Minggu, 05 Maret 2017

PENGANTAR PENULIS : KAMUS SEJARAH DAN KEBUDAYAAN MANDAR


Kamus Sejarah dan Kebudayaan Mandar
(Ensiklopedia Tokoh, Sejarah, Seni dan Budaya Mandar )

Tim Penyusun
Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI)
Cabang Sulawesi Barat
Kantor Perpustakaan Umum dan Arsif Daerah
Kabupaten Majene, 2017
I, 1500 hlm.
ISBN


TIM REDAKSI
Kamus Sejarah dan Kebudayaan Mandar
(Ensiklopedia Tokoh, Sejarah, Seni dan Budaya Mandar )

Penyusun
Drs. Darmansyah
Muhammad Munir

Pengarah 
Tammalele

Tim Kreatif
Ketua
H. Syarifuddin

Anggota
Suryananda, S.Ip, Nursaid Nurdin, ST. Asraruddin, SH. Adnan Wardihan,
Hernawati Usman, Muhammad Aslam, Jalaluddin Ngallo, Ilham Muin. 

Pembantu Pelaksana
Muhammad Arlin, Nizar, Ade Irma, Sherly Ardina,
 
Kamus adalah deskripsi kosakata dari suatu bahasa. Kamus menjelaskan apa arti kata dan menunjukkan bagaimana kata itu bekerja sama untuk membentuk kalimat. Informasi yang disajikan dalam kamus itu diperoleh dari dua sumber utama, yaitu introspeksi dan observasi. Introspeksi berarti melihat ke dalam otak kita sendiri dan mencoba mengingat semua yang kita tahu tentang kata. Sementara itu, observasi berarti memeriksa contoh-contoh nyata dari bahasa yang digunakan (dalam surat kabar, novel, blog, twit, dsb.) sehingga kita dapat mengamati bagaimana orang menggunakan kata-kata ketika mereka berkomunikasi satu sama lain.

Penutur yang fasih dalam suatu bahasa tentunya harus sudah tahu banyak tentang kosakata bahasa itu. Oleh karena itu, introspeksi dapat menjadi sumber wawasan yang berguna tentang apa makna kata itu dan bagaimana kata itu digunakan. Akan tetapi, kamus harus memberikan laporan lengkap dan seimbang mengenai perilaku sebuah kata, dan introspeksi saja tidak dapat memberikan informasi yang cukup untuk tujuan itu. Akibatnya, para pekamus, sejak zaman Samuel Johnson pada abad ke-18, telah memilih untuk mendasarkan kamus mereka pada observasi. Di era Johnson, mengamati bahasa adalah pekerjaan yang melelahkan. Mengamati bahasa sama dengan membaca ratusan buku dan penggalian contoh yang baik dari kata-kata yang digunakan. Namun, teknologi komputer saat ini membuat semua itu lebih mudah. Teknologi komputer memberi kita akses ke begitu banyak data bahasa yang baik sehingga kita sekarang mampu memberikan penjelasan yang benar-benar dapat diandalkan tentang kosakata suatu bahasa (Macmillan Dictionaries: 2014).

Proses tersebut menjadi alas pijakan sehingga penulis mampu menyelesaikan semua rangkaian informasi yang dirangkum dalam buku setebal 1500 halaman ini. Buku ini adalah buku sejenis ensiklopedia yang paling tebal yang pernah ditulis di Mandar dan oleh orang Mandar. Informasi dalam buku ini adalah akumulasi dari semua kebiasaan-kebiasan kecil yang dilakukan setiap saat. Informasi yang selama ini berserakan di rimba raya, dibelahan dunia maya. Butuh waktu yang panjang untuk menyatukannya dalam bentuk sebuah buku. Dan kehendak-Nya jualah yang mengantar naskah ini menemukan takdirnya sebagai buku yang kuberi nama  Kamus Sejarah dan Kebudayaan Mandar, (Ensiklopedia Tokoh, Sejarah, Seni dan Budaya Mandar).

Kamus Sejarah dan Kebudayaan Mandar, (Ensiklopedia Tokoh, Sejarah, Seni dan Budaya Mandar)ini memuat khazanah kosakata bahasa yang berhubungan dengan tokoh, sejarah, seni dan budaya Mandar yang dapat menjadi acuan dalam menengok perjalanan sejarah masa lampau dan menata masa depan peradaban Mandar. Mandar memiliki banyak catatan sejarah yang berserakan dan belum pernah tersajikan dalam bentuk buku yang utuh. Padahal diantara beberapa tokoh dan berbagai rentetan sejarah yang terjadi selama ini sangat bermanfaat untuk dijadikan sebagai sarana pikir, ekspresi untuk menata kehidupan yang lebih MAJU dan MALAQBIQ sesuai cita-cita founding father Sulawesi Barat.

Kamus Sejarah dan Kebudayaan Mandar, (Ensiklopedia Tokoh, Sejarah, Seni dan Budaya Mandar) ini merupakan himpunan informasi terntang Mandar yang dihimpun dalam satu buku. Diharapkan, buku ini bisa menjadi buku rujukan dalam mempelajari dan memahami Mandar secara utuh. Selain tokoh, sejarah, seni dan budaya, ada juga beberapa kosakata umum atau istilah bahasa Mandar yang termuat dalam kamus. Tentu saja ini akan sangat bermanfaat bagi pelajar dan mahasiswa yang ingin mempelajari tentang seluk beluk manusia Mandar.

Apa yang terkandung dalam kamus ini merupakan hasil penelusuran penulis ke beberapa situs dan pusat-pusat peradaban di Mandar, mulai dari Paku sampai Suremana, Tasiu-Kalumpang, Bonehau Mambi, Lampa Mapilli-Matangnga, Matangnga-Lenggo, Matangga-Mambi, Tinambung-Alu, Panyingkul Luyo-Besoangin, Patulang-Alu. Hasil pernelusuran di beberapa tempat tersebut diramu dengan gaya bahasa bertutur sehingga menjadi kumpulan informasi tentang Mandar dari A-Z. Selain itu ada banyak tulisan tentang Mandar yang ditulis oleh beberapa penulis dan peneliti sejarah Mandar yang juga ikut tersaji dalam buku ini.

Bisa dikatakan, buku ini adalah hasil riset langsung ke lapangan ditambah riset pustaka sehingga muatan informasi dalam kamus ini menjadi lebih padat dan kaya akan khasanah kebudayaan Mandar lampau dan sekarang. Buku ini sesungguhnya lebih tepat disebut sebagai ensiklopedia Mandar sebab informasi yang termuat memang mewakili berbagai tradisi, kebudayaan dan sejarah eks wilayah afdeling Mandar ini. Namun karena sebelumnya sudah ada buku Ensiklopedia Mandar yang ditulis oleh Bapak Suradi Yasil, sehingga penulis memakai kata Kamus Sejarah dan kebudayaan Mandar. Tulisan dalam buku ini dapat  dibandingkan sekaligus disandingkan dengan Ensiklopedia Mandar yang terbit sebelumnya. Buku ini menjadi Kamus yang sengaja dirancang untuk proses penyempurnaan ensiklopedia sebelumnya yang hanya 90% memuat informasi dari Pitu Ba’bana Binanga dan 10% informasi dari Pitu Ba’bana Binanga. Harapan kita tentunya, baik Ensiklopedia Mandar maupun Kamus Sejarah ini menjadi sumber rujukan untuk melengkapi perbendaharan pengetahuan tentang Mandar.

Kamus dengan ketebalan mencapai 1500 halaman ini merupakan ramuan informasi dari penelusuran penulis dan juga penelusuran informasi melalui buku-buku yang sebelumnya telah diterbitkan, salinan lontar Mandar yang berhasil ditemukan penulis, juga sejumlah informasi yang terdiri dari tulisan, rilis di media catak, media on line yang berhasil penulis searching di google. Kamus ini ditulis dan disusun berdasarkan abjad dengan menyebutkan sumber/link tulisan yang termuat dalam buku ini. Selain itu, berbagai informasi melalui status teman-teman penulis di medsos terabadikan dalam buku ini. Termasuk informasi melalui email, telfon, sms, surat, surat kabar/majalah maupun melalui forum atau pertemuan ilmiah.

Dari segi isinya, kamus ini diperkaya istilah bidang ilmu sejarah, budaya, seni dan profil tokoh baik yang sudah sering dilisan tuliskan maupun yang hanya melalui tutur, bahkan ada diantaranya yang sama sekali asing di daerah Mandar. Semua itu dilakukan agar kedepan generasi kita semakin mudah mempelajari dan mencari sumber rujukan tentang Mandar, termasuk meneladani figur tokoh-tokoh dalam buku ini. Informasi di buku ini sangat mungkin jadi rujukan dan acuan terutama pelajar dan mahasiswa serta masyarakat umum yang berminat memahami konsep-konsep dasar tentang periodesasi sejarah, tokoh, budaya dan seni di Mandar. Dengan demikian, buku ini diharapkan menjadi sumbangan bagi upaya pencerdasan anak-anak Mandar dan bangsa ini menjadi lebih terasa

Inilah hasil dari sebuah semangat, ketekunan, dan kerja keras penulis selama ini. Oleh karena itu, dengan terbitnya kamus ini saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Tim kreatif Rumpita dan jaringan rumah bacanya, saudara-saudara di Museum Mandar Majene, di Teater Flamboyant Mandar, Komunitas dan Sanggar Seni di Majene dan Polewali Mandar, Uwake Cultuur Fondation, Apatar Pamboang, Rumah Kata, KOPI Sendana, Appeq Jannangang, KOMPADANSA Mandar, Nusa Pustaka, Rumah Pustaka, Sossorang, One-Do,  MSI, LAN, UNSULBAR, UMASMAN, UNIKA, UNM, UIN Alauddin, UNHAS dan semua pihak yang telah turut berperan dalam penulisan kamus ini. Selain itu saya memberikan ucapan terima kasih kepada Pemda Majene, anggota DPRD Kabupaten Majene, Anggota DPRD Kabupaten Polewali Mandar, Anggota DPRD Provinsi Sulawesi Barat, dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan kabupaten dan provinsi.

Tak lupa melalui kesempatan ini juga, saya ingin menghaturkan ribuan ucapan terima kasih kepada orang tua saya Nurdin Hamma, Suradi Yasil, Aksan Djalaluddin, H. Murad, Darwin Badaruddin, Bakri Latief, H. Ahmad Asdy, Tammalele, dan semua saudara dan para senior generasi emas Mandar, Hamzah Ismail, Muhammad Asri Abdullah, Adi Arwan Alimin, Bustan Basir Rahmat, Opy Muis Mandra, Mustari Mula, Muhammad Rahmat Muchtar, Muhammad Ridwan Alimuddin, M. Thamrin, Ramli Rusli, Ainun Nurdin, Ahmad Akbar, Wahyudi Hamarong, Ilham Muin, Muhammad Naim, Mursyid Wulandari, Muhammad Aslam, H. Syarifuddin, Jalaluddin Ngallo, Yudhi, Mega, Aco, Zulfihadi, Mursalin, S.Pd., Abdul Rasyid Ruslan dan semua yang kerap memberiku ruang untuk berfikir dan berkarya selama ini.  

Semoga penerbitan kamus ini dapat memberi manfaat besar bagi upaya pencerdasan masyarakat Sulawesi Barat yang Malaqbiq menuju insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif.
Majene, Maret 2017
MUHAMMAD MUNIR

PINDANG MATOA DARI SENDANA : JEJAK PERADABAN MANDAR TAHUN 1380-1480



Pindang Matoa Sendana adalah salah satu penemuan dari program penelusuran sejarah MSI (Masyarakat Sejarawan Indonesia) Sulbar di kaki bukit buttu Suso Sa’Adawang Sendana. Horst H. Liebner ketika benda ini diperlihatkan mengatakan bahwa ini adalah keramik Sukothai, dibuat akhir abad ke-14 (artinya, 1380 ...) sampai awal abad ke-15 (1400+).
            Horst membuktikan hasil percakapannya itu di fanpage fb yang ia kelola sendiri.
Many thanks for your efforts, clearly dating the piece into, let’s call it, early 15th century. I forwarded the information to the person in charge, and will see him, I suppose, next week in Mandar. However, due to another assignment I will only be able to follow up on this and other finds in the area end May, I fear.
For the time being, people interested in our present pre-survey may have a look at https://www.facebook.com/situs2mandar/?fref=ts, where a number of young enthusiasts began to collect data on their region’s pre-Islamic history. (It’s in Bahasa Indonesia, but there are photos and coordinates for those who ….)
The clear classification of the Sukhothai bowl underlines that there is much more to Mandar history then allowed for in the recognised local historiographies which, except for scattered and rather foggy apostilles on earlier players, commence only with the establishment of the ‘kingdom’ of Balanipa and the Mandar confederation in the late 16th century. 

Again, thanks a lot,

Horst Liebner

From: Southeast Asian Ceramic Archaeologists list [mail to: SEACERAMARCH@SI-LISTSERV.SI.EDU] On Behalf Of Cort, Louise
Sent: Tuesday, 12 April, 2016 02:11
To: SEACERAMARCH@SI-LISTSERV.SI.EDU
Subject: Re: [SEACERAMARCH] imported ceramic in w-sulawesi

To confirm Don’s dating of the Sukhothai vessel to C14-15, Roxanna Brown’s study of shipwreck materials indicates that this sort of Sukhothai vessel, with underglaze-black fish and floral motifs, appears on wrecks datable to “about the end of the 14th century until about 1480.” (Brown 2009:51).

Brown, Roxanna Maude. 2009. The Ming Gap and Shipwreck Ceramics in Southeast Asia; Towards a Chronology of Thai Trade Ware. Bangkok: Siam Society. 

From: Southeast Asian Ceramic Archaeologists list [mailto:SEACERAMARCH@SI-LISTSERV.SI.EDU] On Behalf Of Don Hein
Sent: Sunday, April 10, 2016 9:41 PM
To: SEACERAMARCH@SI-LISTSERV.SI.EDU
Subject: Re: imported ceramic in w-sulawesi

I agree with John Miksic of a Sukhothai – Thai attribution, made certain by the exposed fabric of the base which clearly shows large quartz inclusions typical of Sukhothai (absent from Vietnamese ware). Such ware were widely traded throughout the Southeast Asian archipelago.
Production site evidence (including up to three sequential kilns) suggests a manufacturing term of about 100 years. However (compared to Sawankhalok) very little study study/excavation has been conducted at Sukhothai (although Kun Prachote Sangkhanukij is presently undertaking such a program). Dating is fuzzy, but a best guess may be C14-C15.
Don Hein.

From: Minh Tri [mailto:tri_vnceramics@yahoo.com] 
Sent: Friday, 8 April, 2016 17:15
To: Horst Liebner <khmail@INDOSAT.NET.ID>
Subject: Re: imported ceramic in w-sulawesi

This dish from Thailand and date late 14th early 15th century.

Đã gửi từ iPhone của tôi 

From: Miksic John N
Sent: Saturday, 9 April, 2016 03:03
To: Horst Liebner <khmail@INDOSAT.NET.ID>
Subject: RE: imported ceramic in w-sulawesi

This looks very Sukhothai to me. it could be late 14th century, but it could have been imported or disposed of by burial at a later period, say first half of the 15th century.[1]


[1]https://www.facebook.com/situs2mandar/photos/a.742022265931858.1073741828.742011879266230/779203188880432/?type=3&theater