Jumat, 20 Mei 2016

Panggung Teluk Mandar Art Festival digoyang seniman handal

Tak terasa waktu terus berderai. Di malam ketiga, panggung Teluk Mandar Art Festival digoyang oleh para seniman dan komunitas seni ternama dari Polewali Mandar, Majene dan Mamuj. Sure'  Bolong pimpinan Muhammad Ishaq mengusung tema Ole-Ole atau Lupa. Sebuah refleksi ke-Indonesia-an dan ke-Mandar-an kita. Kita adalah bangsa yang suka menggendong lupa. Mungkin itu yang hendak disampaikan oleh Ishaq Janggo. Bakri Latief, salah satu seniman, penulis dan budayawan Balanipa yang tinggal di Makassar juga tampil mengocok perut penonton dengan puisinya Puaji, Tongguru. Bakri Latief memang salah satu aset Mandar yang jarang menyamai talentanya. !0 Bahkan 50 tahun kedepan tak ada jaminan akan lahir manusia yang mampu menandinginya.

Tak ketinggalan pula, Lingkar Musik Uwake juga tak mau kalah. Ia bahkan mengusung persembahan musik tradisi dengan mengangkat isu kliterasi yang menjadikan berita sebagai musik. Uwake' memang punya keunggulan dalam pemilihan tema yang diusung. Komunitas dari Mamuj-pun tak ketinggalan memukau para pengunjung yang memadati Taman Kota Majene. Hal yang juga spektakuler adalah penampilan Sanggar Tari Labada dengan mengusung Cinna, Gassing anna Nawang. Selain itu, ia mendapuk Samurai sebagai simbol kelembutan. ternyata, kekuatan yang sejati adalah kelembutan itu sendiri. Demikian sedikit gambaran tentang tema yang disampaikan oleh Sanggar Tari Labada ini.

Adi Arwan Alimin, penulis, sastrawan, mantan jurnalis yang kini menjadi Komisioner KPU Sulbar ini juga menyempatkan diri untuk memberikan apresiasi atas pelaksanaan ajang Teluk Mandar Art Festival ini. Untuk menikmati pertunjukan tidak boleh bercerita kiri kanan, tapi masuk dalam bagian terdepan dalam pertunjukan. Demikian opening beliau sebelum membaca puisi yang berjudul "Apa Kabar Perempuan Mandar". Usai membacakan puisinya ia sedikit memberikan gambaran bagaimana kondisi literasi di Sulawesi dan Kalimantan. Dikatakannya, sebuah penelitian yang diakui oleh Unesco,  bahwa masyarakat Sulawesi dan Kalimantan mempunyai tingkat kecepatan membaca 45-75 kata per menit. Ditambahkannya, dari 1.000 orang di Indonesia, hanya 1 orang yang serius membaca buku. Dan orang Indonesia rata-rata hanya mampu membaca 1 buku setiap tahun. Ini tentu sangat memprihatinkan jika dibandingkan dengan masyarakat Amerika yang mampu menyelesaikan 20-30 buku pertahun. 

Komunitas lain yang sekaligus menutup pegelaran pada malam ketiga ini adalah Sanggar Layonga binaan Sahabuddin Mahaganna. Tinggal satu malam lagi, arena panggung laut akan berlalu, yang tersisa hanyalah tulisan dan hasil jepretan yang diabadikan oleh para penonton di media sosial. (Muhammad Munir)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar