Jumat, 02 Februari 2024

MUAZ ABDULLAH ||Mengubah Tantangan Jadi Peluang


Muaz Abdullah adalah putra Mandar kelahiran R. Soeparman Wonomulyo yang dalam tubuhnya juga mengalir darah Pattae, Pattinjo dan Batak (marga Matondang). Ia lahir dari rahim Hj. Sania setelah dipersunting oleh seorang perwira polisi bernama Abdullah. Abdullah Matondang mentahbiskan hidupnya jadi pengayom masyarakat Mandar pada era 70an sampai 90an. Ia bahkan pernah menjabat sebagai Kapolsek Sumarorong dan beberapa daerah lain menjadi jejaknya dalam mengabdi pada negara lewat lembaga Polri. 

Muaz tercatat sebagai Caleg DPRD Sulbar di Partai Golkar punya kisah yang tergolong rumit hingga akhirnya bertengger diantara deretan  No. 7 dapil Polman A atau Sulbar 3. Keputusan Muaz beranjak dari dunia bisnis dan terjun ke dunia politik tentu bukan keputusan biasa, melainkan sebuah pilihan yang harus siap ditampar oleh resiko. Sebab hari ini, dunia perpolitikan kita telah tercerabut dari akar sejarahnya. Politisi yang bertarung di beberapa Pemilu pada dua dekade terakhir ini sungguh harus membuat kita ikut resah dan prihatin. Mereka tanpa malu menjadikan uang sebagai tameng untuk mempedaya rakyat demi sebuah ambisi kekuasaan yang ambigu. Ketidak mampuan mereka bertarung secara demokratis memaksa mereka berlogika uang. Anehnya, rakyat yang menjadi konstituen mereka ikut gembira meski hanya ketemu uang recehan setiap 5 tahun. 

Inilah fakta hari ini, politisi tak berintegritas dan rakyat tanpa karakter telah menguasai negeri ini. Kenyataan ini tentu tak harus dibiarkan, sebab jika demokrasi dan rakyat telah terbeli oleh para pemilik uang, maka negara ini berada diambang kehancuran. Ini salah satu aksi bunuh diri negara jika kita tak memiliki kesadaran kolektif untuk menghentikan nyanyian dan goyangan asyik politisi kotor. 

Maka tidak salah jika kemudian Muaz, Entrepreneur yang sempat sukses di Bumi Vovasanggayu ini membuat keputusan yang terkesan berani. Meninggalkan area Pasangkayu berarti menanggalkan ratusan bahkan miliaran pundi rupiah untuk masa depannya. Tapi bukan Muaz jika tak berani mengambil resiko. Muaz adalah sosok yang menjadikan uang sebatas telapak tangannya saja. Uang dan kekayaan tak pernah merajai hatinya. Itulah Muaz. Maka kemudian ketika lahir keputusan menjadi politisi ia dengan gampang mengucap Bismilllah.... Kita berjuang untuk rakyat, menang bersama rakyat dan harus senang bersama rakyat pada setiap kontestasi Pemilu lima tahunan.

Keputusan itu lahir 3 tahun lalu dan mulai berdialektika dengan warga yang terkesan abai padanya, karena dianggap tak pantas jadi wakil rakyat. Penilaian itu tentu saja tidak salah, sebab mereka kebanyakan memahami politisi adalah mereka yang berjubel, berdasi, bergaya dan harus tampak gagah karena bermodal. Muaz tak memiliki itu. Muaz tak punya sejumlah rekening gendut selain harapan untuk mengabdi. Apakah politik bisa diraih hanya dengan harapan? Tentu saja tidak. Apakah menjadi anggota DPR mutlak harus dengan uang? Tentu saja tidak. Sebab selain uang, jabatan politik bisa diperoleh dari soliditas keluarga. Keluarga yang komitmen membangun solidaritas dengan keluarga yang lain. Keluarga yang berani tampil beda sebagai mitra utama mengubah peluang jadi tantangan. Menjadi kelompok keluarga yang pada akhirnya meretas kemustahilan menjadi kemungkinan yang MUNGKIN. 

Mungkin ini berat, mungkin ini tak mudah, mungkin juga tidak mungkin. Tapi jika kita yakin dan berfikir kolektif untuk menang. Maka mulai hari ini mari tularkan keyakinan kita bersama Muaz dengan cara rebut semua suara keluarga. Minta sebanyak-banyaknya doa rakyat agar pada Pemilu 14 Februari 2014, suara Muaz di setiap TPS jadi Pantastis. Amin. Mari Menjadi Keluarga MUAZ ABDULLAH, SE. 
Selamat Berjuang. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar