Sabtu, 31 Desember 2016

Diskusi Budaya Ala Budayawan Tinambung (Teori melanggengkan Kebudayaan)


Oleh: Muhammad Munir

Uwake Cultur Fondation. Demikian Muhammad Rahmat Muchtar menata diri dan membuka ruang bagi aktifis, budayawan, seniman dan sejarawan untuk berkumpul mengumpul kata banyolan. Ia tak ubahnya seperti sejarah yang selalu siap mencatat kebudayaan yang lahir sebagai peradaban. Saya sendiri tidak mengetahui asbab dari sebuah sebab yang membuat mereka berkumpul pada jam yang tak mau dicheklist dalam rangkaian agenda. Berkumpulnya tak kenal waktu, pagi bisa, siang boleh, sore juga ok.Apalagi jika malam hari, sampai larut malam bahkan shubuhpun sudah biasa suntuk tak terasa kantuk.

Bukan hanya Tammalele yang kerap datang menyentil lalu hilang, bukan hanya Adil Tambono yang kadang memekik tawanya ketika sampai pada titik klimaks diskusi, bukan juga hanya Muhammad Ishaq, Sahabuddin Mahaganna, Ahmad Asdy, Bakri Latief, Hardi Jamal, Abdul Rahman Epo, Abdul Rahman Baas, Dalif, yang dengan berbagai model teori dan materi terkupas terbelah liar. Bahkan Darmansyah, Syamsul Samad, Ajbar Abd. Kadir, Nurdin Hamma, Suradi Yasil,Hamzah Ismail, M. Asri Abdullah, Saharuddin Madju, Ramli Rusli dan Muhammad Ridwan Alimuddin-pun bukan orang asing dalam sebuah acara bertopik Cakrawala Budaya, Mimbar Puisi dan diskusi buku.

Kebiasaan yang mungkin biasa dan terbiasa saya ikuti itu ternyata bukan persoalan biasa. Persoalan yang dimunculkan juga bukan topik yang biasa-biasa saja. Ada hal yang begitu luar biasa ketika banyolan-banyolan itu sampai pada sebuah persoalan yang mesti diseriusi. Berkaca pada gerakan tambang sungai Mandar, membaca fenomena alam yang menggurita pada eksistensi lembaga yang bernama Flamboyant Mandar, Taman Budaya, Literasi, Festival Sungai Mandar, Perpustakaan Rakyat Sepekan sampai pada persoalan poltik dan suksesi 2017 pun diurai dengan sangat luar biasa.

Katakanlah Tammalele yang dengan santainya mengatakan “Budayawan bukanlah satu-satunya orang yang berbudaya”. Ini tentu menjadi sebuah renungan yang tak biasa. Sebab hari ini, pembacaan pada persoalan kebudayaan, terutama pemerintah kadang jauh panggang dari api. Lihatlah ketika pemerintah membincang kebudayaan, bukankah kita hanya menemukan mereka terpenjara sebatas mengapresiasi budayawan dan seniman. Tidakkah Sandeq, Pakkacaping, Passayang-sayang, dan kesenian tradisional menjadi arti dan pemaknaan pada kebudayaan diantara mereka?. Inilah yang mesti kita refly dan sasar untuk menjadi bagian dalam menentukan kajian dan pembacaan kita pada Sulbar secara makro.

Tentu tak elegan lagi membincang Sulbar secara mikro, sebab bagaimanapun, Sulbar adalah ruang dialektika yang tentu menuntut siapapun untuk menjadikannya malaqbiq tidak sebatas jargon. Agama Islam adalah agama yang tidak hanya mengatur hubungan antar manusia dengan Tuhan, akan tetapi juga mengatur hubungan antara manusia dengan manusia lainnya, antara masyarakat dengan masyarakat lainnya, dari yang paling kecil sampai kepada yang lebih besar. Islam juga berisi peraturan-peraturan dan tuntunan-tuntunan untuk segala siklus kehidupan. Dengan keberadaannya seperti itu, Islam bisa dikatakan selain sebagai agama juga bisa disebut satu kebudayaan yang sempurna yang tidak timbul dari hasil pergaulan masyarakat, bukan hasil ciptaan masyarakat, tapi merupakan kebudayaan yang diturunkan Tuhan, langsung kepada masyarakat Arab dan juga berlaku untuk seluruh dunia.

Adanya bermacam-macam bangsa yang berbeda-beda masyarakatnya, yang tergantung pada faktor-faktor alam, kebiasaan dan lain-lain, maka kebudayaan Islam hendaknya menjadi dapat diselaraskan dengan masing-masing masyarakat itu. Dalam masyarakat, segala sesuatu saling mempengaruhi, manusia mempengaruhi manusia lain, masyarakat dipengaruhi oleh manusia dan sebaliknya. Begitu pula hasil kebudayaan (cultur product), yang satu mempengaruhi yang lain selanjutnya mempengaruhi masyarakat yang lain. Dari sinilah kita mengenal Peradaban Masyarakat (Lafran Pane).

Menarik dan sungguh sebuah keberuntungan bisa mengenal teman-teman diskusi yang dengan apa adanya menyuguhkan berbagai pengalaman untuk pengembangan cakrawala berfikir. Menyuguhkan sederet pengetahuan umum, pengetahuan agama yang kuselami menjadi ilmu serta membedah persoalan dengan cara kiri dan cara kanan. Ternyata saya baru sadar bahwa situasi ini adalah sebuah bentuk membangun peradaban secara alami. Untuk menguatkan pernyataan tersebut, mari kita telisik dengan menggunakan teori Ibnu Khaldun. Beliau menjelaskan, tanda wujudnya peradaban adalah berkembangnya ilmu pengetahuan seperti fisika, kimia, geometri, aritmetik, astronomi, optik, kedokteran, dan lain sebagainya. Dalam teori Ibnu Khaldun ini, substansi dari sebuah kemajuan-kemunduran suatu peradaban kuncinya di ilmu pengetahuan. Namun ilmu pengetahuan tentu tidak akan bisa berkembang tanpa adanya komunitas yang aktif mengembangkannya.

Saya sangat yakin, bahwa komunitas dan diskusi-diskusi inilah yang membuat Alisyahbana dan Flamboyant begitu mengakar dan fenomenal. Dalam sejarah peradaban dunia, kita mengetahui sebuah peradaban besar ternyata dimulai dari komunitas kecil, yang kemudian berkembang menjadi sebuah peradaban besar. Dalam perjalanan sejarah, komunitas itu umumnya lahir di perkotaan dan bahkan membentuk suatu kota. Dari kota itulah, terbentuk masyarakat yang memiliki berrbagai kegiatan kehidupan yang darinya timbul suatu sistem kemasyarakatan dan akhirnya lahirlah suatu negara. Kota Madinah, Kordova, Baghdad, Samara, Kairo dan lain-lain adalah sedikit contoh dari kota yang berasal dari komunitas yang kemudian melahirkan negara.

Ibnu Khaldun bahkan memberikan gambaran lebih spesifik dengan tanda-tanda hidupnya sebuah peradaban yaitu dengan berkembangnya teknologi (tekstil, pangan, dan papan/arsitektur), kegiatan ekonomi, tumbuhnya praktik kedokteran, kesenian (kaligrafi, musik, sastra, seni rupa, dll.). Dan dari balik tanda-tanda lahirnya sebuah peradaban itu terdapat komunitas yang aktif dan kreatif menghasilkan ilmu pengetahuan (Hariqo Wibawa Satri).

Selain Ibnu Khaldun dengan teori dan tanda-tanda peradaban, sayyid Qutub beserta para sarjana Muslim kontemporer memasukkan agama, spiritual atau kepercayaan sebagai sumber peradaban. Beliau menyatakan bahwa, keimanan adalah sumber peradaban. Peradaban Islam misalnya, meski struktur organisasi dan bentuknya secara material berbeda-beda, namun prinsip-prinsip dan nilai-nilai asasinya adalah satu dan permanen. Prinsip itu adalah keyakinan dan ketakwaan kepada Tuhan, supremasi kemanusiaan diatas segala yang bersifat material, pengembangan nilai-nilai kemanusiaan dan penjagaan dari keinginan hewani, penghormatan terhadap keluarga, kesemuanya akan menyadarkan kita pada fungsi sebagai khalifatan fil ardh.

Dari dua konsep tersebut muncul sebuah korelasi bahwa agama-agama samawi, Tuhan disimbolkan sebagai cahaya oleh para rasul melalui ajaran kitabnya. Dan tentu kita tahu teori gerak benda dengan kecepatan tertentu akan menghasilkan energi, energi dengan kecepatan tertentu akan menhgasilkan cahaya. Ini rumus pengetahuan dan tentu saja ilmu harus kita sepakati sebagai Cahaya, Nur. Dari kesepakatan itulah kita sejatinya menjadikan ilmu pengetahuan sebahai sebuah proses untuk mensifati sifat Tuhan. Dari sini kemudian menjadi menarik untuk kita simak pengakuan, Arnold Toynbee bahwa kekuatan spiritual (bathiniyah) adalah kekuatan yang memungkinkan seseorang melahirkan manifestasi lahiriyah yang kemudian disebut peradaban. Bahkan Syaih Muhammad Abduh menekankan sebuah penegasan bahwa agama atau keyakinamn adalah asas segala peradaban, entah itu peradaban purba seperti Yunani, Mesir, India maupun peradaban moderen, agama, keyakinan atau kepercayaan mutlak harus dilibatkan dalam membangun sebuah peradaban. Sampai disini, terdapat 3 point penting yang menopang sebuah peradaban, yakni ilmu pengetahuan, komunitas yang mengembangkannya serta keyakinan atau agama sebagai asas peradaban.

Dalam konteks ber-Indonesia, hal ini sdah berjalan ratusan tahun silam. Sebut saja zaman Syailendra, Sriwijaya, Majapahit, termasuk Sulawesi dan tentu saja didalamnya ada Mandar, selain Bugis, Makassar, Luwu, Bone, Tator. Tapi kita tak akan masuk dalam membincang persoalan ratusan tahun lalu itu. Cukup hari ini kita menyadari, betapa pertukaran energi dari sebuah diskusi adalah hal yang paling urgen dan terbukti menjaga kesehatan dan memanjangkan umur. Demikian Pak Nurdin Hamma memberikan spirit untuk tetap membangun budaya diskusi yang tidak saja menjadi esensi bagi terbangunnya peradaban, sekaligus sebagai bentuk pertukaran energi untuk memanjangkan umur secara fisik dan memanjangkan umur sebagai manusia yang menyejarah dan namanya kerap dilisankan meski ketiadaan melingkupi usia kemanusiaan kita.


Tinambung, 19 Februari 2016



Annangguru dalam Imperium Sejarah dan Spektrum Politik Praktis


Oleh: Muhammad Munir
(Pengurus Masyarakat Sejarawan Indonesia Cabang Sulbar dan Pimpinan Rumpita-Tinambung) 

Tanggal 25 Januari 2016 lalu, saya di undang pada acara Maulid Nabi Muhammad SAW oleh Jamaah Pengajian Tarekat Qadariyah Sulbar di Limboro Kec. Limboro. Acara yang berlangsung di Lapangan Limboro tersebut dihadiri langsung oleh Gubernur Sulbar (Anwar Adnan Saleh), Bupati Polewali Mandar (Andi Ibrahim Masdar) serta Andi Ali Baal Masdar dengan KH. Ilham Saleh sebagai pembawa hikmah. Tulisan ini tidak bermaksud mengkampanyekan keberadaan ketiganya tentang suksesi 2017 yang saat ini lagi trend. Terlebih tak ingin membahas tentang KH. Ilham Saleh yang mengajak jamaahnya bermaulid bersama tiga politisi AAS, ABM dan AIM sebagaimana KH. Sybli Sahabuddin, SDK dan Aladin S. Mengga di acara Pengukuhan Pengurus Teater Flamboyant Mandar di Gedung Mita Tinambung (06 Januari 2016). 

Saya hanya ingin sedikit mnyampaikan sanggahan kepada MC (Master Of Ceremony) yang mempersilahkan KH. Ilham Saleh naik ke panggung dengan sebutan Innongguru. Hal ini penting, sebab persoalan penyebutan gelar di Mandar adalah persoalan prinsip dan sakral. Seperti halnya Tosalamaq, Tomakakaq dan Tomanurung. Bagaimanapun juga, Annangguru adalah sematan yang tak harus diplesetkan lagi dengan sebutan Innongguru, Andongguru, Anreguru karna Annagguru adalah sebutan yang sudah baku di Mandar. Annangguru selain sebagai sebuah gelaran di Mandar, juga sekaligus menjadi status sosial di masyarakat. Posisi Annangguru bisa dipadankan dengan ulama yang dalam konteks lokal disebut Kiyai (Jawa), Ajengan (Jawa Barat), Teungku (Aceh), Buya (Sumatera Barat), Tuan Guru (Lombok) dan Gurutta (Sulsel). 

Meski sebenarnya peran antara Annangguru dengan Ajengan atau seorang Buya dapat saja berbeda, terutama dari segi peran, porsi dan posisi di masyarakat. Dalam kehidupan masyarakat Mandar, Annagguru mempunyai dua peran sekaligus menjadi status yang dilikatkan padanya, yaitu sebagai elit sosial yang dijadikan sumber rujukan dan sebagai panutan yang sekaligus jadi pengayom masyarakat. Kedua peran itulah yang sukses dijalankan oleh Annangguru-Annangguru yang ada di Mandar, seperti Annangguru Ga'de, Annangguru Saleh, Annangguru Muhammad Tahir Imam Lapeo, Annangguru Sahabuddin dll. Peran dan status Annangguru sebagai elit sosial dan sumber rujukan itu bisa dilihat dari keseharian Annangguru seperti Imam Lapeo. 

Masyarakat sekitar menempatkannya sebagai sosok yang "diasiriq diarakke" (disegani dan ditakuti) dan setiap ada masalah yang dihadapi oleh masyarakat kerap menjadi pilihan pertama untuk dimintai bantuan dalam mencari jalan keluar. Annangguru sebagai panutan itu disebabkan posisi annangguru dalam bertindak selalu "sippappas liq-a anna loa" (Sesuai kata dengan perbuatan). 

Annangguru juga lekat dengan nilai amalaqbiang di Mandar karena dianggap "Macoa kedzo, Macoa loa, Macoa gau". Hal itu menjadikan masyarakat selalu patuh terhadap informasi yang disampaikan oleh Annangguru. Annangguru Kuma (Salah satu anak Imam Lapeo) setiap saat memberikan informasi kepada masyarakat supaya "mattulaq bala" pada hari jumat jika dianggap alam lagi kurang bersahabat atau "makarraq nawang". Makarraq nawang itu misalnya akan ada ancaman banjir besar, angin puting beliung dll. Masyarakat dengan serta merta melakukan apa yang diperintahkan annangguru, sebab annangguru sebagai panutan dianggap sosok yang suci dan mampu melihat peristiwa yang akan terjadi. Ketika terjadi banjir besar pada tahun 1987 annangguru mennjadi pelarian untuk minta do'a, demikian juga saat angin kencang atau badai, annangguru juga menjadi harapan masyarakat untuk mengalihkan arah angin. 

Hal-hal seperti itulah yang menjadikan Annangguru sebagai panutan yang patut dipatuhi sekaligus sebagai pengayom yang diharapkan mampu melindunginya dari mara bahaya. Imam Lapeo seperti yang banyak diceritakan secara tutur dan turun temurun, pernah tiba-tiba menghentikan pengajian di rumahnya dan langsung ke teras sembari mengangkat tangannya tinggi-tinggi ke udara. Annangguru Tosalamaq Imam Lapeo menjawab ketika ditanya muridnya, bahwa apa yang barusan dilakukan adalah upaya untuk menyelamatkan sekelompok nelayan yang sedang diamuk badai dan nyaris menenggelamkan kapalnya. Dan benar saja, sebab beberapa hari kemudian sekelompok nelayan dari Bugis yang datang berziarah dan bercerita bahwa keselamatannya berkat dan atas pertolongan Imam Lapeo, yang tiba-tiba muncul dibagian kepala perahu dan badaipun berlalu. Pada saat Adam Air jatuh tahun 2007 lalu, salah seorang Annangguru sudah meramalkan bahwa akan ada peristiwa yang akan menngemparkan dunia. Dan ternyata benar, sebab Adam Air jatuh disekitaran teluk Mandar yang dalam pencarian kotak hitamnya melibatkan beberapa ahli dari Amerika. 

Demikian sosok Annangguru di Mandar. Bukan lagi sebuah dongeng sebab sejarah juga begitu gamblang menguraikan tentang keberadaan sosok annangguru-annangguru yang sempat lahir dan menyebarkan ajaran Islam, ajaran kebenaran. Bahkan salah satu yang memicu perkembangan agama Islam begitu pesat dan cepat diterima oleh masyarakat disebabkan oleh annangguru-annangguru yang menyampaikan dakwahnya. Termasuk dalam hal ini, wilayah DOB Balanipa yang saat ini diperjuangkan sebagai kabupaten adalah salah satu wilayah yang tak satupun tempat ibadah lainnya selain Masjid. Dari 7 Kecamatan yang ada, nyaris disetiap kampung ada masjid. Ini tentu disebabkan oleh kehadiran sosok Tosalama dan Annagguru-Annangguru yang ada dan tetap terlahirkan sampai saat ini. Akhirnya Catatan ini saya tutup dengan sebuah harapan, Jangan adalagi acara-acara resmi yang memanggil annangguru sebagai Innongguru. Dan mereka yang saat ini dianggap sebagai sosok annangguru di Mandar, semoga mampu menjaga nilai-nilai sakral dibalik gelaran dan sematan yang didasari kepercayaan penuh dari masyarakat. 

Jangan usik pendahulu kita dengan tampilan sebagai Jurkam, sebab siapa lagi yang akan menjadi trah Tosalamaq kita jika Annanngguru-Annagguru juga tergadai dalam pusaran demokrasi yang namanya politik. Semoga Annangguru kita hari ini bisa sedikit lebih cendekia, intelek dan mencoba merogoh kantong sejarah untuk mentadabburi kisah Abu Dzar Al Ghiffari yang dijamin Iman dan ketakwaannya oleh Rasulullah, tapi ketika meminta jabatan politik kepada Rasulullah, justru beliau disarankan oleh Rasulullah untuk tidak menjadi pejabat negara. Lalu apa yang ingin difaktualkan oleh Rasulullah atas kisah tersebut? Ternyata sangat sederhana, bahwa untuk membangun dan memperbaiki Negara dan keadaan di Mandar Sulawesi Barat, tanpa jadi gubernurpun bisa. Semoga tulisan ini bermanfaat dan menjadi renungan bersama. Wassalam bilma'af !
 


ANDI IBRAHIM MASDAR : Sosok Penerus Masdar di Mandar

Andi Ibrahim Masdar[1] merupakan putra kedua dari pasangan alm. HM. Masdar Pasmar dengan Andi Suryani Pasilong. Ayahnya adalah mantan Ketua DPRD Polewali Mandar yang dikenal lues dan sangat sosial. Banyak yang mengatakan bahwa karakter dan talenta yang dimiliki ayahnya itu menurun ke Andi Ibrahim. Andi Ibrahim juga dikenal sebagai seorang politisi yang murah senyum, familiar dan mempunyai pergaulan dengan siapa saja, mulai anak muda sampai ke orang dewasa.

            Sosok yang akrab disapa Bram ini lahir di Makassar pada 18 Maret 1963. Sejak muda, ia telah banyak berkecimpung dalam organisasi kepemudaan namun tak pernah menjadi Ketua KNPI sebab momen-momen yang didapatinya tak pernah memberinya peluang untuk menjadi Ketua KNPI. Atas dasar itulah ia mendirikan sebuah wadah yang diberi nama GEMPITA, sebuah gerakan pemuda lokal yang justru gaungnya lebih besar dari pada KNPI itu sendiri. Sebab setelah itu ia kemudian banyak terlibat dan menjadi ketua diberbagai organisasi, antara lain Kosgoro, AMPI, dll.

            Pengalaman berorganisasi yang dilaluinya justru memudahkannya untuk terjun dalam dunia politik. Pengalaman politik ia dapatkan dari Partai Golkar, sebab ayahnya adalah Ketua DPD II Golkar. Orgnisasi pemuda dan partai politik ternyata membuatnya dengan mudah melenggang menjadi Anggota DPRD Sulsel pada tahun 2004. Setelah Sulbar terbentuk, ia kemudian menjadi Anggota DPRD Sulbar dan dipercaya sebagai Ketua Fraksi Golkar periode 2005-2009.

            Selain sebagai Angoota DPRD Sulbar, ia kemudian dipercaya sebagai Ketua DPD II Golkar Polewali Mandar, Ketua Kwarda Pramuka Sulbar dan pada tahun 2008 ia menjadi sosok yang mengejutkan sebab maju sebagai Calon Bupati melawan kakaknya Andi Ali Baal Masdar. Meski Pilkada dimenangkan oleh Ali Baal tapi kemudian ia lebih tersohr dengan inisial AIM. Pada Pemilu 2009, AIM dengan mudah melenggang kembali ke DPRD Sulbar untuk periode 2009-2014.

            Belum selesai jabatannya di DPRD Sulbar, pada tahun 2013 periode Ali Baal Masdar (ABM) telah usai di Polman yang mengharuskannya mengambil peluang untuk menjadi Bupati Polewali Mandar. Dengan menggandeng HM. Natsir Rahmat, ia dengan mudah mengungguli rivalnya yang tujuh pasangan. Praktis AIM kemudian dilantik menjadi Bupati Polman untuk periode 2013-2018.

            Sebagai bupati, AIM memang memberikan sebuah perubahan mendasar dalam corak pembangunan serta managemen pemerintahan yang ia pimpin. Ia menjalankan roda kepemimpinannya dengan sangat enjoy. Kunjungan ke berbagai pelosok terpencil ia nikmati bersama dengan Komunitas Trail yang ia bentuk, maka jadilah ia sebagai sosok pemimpin yang dikenal dekat dengan rakyatnya.
           
Pada saat masuk tahun ketiga pemerintahanya, ia kembali membuat sebuah kejutan dengan mengundurkan diri sebagai kader dan Ketua DPD Golkar sebab lebih memilih mendukung kakaknya ABM-Enny ketimbang mendukung calon yang diusung oleh GOLKAR yaitu Salim-Hasan. Pengunduran dirinya sebagai kader Golkar ini rupanya menjadi berkah bagi Partai Nasdem Sulbar, sebab ia diberikan kepercayaan untuk menjadi Ketua DPW Nasdem Sulbar yang sebelumnya dijabat oleh Abdul Rahim (Abdul Rahim mundur dari Ketua Nasdem Sulbar dan memilih menjadi Sektretaris dari AIM).





[1] Bupati Polewali Mandar periode 2013-2018

ABM-ENNY MEMBANGUN SDM : INI KAJIAN ILMIAHNYA !


Ali Baal dalam kepemimpinannya sebagai Bupati Polman selama dua periode berhasil menggenjot PAD yang hanya 5 miliar menjadi 11 miliar saat memimpin ditahun pertama. Manajemen birokrasi ia benahi secara profesional. SDM dibangun dengan cara menyekolahkan pegawainya yang berprestasi demi menunjang tugas-tugasnya. Dari segi stereotip keunggulan daerah, Polman memiliki keunggulan dari segi potensi pertanian sehubungan SDM untuk mengelola potensi pertanian juga ia genjot habis-habisan.

Semua ia genjot hingga merubah tampilan Polman menjadi lebih baik dan membanggakan. Sektor ekonomi, SDM, SDA, agama, seni dan budaya tak ketinggalan ia sentuh dengan sangat profesional sehingga tak heran ketika periode kedua melalui pemilihan langsung pun ia tetap mampu menjadi pemenang ditengah gempuran lawan-lawan politiknya.

Yang menarik dari periode kepemimpinannya terletak ketika periode pertama masih Polewali Mamasa tapi periode keduanya telah berubah menjadi Polewali Mandar. Termasuk sistem pemilihan pada peride pertam ia dipilih oleh Anggota DPRD Polmas, tapi pada periode keduanya dipilih secara langsung oleh seluruh rakyat Polewali Mandar. Dan pada periode keduanya juga melekat sebuah inisial yang begitu populer yaitu ABM.

ABM yang pada Pilkada 2011 lalu memperoleh suara terbanyak kedua saat berkompetisi melawan Anwar Adna Saleh dan Salim Mengga. Capaian pada Pilkda 2011 itu menjadi peluang paling besar untuk menjadi pemenang sebab pada 2011 ia melawan kubu AAS tapi pada Pilkada 2017 ini dua kekuatan yang menjadi pemenang Pilkada 2011 ini menyatu.

Sampai saat ini, ketokohan ABM memang sangat popular di Sulawesi Barat ketimbang rivalnya SDK dan SALIM. Diantara ketiganya, ABM tetap menjadi tokoh sentral yang layak diperhitungkan untuk memimpin banua malaqbiq yang bernama  Sulawesi Barat ini. Alasan memilih ABM-ENNY sesungguhnya adalah pilihan yang tepat dalam rangka melanjutkan segala program AAS selama dua periode. AAS dalam pemerintahannya terkesan lebih focus ke infrastruktur namun ABM sebagai pelanjut yang menggadeng istri AAS ini akan lebih focus membangun kultur dan SDM. Mengapa SDM menjadi prioritas dalam misi ABM-ENNY ? Inilah alas an ilmiahnya.

Pertama, karena memang dari hasil uji data yg telah dilakukan melalui 6 tahap, SDM memang memiliki persentase tertinggi (urgency 32%) dari misi lain, dimana setiap misi di topang berbagai sasaran strategisnya masing-masing...(Bhagwat & Sharma, 2007; Kaplan & Norton, 1992, 1996) (Lawrie & Cobbold, 2004).

Kedua, karena memang seluruh konsep pembangunan di dunia ini, pembangunan SDM adalah hal utama dan pertama yang harus dibangun dahulu (Gerring, Thacker, & Alfaro, 2012; Ife, 2006)....Oleh karena manusia adalah modal sosial utama (human capital) (Burt, 2000; Claridge, 2004; Woolcock & Narayan, 2000) merupakan salah satu faktor penting dalam proses pertumbuhan ekonomi (teori Cobb-Douglas). Dalam teori Cobb-Douglas mengemukakan bahwa pencapaian pertumbuhan ekonomi tidak terlepas dari kualitas human capital-nya. Dengan modal manusia yang berkualitas kinerja ekonomi diyakini juga akan lebih baik. Kualitas modal manusia ini misalnya dilihat dari tingkat pendidikan, kesehatan, ataupun indikator-indikator lainnya. Oleh sebab itu, dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi perlu pula dilakukan pembangunan manusia, termasuk dalam konteks ekonomi daerah.

Kebijakan pembangunan yang tidak mendorong peningkatan kualitas manusia hanya akan membuat daerah yang bersangkutan tertinggal dari daerah yang lain, termasuk dalam hal kinerja ekonominya (Suyuti, 2015).