Kacaping atau pakkacaping adalah salah satu
pertunjukan kesenian tradisional Mandar yang kerap ditampilkan pada acara
perkawinan, khitanan dan acara adat atau oleh seseorang yang mempunyai nadzar atau tinja’. Kesenian
yang satu ini sejak era 2000-an telah mengalami kelangkaan pertunjukan karena
tergerus oleh pengaruh budaya modern dan kurangnya perhatian
generasi muda dalam mendalami dan meneruskan kesenian ini. Bisa jadi juga
karena tingkat kesulitannya terlalu tinggi bagi seorang seniman untuk memainkan
jenis kesenian ini.
Dalam setiap acara, pakkacaping
dibarengi dengan menampilkan pi’oro yang
terdiri dari kumpulan gadis-gadis cantik yang duduk di depan (jarak 3-4 meter)
dari pakkacaping. Pakkacaping memainkan
alat musik ini, dan mattedze (lagu
yang dilantunkan secara spontan oleh pakkacaping
yang banyak memuat sanjungan kepada gadis-gadis cantik di hadapannya). Lagu yang
dinyanyikan dengan gaya khas tuturan ini juga menyindir penonton (para pemuda,
tokoh masyarakat, tokoh adat atau pejabat pemerintah) untuk mappa’macco’ (saweran
dengan uang tunai, kadang berupa barang dan diletakkan di hadapan pi’oro.
Gadis gadis pi’oro tersebut
menjadi sumber inspirasi bagi pakkacaping
dalam melantunkan lagu-lagunya yang menggoda dan menyindir penonton/tokoh yang hadir.
Para penonton yang kena sindiran (di tedze)
akan berlomba mendatangi gadis untuk mappa’macco’. Untuk pa’macco’, selain
untuk gadis-gadis pi’oro, para
penonton juga tidak lupa meletakkan uang ditempat yang sudah disiapkan oleh
tuan rumah/panitia (biasanya baki besar).
Para pa’macco’ akan
bersaing untuk membuat pi’oro yang
didukung, sehingga pada saman dahulu, kadang terjadi persaingan ketat antar pappa’macco’ dan tidak
jarang ada keributan mana kala ada yang saling mengejek karena gadis
dukungannya kurang sawerannya. Hasil saweran didepan gadis pi’oro menjadi hak
pi’oro, dan yang
di baki besar menjadi hak penyelenggara atau tuan rumah.
Para pakkacaping selain mattedze gadis pi’oro, kadang
juga membuat satu segmen lagu untuk mattolo’. Materi tolo’ diambil dari cerita rakyat, cerita jenaka, cerita para pejuang dan
pahlawan yang mappatumballe’
lita’ Mandar.
Alat musik yang di pakai dalam pertunjukan ini adalah kacaping (kecapi) yang bentuknya seperti
gitar tapi agak panjang dan ramping serta talinya hanya dua. Personilnya minimal 4 orang yang terdiri dari 2 orang bagian alat
musik (sound) dan 2 orang lainnya
sebagai penyanyi. Adapun busana yang digunakan untuk pemain dan penyanyinyi
adalah baju, celana panjang (kadang sarung sa’be
Mandar),
kopiah (kadang juga pengikat kepala). Sedangkan bagi gadis-gadis pi’oro didandani secantik mungkin dengan memakai pakaian adat, baju pokko, sarung sa’be dan
aksesoris lain yang dianggap perlu dengan tetap bernuansa budaya Mandar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar