Sabtu, 18 Maret 2017

FESTIVAL SUNGAI MANDAR (Sebuah Renungan Peradaban Kerajaan Di Mandar)

     
Oleh : Drs. Darmansyah
Ketua DPRD Kabupaten Majene

Pernahkah kita berpikir, betapa banyak kejayaan dan peradaban suatu bangsa telah terkubur tanpa ada catatan mengenainya. Akibatnya, timbul banyak spekulasi yang dikaitkan dengan mitos budaya setempat. Persoalan bangsa yang hilang bukan sekedar mitos yang dikembangkan dari sejarah yang nyata. Ada banyak bangsa yang modern yang akhirnya mengalami hal yang naas akibat berbagai alasan. Beberapa bangsa yang hilang diakibatkan beberapa alasan, diantaranya faktor pertikaian (perang), bencana alam, atau faktor ekonomi, dan lain sebagainya. Demikian halnya beberapa kerajaan besar di tanah Mandar, misalnya kerajaan Passokkorang dan kerajaan Baras di Mamuju Utara yang sejarahnya hampir hilang dari kalangan masyarakat Mandar itu sendiri, dan tidak menutup kemungkinan beberapa peradaban di kerajaan baik di Pitu Ba’bana Binanga maupun di Pitu Ulu Salu akan mengalami nasib yang sama. 

Dalam kisah yang diberitakan oleh kitab suci maupun penelitian para arkeolog telah menemukan beberapa fakta adanya kota/bangsa yang perna mengalami kejayaan dimasanya yang sekarang tinggal kepingan dan posil. Selama berabad-abad, peradaban manusia selalu berganti. Ada yang masih bertahan dan yang lain terkubur tanpa ada catatan yang pasti.

Begitu halnya di tanah Mandar yang kita diami saat ini, kita tak perna mau tahu apa yang perna terjadi. Jangan-jangan itu adalah bagian dari sebuah kisah besar yang terkubur seiring dengan perjalanan waktu. Sungguh banyak maanfaat yang bisa kita gali dari peradaban masa lalu itu sekalipun ia berupa mitos.

Sejarah dan kebudayaan jangan hanya diartikan sebagai peristiwa yang terjadi pada masa lalu, atau nilai yang sudah kadaluarsa tapi harus dipahami sebagai investasi untuk dijadikan modal dalam menafsir masa kini, dan bahan baku untuk merancang masa depan.

Orang yang kehilangan ingatan masa lalu, serta tidak memiliki nilai budaya berarti ia orang pikun, tak menyadari apa yang terjadi disekelilingnya, tak mampu memikirkan diri dan bangsanya. Dan bangsa yang kehilanngan sejarah dan tidak ingat kearifan pendahulunya (leluhurnya), saat itulah akan tersesat dan menerima siapapun yang menuntunnya.

Sejarah dan kebudayaan bukanlah pengetahuan masa lalu, melainkan ilmu masa kini dan masa depan. Bangsa yang menghargai sejarah dan kebudayaannya akan senantisa tegak di muka bumi, mereka sadar akan budaya dan masa lalunya, menafsirkan masa kini, dan menenun masa depan. Benar kata Bung Karno “JASMERAH” jangan sekali-kali melupakan sejarah, karena bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya. 

Di dalam sejarah dan peradaban manusia terdapat MAUIDHAH-pelajaran, dan HAK-kebenaran, rahmat dan HUDAN-petunjuk bagi orang-orang yang berakal “LAQADKAANA FI QASASIHIM ‘IBRATUL LI’ULIL-ALBAB” : Sungguh pada sejarah itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal (QS : 12 Yusuf : 111)

Kebesaran kerajaan Mesir kuno hingga menjadi negara modern saat ini dikaruniai dari sungai Nil. Sungai Nil masih terus membajiri tanah Mesir dengan deposit sedimen hitam, orang Mesir menyebut sedimen ini sebagai “AR” yang berarti hitam. Sungai Nil mendapatkan namanya dari kata semit “NAHAL” yang kemudian dinamai “NEILOS” yang berarti lembah sungai.

Orang Mesir menyebut Nil sebagai “sungai kehidupan” karena telah memberikan kehidupan yang tidak saja untuk tanah Mesir tetapi juga bagi tumbuhnya budaya dan peradaban Mesir dari dulu hingga saat ini. Sungai Nil di Afrika adalah satu dari dua sungai terpanjang di dunia, panjang sungai Nil 6.853 Km. yang mengalir sepanjang 6.650 Km. atau 4.131 Mil, luas cekungan 3.400.000 Km2 dan membelah tak kurang dari Sembilan Negara di dunia yaitu : Republik Demokrat Kongo, Sudan Selatan, Sudan, Kenya, Burundi, Etiopia, Eritrea, Mesir, Tanzania, Rwanda, Uganda. 

Kebesaran kerajaan-kerajaan di Nusantara umumnya ditopang oleh keberadaan sungai yang melintasinya, kerajaan Kutai Kartanegara dengan sunggai Mahakam yang juga berhadapan langsung dengan sungai Karama di Kalumpang (Peradaban tertua di Sulawesi), kerajaan Sriwijaya dengan aliran sungai Musi dan sungai Batang Hari.

Peradaban manusia menurut Prof. Koentjaraningkat seringkali diawali dari perkampungan pada daerah aliran sungai, karena disana mereka dapat melangsungkan penghidupan, baik kebutuhan pangan maupun transportasi. Begitu halnya peradaban kerajaan-kerajaan di Mandar.

Negara konfederasi Mandar yang justru dikaitkan dengan kata “Salu” dan kata “Binanga” yang berarti sungai. Pitu Ulu Salu meliputi ; kerajaan Tabulahan, kerajaan Rattebulahang, kerajaan Mambi, kerajaan Aralle, kerajaan Matangnga, kerajaan Bambang, kerajaan Tabang, dan kerajaan Tu’bi. Dan Pitu Ba’bana Binanga meliputi ; kerajaan Balanipa, kerajaan Sendana, kerajaan Banggae, kerajaan Pambuang, kerajaan Tappalang, kerajaan Mamuju, dan kerajaan Binuuang.

Sejarah peradaban kerajaan Balanipa dan kerajaan di Mandar pada umumnya tidak terlepas dari keberadaaan sungai disekelilingnya yang merupakan sumber kehidupan masyarakat dan transportasi pada zamannya. Dan Mandar berasal dari kata “Meandar” atau “Ma’andar” yang berarti mengantar atau mengiringi. 

Konon di zaman lampau. Dikisahkan, seorang gadis  bangsawan terkena penyakit lepra (yang pada zaman itu dianggap penyakit terkutuk) oleh keluarganya diasingkan kehutan belantara dengan harapan apabilah kelak dikemudian hari sembuh dari penyakitnya maka ia diperbolehkan kembali berkumpul bersama keluarga. Dalam pengasingannya didampingi oleh seorang lelaki sebagai penjaganya, Kedua anak manusia berlainan jenis itu ditengah pengasingan menjalin cinta yang tak terhelakan. Hubungan asmara semakin membara dan memabukkan diri melakukan hubungan intim. Dari cinta kasih itu terlahir anak jadah (lahir diluar nikah). 

Anak yang lahir diluar nikah dizaman itu dianggap sesuatu yang aib dan anaknya dianggap anak “Bule” (haram) dan kelahirannya tidak diterimah ditengah-tengah masyarakat. Sebagai sanksinya disepakati; kiranya anak jadah itu di alirkan di sungai (diuwai tammembali) dengan disaksikan dan diantar oleh orang banyak  yang dalam bahasa Mandar disebut “Meandar”. Berkumpul (Tomettambung) orang mengantar anak yang sedang dialirkan di sungai, itulah sebabnya disekitar sungai Mandar itu ada kampung yang disebut Tambung, karena disitulah masyarakat berkumpul (mettambung) mengantar anak yang dihayutkan. 

Anak yang dihanyutkan dengan menggunakan rakit itu, disaksikan oleh orang banyak – yang perlahan-lahan semakin kemuarah semakin menghilang dan menjauh dari pandangan. Orang yang berkumpul tadi menaruh rasa ibah sambil mengucapkan  “Paraq” yang berarti kasihan dan dia akan mati pelan-pelan (ibarat menguliti pohon kayu yang masih tumbuh). Itulah juga sebabya disekitar sungai itu ada nama kampung Para’.

Anak yang dihanyutkan tadi semakin menghilang dari pandangan para pengantar (Peandar) maka merekapun berbalik arah (menggiling) untuk segerah meninggalkan tempat itu dengan berkata ayo kembali pulang dengan pelan-pelan (Kekkekessi mating). Itulah juga sebabnya disekitar sungai Balanipa itu ada nama kampung “Pa’giling” dan kampung “Kekkes”

Walaupun ada pendapat yang mengatakan bahwa Mandar berasal dari nama burung ayam-ayaman, yang bulu badannya berwarna biru kehijau-hijauan dibagian dada, dibawah ekornya berwarna putih, bagian atas dari kepala, paruh dan kaki berwarna merah menyalah, hidup dekat sawah, rawa-rawa dan danau, pandai terbang, makanannya berupa macam-macam seranggga terutama seranggga air, tumbuhan air, dan jenis padi-padian. Burung ini dijumpai di pulau Sulawesi, diburuh untuk dimakan dagingnya, ia termasuk burung langka, sehingga merupakan satwa yang dilindungi (Aramidopsis plateni).

Kata Mandar ada juga yang berpendapat bahwa berasal dari bahasa Ulu Salu, yaitu sipaManda’ yang berarti saling menguatkan. Manda’ berarti kuat, istilah ini muncul pada pertengahan abad ke 16 dari perjanjian Lujo, yang terjadi sesudah terbentuknya Pitu Ba’bana Binanga. Dari perjanjiang Luyo inilah sesugguhnya lahir negara konfederasi Mandar yang meliputi tujuh kerajaan di Pitu Ulu Salu dan tujuh kerajaan di Pitu Ba’bana Binanga. 

Banyak pendapat mengenai kata Mandar diantaranya adalah kata Mandarra’ yang berarti terang-benderang. Ma’dara yang berarti mandi darah, pendapat ini didasarkan pada sifat orang Mandar yang salah sedikit mereka tak segan mandi darah (bertikam). Ada juga yang berpendapat berasal dari bahasa Arab Nadara-Yanduru-Nadran kemudian di dalam ismu makan (tempat) berubah menjadi Mandar yang berarti tempat yang jarang penduduknya. 

Dari sekian pendapat mengenai kata Mandar penulis tidak berani berkesimpulan hanya memberikan saran dan masukan kiranya dilakukan penelitian dan seminar secara mendalam sehingga dikemudian hari ada pendapat yang dapat dijadikan rujukan.

Kita kembali kepada sungai yang merupakan simbol kejayaan pada sebuah bangsa, yang banyak memberi kontribusi dan manfaat terhadap peradaban ummat manusia, termasuk negara konfederasi Mandar. Pertanyaannya kemudian adalah sejauhmana masyarakat dan pemerintah yang mendiami wilayah (Mandar) provinsi Sulawesi-Barat saat ini dalam menjaga, memelihara dan memanfaatkan sungai yang telah terbukti menopang peradaban kerajaan-kerajaan di Mandar pada masa lampau. 

Pertanyaan ini kiranya menyadarkan kita untuk kembali memelihara, menjaga, dan melastarikan sungai sebagai warisan yang dapat menopang dalam membangun daerah. Sungai Mandar atau sungai secara umum diwilayah provinsi Sulawesi Barat harus dimanfaatkan; dibanguni bendungan berskala raksasa untuk pemanfaatan pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH), sarana parawisata sebagai sumber pendapatan asli daerah (PAD), sumber air bersih, pengairan persawahan, dan lain sebagainya. Sebaliknya jika sungai dirusak dan dikotori maka ia akan menjadi sumber malapetaka dan bencana. Semua ini tergantung manusianya.

Demikian tulisan ini, semoga generasi Mandar, kini, esok dan nanti kembali menemukan jatidirinya yang semakin hari semakin redup dari arus persaingan kebudayaan daerah dan bangsa-bangsa lain di dunia.

RUNDOWN ACARA FESTIVAL SUNGAI MANDAR KE-4 TAHUN 2017


RUNDOWN ACARA






A L U
20 – 21 Maret 2017
Pinggir Sungai Mandar/Lap. Alu, Desa Alu, Kec. Alu

PRA EVENT : LOMBA RAKIT BAMBU (putaran pertama)
MINGGU, 19 maret 2017, 15.00 – 17.30

PEMBUKAAN PI’AKKEANG
SENIN, 20 Maret 2017, 13.30 – 17.30

Ophening Ceremony :
Prosesi jemput tamu
Siarah makam Ammana Pattolawali
Parrawana – Ayat Suci Alqur’an/Do’a
Tari Penghormatan
Orasi Keseimbangan (ketua panitia wil. A l u)
Samb. Tokoh Masyarakat – Samb/Pembukaan
(Bupati Polewali Mandar)
Musik Bambu – Wisata Hutan Bambu & Situs Makam Batu
Pelepasan Lomba Rakit Bambu (putaran kedua)

19.30 – 23.00 : PERTUNJUKAN SENI

SELASA, 21 Maret 2017
05.00 – 06.00 : TAUSIYAH SUNGAI

06.00 – 06.30 : OLAH GERAK

08.00 – 10.30 : REBOISASI & BAKSOS

13.00 – 15.00 : SEKOLAH SUNGAI
“Konsep terpadu pengurangan bencana diwilayah sungai & DAS”
Pembicara : Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Polewali Mandar

“Pengembangan budaya konservasi dalam rangka pemanfaatan
sungai & DAS (hutan bambu Alu) sebagai arena pariwisata”
Pembicara : Mustari Mula (Polewali)
Sekretaris Dinas Pemuda, Olahraga & Pariwisata Pol. Man.
Moderator : Putra Ardiansyah (KDM)

15.00 – 17.30 : LOMBA RAKIT BAMBU (putaran ke tiga)

19.30 – 23.00 : PERTUNJUKAN SENI & PENUTUPAN

23.00 – 00.00 : API UNGGUN KESEIMBANGAN

PALECE
23 – 24 Maret 2017

Pinggir Sungai Mandar, Desa Palece, Kec. Limboro

PEMBUKAAN PI’OSANGANG
KAMIS, 23 maret 2017, 13.30 – 17.30
Ophening Ceremony :
Prosesi jemput tamu ( Tari ) – Musik Calong
Ayat Suci Alqur’an/Do’a
Orasi Keseimbangan (ketua panitia wil. Palece)
Samb. Tokoh Masyarakat – Samb/Pembukaan
(Bupati Polewali Mandar)
Pertunjukan Pakkottau

19.30 – 23.00 : PERTUNJUKAN SENI

JUM’AT, 24 Maret 2017

05.0 – 06.00 : TAUSIYAH SUNGAI

06.00 – 06.30 : OLAH GERAK

08.00 – 09.00 : BAKSOS & REBOISASI

09.00 -- 11.00 : SEKOLAH SUNGAI
“ Pengembangan kualitas air sungai Mandar ”
Pembicara : Hikmah, ST, M. Si

“Sungai Sebagai Pilar Penunjang Poros Maritim”
Pembicara : Ahmad Yusran (Makassar)
Dewan Presidium Kongres Sungai Indonesia
Moderator : Munir Rumpita

13.15 – 15.00 : WISATA DESA MURBEI (Renggeang)

19.30 – 23.00 : PERTUNJUKAN SENI & PENUTUPAN

23.00 – 00.00 : API UNGGUN KESEIMBANGAN

LEKOPA’DIS
26 – 28 Maret 2017
Pinggir Sungai Mandar, Desa Lekopa’dis, Kec. Tinambung

PEMBUKAAN ATANDANGANG
MINGGU, 26 maret 2017, 14.30 – 17.30
Ophening Ceremony :
Prosesi jemput tamu
(parade bendi dan performannce musik rebana)
Ayat Suci Alqur’an/Do’a
Orasi Keseimbangan (ketua panitia wil. Lekopa’dis),
Samb. Tokoh Masyarakat, Samb/Pembukaan Atandangang (Bupati Polewali Mandar)
Pengukuhan Forum Sungai Mandar
Musik & Performance Art Mamunde/mappatarai bau

19.30 – 11.00 : PERTUNJUKAN SENI

SENIN, 27
Maret 2017
05.00 – 06.00 : TAUSIYAH SUNGAI
06.00 – 06.30 : OLAH GERAK
09.00 – 11.00 : BAKSOS & REBOISASI

15.30 – 16.30 : SEKOLAH SUNGAI
“ Pemanfaatan Sempadan Sungai Mandar sebagai Area Perkebunan alternative “
Pembicara : Dinas Pertanian & Peternakan Polewali Mandar
Moderator : Rifai Husdar

19.30 – 23.00 : PERTUNJUKAN SENI
(Lomba Tari & Musik Akustik)

SELASA, 28
Maret 2017
05.00 – 06.00 : TAUSIYAH SUNGAI
06.00 – 06.30 : OLAH GERAK
09.00 – 11.00 : BAKSOS & REBOISASI

15.30 – 17.00 : SEKOLAH SUNGAI
“ Tata kelola sungai & DAS untuk keseimbangan alam bagi kehidupan ”
Pembicara : Ahmad Yusran (Makassar)
Dewan Presidium Kongres Sungai Indonesia
Moderator : Dalip Palipoi

19.30 – 23.00 : PERTUNJUKAN SENI
(Lomba Tari & Musik Akustik) & PENUTUPAN

23.00 – 00.00 : API UNGGUN KESEIMBANGAN

Selasa, 14 Maret 2017

FESTIVAL MALAUYUNG 2017 (Pesta Nelayan Polewali Mandar)




FESTIVAL MALAUYUNG 2017
(Pesta Nelayan Polewali Mandar)
 
Tangnga-Tangnga, 16-19 Maret 2017
Pra Kegiatan:
10-14 Maret 2017(VOLLY PANTAI)
Rabu 15 Maret 2017 jam 06.30 Wita
ATRAKSI PALLAYUR
(Mancing Ikan Layur)

HARI KE-1 :
Kamis 16 Maret 2017 jam 09.00 Wita
(PEMBUKAAN festival MALAUYUNG)
RITUAL MAPPANDE SASI'
KULINER TRADISIONAL "Laut"
PERTUNJUKAN MUSIK/TARI
PENCAK SILAT TRADISI
PARADE/LOMBA SANDEQ KECCUQ
20.00 Wita :
BACA PUISI Tk. SMP/Sederajat
puisi wajib "AKULAH LAUT"
Karya Alm. Husni Djamaluddin

Hari Ke-2 :
Jumat, 17 Maret 2017
Lomba Mewarnai dan Nyanyi Anak (PAUD/TK)
Lomba Tarik Tambang dan Mancing Tradisional (SD/Sederajat)
Lomba Sandeq Keccuq (lanjutan Hari 1)
Pertunjukan Seni dan Lomba Pakkacaping (SMA/Sederajat)

Hari Ke-3 :
Sabtu, 18 Maret 2017
Senam Sehat dan Bugar Bersama AIM AEROBIC
Lomba Selam logo
Lomba Lepa-lepa
Lomba Mamba'jil
Final Lomba Sandeq Keccuq
WorkshopMalam Penghargaan MALAUYUNG  2017
Pengumuman Lomba dan Penyerahan Piala Pemenang Lomba
Apresiasi dan Pertunjukan Seni Tradisi

Hari Ke-4
Mingu, 19 Maret 2017
Napak Tilas dan Budaya
Tudang Sipulu
Atraksi Budaya Sayyang Pattu'duq
PENUTUPAN