Jumat, 12 April 2024

Bunyi Mandar Itu Apa? (Bagian 3)


Bunyi Mandar Itu Apa? (Bagian 3)
(Capaian struktur musik di Mandar)
Sahabuddin Mahganna

Mendengar dan memperdengarkan bunyi, bermaksud menyampaikan sekaligus menerima kalimat, tentu saja bermanfaat untuk dipahami menjadi medium pemberi tanda. Meski hanya bunyi, Pelloana atau Bambana, jelas menyatakan peristiwa secara tegas, sehingga kita dapat memahami kondisi atau menerima kabar lewat transfer media tersebut. Dan instrumen terkhusus untuk musik, tidak di luarnya, sebab kadang diadopsi dalam penyusunan bunyi dan melodi. 

Penciptaan dan penyampaiannya berupaya memenuhi unsur pelloa, bamba, ololioliolio, loa, massa'du dan matte' dengan harapan bukan hanya pelaku yang menginginkan keindahan, melainkan untuk pendengar (mengenai sasaran). 

Bunyi-bunyian di Mandar sesekali melahirkan ololio atau liolio yakni sebuah anggapan kalimat dari bunyi, dengan kata lain membentuk melodi berulang-ulang. Untuk pernyataan ini, mereka masyarakat Mandar menyebutkan predikat itu karena hanya mengenal audio tanpa teknik. Dalam media instrumen, nada untuk melodi sekalipun untuk ritmis pada prinsipnya adalah rangkaian huruf yang tersusun, dan terbentuknya  Ololioliolio, seperti seketika itu dapat saja dinyatakan kalimat. 

Bunyi dalam melodi di Mandar terkoneksi, baik itu hanya sekadar bunyi, nyanyian atau menggunakan instrumen. Kalimat yang tersusun menjadi indah akibat pemilihan nada-nada, tidak asal menyampaikan, yang barang kali mengindikasi bahwa kalimat dapat diterima baik karena sangat bergantung pada tata letak nada hingga melahirkan Intonasi-intonasi yang memudahkan kita untuk mengerti apa maksud dari bunyi tersebut, begitu pula terjadi pada bunyi dipahami menjadi kalimat perintah. 

Biasanya, nada di Mandar kadang didapatkan dari kabar dengan istilah “membamba memangi“ dengan kata lain bersuara sebelum tercipta, atau terpatri dalam jiwa sebagai informasi awal, sehingga bunyi dan melodi bagi mereka tidak hanya menjadi pendamping, melainkan bunyi yang berharga bagi para pelaku dan pecintanya.

Khusus untuk instrumen, ketika dimainkan, tidak jarang para pelaku menandai estetika bunyi dengan meraba atau sekadar memberi pernyataan "pecoai pattappunna" (perjelas kalimatnya). Jika permainan tidak pas atau tidak diterima baik bagi yang mendengarkan, maka tentu berhubungan dengan ketidakjelasan kalimat tersebut, itu berarti terdapat penempatan huruf-huruf yang keliru, dengan kata lain kesempurnaan kalimat dalam musik tergantung pada posisi nada (Malliolio). Sementara sangat penting memperhatikan kalimat dalam bunyi dan melodi yakni pertanyaan dan jawaban.

Kendati sangat sederhana, dalam permainan instrumen musik Mandar, seperti Kacaping, Paluppung, Keke, Calong, Tulali dll. Tidak pernah ditemukan nada yang datar, namun selalu melekat nada lain sebagai bumbu (bali') sebagai analisis jangkauan nada bertanya dan menjawab. Bukan hanya bunyi prioritas, namun perlu menelaah poin-poin yang bisa saja mejadi inti. Dengan pertimbangan "macoa pattapu" maka itu berarti instrumen sesungguhnya sedang menyampaikan kalimat. 

Beberapa hal yang harus kita perdalam. Sebuah benda (instrumen musik) yang berbunyi tidak lebih dari sekadar bunyi, bunyi yang sampai ke telinga berarti sedang menyampaikan sesuatu, sebab dapat dipahami bahwa bunyi sukses menyampaikan diri dan statusnya. Orang Mandar menyebutnya pelloa. Tetapi disini akan ada pertanyaan bilamana bunyi itu masih belum jelas dari mana sumbernya. Dan oleh karenanya, suara (bamba) diperlukan untuk memastikan keberadaan dari jenisnya. 

Musisi Mandar awal lebih sering menekankan, sama halnya pada permainan instrumen yang tercantum dalam pernyataan sebelum ini, bahwa keistimewaan alat berada pada kemampuan pelakunya dalam menyusun nada atau huruf-huruf, hingga tekanan dan tekniknya mengupayakan instrumen harus bernyanyi "papa'elongi iting kacapingo atau papalliolioi" (ololioliolio). Ini menandai bahwa tersusunnya ololioliolio, kalimat lagu akan menjadi titik perhatian pendengar, seolah sedang menyimak kata dan kalimat yang disampaikan (loa). Itulah sebabnya pelloa diambil dalam kata bunyi atau berbunyi, sebab dia sesungguhnya dalam keadaaan menyampaikan sesuatu meski hanya satu huruf. 

Ketika kalimat dalam kalimat lagu mengalun, maka pemain bahkan pendengar akan menunggu momentum kesyahduan atau rasa nyaman, berujung pada proses dalam menemukan puncak dari kenyamanan itu. (Massa'du). Namun, sesungguhnya tidak jarang tiba-tiba ada ruang dimana kita bisa berada dalam keadaaan kosong, yang memutuskan untuk melupakan semua yang didengar, sehingga dari sini terkadang hubungan antara pelaku nada dan pendengar pada produksi yang ditawarkan seolah tidak lagi menyatu, atau pendengar hingga pelaku akan memahami dengan rasa masing-masing yakni mengenai sasaran (matte'). Dalam mencapai Massa'du belum tentu dapat berada dalam situasi tersebut di atas,  Jika kemungkinannya kita hanya fokus menikmati kreatifnya. 

Jadi, benda atau sesuatu "instrumen Musik" yang berbunyi (pelloa), bersuara berdasarkan jenisnya (membamba), terwujudnya nada membentuk melodi sebagai bagian dari huruf-huruf yang tersusun (ololioliolio), melahirkan keindahan karena kejelasan kalimat (loa), hingga sampai serta nyaman pada pendengaran (massa'du), dan mengenai sasaran (matte').

Tidak ada komentar:

Posting Komentar