Senin, 18 Maret 2024

DESA PAMBUSUANG DALAM LINTASAN ANTROPOLOGI SEJARAH (02)

DESA PAMBUSUANG DALAM LINTASAN ANTROPOLOGI SEJARAH (2)
by Ahmad M. Sewang

PAMBUSUANG AWALNYA BERKENALAN DENGAN ISLAM KONSERFATIF TRADISIONL

Kampung ini memiliki paham keagamaan yang konservatif tradisional. Konserfatif berarti bersifat mempertahankan keadaan dan tradisional berarti cendrung mempertahankan kebiasaan yang bersifat tradisi. Karena itu pula gerakan keagamaan pertama sampai di tempat ini. Sungguh benar kaidah sejarah bahwa paham agama yang berkembang di sebuah masyarakat ditentukan oleh paham apa yang pertama bersentuhan masyarakat itu;   maka tidak heran jika mereka lebih memilih paham NU yang datang menyusul kemudian. Di akhir tahun 1939-an Paman saya K. H. Muh. Yasin (Annangguru Kacing) seorang yang terpandang ulama di desa ini. Ketika terjadi perbedaan paham tarekat keagamaan dengan seorang tokoh, membuat ia komflik, dampaknya ia berhijrah ke Mekkah dengan menjual semua harta bendanya yang ada di kampung. Beliau beruntung ketika tiba di Mekkah, karena dipercaya memberikan pengajian di Mesjd Haram dan menjadi Syekh bagi jemaah yang menunaikan ibadah haji dari Nusantara. 

Sejak ia meninggalkan tanah air tidak pernah lagi kembali ke kampung sampai ia meninggal dunia tahun 1980. Tulisan  ini menggambarkan bahwa seseorang di kampung ini dianggap sesat jika ada orang lain berbeda pendapat dengannya. Itu juga sebabnya, jika ada paham yang beda dengan yang ada dianggapnya sesat, dapat dipahami jika paham di desa ini bersifat ho.ogen, yaitu konvensional tradisionalis yang akan dikemukakan pada uraian berikutnya.

Sekitar tahun 1983 saya mendapat tugas dari IAIN Alauddin ke Perguruan Asadiyah Sengkang untuk mengawas ujian Kopertais. Di sana saya bertemu dengan dosen senior, Abdullah Maratan. Beliau berkisah tentang pengalaman pribadinya ketika di Mekkah bahwa yang mengajar mengaji di Masjid Haram adalah Syekh Muhammad Yasin al Mandary. Penilitian ini berusaha menyampaikan seobjektif mungkin tanpak memihak kepada satu paham atau firqah keagamaan. Saya pun sedang berusaha melakukan redepinisi muslim berdasarkan pengalaman rihlah di lima benua dan bertemu berbagai tokoh dari berbagai paham keagamaan. Yaitu seorang muslim jika ia sudah bersyahadat dengan tulus berdasarkan Alquran dan Hadis; itu adalah saudara kita sesama muslim yang wajib di cintai. Mungkin ada yang tidak senang pada pandangan seperti ini, tetapi merasa saya sudah tidak lagi butuh pujian seseorang. Saya sekarang berpandangan biarlah banyak orang benci asal Allah dan Rasulnya tetap mencintai.

Wasalam,
Kompleks GPM, 19 Maret 2024

USMAN SUIL || RENUNGAN RAMADHAN (08)


Puasa dan terorisme

Kurang lebih lima tahun yang lalu pembunuhan dengan cara sadis memakai alat peledak ditengah-tengah keramaian. Menjadi moment penting untuk kita renungi adegan radikal tersebut. Kejadian ledakan bom di Polrestabes Surabaya, senin, 14 Mei 2018 pagi, pada kelompok  umat islam tertentu  menyambut bulan suci ramadhan dengan cara membunuh.

Kejadian ini sangat memprihatinkan bagi umat islam tanpa terkecuali. Kenapa tidak, sebab adanya ketidaksesuaian antara ideologi dan praktiknya dalam tubuh islam itu sendiri. Padahal kita tahu bahwa banyak ayat dalam al-qur’an yang menekankan untuk tidak adanya paksaaan dalam beragama dan ayat yang berkaitan dengan toleransi serta ayat yang berbicara masalah dilarangnya saling menyakiti apalagi membunuh. 

Mentalitas para kaum jihadisme sebenarnya telah jauh dari alam kerumunan, telah melanggar fitrahnya dan telah hilang nilai estetik dalam jiwanya, membuang empati dalam dirinya dan mengandalkan selera pribadinya. Kesadaran terhadap antar kelompok telah mati sehingga yang tumbuh kuat adalah kesadaran kepada individualitas kelompoknya sendiri. Nah ini tentu berbahaya apabila penyakit seperti ini terus menyebarkan virus-virusnya sebab akan membuat hidup ini menjadi ajang pertarungan. 

Dari sisi gerakan sosial, saya teringat salah satu gold power bangsa seperti Tan Malaka, beliau pernah bertutur: terbentur, terbentur, terbentur hasilnya akan terbentuk maksud dari kata ini tidaklah salah, karena untuk menciptakan hasil yang utuh maka memerlukan benturan terlebih dahulu. Akan tetapi kita membutuhkan  kejelian untuk menginterpretasi perkataan tersebut. Jika tidak, maka kesannya bahwa terbentur akan terbentuk sepenuhnya akan mendukung para kaum terorisme. 

Beliau mengatakan demikian dalam suasana genting dan konteksnya pada saat itu memang pas dan tepat untuk menguatkan atau memberikan motivasi kepada para pejuang bangsa pada saat itu. Kemudian akan lebih tepat jika kita artikan saat ini yaitu jiwa yang mengalami benturan beberapa kali akan terbentuk dengan sendirinya. Makin banyak huru-hara dalan kehidupan akan membuat jiwa semakin tegar dan kuat. Saya kira lebih tepat kita tafsirkan seperti itu. 

Sementara dari sisi bulan suci ramadhan, maka kita dapat melihat perintah yang mewajibkan melaksanakan puasa. Dalam tinjauan ilmu ushul fiqhinya, dapat kita mengintip sedikit dari pembahasan mafhum muwafaqahnya. Artinya kita dapat melihat apa saja yang diwajibkan dalam puasa. Seperti adanya pelarangan untuk tidak makan, minum, menggunjing orang lain. Kalau yang halal saja tidak diperbolehkan (seperti makan)  maka mebunuh apalagi.

Pendapat dari ilmuan islam seperti imam Gazali terkait masalah puasa. Menurut beliau, puasa merupakan ibadah yang cukup tua sebab perintah untuk menjalankannya tidak hanya pada kaum nabi penutup akan tetapi juga pada nabi-nabi sebelumnya. Dari nabi Adam sampai hari ini puasa telah diperintahkan hanya saja konteks pelaksanaannya yang berbeda. Ini membuktikan betapa mulianya bulan suci ramadhan.

Bukti kemuliaan bulan suci ramadhan yang lain adalah dengan adanya perintah untuk menyambut kedatangannya. Itu artinya bahwa bulan puasa memiliki kandungan yang levelnya tinggi. Mengapa Allah mewajibkan makhluknya untuk berpuasa? Apakah keuntungannya kembali kepada-Nya? Jawabannya adalah bahwa hakikat ibadah suci ini tidaklah berbicara masalah untung dan rugi. Allah mewajibkan sebab Dia sangat mengerti faedah dan manfaat bagi manusia, baik lahir maupun bathinnya. Bukankah ini adalah bentuk kasih sayangNya? Tentu jawabannya adalah ia sebab puasa itu melenyapkan dimensi setan dalam diri dan dengan puasa kesabaran menjadi lebih kokoh.

Imam Gazali juga mengatakan, pada dasarnya Allah tidak butuh lapar dan hausnya akan tetapi butuh manfaatnya. Dari sini kita dapat melihat, orang yang berpuasa hanya pada tingkatan lapar dan haus, biasanya akhir puasanya melakukan pembalasdendaman dengan cara makan sebanyak-banyaknya pada waktu berbuka puasa. Rumusnya “Puasa + lapar dan haus = balas dendam”. Ini tentu sangat berkaitan dengan tindakan para kaum jihadisme saat ini. Hubungannya yaitu Menegakkan syariat islam dengan cara kebencian. Lalu  apa hubungannya dengan balas dendam? Hubungannya adalah sama-sama dalam ruang kebencian dan sama-sama rakus. Puasa orang pada level lapar dan haus akan rakus dalam berbuka puasa begitu juga dengan kaum jihadisme (dalam tanda kutip) mereka rakus dalam meneggakkan syariat, akibatnya membunuh islam dari dalam.

Doa hari ke 08

اَللَّهُمَّ ارْزُقْنِيْ فِيْهِ رَحْمَةَ الأَيْتَامِ وَ إِطْعَامَ الطَّعَامِ وَ إِفْشَاءَ السَّلاَمِ وَ صُحْبَةَ الْكِرَامِ بِطَوْلِكَ يَا مَلْجَأَ الآمِلِيْنَ

Artinya : Ya Allah, anugrahilah kepada kami rasa sayang terhadap anak-anak yatim dan suka memberi makan (orang miskin) serta menyebarkan kedamaian dan bergaul dengan orang-orang mulia dengan kemurahanmu wahai tempat berlindung bagi orang-orang yang berharap

Tulisan lama lima tahun lalu (Jakarta Timur, 15 Mei 2018)

Usman Suil

Minggu, 17 Maret 2024

USMAN SUIL || RENUNGAN RAMADHAN (07)


Dituliskan untukmu berpuasa

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيۡكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ
"Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,"
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 183)

Hal menarik dalam ayat ini adalah dari kata "Kutiba" yang artinya diwajibkan. Padahal kalau dilihat dari segi bahasa seharusnya memakai kata "furidha" (yaa ayyuhalladzina aamanu furidha) atau "wujiba" (yaa ayyuhalladzina aamanu wujiba)  yang artinya diwajibkan. Seperti niat shalat yang memakai kata "Fardh". Tetapi pada ayat ini memakai kata yang berbeda tetapi memiliki arti yang sama, yakni sama-sama mempunyai arti "diwajibkan."

Kalau dikembalikan dari makna aslinya dari kata "kutiba" berarti "telah dituliskan" bukan "diwajibkan" tetapi seluruh umat islam sepakat kalau artinya adalah diwajibkan dan corak tafsir fiqhi ini sangat populer di kalangan Muslim. Penceramah-penceramah di mesjid ketika membacakan ayat puasa ini semuanya mengartikan yang sama yakni "diwajibkan" bukan "dituliskan" sebagaimana dari kata dasar aslinya. Barangkala memang kita tidak pernah terpikirkan kesana atau karena memang sifatnya sangat rahasia.

Terkait hal ini, ada satu ulama Indonesia yang pernah menyinggung makna kutiba pada ayat puasa ini, beliau adalah Prof. Dr. K.H. Abdul Syakur Yasin, M.A, yang dikenal sebagai Buya Syakur, beliau yang tidak lama ini telah tutup usia semoga amal ibadahnya diterima disisi-Nya. Heningkan cipta sejenak untuk mengirimkan surah al-fatiha untuk beliau. Al-Fatihah. Aamiin..

Beliau menafsirkan kata kutiba tersebut sebagai perintah puasa yang kewajibannya secara tertulis dan juga tanda bahwa puasa itu sangat penting. Beliau membagi dua jenis perintah dari Allah. Yaitu perintah secara lisan dan yang lainnya perintah secara tulisan. Puasa termasuk perintah secara tulisan. Beliau melanjutkan dengan memberikan perumpamaan seperti halnya undangan dalam suatu acara yang ditulis kemudian di stempel lalu ditanda tangani. Seperti itulah perintah puasa yang distempel secara resmi oleh Allah. Untuk itu kata perintah  ayat dalam ini memakai kata kutiba yang artinya dituliskan.

Sementara menurut K.H. Musta'in Syaifi'i bahwa kata kutiba memilki perspektif psikologis. Makna kata "kutiba" (dituliskan) menjadi lebih memandang bahwa manusia itu sesungguhnya telah dicatat oleh Allah Swt untuk berpuasa. Bermakna pula bahwa sejatinya manusia telah digariskan atau ditakdirkan oleh Allah untuk melakukan puasa. Utamanya puasa ramadhan. Berpuasa berarti menahan hawa nafsu walaupun hawa nafsunya telah dihalalkan. 

Lantas, hal apa yang bisa dijadikan pelajaran? Terlepas dari kedua makna yang telah disampaikan diatas bahwa al-Quran memilki begitu banyak rahasia di dalamnya. Sebagaimana kata Sahabat Nabi Ali bin Abi Thalib, "setiap huruf pada ayat Allah memiliki empat puluh makna dan disetiap satu makna memilki empat puluh kandungan rahasia." Seumur hidup pun hanya untuk mempelajari Al-Quran tidak akan cukup mengurai semua makna-makna di dalamnya. Terbukti sudah ratusan bahkan ribuan kitab tafsir al-quran yang dikarang oleh para ulama-ulama Islam yang isinya tetap saja berbeda-beda. 

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

ذَٰلِكَ ٱلۡكِتَٰبُ لَا رَيۡبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى لِّلۡمُتَّقِينَ
"Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa," (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 2)

Doa hari ketujuh

اَللَّهُمَّ أَعِنِّيْ فِيْهِ عَلَى صِيَامِهِ وَ قِيَامِهِ وَ جَنِّبْنِيْ فِيْهِ مِنْ هَفَوَاتِهِ وَ آثَامِهِ وَ ارْزُقْنِيْ فِيْهِ ذِكْرَكَ بِدَوَامِهِ بِتَوْفِيْقِكَ يَا هَادِيَ الْمُضِلِّيْنَ

Artinya : Ya Allah, bantulah aku untuk berpuasa dan shalat malam serta jauhkan aku dari kesia-siaan dan perbuatan dosa. Anugrahi aku di dalamnya dengan dawamnya ingat pada-Mu dengan taufik-Mu wahai yang menunjuki orang tersesat

DESA PAMBUSUANG DALAM LINTASAN ANTROPOLOGI SEJARAH (01)

DESA PAMBUSUANG DALAM LINTASAN ANTROPOLOGI SEJARAH (1)
by Ahmad M. Sewang 

Pendekatan antropologi sejarah adalah upaya memahami suatu masyarakat dengan memperhatikan wujud praktek keagamaan dalam sebuah  perkembangan. Motivasi yang mendorong penulis meneliti desa ini adalah ketika mendengar pernyataan seorang dosen UNM di sebuah pertemuan bahwa Desa Pambusuang yang berpenduduk sedikit tetapi terbanyak memproduksi ulama dan ilmuan di Sulawesi Barat. Mendengar itu saya mulai mengumpulkan peristiwa-pristiwa penting dalam sejarah desa ini. Hasilnya saya kirim ke beberapa tokoh dan WA untuk dikritisi. Dengan tujuan yang sama kita rencanakan untuk merencanakan seminar di desa ini setelah lebaran nanti dengan mengundang mereka yang sementara studi atau bekerja di  luar. Saya sadar seperti ungkapan Imam Syafii, "Semakin banyak saya tahu, semakin banyak yang saya tidak tahu." Mengingat ilmu Tuhan begitu luas, sedang umur manusia terbatas(Lihat QS al Kahfi 109).
Desa Pambusuang  berada di Kabupaten Polman, Provinsi Sulawesi Barat km 286 sebelah utara kota Makassar. Desa ini terbelah dua oleh jalan poros yang membentang di tengah dari Timur ibu kota kabupaten Polewali menuju Barat ke kota Majene. Di sebelah utara desa terbentang gunung yang disebut gunung Lego dan di sebelah selatan terdapat teluk yang disebut teluk Mandar. Menurut salah seorang guru Pesantren, Ilham Sopu bahwa jumlah murid ibtidaiyah, Stanawiyah, dan Aliyah yang tergabung dalam Pesantren Nuhiyah sekitar400 murid. 

Ulama pertama kali yang menyebarkan Islam dan mermelahirkan banyak ulama dari generasi ke generasi adalah KH Muhammad Nuh yang diperkirakan lahir pada abad ke-19. Karena itu namanya diabadikan dalam bentuk lembaga pesantren bernama Pesantren Nuhiyah.
Dari KH Muhammad Nuh kemudian memunculkan generasi berikunya, yaitu K. H. Muhammad Tahir (Imam Lapeo), selanjutnya generasi K. H. Sahabuddin (Annangguru Hawu), K. H. Muh. Yasin (Annangguru Kacing), K. H. Muh. Alwi (Annangguru Kaiyyang), kemudian generasi K. H. Muhammad Saleh, K. H. Abd. Galib (Annangguru Gale), K. H. Abd Hafid, K. H. Ismail, K.H. Sayyid Thaha, K.H. Abd. Hadi, KH. Muh. Said, K. H. Abdullah dan K. H. Abd. Rasyid (Imam Sawang). Para generasi di atas, kemudian disusul generasi berikunya, yaitu
Generasi K. H. Muh. Yasin, K. H. Abdurrahman, K.H. Syauqaddin dan K. H. Muh. Alwi. Kemudian lahir generasi  terakhir sebagai pembina pengajian di Pambusuang sekarang, di antaranya K. H. Muh. Bisri Jinis (pengasuh pondok pesantren Nuhiyah sekarang), KH. Abd. Syahid Rasyid (Ketua MUI Polman/pengaruh pondok pesantren Jare'je Pambusuang), K. H. Muhasib Kamaluddin dan K. H. Herman Aziz. Generasi terakhir ini, mereka tdak lagi berguru langsung secara fisik pada generasi ulama  di atas (KH. Hafid)

Generasi sekarang yang konsen pada pengajian dan pendalaman nahwu sharaf yang langsung  pada praktik pengajian kitab kuning secara terus menerus setiap hari dalam bentuk halakah adalah KH Syahid Rasyid. Di samping Pesantren Nuhiyah yang pengasuhnya melakukan pengajian kitab kuning di masjid Jsmi' Pambusuang, maka dapat diprediksi masa depan akan banyak melahirkn ulama. Bahkan informasi yg didapatkan, generasi santri muda di Pambusuang (khususnya di ponpes Jare'je) sudah biasa dalam pengajian membaca kitab-kitab standar atau kitab kuning yang lain. Perlu diketahui, setiap bulan suci Ramadhan, Pambusuang didatangi para santri musiman
belajar nahwu saraf selama satu bulan Ramadhan dari berbagi daerah di Suawesi Selatan dan Barat.

Setelah mencoba meneliti secara sambil lalu desa ini, mulai saya rethinking bahwa andai belum doktor, saya akan jadikan desa ini sebagai objek penelitian karena begitu menarik tentang potensi sumber daya insan yang dimiliki desa ini. Saya berdoa semoga ada generasi baru bisa melanjutkannya dalam bentuk penelitian disertasi, saya meneliti Islamisasi Gowa ketika dapat kesempatan riset selama setahun di Leiden University karena belum melihat ada penelitian yang menarik di Mandar. Itu juga alasan untuk menyebarkan tulisan in agar ada mahasiswa doktoral menelitinya. Sekali lagi bahwa saya merasa gembira jika ada generasi baru menjadikan desa ini sebagai objek peneletian disertasi, selain itu saya harap pada pembaca yang ingin para netizen menkritisinya nanti setela selesai semua ditelaah, berhubung karena tulisan ini berseri. Jadi alangkah sempurnanya jika nanti selesai  semua dibaca, baru dikritisi. Saya bereharap setelah sekesai lebaran saya mengundang turun ke Pambusuang untuk seminar tentang sejarah desa ini   dengan mengharapkan seluruh terpelajar penduduk hadir pada seminar nanti di desa ini. Sebagai orang yang lahir di desa ini, maka saya telah menulis biografi dan auto biografi pribadi yang diharapkan sebagai bahan yang bisa melengkapi⁰⁰ para peneliti yang berminat nanti. (Bersambung)

Wasalam,
Komleks GFM,  18 Maret 20240

Sabtu, 16 Maret 2024

USMAN SUIL || RENUNGAN RAMADHAN (06)


Menumbuhkembangkan Sikap Wara'

Ada dua penyebab seseorang hanya akan mendapatkan lapar dan haus di bulan suci ramadhan, yaitu kebodohan dan kurangnya kehati-hatian. Sikap menyepelekan sesuatu adalah pangkal dari segala perbuatan maksiat. Ketidakhati-hatian inilah yang membuat kita selau merasa aman melakukan maksiat. Tidak memiliki tanggung jawab juga dikarenakan sikap wara tidak pernah kita tekuni. Korupsi dan kolusi mudah terpapar kepada para pejabat karena tidak memiliki sikap kehati-hatian. Banyak pejabat tidak amanah karena juga tidak menumbuhkan sifat wara dalam dirinya.

Begitu besar kasih sayang Allah yang selalu memberikan jalan kepada setiap hambanya termasuk dalam ibadah puasa sebagai jalan menempuh kemuliaan. Ibadah puasa mengajarkan sikap wara'. Kembali dari definisi wara adalah kehati-hatian maka puasa termasuk cara untuk menumbuhkembangkan sifat wara'. Dalam puasa kita tidak diperbolehkan makan, minum dan jima'. Artinya sesuatu yang halal pun dilarang  maka bagaimana dengan yang haram? Bukankah ini bisa dikatakan bahwa puasa itu mengajarkan wara?

Dasar bagi keutamaan ruhaniah adalah apa yang telah diharamkan Allah. Oleh karena itu maqam kesucian seseorang ditentukan dari semampu apa ia menjauhkan diri dari perkara yang haram. Ketika menekuni sikap wara pada setiap prilaku akan memudahkan seseorang untuk melepaskan diri dari apa yang telah dilarang Tuhan. Puasa melampaui ini semua dengan kata lain puasa adalah wara diatas wara (wara plus). Karena puasa merupakan neraca tahunan bagi umat Islam untuk menginstropeksi diri sejauh mana ia telah menjauhkan diri dari perkara haram dan sedekat apa ia telah melaksanakan perintah-perintah-Nya. 

Diriwayatkan bahwa Imam Ali Zainal Abidin pernah berkata: "berdusta dalam masalah-masalah sepele akan melahirkan melakukan keberanian-keberanian dalam masalah besar." Berarti seseorang yang apabila menyepelekan setiap perkara dosa sekecil apapun itu akan menuntun dirinya untuk melakukan dosa besar lantaran tidak mengajari dirinya untuk bersikap wara.

Ketika output puasa adalah "takwa" maka kendaraan yang pas untuk dipake bagi setiap sopir adalah sikap wara'. Karena dengan wara' ia akan lebih hati-hati terhadap segala sesuatu yang dianggap ragu atasnya. Akan menolak barang yang syubhat, perkara yang tidak diketahui halal-haramnya. Sufyan Ats-Tsaury menegaskan: "saya tidak melihat yang lebih mudah ketimbang wara'. Jadi apa yang mengganjal dalam dirimu tinggalkan saja."

Suatu ketika Rasulullah mendengar seorang perempuan memaki-maki budaknya pada bulan Ramadhan, beliau pun memanggil perempuan itu kemudian menyuruhnya untuk berbuka puasa. Perempuan itu menjawab: innii sho'imah (aku berpuasa). Rasulpun berkata: bagaimana mungkin kamu berpuasa sedang kamu memaki-maki budakmu." Juga suatu ketika seseorang berkata kepada Nabi, bahwa seseorang telah berpuasa di siang hari menghabiskan malamnya untuk shalat tetapi lidahnya menyakiti tetangganya. Nabi menjawab: dia di neraka." 

Rasulullah bersabda: 

كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوْع وَالْعَطْش 

Artinya, “Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan sesuatu dari puasanya kecuali rasa lapar dan dahaga” (HR An-Nasa’i).

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

فَوَيۡلٞ لِّلۡمُصَلِّينَ ٱلَّذِينَ هُمۡ عَن صَلَاتِهِمۡ سَاهُونَ
"Maka celakalah orang yang sholat, (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap shalatnya." (QS. Al-Ma'un 107: Ayat 4-5)

Orang yang lalai dalam shalatnya adalah mereka yang apabila shalat tidak menghadirkan kehati-hatian, karena tidak kehati-hatiannya itulah yang membuat dirinya pamer ketika shalat sebagaimana diperjelas pada ayat berikutnya.

ٱلَّذِينَ هُمۡ يُرَآءُونَ
"yang berbuat riya'," (QS. Al-Ma'un 107: Ayat 6)

Jadi supaya ibadah kita tidak hanya pada kekeringan tenggorokan dan kekosongan perut, maka berusaha semaksimal mungkin untuk menumbuhkembangkan prilaku wara'. Melatih agar menjadi lebih kuat sehingga kita termasuk orang yang panen banyak di bulan ini. Wallahu a'lam bisshowab.

Doa hari keenam

اَللَّهُمَّ لاَ تَخْذُلْنِيْ فِيْهِ لِتَعَرُّضِ مَعْصِيَتِكَ وَ لاَ تَضْرِبْنِيْ بِسِيَاطِ نَقِمَتِكَ وَ زَحْزِحْنِيْ فِيْهِ مِنْ مُوْجِبَاتِ سَخَطِكَ بِمَنِّكَ وَ أَيَادِيْكَ يَا مُنْتَهَى رَغْبَةِ الرَّاغِبِيْنَ

Artinya : Ya Allah! Janganlah Engkau hinakan aku di bulan ini karena perbuatan maksiatku terhadap-MU, dan janganlah Engkau cambuk aku dengan cambuk balasan-MU. Jauhkanlah aku dari hal-hal yang dapat menyebabkan kemurkaan-MU, dengan kelembutan dan ketinggian rahmat-Mu, Wahai pegangan terakhir orang-orang yang berkeinginan

Usman Suil.

Jumat, 15 Maret 2024

USMAN SUIL || RENUNGAN RAMADHAN (05)


Jangan Remehkan Orang Lapar

Banyak hadits Nabi dan juga para ulama telah menyinggung keutamaan dari orang yang lapar. Dalam kitab Mukasyafatul Qulub misalnya, yang ditulis oleh Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali, beliau menyebutkan beberapa keutamaan lapar. Nabi pernah bersabda: “Hidupkanlah hatimu dengan sedikit tertawa dan sedikit kenyang dan sucikanlah ia dengan lapar, pasti hatimu menjadi bersih dan lembut.”

Menurut Imam Al-Ghazali, lapar sekurang-kurangnya memiliki sepuluh keutamaan, yaitu:
1. Ibadah menjadi tekun.
Kata imam Al-ghazali, “lapar bisa mencegah tidur sehingga waktu yang tersita karena makanan bisa dialihkan untuk beribadah kepada Allah Swt, seperti berdzikir dan munajat.

2. Sedikit tidur.
Dengan sedikit tidur dapat mengekalkan malam untuk beribadah. Banyak makan menyebabkan mudah ngantuk.

3. Tidak mudah terkena penyakit.
Lapar dapat menyehatkan kondisi fisik. Dalam dunia kedokteran juga mengakui bahwa sebagaian kesehatan didapatkan dari sedikitnya memasukkan makanan kedalam perut. Begitu banyak penyakit yang ditimbulkan akibat dari banyaknya makanan yang dikomsumsi. Nabi bersabda: “Berpuasalah! Maka kamu akan sehat.” Titik balik dari hadits ini sudah jelas, kalua lapar menyehatkan maka kenyang akan mendatangkan banyak mendatangkan penyakit.

4. Hemat.
Imam al-Ghazali menjelaskan: “Jika kebutuhan lebih besar, seseorang akan bekerja keras dan bisa saja mencari harta dengan cara tidak halal. Ia menjadi rakus, tidak hanya terhadap makanan tetapi rakus terhadap harta kekayaan.” Dengan lapar orang menjadi hemat karena dengan sedikitnya makan tentu belanja juga akan lebih sedikit.

5. Sosialis.
Orang lapar tidak akan boros menghabiskan hartanya untuk dibelanjakan. Tidak boros sangat berpotensi memiliki banyak simpanan. Tentu dengan adanya simpanan dikarenakan tidak boros memiliki banyak peluang untuk menyedekahkan harta miliknya. Artinya syarat untuk bersedekah adalah adanya harta yang disedekahkan. Meskipun memilki kemauan memberi fakir miskin kalua tidak memiliki harta juga mustahil bisa memberi.

6. Khauf.
Ketakutan yang disebabkan karena lapar akan membuat seseorang lebih takut kepada Allah, merasa dirinya tidak memiliki kemampuan diatas kekuasaan Allah Swt.

7. Menghilangkan kesombongan.
Orang lapar lebih berpotensi tidak sombong. Kesombongan akan lebih mudah dilakukan oleh orang-orang yang  perutnya sedang kenyang. Sifat mengkufuri nokmat juga akan mudah dihancurkan oleh rasa lapar. Dalam hal ini, Imam Al-Ghazali menerangkan: “sesungguhnya kebahagiaan manusia adalah bahwa ia terus menerus menyaksikan dirinya dengan mata kehinaan dan kelemahan. Lalu menyaksikan kemuliaan Allah Swt. Karena itu dengan lapar, seseorang akan merasa butuh kepada Tuhannya.”

8. Mencerdaskan pikiran
Nabi bersabda: “Barang siapa melaparkan perutnya pasti pikirannya luas dan hatinya cerdas.” Singkatnya, berdasarkan konsekuensi keadaan orang yang sedang lapar akan cenderung lebih banyak berpikir sementara orang kenyang akan cenderung banyak istirahat. Berpikir dalam keadaan perut kosong lebih mudah mendapatkan ide dari pada berpikir dalam keadaan perut terisi penuh.

9. Hati menjadi bersih dan lembut
Imam Al-Ghazali mengatakan, lapar bisa membuat hati lembut dan bersih sehingga siap menjalankan dzikir, ada banyak dzikir yang diucapkan di lidah namun dzikir tersebut tidak sampai kenikmatannya ke dalam hati.
Nabi pernah bersabda: “Hidupkanlah hatimu dengan sedikit tertawa dan sedikit kenyang dan sucikanlah ia dengan lapar, pasti hatimu menjadi bersih dan lembut.” Ibnu Abbas RA mengatakan bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Barang siapa kenyang dan tidur, pasti hatinya keras.” Kemudian beliau bersabda lagi, “Setiap sesuatu mempunyai zakat dan zakatnya badan adalah lapar.” (HR Ibnu Majah).

10. Pengendalian nafsu syahwat.
 Dengan lapar, seseorang akan meliburkan nafsu mulutnya untuk makan dan minum, meliburkan perutnya untuk kenyang, dan meliburkan panca indra yang lain sehingga hawa nafsu mudah dikendalikan.

Dikutip dari Channel YouTube Multimedia KH Miftachul Akhyar, Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini menjelaskan bahwa melaparkan perut membuat hatinya dipenuhi Nur dari Allah Swt. Beliau berkata: “Jika seseorang mengurangi makannya, termasuk minumnya. Makan dan minum tidak banyak-banyak, secukupnya maka batinnya, dadanya, hatinya akan dipenuhi Nur oleh Allah Swt.” Lanjutnya, “Setelah hati penuh cahaya, terang, bersih maka Bashiroh (mata hati) nya juga bersih dan tajam. Selain itu hatinya akan lunak, mudah menerima hal baik sehingga bisa merasakan lezatnya munajat kepada Allah Swt.”

Tentu lapar yang dimaksud bukan lapar karena tidak memiliki kemampuan untuk membeli makanan, tetapi lapar disini adalah laparnya orang-orang yang secara sengaja memilih untuk tidak mengenyangkan perutnya hanya untuk mewaspadai dan mengontrol hawa nafsunya. Beliau juga mengatakan bahwa sejak dari dulu para ulama membiasakan melaparkan perutnya dan ini juga menjadi prilaku-prilaku para kekasih Allah ketika sedang proses menuju Allah Swt. Wallahu a'lam bisshowwab

Doa Hari Kelima (5) Ramadan 🤲🏻 :

اَللَّهُمَّ اجْعَلْنِيْ فِيْهِ مِنَ الْمُسْتَغْفِرِيْنَ وَ اجْعَلْنِيْ فِيْهِ مِنْ عِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ الْقَانِتِيْنَ وَ اجْعَلْنِيْ فِيْهِ مِنْ أَوْلِيَائِكَ الْمُقَرَّبِيْنَ بِرَأْفَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ 

Artinya:

"Ya Allah, jadikanlah aku di bulan ini dari golongan orang-orang yang memohon pengampunan, jadikanlah aku di bulan ini dari dari golongan hamba-hamba-Mu yang salih dan pasrah, dan jadikanlah aku di bulan ini dari golongan para kekasih-Mu yang dekat dengan-Mu. Dengan kasih sayang-mu wahai Dzat Yang Lebih Pengasih dari para pengasih,".

Usman Suil

Kamis, 14 Maret 2024

USMAN SUIL || RENUNGAN RAMADHAN (04)


Kesalahpahaman Perempuan di Bulan Ramadhan

Ramadhan adalah momentum paling istimewa karena merupakan bulan ibadah, bulan sosial, bulan ekonomi, bulan silaturrahmi, bulan tarbiyyah dan dari segala aspek kebaikan disentuh oleh bulan ramadhan. Hal inilah yang membuat umat Islam antusias dan bergembira menyambutnya.

Seminggu sebelum bulan Ramadhan tiba, istri saya mengeluh karena masih mempunyai hutang qadha puasa akibat menstruasi pada bulan puasa sebelumnya. Ada hal menarik dari keadaan biologis perempuan di bulan ramadhan dengan sikap dan mental mereka ketika menyambut bulan suci ramadhan hingga di pertengahan sampai akhir ramadhan.

Keistimewaan Ramadhan juga sangat dirindukan para kaum hawa, tapi disamping itu juga muncul rasa kecewa akibat kondisi kodrati seorang perempuan yang mau tidak mau harus tidak berpuasa ketika kondisi kodrati itu tiba dan diharuskan mengganti di bulan-bulan lainnya.

Adanya haid atau nifas pada perempuan membuat hampir semua perempuan menganggap didiskriminasi oleh bulan ramadhan karena tidak sanggup menjalankan puasa secara utuh dan ibadah-ibadah lainnya di bulan ini. Anggapan ini krusial karena dapat menyebabkan penyalahan terhadap syariat Allah khususnya di bulan Ramadhan.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

وَيَسۡئَلُونَكَ عَنِ ٱلۡمَحِيضِ ۖ قُلۡ هُوَ أَذًى فَٱعۡتَزِلُواْ ٱلنِّسَآءَ فِي ٱلۡمَحِيضِ وَلَا تَقۡرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطۡهُرۡنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرۡنَ فَأۡتُوهُنَّ مِنۡ حَيۡثُ أَمَرَكُمُ ٱللَّهُ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلتَّوَّٰبِينَ وَيُحِبُّ ٱلۡمُتَطَهِّرِينَ
"Dan mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang haid. Katakanlah, "Itu adalah sesuatu yang kotor." Karena itu jauhilah istri pada waktu haid; dan jangan kamu dekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 222).

Ketika haid berarti perempuan sama sekali tidak dibenarkan untuk berpuasa karena haid merupakan sesuatu yang kotor, darah yang keluar dari tubuh perempuan akibat adanya pembersihan rahim. Hal inilah yang kemudian membuat perempuan merasa tidak bisa secara utuh menjalankan ibadah puasa. Aggapan ini keliru karena meninggalkan puasa akibat haid atau nifas juga merupakan bagian dari ibadah.

Ibadah secara etimologi berarti merendahkan diri atau tunduk. Adapun secara terminologi ibadah bermakna taat kepada Allah dengan menjalankan segala perintahnya serta manjauhi larangannya. Manusia diciptakan hanya untuk menyembah, tunduk dan patuh secara total kepada perintah dan larangan Allah  Swt. 

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ
"Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku."
(QS. Az-Zariyat 51: Ayat 56)

Sudah dijelaskan diatas kalau ibadah adalah ketundukan maka meninggalkan puasa karena haid ataupun nifas juga bagian dari ibadah karena tidak melaksanakan laranngan Allah. Perkara menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah adalah bentuk ketaatan. Haid adalah kodrat perempuan yang tidak bisa dihindari, ini bagian dari kehendak Allah. 

Jadi, perempuan yang dengan ikhlas tidak menyentuh al-Qur''an, tidak tarwih, tidak puasa karena adanya halangan secara kodrati itu, maka sesungguhnya sedang beribadah karena tetap melakukan kebaikan yakni meninggalkan yang diharamkan Allah. Apabila berpuasa dalam keadaan masih haid, maka justru inilah yang melanggar perintah sekaligus larangan Allah terkait masalah hukum syar'i tentang haid.

Laki-laki yang berpuasa dapat pahala karena menjalankan perintah sementara perempuan yang tidak berpuasa karena halangan (haid atau nifas) juga mendapat pahala karena menjauhi larangan. Begitu besar rahmat Allah pada kaum perempuan dalam keadaa tidak lapar dan dahaga pun tetap mendapat ganjaran pahala dari-Nya. Oleh karena itu, perempuan jangan merasa didiskriminasi oleh syariat berpuasa. Wallahu a'lam bisshowab.

Doa Hari Keempat (4) Ramadan 🤲🏻 :

اَللَّهُمَّ قَوِّنِيْ فِيْهِ عَلَى إِقَامَةِ أَمْرِكَ وَ أَذِقْنِيْ فِيْهِ حَلاَوَةَ ذِكْرِكَ وَ أَوْزِعْنِيْ فِيْهِ لأدَاءِ شُكْرِكَ بِكَرَمِكَ وَ احْفَظْنِيْ فِيْهِ بِحِفْظِكَ وَ سِتْرِكَ يَا أَبْصَرَ النَّاظِرِيْنَ

Artinya: 

Ya Allah! Mohon berikanlah kekuatan kepadaku, untuk menegakkan perintah-perintah-MU, dan berilah aku manisnya berdzikir mengingat-MU. Mohon berilah aku kekuatan untuk bersyukur kepada-MU, dengan kemuliaan- MU. Dan jagalah aku dengan penjagaan-MU dan perlindungan-MU, Wahai dzat Yang Maha Melihat.

Usman Suil

Rabu, 13 Maret 2024

USMAN SUIL || RENUNGAN RAMADHAN (O3)


Puasa: Melapar-hauskan Jasmani Mengenyangkan Rohani

Apa itu puasa?
Sebetulnya tidak ada kata puasa dalam literatur Arab karena yang ada adalah shiyam atau shaum. Puasa berasal dari bahasa sangsekerta yakni upavasa yang berarti kembali mendekat dan menetap bersama Tuhan. 

Apa itu puasa? 
Pada level bahasa, puasa berarti imsak menahan atau menghentikan. Pada level syariat puasa berarti tidak makan, tidak minum dan tidak berhubungan suami  istri dari terbitnya fajar sampai waktu terbenamnya matahari. Pada level makna, puasa berarti perjalanan yang sifatnya mendidik (maslakun tarbawi) untuk membebaskan diri dari belenggu hawa nafsu atau memerdekakan diri dari penjara panca indra, melepas diri dari budak mata, mulut, perut, telinga, tangan, kaki dan kemaluan.

Apa itu puasa?
Pada level maknawi, puasa berarti memberi makanan kepada bathin untuk menyambut kedekatan dengan Allah Swt. Puasa bukan amal melainkan meninggalkan amal bagi mata, mulut, perut, telinga, tangan, kaki dan kemaluan (panca indra) untuk menjauhkan diri dari dosa, pencegahan kepada yang keji dan ingkar. 

Apa itu puasa?
Pada level sufi, puasa berarti tangga untuk mencapai hadrah ilahiyyah, peniadaan diri untuk menghadirkan cahaya Allah Swt. Puasa adalah pendidikan ruhiyyah, menyapih nafsu dari syahwat agar diri keluar dari kunkungan materi, memukul secara paksa untuk menghancurkan kekuatan-kekuatan hawa nafsu.

Apa itu puasa?
Tirmidzi: Puasa adalah tazkiyatun nafs (penyucian diri). Mustaghani: puasa adalah menahan diri dari selain kekasihnya (Allah). Imam Sya'rani: puasa adalah membersihkan aib-aib nafsu dan syetan. At-Thusi: Puasa adalah upaya untuk memiliki sifat shamadi (pertahanan yang kuat). Abdul Karim al-Jilly: puasa adalah pencegahan dari keinginan fisik. Najamuddin al-Kubro: puasa adalah menahan diri dari pandangan makhluk serta menahan diri dari tuntutan ikhtiar. Syekh Faris al-Baghdadi: puasa adalah menggaibkan diri dari pandangan makhluk menjadi pandangan Allah Swt.

Apa itu puasa?
Yusuf al-Qardhawi: puasa adalah meninggalkan dan menahan, menahan dan meninggalkan sesuatu yang mubah untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Ibnu Katsir: puasa adalah menahan diri dari makan, minum dan berjimak dengan niat yang ikhlas karena Allah. Buya Hamka: puasa adalah upaya pengendalian diri seorang hamba terhadap dua syahwat yaitu syahwat seks dan syahwat perut. Sayyid Sabiq: puasa adalah menahan diri dari apapun yang membatalkannya dari subuh hingga terbenam matahari dengan niat. Taqiyuddin Abi Bakar bin Muhammad al-Husaini: puasa adalah pengekangan terhadap hal-hal tertentu dari orang tertentu pada waktu-waktu tertentu disertai dengan kondisi tertentu.

Dari sekian definisi diatas, disimpulkan secara singkat bahwa puasa adalah peniadaan diri karena yang ada hanyalah Allah, menghilangkan sifat jasmani dengan menghadirkan sifat-sifat Allah. Puasa aadalah melaparkan fisik dan mengenyangkan ruhani kita. Dengan kata lain puasa merupakan sifat Allah Swt. Kata Allah: "puasa itu untuk-Ku dan Aku sendirilah yang membalasnya." Wallahu a'lam bisshowab.

Doa Hari Ketiga:

اَللَّهُمَّ ارْزُقْنِيْ فِيْهِ الذِّهْنِ وَالتَّنْبِيْهِ وَبَاعِدْنِيْ فِيْهِ مِنَ السَّفَاهَةِ وَالتَمْوِيْهِ وَاجْعَلْ لِي نَصِيْبًا مِنْ كُلِ خَيْرٍ تُنْزِلُ فِيْهِ بِجُوْدِكَ يَا اَجْوَدَ ْالآجْوَدِيْنَ

Artinya :

Ya Allah! Mohon berikanlah aku rizki akal dan kewaspadaan. dan jauhkanlah aku dari kebodohan dan kesesatan. Anugerahkanlah kepadaku bagian dari segala kebaikan yang ENGKAU turunkan, demi kemurahan-MU, Wahai dzat Yang Maha Dermawan dari semua yang dermawan!. Amiin

Tulisan ini diambil dari catatan-catatan kecil penulis setelah mengikuti beberapa pengajian sebelumnya.

Usman Suil

Selasa, 12 Maret 2024

USMAN SUIL || RENUNGAN RAMADHAN (02)


Puasa Bukan Akademi Fantasi

Puasa seringkali dijadikan semacam perlombaan, kita memang dituntut untuk berlomba kepada kebaikan bukan berlomba memamerkan kebaikan-kebaikan kita selama bulan ramadhan. Bersaing memperlihatkan ibadah akan menggeser tujuan puasa yang sebenarnya. Orang yang berpuasa adalah orang yang melakukan pengkhidmatan secara total kepada Tuhan namun memamerkan ibadah akan menggeser pelayanan kita kepada Tuhan menjadi pelayanan kepada diri sendiri (hawa nafsu).

Puasa itu adalah latihan untuk menekan ego tapi malah semakin memperkuatnya. Puasa itu dilakukan secara "imanan wahtisaban" keimanan dan ketulusan bukan lomba pameran amal seperti halnya akademi fantasi yang mengukur kelebihan kita dilihat dari banyaknya polling sms. Semacam ini termasuk dalam sabda Nabi, hanya mendapatkan lapar dan dahaga. Puasa adalah berhijrah dari rumah ego menuju tamunya Allah, artinya ego harus dibuang karena yang ada hanya Allah semata.

Menjadikan puasa seperti halnya akademi fantasi berarti dalam diri ada sifat ujub (berbangga diri) yang kemudian diekspresikan dengan sifat riya serta keangkuhan. Berbangga diri berarti menganggap dirinya hebat sementara riya membutuhkan penilaian positif dari orang lain.

 Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

وَلَا تَكُونُواْ كَٱلَّذِينَ خَرَجُواْ مِن دِيَٰرِهِم بَطَرًا وَرِئَآءَ ٱلنَّاسِ وَيَصُدُّونَ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ ۚ وَٱللَّهُ بِمَا يَعۡمَلُونَ مُحِيطٞ
"Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang keluar dari kampung halamannya dengan rasa angkuh dan ingin dipuji orang (riya) serta menghalang-halangi (orang) dari jalan Allah. Allah meliputi segala yang mereka kerjakan." (QS. Al-Anfal 8: Ayat 47)

Riya berarti orang yang mencari pendapatan dengan menjual agama, perkataan manis tapi hati srigala, menghendaki amalnya bukan untuk Allah tetapi untuk dirinya sendiri, amalnya tersesat, karena diperuntukan untuk orang lain agar mendapat balasan (minimal balasan pujian), orang yang riya berarti orang yang badannya sehat tetapi hatinya sakit, dan riya juga salah satu bentuk kesyirikan.
Ali bin Abi Thalib berkata:

إِعلَمُوْا أَن يَسِيرَالرِيَاء شِركٌ
"Ketahuilah, sesungguhnya ringan (kecil) nya riya itu adalah syirik."

Deteksi riya dilihat dari tiga tanda, yaitu senang melakukan kebaikan jika dilihat manusia lain, malas apabila sendirian, dan selalu ingin dipuji dengam semua pekerjaannya. Jelas dalam puasa mengajarkan untuk tidak beramal secara riya. Shalat memiliki gerakan, sedekah dan lainnya yang sangat berpotensi seseorang bisa riya tetapi puasa tidak memiliki gerakan sama sekali tidak bisa secara terang-terangan dilihat oleh seseorang. Riya dalam puasa bisa diketahui kalau yang sedang berpuasa menyampaikannya secara lisan. 

Begitu banyak orang yang sengaja melakukan perkumpulan di bulan puasa hanya untuk bergosip, memang anggota badan yang satu ini (lidah) tidak pernah lelah bergerak. Lisan ini selain tidak pernah lelah juga satu kalimatnya mampu menyakiti ribuan orang. Berpuasa berarti ikut memenjarakan lidah dari ketergelincirannya. Ia lebih sulit dilakukan dari pada puasa. Seseorang bisa saja seharian tidak makan, tidak minum, tidak jima' tetapi akan sangat berat dilakukan jika kita juga dituntut untuk tidak bicara seharian. Al-Fudhail berkata: "Tidaklah haji, puasa, doa, dan ijtihad lebih sulit dari pada menahan lisan.". Mereka yang akhlaknya telah diterpa oleh ramadhan akan senantiasa berbicara yang diridhoi. Renungan: sudah berapa kali kita berbicara dengan orang lain? Apakah kata-kata yang kita keluarkan tidak menyakiti lawan bicara kita? Cukup dua ini saja sebagai bahan renungan untuk kita semua.

Dalam kitab Matius 6: 16-18 Nabi Isa pernah memperingati para pengikutnya: "Dan apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang munafik. Mereka mengubah air mukanya supaya orang melihat bahwa mereka sedang berpuasa. Aku berkata kepadamu: sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Dan apabila kamu berpuasa, minyakilah kepalamu dan cucilah mukamu, supaya jangan dilihat oleh orang bahwa engkau sedang berpuasa, melainkan oleh hanya Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya."

Dalam hadits juga disebutkan: "Tidak boleh ada rasa riya saat berpuasa." Senada Al-Hafizh Ibnu Hajar juga pernah menjelaskan dalam Kitab al-'Umru; 31 dan 32: "Ibadah puasa memang tidak bisa disusupi oleh riya perbuatan, namun bisa disusupi riya perkataan, misalnya saat ia mengabarkan bahwa ia sedang berpuasa." Allah mengatakan dalam hadits Qudsinya: "Puasa itu milik-Ku" bisa diartikan bahwa yang berhak mengetahui puasa kita hanyalah Dia semata. Ibadah puasa adalah rahasia antara seorang hamba dengan Tuhannya, tidak boleh disusupi riya di dalamnya.

Begitu hati-hatinya terkait riya, Hasan Al-Bashri berkata: "Jika seseorang hadir dalam sebuah majelis lalu air matanya meleleh maka hendaklah ia menghapusnya dan jika dia khawatir air matanya tidak mampu ditahan, maka beranjaklah."  Terakhir, Fudhail bin Iyadh berkata: "Meninggalkan suatu amalan demi manusia adalah riya, dan beramal demi manusia adalah syirik. Hanya keikhlasan yang menbuatmu dimaafkan oleh Allah dari dua hal tersebut."

Jadi beramal untuk Allah dengan mengupayakan untuk ikhlas agar betul-betul ibadah puasa kita hanya untuk Allah bukan untuk yang lain ssbagaimana Allah pernah berkata: Puasa ini untuk-Ku dan Aku sendirilah yang akan membalasnya." Adalah jelas bahwa puasa itu harus ikhlas karena Allah sendiri tidak menyebutkan seperti apa jenis balasannya nanti dan kedua puasa untuk-Nya bukan untuk orang lain bahkan bukan untuk diri sendiri bagi orang yang sedang berpuasa. Wallahu a'lam bissowab.

Doa hari kedua

اَللَّهُمَ قَرّ ِ بْنِيْ فِيْهِ اِلَى مَرْضَاتِكَ وَجَنَّبْنِي فِيْهِ مِنْ سَخَطِكَ وَنَقِمَاتِكَ وَوَفِّقْنِي فِيْهِ لِقِرآئَةِ اَيَاتِكَ بِرَحْمَتِكَ يَااَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

Artinya : Ya Allah! Mohon dekatkanlah aku kepada keridhaan-MU dan jauhkanlah aku dari kemurkaan serta alasan-MU. Mohon berilah aku kemampuan untuk membaca ayat-ayat-MU dengan rahmat-MU, Wahai Maha Pengasih dari semua yang Pengasih.'

Usman Suil

Senin, 11 Maret 2024

USMAN SUIL || RENUNGAN RAMADHAN (01)


Renungan: Sudah dikali Berapa Kualitas Puasa-puasa Kita?

Telah diketahui kalau manusia adalah makhluk paling sempurna di antara makhluk Allah yang lain, disebabkan karena terdapat unsur paling dekat dengan manusia yakni akalnya. Dengan peran akal ini, manusia ditakdirkan menjadi bentuk yang sebaik-baiknya.

Firman-Nya:

لَقَدۡ خَلَقۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ فِيٓ أَحۡسَنِ تَقۡوِيمٍ
"Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya," (QS. At-Tin 95: Ayat 4)

Mengapa akal menjadi faktor penentu kesempurnaan bentuk manusia?, karena akal manusia menjadi kunci memperoleh petunjuk. Dengan akal, kebenaran mampu tersampaikan kepada manusia dan juga akal sebagai jembatan pengetahuan. Dengan kata lain, manusia baru bisa dikatakan manusia kalau akalnya difungsikan.

Perlu digarisbawahi, akal juga menjadi jembatan untuk melancarkan dan mewujudkan keinginan hawa nafsu manusia. Kalau akal adalah tali yang mengikat hawa nafsu manusia, maka dengan akal juga bisa menjadi senjata hawa nafsu untuk melakukan pelanggaran, terjerumus kedalam dosa dan kesalahan.

Islam telah menaruh perhatian besar terhadap orang-orang yang berilmu dengan mengangkat beberapa derajat bagi mereka yang mau menggunakan akalnya untuk berpikir.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُواْ فَٱنشُزُواْ يَرۡفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَ دَرَجَٰتٍ ۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٞ

"Dan apabila dikatakan, "Berdirilah kamu," maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Mujadilah 58: Ayat 11)

Diangkatnya derajat bagi orang yang menggunakan akalnya untuk berpikir karena dengan jenis manusia ini ia dapat memperoleh petunjuk dan juga hanya orang berakallah yang mau dan dapat menerima pelajaran.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

قُلۡ هَلۡ يَسۡتَوِي ٱلَّذِينَ يَعۡلَمُونَ وَٱلَّذِينَ لَا يَعۡلَمُونَ ۗ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَٰبِ

"Katakanlah, "Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sebenarnya hanya orang yang berakal sehat yang dapat menerima pelajaran." (QS. Az-Zumar 39: Ayat 9)

Sahabat Nabi Ali bin Abi Thalib juga menjelaskan keutaman bertafakkur sebagai jembatan kebaikan dan fondasi pengamalan:

التَفَكَّرُ يَدْعُوْ إِلىَ الْبِرِّ وَ الْعَمَلَ بِهِ
"Berpikir mengantarkan kepada kebaikan dan pengamalannya"

Oleh karena itu kuajak untuk sedikit berpikir menjelajahi makna-makna apa saja yang terdapat dalam perintah berpuasa di bulan Ramadhan, semoga kita menjadi pribadi yang tercerahkan dan juga semoga Allah Swt memberikan hidayah-Nya dengan melimpahkan anugerah ilmu-Nya sehingga kita mampu menemukan secuil makna puasa dari ribuan bahkan tidak terhitung jumlahnya dari makna-makna yang terkandung terkait masalah puasa. Aamiin Allahumma Aamiin.

Sekarang saya ingin bertanya kepada kita semua, tanpa terkecuali ke pribadi penulis sendiri. Mudah-mudahan pertanyaan ini menjadi bahan renungan untuk kita semua.

Sudah berapa kali kita menjalani puasa Ramadhan? Apa yang telah kita dapatkan dari puasa ramadhan? Apakah ramadhan telah merubah pola pikir kita? Apakah ramadhan telah msndorong perbuatan baik kita menjadi lebih banyak dan lebih baik lagi? Apakah ramadhan telah menjadikan iman kita menjadi lebih kuat? Dan seterusnya.. dan seterusnya.. (bisa mencari pertanyaan sendiri). Mari kita renungi sejenak pertanyaan-pertanyaan diatas!

Imam Ibnu Rajab al-Hambali pernah berkata: "Tanda diterimanya amal hamba di sisi Allah adalah ketika suatu ketaatan menuntunnya pada ketaatan yang lebih baik lagi, sedangkan tanda ditolaknya amal seorang hamba adalah ketika ketaatannya disusuli dengan kemaksiatan. Tak tercegah darinya. Dan tanda diterimanya tobat seorang hamba adalah jika kekeliruan masa lalunya tak diulang dan terus sibuk berketaatan."

Dari pesan Imam Ibnu Rajab akan membantu kita menemukan jawaban dari beberapa pertanyaan sebelumnya diatas. Kalau kita merasa biasa-biasa saja menyambut bulan yang penuh kebaikan (syahrur rahmah), bulan ampunan (syahrul maghfirah) dan tidak merasakan sedikitpun kesedihan ketika ditinggalkan bulan ini, maka masih ada yang salah dalam puasa kita, masih ada yang kurang atau bahkan mungkin saja masih dikali nol puasa-puasa kita selama ini.

Doa hari pertama

اَللَّهُمَّ اجْعَلْ صِيَامِي فِيْهِ صِيَامَ الصَّائِمِيْنَ، وَقِيَامِي فِيْهِ قِيَامَ الْقَائِمِيْنَ، وَنَبِّهْنِي فِيْهِ عَنْ نَوْمَةِ الْغَافِلِيْنَ، وَهَبْ لِي جُرْمِي فِيْهِ يَا اِلَهَ الْعَالَمِيْنَ، وَاعْفُ عَنِّي يَا عَافِياً عَنْ الْمُجْرِمِيْنَ

Artinya : Ya Allah, jadikan puasaku di bulan ini sebagai puasa orang-orang yang berpuasa sebenarnya, shalat malamku di dalamnya sebagai orang yang shalat malam sebenar¬nya, bangunkan daku di dalamnya dari tidurnya orang-orang yang lalai. Bebaskan aku dari dosa-dosaku wahai Tuhan semesta alam. Maafkan aku wahai Yang Memberi ampunan kepada orang-orang yang berbuat dosa."