1.
Sturuktur Kalinda’da’
Sturuktur kalinda’da’ pada dasarnya ada dua
kategori, yaitu kalinda’da’ dua kerat
(dua baris) dan kalinda’da’ empat
kerat (empat baris). Namun pada umumnya
dan lebih bayak digunakan orang adalah yang terdiri dari empat kerat (empat
baris). Suradi Yasil mengurainya dalam struktur kalimat sebagai berikut :
(a) Tiap bait terdiri dari 4 (empat) larik/baris.
(b) Larik pertama tediri dari 8 (delapan) suku
kata.
(c) Larik kedua tediri dari 7 (tujuh) suku kata.
(d) Larik ketiga terdiri dari 5 (lima) suku kata.
(e) Larik keempat terdiri dari 7 (tujuh) suku
kata.
(f) Merupakan puisi suku kata.
(g) Persajakan kalinda’da’
umumnya bebas. Ada yang bersajak akhir aaaa, abab, abba, dan aabb.
Dalam
struktur kalinda’da juga ada rumus yang disepakati yaitu mempunyai suku kata :
8–7–5–7. Ini dikenal dengan rumus 8757. Berikut beberapa contoh:
1.
Ga–ri–tim–mu–di–lin do–mu = 8 suku kata
Pup–pi–a–na–sal–lam–bar = 7
suku kata
Na–u–pe–wo–ng = 5
suku kata
Ma–la–i–di–kap–pung–ngu =
7 suku kata.
2.
U–sa–nga–bit–to–eng–ra’–da’ = 8 suku kata
Di–pon–do’ –na - i –bo–long = 7 suku kata
I–kan–di’–pa–le’ = 5 suku kata
Mam– bu–re–pe–ca–wan–na = 7 suku kata
3.
Ten–na’–ra–pang–da’–u–wai =
8 suku kata
Lam–ba–ka–lo–lo–lo–long = 7 suku kata
Met–to–nang–ban–da’ = 5 suku kata
Di–na–ung–na–en–de’ –mu =
7 suku kata
4.
Ra–pa–nga’–da–i’–di–bu–lang = 8 suku kata
Si–pa–ngi–no–bit–to–eng = 7 suku kata
Di–u–is–san–na = 5 suku kata
Mu–ta–ri–ma–sal–lang–ngu =
7 suku kata
5.
In–na–dzu–a–pa–ni–sa–nga =
8 suku kata
Ma–sa–ra–di–ba–tam–mu = 7 suku kata
Al–lo–bo–ngi–ma’ = 5 suku kata
Mal–la–bu–di–kap–pung–mu =
7 suku kata
6.
Ciri khas kalinda’da’
Kalinda’da’ mempunyai beberapa persamaannya dengan pantun
Melayu dan syair Arab, khusus pantun Melayu dan syair Arab yang terdiri dari
empat baris sebait, dan ada juga pantun Melayu dan syair Arab yang terdiri dari
dua baris sebait. Seperti juga salah satu bentuk sastra Mandar yang ditemukan
dalam lontar, ada yang terdiri dari dua baris sebait, seperti kalinda’da’ berikut ini :
Polemi tanda keama’
Dinatallanna lino
Popporna loka
Nisanga uru sei.
Sudah datang tanda kiamat
Pertanda dunia akan kiamat
Sisir pisang paling bawah
Disangka sisir paling atas.
Pantun
Melayu :
Kalau tuan mudik ke hulu
Bawakan saya bunga kamboja
Kalau tuan mati dahulu
Nantikan saya di pintu surga.
Syair Arab :
Innal mu’allima waththabiiba kilaahumaa
Laa yanshahaani idzaa humaa lam yukramaa
Fashbir lidaaika in jafauta thabiibahaa
Waqna’ bijahlika in jaufauta mu’allimaa.
Terjemahan
bebasnya :
Sesungguhnya pengajar dan dokter dua-duanya
Tidak akan memberi nasehat bila mereka tidak
terhormat
Maka sabarlah atas sakitmu jika engkau jauhi
dokter
Dan terimalah kebodohanmu jika engkau jauhi
pengajar.
Selain
kalinda’da 4 baris, ada juga Kalinda’da’ dan pantun Melayu serta syair Arab yang dua
baris sebait.
Kalinda’da’ :
Mula dianna dunia Makka anna’ Madina.
Posi’na lino iyamo Baetullah.
Pertama kali dunia ada Mekalah dengan Medina
Pusatnya
dunia itulah Baitullah.
Rahasia pappeyappu apa nasisalai
Inna membolong inna nipembolongngi.
Rahasiah
dan ma’rifat apa perbedaannya
Mana yang melebur dan mana yang
dileburi.
Sarea’ anna tareka’ hakiki pappeyappu
Inna mellorong di Aras Kurusia.
Syariat
dan tarekat-hakikat pengenalan
Mana
yang sampai ke Aras Kurusia.
Messunganna rahasia apa napessunganni
Dimettamanna apa napettamai.
Keluarnya
nafas apa tugasnya
Ketika
masuk apa pula maksudnya.
Pessunganna pettamanna sipa’ alang ditia
Diang makko’na nyamang pole di puang.
Masuk dan keluarnya nafas hanya sifat alamiah
Ada wadahnya berupa nikmat tak terkira rahasia
Tuhan.
Inna oroang massoba apa nipassobangang
Inna massoba anna Puang disoba.
Dimana tempat menyembah dan apa dipakai
menyembah
Siapa yang menyembah agar Allah yang disembah.
Ate oroang massoba ate toi massoba
Puang maraja andiang da’duanna.
Hati tempat menyembah – hati juga yang
menyembah
Allah yang maha agung tak ada
bandingnya.
Inna sambayang tambottu sikkir tammala pi’de
Na dzipewongang sita Allah Ta’ala.
Mana shalat tak putus dan zikir tak dapat
padam
Akan dijadikan bekal menghadap Allah
Swt.
Pe’gurui sita memang Puang Allah Ta’ala
Dapa manini kurang pappeyappummu.
Pelajari dari awal bertemu Tuhan semesta alam
Jangan sampai kurang pengetahuanmu terhadap
Tuhanmu.
Apadzi tia namala kurang pappeyappummu
Allo bonginna batang sirande-rande.
Mengapa sampai kurang pengenalanmu terhadap
Tuhan
Siang
dan malam tak perna berpisah.
Pantun Melayu :
(1)
Dimana orang
berkampung
(2)
Disana pantun
bersambung.
(1)
Dimana orang
berhimpun
(2)
Di sana pantun
dilantun
(1)
Di mana orang
berhelat
(2)
Di sana pantun
melekat
(1)
Di mana orang
berbual
(2)
Di sana pantun
dijual
(1)
Rindang kayu
karena daunnya
(2)
Terpandang Mandar
karena kalinda’da’nya
(1)
Apa tanda Mandar sejati
(2)
Berkalinda’da’ sangatlah mahir
(1)
Apa tanda Mandar
beradat
(2)
Dengan kalinda’da’ memberi nasehat
(1)
Apa tanda Mandar
terbilang
(2)
Dengan kalinda’da’ mengajar orang
(1)
Apa tanda Mandar
berbudi
(2)
Dengan kalinda’da’ memperbaiki diri
(1)
Apa tanda Mandar
beriman
(2)
Dengan kalinda’da’ mengenal Tuhan
(1)
Apa tanda Mandar
bersifat
(2)
Dengan kalinda’da’ ia berwasiat
(1)
Apa tanda Mandar
pilihan
(2)
Dengan kalinda’da’ ilmu diturunkan
Syair Arab :
(1)
Laa tazhlimanna idzaa maa kunta muqtadiran.
(2)
Fazhzulmu tarji’u uqbaahu ilan nadam.
Terjemahannya :
(1) Sekali-kali janganlah berbuat zhalim jika
engkau berkuasa.
(2)
Karena
zhalim itu akibatnya kembali pada penyesalan.
Isi dan ciri kalinda’da’ dan pantun Melayu serta syair Arab di atas, tampak
jelas persamaan dan perbedaannya, dan tak dapat dipungkiri bahwa persamaannya
lebih dominan ketimbang perbedaannya. Penulis berkesimpulan bahwa satu sama
lainnya ada pengaruh, bahkan asal-mengasali dan sekiranya itu benar pastilah
Pantun Melayu dan syair Arab yang mempengaruhi kalinda’da’, bukan sebaliknya.
Kalinda’da’ dan pantun Melayu serta syair Arab diatas
memiliki persamaan ketiganya - empat
baris dalam satu bait, baris pertama dan ke dua sama-sama berfungsi sampiran,
baris ketiga dan keempat sama-sama melukiskan isi, keduanya mementingkan
isi/makna (tidak bercirikan romantis-materialistis; I’ art pour I’ = seni untuk seni atau seni untuk dinikmati bukan
untuk diartikan sebagaimana faham aliran Romantis - Materialistik di abad ke
XIX Masehi), tapi kalinda’da’ dan
pantun Melayu serta syair Arab ketiga-tiganya menganut faham “seni untuk
diartikan dan dinikmati”. Sedangkan perbedaan antara kalinda’da’ dengan pantun Melayu serta syair Arab adalah pantun Melayu
dan syair Arab mementingkan sajak,
sedangkan kalinda’da’ kurang
mementingkan sajak, tapi isi yang ditonjolkan.
7. Jenis-Jenis Kalinda’da’
-
Kalinda’da’ Agama (masa’ala)
Kalinda’da’
agama adalah jenis kalinda’da’ yang
berfungsi mentransformasikan nilai-nilai dan ajaran agama yang disampaikan
dalam bentuk kalinda’da’. Misalnya :
(1) Tappadzi
niwawa pole
Siri’ nipapputiang
Rakke di Puang
Sulo di wao lino.
Hanya
dengan bekal iman kita lahir
Wadahnya
berbungkus malu (siri’)
Taqwa
kepada Allah
Adalah
obor di atas dunia.
(2) Sahada’di
tu’u tia
Ayu sakka daunna
Nadioroi
Mettullung mappassau.
Kesaksian
kepada Allah (syahadat)
Pohon
kayu yang rimbun daunnya
Untuk ditempati
Bernaun dan beristirahat.
(3) Sambayandi
tu’u tia
Na dipejari sulo
Na dipajari
Tappere di ku’burta.
Sesungguhnya
shalat itu
Akan dijadikan suluh
Suluh yang sebenarnya
Sebagai tikar dialam kubur.
(4) Ia lao
dipesulo
Tanggalalang di ku’bur
Nyawa tassekka
Maroro tan diwarris.
Yang
akan dijadikan suluh
Dalam
perjalanan kealam kubur
Keyakinan
yang tak mempersekutukan
Juga
terhindar (lurus) dari Bid’ah.
(5)
Wattutta messung di lino
Laher tomi tu tau
Innamo puti’
Pole na di poleang.
Ketika
kita lahir ke dunia
Kita
sudah dibekali
Nurani
kebenaran
Sebagai modal dalam mengarungi
kehidupan.
-
Kalinda’da’ Penuturan
Adat
Kalinda’da’ penuturan adat merupakan instrument penting
dalam masyarakat Mandar dahulu kala. Dalam makna kekinian - adat dapat
disamakan aturan hidup dalam bermasyarakat sehingga dikenal dengan hukum adat.
Misalnya digunakan pada acara pelamaran seorang gadis, contoh :
(1) Nipaende’i
tunai
Nipaoro di tambing
Nipapangada’
Dai’ di pe’uluang.
Kami hadapkan hina – dina kami
Bersila
ditempat paling rendah
Kami
hadapkan
Kesingga
sana hadirin yang mulia.
(2) Dao parrappe
tunata’
Tuna le’ba iami’
Buluang ulu
Anna’ nisanga tau.
Usah tuan sebut hina – dina
Kami jauh lebih hina – dina
Hanya karena kepala berambut
Hingga kami dinamai manusia.
(3) Poleang
siola rannu
Diolo mala’bi’ta
Melo’ nasappe
Ditappa’ gala’garta.
Kami
datang dengan harapan
Kehadapan
hadirin terhormat
Ingin
bergantung
Diujung
gelegar hadirin.
(4) Tunai doing
di llimbong
Naottong batu rape’
Tomelo’ tuna
Naummi nalolo’i.
Hina
– dina kami didasar laut yang dalam
Tertindi
batu rapat – rapat
Yang sudih
bersama dengan kehinaan kami
Tentulah
ia menyelaminya.
(5) Duru’di todzi’
tunai
Sayangngiandang todzi’
Nanisolangi
Tuo makkasi-asi.
Tolong
pungutlah hina dina kami
Restuilah
kami dengan penuh kasih
Untuk
bersama
Hidup
bergelut dengan kemiskinan.
(6) Bismilla
dipippoleta
Alepu’ natappai
Nabi meturu’
Puang namappa’dupa.
Dengan
Bismillah tuan datang
Kami
sambut dengan besar hati
Berkat
nabi kita untuk setuju
Tuhanlah
yang akan mengabulkannya.
-
Kalinda’da’ Asmara
Kalinda’da’ asmara atau yang lebih dikenal dengan kalinda’da’ muda-mudi adalah kalinda’da’ (bahasa halus) yang digunakan
oleh seorang pemuda atau pemudi dalam mengungkapkan perasaan cintanya kepada
sang pujaan hati. Contoh :
(1) Garitimmu di
lindomu
Puppiana’ sallambar
Naupiwongi
Malai di kappungngu.
Geriting
rambut di jidatmu
Cabutkan
sehelai
Akan
kujadikan bekal
Pulang
kekampung halamanku.
(2) Moa’ lessea’
malai
Anna’ maullung allo
Dao pittule’
Salili’umo tu’u.
Bila
dalam kepulanganku
Seiring
dengan mendungnya surya
Usalah
bertanya
Rinduku
telah terasa.
(3) Nasalilima’
manini
Name’ita minnama’
Me’ita’ tama
Buttudzi mallindui.
Kalau
rasa rindu mulai terasa
Kepada
siapa aku menatap
Kucoba
memandang lebih dalam
Rasanya
tak mungkin.
(4) Pitu buttu
mallindui
Pitu ta’ena ayu
Purai accur
Naola salili’u.
Berapapun
penghalang yang menghadang
Serta
tantangan dan rintangan
Semuanya
akan kuatasi
Untuk
menggapai tujuanku.
(5) Inna dzuapa
nisanga
Masara di watammu
Allo bongima’
Mallawu di kappummu.
Upaya
yang bagaimana lagi
Yang
akan kulakukan
Siang
maupun malam
Selalu
berfikir/berikhtiar untukmu.
-
Kalinda’da’ Anak-Anak
Pada diri anak-anak ada dua hal yang mengisi
perasaan hatinya, yaitu perasaan suka-cita dan perasaan duka-cita. Itulah
sebabnya pada diri anak harus ditanamkan rasa optimisme, penuh harapan – jangan
diajarkan pada anak perasaan pessimis. Oleh orang-orang tua di Mandar dahulu
kala, anak-anaknya sudah dibekali pesan-pesan yang baik untuk mempersiapkan
dirinya sejak dini dalam mengarungi kehidupan yang penuh tantangan. Nasehat kalinda’da’ itu disampaikan orang tua
kepada anak-anak disaat dalam ayunan (ditimang-timang) Contoh :
(1) Ana’
patindo’o naung
Dao lawe-laweang
Tuo marendeng
Diang bappa dalle’mu.
Duhai
anakku sayang
Tidurlah
dengan tenang
Kelak
setelah dewasa
Semoga
mempunyai rezki yang baik
(2) Diang dalle’
mulolongang
Damunghula-ghulai
Andiang dalle’
Nasadzia-dzianna.
Ketika
kelak mempunyai rezki
Jangan
berperilaku boros
Sebab
rezki itu
Tidak
selamanya ada.
(3) Dalle’mu
topa o i’o
Mutarima macoa
Dalle’na tau
Dao pakkira-kira.
Nanti
rezki yang kau usahakan sendiri
Yang
kau anggap sebagai hartamu
Rezki
orang lain
Jangan
bermimpi untuk memilikinya.
(4) Lembong
tallu di lolangang
Sitonda tali purrus
Muola toi
Ma’itai dalle’mu.
Walau banyak tantangan yang menghadang
Serta
rintangan yang bertubi-tubi
Arungi
jua
Untuk
menggapai cita-citamu.
(5) Mo le’ba’
dilang di nganga
Naniamme’mo naung
Ra’da’i liwang
Moa’ Tania dalle’.
Walau
sudah menjadi milik
Dan
sudah memberikan manfaat
Itupun
juga akan lepas
Kalau
memang bukan rezki.
-
Kalinda’da’ Pappasang
Penuturan
kalinda’da’ tidak ada yang
membatasinya sepanjang pakkalinda’da’ dalam
menyampaikan isi, sasaran dan tujuannya tidak menimbulkan
pertentangan/kekerasan (tindak pidana) dalam masyarakat. Dewasa ini seyogianya kalinda’da’ berfungsi sebagai tugas
sosial, keagamaan dan tugas kebudayaan. Sebagai pengembang tugas sosial, dalam
rentang sejarah yang panjang, kalinda’da’
senantiasa berperan aktif sebagai pembawa pesan moral. Kalinda’da’ nasehat misalnya sangat pamungkas memainkan peranan
dalam menjaga dan memperkokoh moral masyarakat.
Demikian
juga jenis-jenis kalinda’da’ yang lain seperti kalinda’da’
masa’ala (agama), kalinda’da’ muda-mudi,
kalinda’da’ anak-anak, kalinda’da’ penuturan adat dan kalinda’da jenaka (bersenda-gurau).
Semua jenis kalinda’da’ yang
disebutkan itu memainkan fungsi dan
peran sebagai pembawa pesan, penyampai petuah atau pengembang amanah sesuai
kalangan masing-masing.
Bila
dirunut ke belakang, para penyebar islam dan kalangan bangsawan selalu ber-kalinda’da’ dalam majelis-majelis resmi.
Inilah tugas pemerintah daerah dalam upaya melestarikan kebudayaan lokal untuk
menampilkan kembali media kalinda’da’ pada
acara-acara resmi kenegaraan di daerah termasuk media kalinda’da’ dijadikan para muballiq dalam menyampaikan pesan
keagamaan.
-
Kalinda’da’ Sebagai
Hiburan
Dalam
upaya melestarikan kalinda’da’ metode
salah satu yang paling ampuh adalah dilantungkan dalam syair lagu, misalnya
berupa lagu sayang-sayang, padang pasir,
kerambangang, andu-anduru’dang, dan lain sebagainya. Lagu sayang-sayang dan sejenisnya mulai ada
dan berkembang ditahun 1970-an. Dan saat ini sayang-sayang menjadi warisan budaya tak benda yang diakui secara
nasional yang berasal dari daerah Mandar dan sudah mendapat Surat Keputusan
dari Kementerian Pendidikan Nasional RI dengan nomor sertifikat
:…………………………………….. Lagu sayang-sayang ini,
bukan lagunya sebagai warisan budaya tapi passayang-sayang-nya,
karena yang bersangkutan memiliki keilmuan, kecerdasan, keintelektualan dalam mencipta kalimat yang
indah yang disebut kalinda’da’ (pantun)
dengan cair tanpa ada konsep sebelumnya.
Lagu
sayang-sayang ini dipopulerkan oleh
Andi Syaiful Sinrang, Halija bersama Syaripuddin, dan beberapa seniman Mandar
lainnya. Sebelum kalinda’da’ menjadi
syair dalam lagu sayang-sayang terlebih
dahulu dikenal dengan istilah pakkacaping
dan parrawana. Lagu pakkacaping dan parrawana mempunyai syair lagu berupa kalinda’da’. Pada tahun 1960-an sangat populer di Mandar Pakkacaping, yaitu I Paraghai, I Taghi’, Isa’ala
dengan tolo’nya dan
pitedzena (sanjungan dan pujian).
Bila I Taghi atau I Paraghai
memainkan kecapi dengan lagu syair kalinda’da’
biasanya ditampilkan gadis-gadis cantik dengan memakai busana adat Mandar
sambil duduk di hadapan hadirin (penonton), kemudian tuan rumah atau pelaksana pakkacaping memberikan uang terlebih
dahulu kepada gadis-gadis cantik yang berbusana adat Mandar kedalam kappar
(Loyang) yang diletakkan didepan gadis cantik. Tradisi seperti ini di tanah
Mandar disebut Pamacco’ (pemberi
hadiah). Pamacco berikutnya tidak
boleh memberi hadiah kepada gadis-gadis yang ditampilkan itu melebihi hadiah
(uang) dari tuan rumah – pelaksana kegiatan, kapan itu terjadi – merupakan
penghinaan terhadap tuan rumah.