Kamis, 12 Mei 2016

REKOMENDASI FOCUS GRUP DISCUSSION “REPRESENTASI TOKOH ATAU SIMBOL PADA TUGU KOTA POLEWALI”

REKOMENDASI FOCUS GRUP DISCUSSION
“REPRESENTASI TOKOH ATAU SIMBOL PADA TUGU KOTA POLEWALI”


Meja 1
a.    Patung kelapa dalam (sejarah)
b.    Patung buah (langsat, rambutan, durian)
c.    Patung tani (pattappi)
d.    Marrenge baka
e.    Panette
Meja 2
a.    Simbol budaya (sandeq, pakkacaping, parrawana)
b.    Ekonomi (panetteq, kakao, padi, kelapa, jawawut)
c.    Tokoh (todilaling, andi depu, ammana wewang, to kape)
d.    Persatuan (allamungang batu)
e.    Religi (orang mengaji)
Meja 3
a.    Fauna (Mandar batu)
b.    Budaya (jampia)
c.    Filosofi budaya (kurru kebo)
d.    Sejarah (sayyang tembaga parepulu)
e.    Flora (jawawut)
f.     Permainan rakyat (pallake)
g.    Gunakan aksara lontar untuk penjelasan setiap tugu
Meja 4
a.    Burung mandar
b.    Tipalayo (filosofis)
c.    Sandeq
d.    Logo mandar
e.    Sayyang pattuqduq
f.     I ma’ga daeng rioso
Meja 5
a.    Patung mantan bupati
b.    Pintu gerbang sulbar – sulsel (sayyang tembaga parepulu)
c.    Tipalayo
Meja 6
a.    Mantan bupati (almarhum)
b.    Klasifikasikan setiap tugu yang akan dipasang
c.    Sureq mandar pada bagian kaki tugu

Tindak Lanjut FGD, Kamis 12 Mei 2016

1.    USULAN >> Pada 6 titik, dipasang patung/simbol yang menggambarkan kondisi wilayah pada titik pemasangan tugu
2.    Patung lebih besar >> skala kabupaten, di beberapa titik saja, seperti pada perbatasan kabupaten
3.    Patung dilihat pada aspek penataan kota
4.    Akan ada 21 dudukan patung, yang sudah ada baru 6 dudukan

Tanggapan

1.    Sepakat memunculkan sosok pahlawan (todilaling) >> metode memunculkan figur,Gerbang Kota sedang dibangun >> median tengah, patung selamat datang (kuda, pessawe)  >> patung berwujud 3 dimensi, sosok patung siapa?
2.    Unasman (religi), pasar (ekonomi), sport centre (olahraga ciri khas polman/mandar)
3.    21 titik dimana lokasinya?, untuk perbatasan (kuda putih, tanpa ada penunggang)
4.    Sosok Todilaling tidak tepat pada tugu >> kecemburuan sosial pada kerajaan lain, kuda putih (tembaga parepupulu) dengan penunggang, sosok Baharuddin Lopa tidak tepat pada persimpangan jalan >> pihak keluarga tidak setuju dalam bentuk patung, munculkan symbol yang mewakili Polewali Mandar, FOKUSKAN pada 6 titik pertama
5.    Pada 6 titik bukan tokoh yang dimunculkan tetapi yang mewakili Polewali Mandar, kuda pattuqduq dan personilnya
6.    FOKUS diskusi >> apa dan siapa, masing-masing titik merupakan representasi Polewali Mandar, focus patung yang akan dipajang
7.    Titik pertama (todilaling), kedua (kantor bupati), titik ketiga (kantor camat), titik keempat (stadion)
8.    Ada sketsa wilayah (Tarkim) dari titik yang akan dipasangkan tugu
9.    Tidak mutlak pasang patung/tugu, pada 6 titik bisa mewakili Polewali Mandar
10. Pappasang harus menyatu, jangan terpotong-potong
11. Pertimbangkan dudukan yang sudah ada
12. Simbol bisa ditempatkan pada dudukan yang sudah ada
13. Spot untuk perkenalkan budaya akan disediakan (alun-alun)
14. Simbol-simbol ada yang melakonkan (kesenian) >> tunggal
15. Parrawana Towaine, Calong, Pakkacaping (milik Majene)
16. Pappasang ada sumber yang jelas, simbol harus dinamis
17. Pemanna >> bentuk kesetiaan (sumpah) pada seorang pemimpin

SIMBOL pada 6 titik pertama

Ruas Pertama (Todilaling)
a.    Ekonomi (seseorang membawa hasil bumi “mambulle”)

Ruas Kedua (Kantor Bupati)
a.    Pemerintahan (logo Sipamandaq dengan penjelasan pada pilar tugu)

Ruas Ketiga (Kantor Kecamatan Polewali)
a.    Alat kesenian (calong dengan pelakon lelaki)

Ruas Keempat (Stadion)
a.    Olahragawan (memegang obor)

Ruas Kelima (Unasman)
a.    Pendidikan (patung putra putri dengan toga)

Ruas Keenam (Kodim)
a.    Pattuqduq Tommoane (Cakkuriri)

Patung pada perbatasan Kota

1.    Sayap kiri kanan sudah jadi, peruntukan patung pada median tengah, model 3 dimensi
2.    Konsep utuh sayyang pattuqduq >> pessawe 2, pesarung 4, pawang 1, pemegang payung 1

Patung Todilaling

1.    Gambar atau foto tidak ada sumber
2.    Buat gambar melalui penerawangan
3.    Jangan cuma sosok yang diterawang tapi bersama “titiknya”
4.    Belum ada spot patung
5.    Temukan catatan/data tentang Todilaling melalui lontar untuk menambah referensi selain penerawangan
6.    Todilaling (Bijak, Cerdas, Pemberani)
7.    Spot patung (depan gadis, alun-alun kota)
8.    Komparasi (seni lukis, pematung, studi referensi lontar)

Tahapan Pembuatan Patung Todilaling

1.    Minta ijin (ritual) dan  observasi
2.    Melakukan kajian literatur tentang Todilaling
3.    Melakukan studi banding ke daerah yang sudah melakukan hal yang sama
4.    Memberikan gambaran kepada Maestro Pematung dan Pelukis tentang Todilaling
5.    Sosialisasi hasil

6.    Pelaksanaan kegiatan

Bilik Baca Rumpita Majene Terbentuk

Hari ini, 12 Mei 2016, Bilik Baca Rumpita yang beralamat di Lembang Majene mulai diisi dengan buku. Bilik Baca Rumpita dikelola oleh Mahasiswa Unsulbar. Mereka adalah Adnan, Amar dkk. Bilik Baca Rumpita ini akan launching perdana 17 Mei 2016. Bilik Baca Rumpita ini dibawah Koordinasi saudara Ardiansyah Laise. 


PROGRAM RUMAH KOPI DAN PERPUSTAKAAN (RUMPITA) yang berpusat di Kandemeng Desa Batulaya Kec. Tinambung Kab. Polewali Mandar terus digalakkan. BILIK BACA RUMPITA adalah sebuah upaya penguatan literasi dibeberapa tempat. Bilik Baca Rumpita dibentuk sebagai upaya untuk meningkatkan minat baca masyarakat. Rumpita dan Bilik Bacanya tidak sekedar menggelar buku di beberapa titik, tapi sekaligus menyediakan tempat khusus untuk membaca buku. Pihak Manajemen Rumpita menyediakan buku untuksetiap Bilik Baca Rumpita.

Bilik Baca Rumpita ini diupayakan ada disepuluh titik untuk Kabupaten Majene dan Polewali Mandar. Pihak Rumpita menyuplai buku bacaan minimal 100 eksemplar untuk menjadi bahan bacaan ditempat yang sudah ditunjuk. Syaratnya mudah, cukup sediakan tempat dan rak buku serta penanggung jawab. Membaca di Bilik Baca Rumpita GRATISSSSS !

Untuk saat ini sudah terbentuk 5 titik Bilik Baca Rumpita. 2 unit di Majene dan 3 di Polewali Mandar. Kedepan pihak Rumpita akan terus membukua Bilik Baca Rumpita ini tapi disesuaikan dengan jumlah koleksi di Rumah Buku. 
================================================================

Bagi yang ingin berdonasi buku untuk pengembangan literasi Rumpita silahkan berhubungan dengan kami di RUMPITA atau langsung di Bilik Baca Rumpita Lembang, Unsulbar, Kandemeng, Matakali dan Katumbangan.


DAFTAR KOLEKSI BUKU
BILIK BACA RUMPITA LEMBANG MAJENE

1.       PEMBANGUNAN SOSIAL (WACANA IMPLEMENTASI DAN PENGALAMAN EMPIRIK)
2.       PEDOMAN CEPAT PINTAR MEMBACA DAN MENULIS AL-QUR’AN
3.       TUNTUTAN SHALAT DAN DO’A
4.       LOCAL WISDOM
5.       KAJIAN (MENJEMBATANI TEORI DAN PERSOALAN MASYARAKAT DALAM PERUMUSAN KEBIJAKAN)
6.       LEGISLASI DPR
7.       KAJIAN KEBIJAKAN PUBLIK
8.       KEJAHATAN TRANSNASIONAL DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGANANNYA
9.       STRATEGI DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SEKTOR PERTANIAN DAN PERLINDUNGAN-PEMBERDAYAAN PETANI
10.   UPAYA PENINGKATAN KERJASAMA IDONESIA – AS DI SEKTOR PERTAMBANGAN
11.   KEBIJAKAN PENGEMBANGAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO
12.   MATERI BELAJAR JUZ ‘AMMA DO’A
13.   PERANAN SUBSIDI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL
14.   DAMPAK EKONOMI KRISIS EROPA TERHADAP KEUANGAN, RIIL DAN LINGKUNGAN
15.   PERJALANAN SEORANG AMERIKA COLIN POWEL
16.   KETIKA SAKURA BERBUNGAN
17.   DELTA FORCE
18.   MARANDANNA UWAI MANDAR
19.   LOPI DAN LIPA SA’BE TOMANDAR
20.   PAQBANDANGANG PEPPIO
21.   DINAMIKA POLITIK PEMEKARAN DAERAH
22.   DINAMIKA PENDIDIKAN DI INDONESIA
23.   HUKUM DAN HUKUM PIDANA
24.   PRAKTIK PENEGAKAN HUKUM BIDANG LALU LINTAS
25.   STRUGGLE FOR SUCCES
26.   PAKKACAPING MANDAR
27.   TO SEN-TOKU RAID
28.   KISAH-KISAH 99 ASMAUL HUSNA UNTUK ANAK
29.   RAPOT MERAH AA GYM
30.   JUDI BUNTUT MENGAPA SELALU ADA ?
31.   BUDAYA KERJA NELAYAN INDONESIA DI DAERAH JAWA TENGAH
32.   LISTRIK TEORI DAN PRAKTEK
33.   MATERI SOSIALISASI MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT RI
34.   BUNGA RAMPAI MODEL PENYELENGGARA KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK
35.   INSTRUMEN PEMBANGUNAN EKONOMI DALAM PROGRAM LEGISLASI BIDANG EKONOMI
36.   KEBIJAKAN DAN IMPLEMENTASI OTONOMI KHUSUS DI PAPUA DAN ACEH
37.   KEBIJAKAN STRATEGIS BIDANG PENDIDIKAN TINGGI, TRANSFER DANA, PERMINYAKAN DLL
38.   KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA
39.   NEGERI ANAK MANDAR
40.   EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA
41.   SUPPLY CHAIN MANAGEMENT
42.   ADA SEAL ADA CINTA
43.   MEMBELA ORANG TUA NABI
44.   EKONOMI PANCASILA
45.   PERSONAL BALANCED SCORE CARD
46.   RPUL INDONESIA-DUNIA TAHUN 2008-2009
47.   PEDOMAN DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN INFLUENZA A BARU
48.   PANDUAN PENYULUHAN PENGENDALIAN PENYAKIT KUSTA DAN FRAMBUSIA MENURUT AGAMA ISLAM
49.   PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN BULAN IMUNISASI ANAK SEKOLAH
50.   MODUL TOT PENGENDALIAN OSTEOPOROSIS
51.   PETUNJUK TEKNIS PENGGANTIAN TRIVALENT ORAL POLIO VACCINE MENJADI BIVALENT ORAL POLIO VACCINE DAN INTRODUKSI INACTIVATED POLIO VACCINE
52.   PEDOMAN PENGENDALIAN JAPANESE ENCEPHALITIS
53.   SICACING DAN KOTORAN KESAYANGAN 2!
54.   PENEUMONIA BALITA
55.   MENGUTAMAKAN RAKYAT
56.   HIMPUNAN UNDANG-UNDANG KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN
57.   JARINGAN YAHUDI INTERNASIONAL DI NUSANTARA
58.   MEMBACA AYAT-AYAT MANDAR
59.   PERSIAPAN MENUJU PEMBENTUKAN KAWASAN EKONOMI KHUSU PROVINSI KALIMANTAN BARAT
60.   PENDIDIKAN KELUARGA BERWAWASAN GENDER
61.   KISAH TELADAN 25 NABI DAN RASUL
62.   PUISI MANDAR KALINDAQDAQ DALAM BEBERAPA TEMA
63.   GUS DUR MENGARUNGI JAGAT SPIRITUAL SANG GURU BANGSA
64.   PERENCANAAN PENDIDIKAN SUATU PENDEKATAN KOMPREHENSIF
65.   POTRET PEDAGANG KAKI LIMA
66.   SEJARAH DAN HERITAGE KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA SOLO
67.   FUNGSI LEGISLASI
68.   KAJIAN KEBIJAKAN PUBLIK
69.   POLITIK EKOLOGI
70.   PENEGAKAN HUKUM INDONESIA
71.   LIPA SA’BE MANDAR
72.   WASPADAI PNS DIKALANGAN REMAJA
73.   ISLAMIC BANGKING AND INTEREST
74.   WALASUGI
75.   ANALISIS KEBUTUHAN INSTRUMEN KEBIJAKAN PENDUKUNG
76.   CHEMICAL PEAKS IN MY LIFE TIME
77.   FENG SUI INTERIOR
78.   SUTYOSO DALAM CATATAN MEDIA MASSA
79.   TABLIGH
80.   SURAT DAN PUISI ANAK-ANAK UNTUK PAK HARTO
81.   PENAWAR BAGI HATI
82.   PENCAPAIAN TUJUAN KE 6 (HIV/AIDS, MALARIA, TUBERKULOSIS) DAN TUJUAN KE 7 PELESTARIAN LINGKUNGAN DI PROVINSI MALUKU UTARA DAN SULAWESI
83.   REVOLUSI DARI DESA
84.   SABILI : SBY MASIH SAJA GAMANG
85.   MENCEGAH DAN MENGATASI BAHAYA LISAN
86.   PARADIGM BARU (PEMBELAJARAN KEAGAMAAN)
87.   MENUJU MAHKAMAH KEADILAN
88.   MEMBUAT SUMUR RESAPAN
89.   PELANGI
90.   AGAR BADAI CEPAT BERLALU
91.   BERGURU KE NEGERI KANGURU
92.   POLITIK DAN BLBI
93.   REFLEKSI 10 TAHUN SAYA BNI
94.   FUNGSI HUKUM DALAM PENYELESAIAN SENGKETA
95.   MENGAPA SAYA MEMILIH NEGARA ISLAM
96.   KEAJAIBAN SEDEKAH
97.   TOKOH SRIKANDI PROFESI PENGUSAHA DAN PENDIDIKAN INDONESIA
98.   PERAN PARLEMEN DALAM PROSES PEMBUATAN KEBIJAKAN MELALUI UNDANG – UNDANGN BAGI KEPENTINGAN PUBLIK
99.   INDONESIA YANG KITA KEHENDAKI
100.                        DEKONSTRAKSI KECEMASAN (KONSOLIDASI SEMANGAT KEBANGSAAN)
101.                        DASAR – DASAR EPISTIMOLOGI PENDIDIKAN ISLAM
102.                        PANDUAN PEMASYARAKATAN
103.                        PAHAM AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH
104.                        KESEHATAN MENTAL DAN TERAPI ISLAM
105.                        BERSAMA MENTERI DESA MEMBANGUN INDONESIA DARI DESA
106.                        BERPIKIR DAN BERJIWA BESAR
107.                        INFLASI DAN SOLUSINYA
108.                        STUDI PEMILU EMPIRIS
109.                        KOMANDO TERITORIAL DAN BUDAYA POLITIK TNI

Pengelola:
ADNAN HP. 0812 4567 2145
AMAR
 

Selasa, 10 Mei 2016

SIMPUL SEJARAH FLAMBOYANT, CAK NUN DAN MANDAR (Bagian 6) “ Jejak Maiyah Mandar, Cak Nun dan Cammana "



Oleh: Muhammad Munir - Tinambung

Kehadiran Cak Nun ditengah-tengah masyarakat Mandar tidak sebatas kata. Kepada Cak Nun, Masyarakat Mandar selalu berupaya mappasippappas loa anna liq-a (sesuai antara ucapan dan langkah-nya). Bukan hanya Cak Nun yang mengaku sebagai orang Mandar, namun sebaliknya orang Mandar memberi penghargaan kepada Cak Nun sebabagi warga Mandar Kehormatan. Melalui kesepakatan tokoh-tokoh Mandar antara lain, Husni Djamaluddin (penyair), Baharuddin Lopa (Dirjen LP & Sekjen Komnas HAM era Orde Baru), Andi Mappatunru Sompawali (tokoh Adat, Mantan Anggota DPR), S. Mengga (Mantan Bupati Polewali Mamasa), dan sejumlah tokoh lainnya melalui acara halal bihalal Yayasan Sipamandar Cak Nun disemati peniti emas. Peristiwa itu terjadi pada tahun 1999. Tentu saja penyematan peniti emas itu tidaklah seharga dengan apa yang Cak Nun lakukan demi Mandar.
Sejak tahun 1987, Cak Nun kerap datang ke Mandar dengan membawa serta teman-teman seniman, penulis, aktor, aktris semisal WS. Rendra, Eko Tunas, Cicic Paramida, Haddad Alwi, Imam Budi Santoso, dll untuk membina dan mengembangkan kretifitas Pemuda Mandar yang tergabung dalam Jamaah Maiyah Papperandang Ate. Dalam tulisan-tulisan Cak Nun juga banyak memperkenalkan Mandar dipentas Nasional, binaan-binaannya di Flamboyant kerap diboyong ke Jogyakarta, Jakarta, Surabaya dll untuk sekedar ditampilkan dan diperkenalkan. Mak Cammana menjadi Maestro Parrawana Towaine juga tidak lepas dari peran Cak Nun. Dalam proses apapun, orang Mandar selalu menjadikan Cak Nun sebagai sosok yang pantas dan layak dimintai pertolongan. Termasuk dalam hal perjuangan pemebentuka Sulawesi Barat, keberadaan Cak Nun tak bisa dinafikan. Singkat kata, Cak Nun tak mengenal kata tidak demi Mandar-nya.
Totalitas seorang Cak Nun membuat Mandar sebagai kebanggaan itulah, tak heran kemudian jika Cak Nun diposisikan sebagai sosok yang patut untuk dipatuhi dalam segala hal. Kepedulian dan pengorbanan Cak Nun di Mandar memang sangatlah patut diacungi jempol. Ditengah keras dan ektrimnya rezim Soeharto mengawasi dan mencekal Cak Nun untuk tampil berbicara didaerah manapun di Indonesia, ia tak pernah mengenal kata tidak. Termasuk peristiwa tahun 1997 ketika Teater Flamboyant menghelat seminar  bertajuk “Kebebasan Berekspresi, Dalam Pengembangan Sumber Daya Manusia” yang menyandingkan Cak Nun dengan Baharuddin Lopa. Cak Nun tahu resiko yang akan ia hadapi ketika tampil dalam seminar itu. Flamboyant sebagai penyelenggara juga sudah siap dengan resiko apapun yang menimpanya, tapi demi cintanya pada Cak Nun maka semuanya terasa indah.
 Pada saat acara digelar, aparat kepolisian dipimpin Wakapolres Polewali Mamasa (sekarang Polewali Mandar) bersikeras tidak memperkenankan Emha Ainun Nadjib berbicara. Tentu, panitia panik, termasuk Barlop, pak Husni Djamaluddin dan Andi Mappatunru. Bahkan Hamzah Ismail sebagai ketua Flamboyant saat itu menjadi tumbal bagi sosok Cak Nun. Tumbal dalam artian, jika Cak Nun berbicara pada seminar itu, maka penjara adalah tempatnya menginap. Menyerahkah panitia Flamboyant dan tokoh-tokoh Mandar saat itu ? Ternyata tidak. Orang Mandar Tinambung tidak kehabisan akal. Dalam kondisi daruratpun, selalu ada uapaya kreatif untuk mengelabui aparat keamanan. Acara Seminar tetap berjalan. Barlop bicara sepatah kata, Cak Nun hanya hadir dan tidak berbicara di tempat acara.
Seminar langsung ditutup karena aparat kepolisian tetap berjaga. Setelah ditutup peserta seminar langsung diarahkan ke rumah Andi Mappatunru, sesepuh masyarakat Mandar. Disanalah Cak Nun berbicara pada peserta seminar. Petugas tak bisa berbuat apa-apa, sebab secara hukum ia hanya punya hak untuk mencekal di tempat acara seminar, tapi didalam rumah tadak ada aturan yang mengatkan mereka mencekal Cak Nun untuk berbicara.Inilah siasat perlawanan Mandar pada rezim Soeharto yang tak lain merupakan siasat Baharuddin Lopa, Husni Djamaluddin, Zubair Rukkawali, Alisjahbana, bersama puluhan anak muda Tinambung. Dengan demikian Hamzah Ismail bisa bernafas lega, sebab bayang-bayang penjara terlepas dari hidupnya.
Jejak Cak Nun di Mandar akan terus terlukiskan dan terpateri dihati. Jamaah Maiyah Papperandang Ate dan Mak Cammana adalah keabadian Cak Nun, Cammana adalah kekasih sekaligus ibundanya di Mandar. Sosok Cammana adalah wanita yang luar biasa bagi Cak Nun. Wanita yang piawai memainkan rebana sambil melantunkan lagu dengan nada yang tinggi. Dan bagi Cammana, nada tinggi tak membuat mimiknya berubah. Ia tetap santai melangitkan untaian kalindaqdaq sebagai shalwat kepada kekasihnya Rasulullah. Cinta Rasul telah mentautkan jiwa Cak Nun dan Cammana menikmati wajah Tuhan yang Maha rahman dan rahim. Cinta keduanya bertemu memesrai Mandar dan Tuhannya.

Akhirnya, penulis menyampaikan ribuan rasa, jutaan asa pada sosok Cak Nun, pada Flamboyant, pada Cammana dan pada semua generasi Mandar. Semoga rasa, asa itu mengantar kita pada masa dimana kita mampu menemukan jati diri untuk membangun cusuar mimpi untuk tak lagi sanksi pada eksistensi cinta. Mandar adalah refleksi kemanusiaan kita untuk menuju kepada terminal akhir perjalanan usia kita. Jangan lagi kita menghujat setiap hajatan yang melibatkan insan untuk bercinta dengan Rasul dan Tuhannya, sebab Cak Nun tak pernah mengajarkan kebencian pada sosok manapun, melainkan menjadi insan yang bermanfaat pada sesama dan mati menyejarah. Terima kasih Cak Nun, semoga pertemuan kita kali ini bukanlah yang terakhir, tapi menjadi awal pertemuan kita selanjutnya. (Selesai) 

Sabtu, 07 Mei 2016

YANG CREATIF DARI RUMPITA, JURAGAN PASAR DAN APPEQ JANNANGANG


RUMPITA atau RUMAH KOPI DAN PERPUSTAKAAN adalah wadah para penggiat literasi di Mandar yang lahirdengan konep Rumah Buku dan Cafe Baca. Cafe Baca didesain dengan menyediakan fasilitas buku bacaan, jaringan internet dan ruang diskusi budaya, politik, sejarah, seni, bimbingan belajar baca lontaraq dan desain blog versi web dan android. Dalam kegiatan literasinya, RUMPITA tidak menggunakan APBD dari instnsi manapun. Untuk menunjang operasional kegiatan literasi maka cafe atau RUMAH KOPI menyediakan berbagai menu minuman dan makanan khas antara lain, kopi doang, kopi susu, teh susu, sara’ba, ubi, bakwan, binte’, mie rebus, mie goreng an pisang goreng nugget dan macam-macam cemilan. Semua menu tersebut dapat dinikmati oleh pengunjung dengan harga yang terjangkau. RUMAH KOPI DAN PERPUSTAKAAN ini beralamat di Jalan Trans Sulawesi Depan Masjid Nurul Amin Kandemeng Desa Batulaya Kec. Tinambung Kab. Polewali Mandar.

RUMPITA adalah gagasan yang memadukan budaya literasi dengan entrepreneur yang mencari keuntungan dengan cara bermartabat, mencerdaskan. Bendera JURAGAN PASAR Abdul Rasyid Ruslan adalah konsultan dan sponsor tunggal dalam pematangan strategi konsep dan gerakan. Kedepan, RUMPITA mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk mencetak generasi cerdas, mandiri dan visioner.

Berberapa program utama RUMPITA adalah sebagai berikut;
1.       GELAR BUKU atau Gerakan Literasi dengan membaca buku. Kegiatan ini dilaksanakan dibeberapa tempat yang berbeda. Sasaran utamanya adalah wilayah-wilayah pelosok dan terpencil serta mengunjungi sekolah-sekolah tingkat SD,SMP dan SMA serta UNIVERITAS.
2.      BILIK BACA RUMPITA atau PERPUSTAKAAN MINI yang dibentuk oleh relawan Rumpita. Relawan RUMPITA ini menyediakan tempat atau ruang baca dan rak buku serta pengelola perpustakaan. Buku disediakan oleh Pihak Manajemen RUMPITA.
3.       PENULISAN BUKU. Program ini merupakan program khusus yang diperuntukkan bagi para penulis yang berkeinginan menerbitkan buku. Desain Sampul, tata letak, lay out sampai percetakan dikelola oleh RUMPITA.
4.       BIMBINGAN BELAJAR meliputi kegiatan belajar membaca aksara lontaraq, desain blog versi web dan android. Kegiatan ini dipandu langsung oleh instruktur berpengalaman, ZULFIHADI atau ZUL ELANG BIRU. Bimbingan MENULIS juga tersedia dan dipandu langsung oleh Drs. DARMANSYAH, MUHAMMAD MUNIR, HENDRA DJAFAR, RUSNAIM SUNUSI, SYUMAN SAEHA dll.

5.       LOMBA MENULIS adalah program tahunan yang digagas untuk meningkatkan minat menulis generasi muda agar beranjak dari budaya tutur lisan menjadi tulisan. Lomba menulis hanya dibuka untuk usia SMP, SMA dan MAHASISWA.  

SIMPUL SEJARAH FLAMBOYANT, CAK NUN DAN MANDAR (Bagian 5) “ Jejak-jejak Cak Nun di Mandar ”


 
Oleh: Muhammad Munir - Tinambung
Sabtu, 30 April 2016 pukul 14.00 siang menjadi jawaban dari semua do’a-do’a dan keinginan penulis untuk bertatap muka dan berdiskusi dengan Cak Nun. Cak Nun adalah sosok yang seandainya periode kenabian masih ada, maka bagi orang Flamboyant dan jamaah maiyah Mandar, Cak Nun adalah Nabi. Betapa tidak, setahun penulis berdomisili di Tinambung, tak pernah sekalipun dan tak satupun orang yang pernah bercerita miring tentang Cak Nun. Cak Nun lebih diposisikan sebagai sosok panrita, annagguru yang malaqbiq-nya setingkat tosalama, ia dirindukan, ditiru, dicinta dan menjadi sosok yang senantiasa dinanti kehadirannya. Dan Villa Bogor Majene menjadi awal bagi penulis untuk bersentuhan langsung dengan Cak Nun. Dan dari pertemuan itu, penulis menemukan jawaban mengapa suami Novia Kolopaking ini begitu dirindukan oleh orang Mandar, khususnya Jamaah Maiyah Mandar.

Bagi penulis, ia memang sosok yang komunikasinya dengan Allah SWT. Hal itu jelas terlukis dari wajahnya yang bercahaya, mendengar suaranya yang teduh dan merdu menjadi penannda betapa dalam jiwa itu tersimpan niat yang begitu tulus dan ikhlash membangun kepribadian bangsai ini menjadi lebih baik, tidak saja sebagai manusia, juga memanusiakan manusia. Cak nun tidak saja mampu membaca Al-Qur’an dengan fasih tapi juga memahami simpul-simpul Al-Qur’an yang membuatnya dahsyat. Dengan ditemani Khalid Rasyid, Firman Syahrial dan Ilham Chaidir Jalil, penulis menemukan sesuatu yang tersirat dari sosok yang wajahnya tak termakan usia dan tak pernah sakit itu. Bagi penulis ini adalah salah satu rahmat yang juga banyak dimiliki para Tosalama di Mandar. Cak Nun memang sejak tahun 1987 telah sampai pada pembacaan Mandar-nya secara kualitas, kuantitas maupun nilai. Hal itulah yang kemudian membuatnya mendeklarasikan dirinya sebagai orang Mandar yang lahir di Jombang.

Mandar dalam pandangan Cak Nun bahkan menolak ketika Khalid Rasyid menyebut pesan-pesan luhur Mandar itu dengan sebuatan kearifan lokal (local wisdom), ia membantah dan menegaskan bahwa Mandar bukan saja kearifan lokal, tapi Mandar adalah ajaran yang universal bahkan sebelum Nusantara berwujud Indonesia, di Mandar telah lahir Indonesia lebih dahulu. Sebelum agama Islam masuk, di Mandar telah memfaktualkan substansi dari ajaran-ajaran kenabian sepanjang zaman. Mandar dari dulu telah mempunyai ajaran kebenaran dan konsep kenegaraan yang hari ini tidak dimilki oleh Indonesia. Indonesia dalam pandangan Cak Nun ini adalah negara yang salah asuh, lebih diperparah lagi setelah era reformasi bergulir. Demikian sekelumit cerita yang penulis gambarkan dari bersentuhan langsung denga Cak Nun.    
Untuk kesekian kalinya, Cak Nun kembali ke negerinya yang pada tahun 1987 mulai ia temu kenali. Ada banyak cerita tentang Cak Nun yang penulis dengar dari Nurdin Hamma, Hamzah Ismail, Abdul Rahmana Karim, M.Sukhri Dahlan, Haidir Jamal dan senior-senior Flamboyant entah di Rumpita, Uwake, Bantaran Sungai dan di Barung-Barung tentang bagiman Cak Nun pertama kali menginjakkan kakinya ke Mandar. Nurdin Hamma, salah satu budayawan dan tokoh sejarah di Tinambung pernah bercerita khusus tentang bagaiman Cak Nun pertama kali datang ke Mandar. Menurut Nurdin Hamma, ongkos mendatangkan Cak Nun dari Jogya ke Mandar saat itu senilai Rp.300.000,-. Untuk menyediakan dana sejumlah itu, harus kerja urunan. Menurut Hamzah Ismail dalam tulisannya," Jejak Ratu Sepuh Nusantara Di Bhumi Mandar” dengan gamblang menjelaskan bahwa hasil kerja urunan itu akhirnya terkumpul dana yang cukup untuk menerbangkan Cak Nun dari tanah Jawa ke Mandar.
Dengan dana itu, maka Alisjahbana menyampaikan ke Emha (atau Cak Nun). Emha menyetujui untuk datang ke Mandar. Teater Flamboyantpun memebentuk panitia kecil untuk mengurusi kedatangannya, sebahagian yang lain mulai aktif latihan musik, yang akan dipertunjukkan ke khalayak bersama Emha Ainun Nadjib. Tiba pada waktu yang ditentukan, Emha bergerak dari Jawa ke Mandar melalui Makassar. Dari Makassar Emha mengendarai bus menuju Mandar. Saat tiba di depan rumah yang dijadikan sebagai sekretariat panitia sekaligus menjadi tempat hunian Emha saat berada di Mandar, ia disambut dengan penuh kegembiraan. “Emha datang!”, beberapa dari anak-anak Muda Flamboyant berteriak-teriak.
Mereka berdiri di sepanjang jalan dalam jejeran panjang. Bagai prajurit yang menantikan datangnya panglima yang dihormatinya. Setelah turun dari bus yang ditumpanginya, berdesak-desakkan orang-orang mendatanginya, memeluknya dan menciumi tangannya. Lucunya, beberapa orang yang tidak mengenali sebelumnya, menganggap bahwa sosok Emha Ainun Nadjib, adalah sosok kiyai, seorang tua yang mengenakan gamis dan surban. Tapi saat turun dari bus, ia mengenakan jaket kulit dan berambut gondrong serta melangkah dengan gagah, pupuslah bayangan awal itu. Ternyata Emha seorang muda, jauh dari sosok seorang kiyai.
Selama di Mandar, Emha Ainun Nadjib melakukan aktifitas. Memimpin langsung workshop, memandu anak-anak muda dalam diskusi dengan aneka topik, mandi ke sungai Mandar, sambil menantang anak-anak Mandar berlomba menyelam. Disamping itu Emha Ainun Nadjib harus rela menerima daulat masyarakat Mandar, khususnya kaum ibu, yang beramai-ramai dating membawa sebotol dua botol air mineral, meminta keberkatan dari doa-doanya. Ada beragam topik masalah yang diajukan mereka ke Cak Nun; penyembuhan, pengasihan, dan soal rejeki. Demikian sekelumit jejak-jejak Cak Nun di Mandar. Kedatangan Cak Nun ternyata menjadi berkah, sebab bukan hanya Cak Nun yang datang tapi juga beberapa aktor seni, aktris dan penulis yang hari ini telah menjadi tokoh nasional. (Bersambung)