampung Para Ulama dan Tokoh Nasional, seperti ulama tersohor KH. Muhammad Saleh dan KH. Muhammad Tahir Imam Lapeo, dan juga Prof. DR. Baharuddin Lopa, SH.
Salim S. Mengga adalah anak dari Kolonel Purnawirawan S. Mengga, yang merupakan Tokoh Militer dan Tokoh Pejuang di Tanah Mandar dan ibunya bernama Hj. Nyilang., putra kedua dari tiga bersaudara, yaitu: Syarifah Asia S. Mengga (Almarhumah Istri Prof. DR. Umar Shihab, MA); Ir. Aladin S. Mengga (Wakil Gubernur Sulawesi Barat).
Salim S. Mengga mempunyai 3 (tiga) orang anak dari hasil pernikahannya dengan Hj. Fatmawaty, sosok wanita yang sederhana dan murah senyum merupakan cucu tokoh terpandang dari daerah Bone Soppeng H. Beddu Solo. Yaitu:
Mega Kamila
, Erfan Kamil, Amira Kamila.

Keluarga Salim S. Mengga Al-Attas

Darah pejuang yang mengalir deras diurat nadinya, berasal dari Kolonel S. Mengga, Tokoh Militer dan Tokoh Pejuang di Tanah Mandar ini serta “THE FOUNDING FATHER IN POLMAS, Peletak Dasar Pembangunan di Polmas” dan Peraih PRASAMYA PURNA KARYA NUGRAHA.
Ketaatan beragama, kewibawaan sikap mandiri dan merakyat, adalah perpaduan dari garis keturunan sang kakek (Bapak dan Ibu S. Mengga), bernama Sayyid Muhsin Al-Attas dan neneknya Hj. Cilla, seorang bangsawan Mandar dari keturunan Arajang Balanipa ke-12 Pammarica. Sehingga Salim S. Mengga begitu fasih melantunkan ayat-ayat Al-Quran dan taat menjalankan ibadah shalat lima waktu, dibanyak tempat sering memberikan cerama-ceramah agama.

Khutbah Shalat IED di Simpang Lima SemarangTahun 2005
Sikap merakyat dan rendah hati, itulah yang menonjol dalam sikap keseharian Salim S, Mengga, senantiasa mendengarkan keluh kesah para anak buah, serta bergaul danbermasyarakat dimanapun dia bertugas.Maka tidak heran disaat akan meninggalkan pos jabatannya di tempat tertentu (baik sebagai DanYot Kavaleri Ambarawa, Dandim Demak dll) sangat dielu-elukan dan di iringi oleh isak tangis para bawahan yang beliau tinggalkan.

Memimpin Latihan bersama Kavaleri se-Asia
Bahkan ketika Salim S. Mengga menjabat Kasdam IVDiponegoro, para Ulama se-Jawa Tengah menghadapPanglima, meminta beliau untuk menduduki jabatan Pangdam IV Diponegoro, hal itu membuktikan bahwa Mayor Jenderal Salim S . Mengga sangat disenangi oleh masyarakat Jawa Tengah khususnya para Kyai disana, karena beliau orang yang dianggap JUJUR DAN MERAKYAT.

Riwayat Pendidikan
SD: Tahun 1964, SMP: Tahun 1967, SMA: Tahun 1970.

Riwayat Pendidikan Militer
AKABRI: Tahun 1974, SUSSAARCAB KAVALERI: Tahun 1975, SUSSPAHARSAT: tahun 1977, TARDANKI: Tahun 1979, TARKORBANTEM: Tahun 1981, SUSLAPA KAVALERI: Tahun 1984, SUSGUKIL : Tahun 1985, SESKOAD: Tahun 1990, SUSGATI SUSPOL: Tahun 1995, LEMHANAS: Tahun 2001

Riwayat Kepangkatan
Letnan Dua ; 01 12 1974 ; KEP/152/ABRI/1974 Letnan Satu ; 01 04 1977 ; SKEP/398/IV/1977
Kapten ; 01 10 1980 ; SKEP/649/X/1980
Mayor ; 01 04 1985 ; SKEP/420/V/1985
Letnan Kolonel ; 01 04 1991 ; SKEP/116/III/1991
Kolonel ; 01 04 1996 ; KEPRES NO.17/ABRI/1996
Brigadir Jenderal ; 15 03 2001 ; KEPRES RI NO.18/TNI/2001
Mayor Jendral ; 24 10 2003 ; SKEP Pang. TNI NO.SKEP/342/X/2003

Riwayat Jabatan
Dantor Denkaves DAM XIV Hasanuddin 01-07 1975 SKEP/546/VII/1975
Dantor IKI 101 Yonkav 10 DAM XIV Hasanuddin 01-10978 SKEP/183/X/1978
Dankima Yonkav 10 DAM XIV Hasanuddin 01-01 1981 SKEP/OL/I/1981
Kasi 4 Log Yonkav 10 DAM XIV Hasanuddin 01-06 1983 SKEP/232/VI/1983
Gumil Gol IV Pusdikkav 01-05 1984 SKEP/216/IV/1984
Kasi Trakor Dirbinsen Pussenkav 01-09 1985 SPIRIN/711/X/1985
Wadan Yonkav 2 Serbu DAM IV Diponegoro 01-01 1986 SKEP/199/III/1986
Kasdim 0711/REM/ 071 DAM IV Diponegoro 01-02 1984 SKEP/216/IV/1989
Gumil Gol V Pusdikkav 01-06 1990 SKEP/203/V/1990
Dan Yonkav 2 Serbu DAM IV Diponegoro 01-08 1991 SKEP/320/VIII/1991
Dandim 0716 Demak REM 073 DAM IV Diponegoro 12-06 1993 SPRIN/811/VI/1993
WAAS Sospol Kodam IV Diponegoro 01-10 1994 SKEP/390/X/1994
Assospol Kodam IV Diponegoro 06-12 1995 SKEP/462/XII/1995
Danrem 141/Toddopuli DAM VII Wirabuana 15-08 1997 SKEP/459/VII/1997
DAN Pussenkev 15-02 2001 SKEP/99/II/2001
Kasdam IV Diponegoro 01-02 2003 SKEP/30/II/2003
Wadan Kodiklat TNI AD 30-10 2003 SPRIN/1669/X/2003
Pangdam XVI Pattimura

Tanda Penghargaan
Satya Lencana Kesetiaan VIII TH
Satya Lencana Kesetiaan XVI TH
Satya Lencana Kesetiaan XXIV TH
Bintang Kartika Eka Paksi Nararya
Satya Lencana Dwidya Sistha
Bintang Yudha Dharma Nararya
Sekarang beliau adalah Ketua Umum Kerukunan Keluarga Mandar Sulawesi Barat (KKMSB) dan Anggota DPR-RI (mewakili daerah pemilihan Sulawesi Barat).[1]





[1]Dari Blog Aniesh Mahdi Sahl)


Pinjaman Dana Untuk Pembangunan Sport Center ditolak Ketua DPRD Majene

Ada yang seru dalam sidang di DPRD Majene siang tadi (Senin, 26 September 2016). Sidang yang dipimpin oleh Drs Darmansyah selaku ketua DPRD ini membuka sidang dengan sebuah pernyataan tegas yang intinya:
" Jika yang dibahas adalah pinjaman 50 miliar untuk membangun fasilitas Gedung Olahraga Sport Centre Majene, maka selaku pimpinan saya akan meninggalkan ruangan ini, dan silahkan lanjutkan sidang dengan menunjuk pimpinan sidang yang lain" Kata Darmansyah.


Hal menarik yang perlu disikapi dari persoalan ini, bahwa Majene sebagai kota pendidikan belum saatnya mempunyai fasilitas olahraga mewah apalagi jika harus dibangun dengan mengandalkan pinjaman. Darmansyah menambahkan pinjaman 50 M ini akan membebani APBD Majene sebab bunga pinjaman saja harus dibayar 10 M pertahun. Pemda mau pake apa membayar bunga pinjaman sebesar itu, sementara gedung yang dibangun tak menjanjikan prospek yang cerah terhadap peningkatan PAD Majene.


Sidang pembahasan yang sempat deadlock ini menjadi tema diskusi menarik tentang gedung Sport Centre yang tentu saja seperti diungkapkan oleh Drs. Marzuki, saat diskusi di ruang ketua usai sidang, ia mengatakan bahwa keputusan "Pak Ketua sudah benar, mesti ada ketegasan dalam menghadapi rencana seperti ini" ungkapnya.


Darmansyah juga menambahkan bahwa rencana pembangunan sport centre ini sarat dengan resiko yang tidak saja membebani APBD tapi sekaligus berpotensi menjadi sebuah keputusan yang 5 sampai 10 tahun kedepan bisa menjeratnya dalam jeruji besi.


Meski ia pribadi sebagai ketua DPRD menolak keras rencana PEMDA tersebut, tapi jika tetap dipertahankan untuk bisa menjadikan rencana itu terwujud, ia menyarankan supaya dirinya diusulkan untuk tidak ketua DPRD Majene, atau membentuk Pansus terkait rencana itu.
"Sepanjang saya masih ketua DPRD, sampai dimanapun saya tidak pernah menyetujui program ini berjalan di majene". Tegas Ketua MSI Sulbar ini.

Terkait rencana pembangunan gedung Sport Center bisa dibaca disini:
www.kilassulbar.com › > › MAJENE
www.fokusmetrosulbar.com/2016/09/pembangunan-sport-center-terancam-gagal.html
fajaronline.com/2016/09/.../bangun-sport-center-pemkab-majene-pinjam-rp50-miliar/
rakyatsulbar.co › MAJENE