Pada tanggal 7-10 November 2016 lalu, penulis bersama
rombongan Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Cabang Sulawesi Barat yang
terdiri Darmansyah, Muhammad Aslam, Ilham Muin, Rahmatullah, Asmadi Mappawali,
Hikmawati, Syarifah Syakilah, Taslam dll, berkesempatan mengikuti acara
Konferensi Nasional Sejarah X dan Kongres Sejarah IX yang berlangsung di Hotel
Grand Sahid Jakarta Pusat. Konfernensi Nasional X ini mengusung tema “Budaya
Bahari dan Dinamika Kehidupan Bangsa dalam Perspektif Sejarah”. Acara dibuka
langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan,
Puan Maharani bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Efendy. Turut
hadir Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid, Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia,
Mukhlis PaEni, Sejarawan Taufik Abdullah, Perwakilan Philippines Historical
Association, Persatuan Sejarah Malaysia, peneliti dari Pusat Sejarah TNI dan
para sejarawan dari berbagai bidang lainnya termasuk pengurus MSI dari berbagai
penjuru tanah air.
Indonesia adalah Negara kepulauan dengan sejarah panjang
dibidang kemaritiman. Banyak kisah sukses Indonesia di bidang maritim yang
dapat menjadi semangat untuk membangun negara bahari yang kuat. Sejarah juga
mencatat bangsa Indonesia ialah bangsa yang memiliki potensi sumber daya laut
yang kaya dan budaya bahari yang unggul dimasa lalu, seperti Kerajaan Sriwijaya
dan Kerajaan Majapahit.
“Presiden Soekarno pada pembukaan Munas Maritim Pertama 1963
menyatakan kembalilah menjadi bangsa samudera ! Seruan tersebut penting untuk
dilaksanakan guna mewujudkan etos budaya maritim dalam mendukung program
pemerintah untuk membangun poros maritime dunia bagi kesejahteraan dan keunggulan
Indonesia sebagai bangsa bahari”. Demikian dipaparkan oleh Menteri Puan
Maharani saat membuka Konferensi Nasional Sjarah (KSN) X 2016.
Mendikbud Muhadjir mengatakan, KNS yang digelar lima tahun
sekali diikuti oleh dosen, guru dan komunitas sejarah dari berbagai kalangan
untuk mendekatkan sejarah kepada masyarakat, bukan sekedar ilmu, melainkan juga
untuk memperkuat titik tolak pembentukan karakter bangsa dimasa mendatang.
Demikian Menteri Muhadjir sebagaimana yang dirilis Harian Media Indonesia, 8
November 2016.
Kronologi Perjalanan
Konferensi Sejarah Nasional
Konferensi Nasional Sejarah kali
ini adalah yang ke-10 diselenggarakan sejak Seminar Sejarah Nasional Pertama
yang digelar dilaksanakan di Yogyakarta pada 14-18 Desember 1957. Musyawarah
Nasional Sejarah Pertama ini membicarakan Landasan Filsafat Sejarah Nasional,
Periode Sejarah dan Penulisan Buku Pelajaran Sejarah. Seminar juga berhasil
merumuskan visi Penulisan Sejarah Dari
Neerlando Sentris ke Indonesia Sentris.
Musyawarah Nasional Sejarah kedua mengalami kendala untuk
digelar setiap lima tahun. Ini mungkin dipengaruhi oleh kondisi bangsa saat itu
sehingga Musyawarah Nasional Sejarah ke-2 baru bisa dilaksanakan pada tahun
1970 di Yogyakarta yang menghasilkan dua keputusan, yaitu: Pertama, Membentuk
Tim Penulisan Sejarah Nasional Indonesia yang diusulkan kepada Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan (P dan K). Berdasarkan Surat Keputusan Menteri P dan
K No. 0173/1970 terbentuk panitia penyusun Buku Standard Sejarah Nasional
Indonesia yang menyusun buku “Sejarah Nasional Indonesia” (Terbit pada 1975
sebanyak 6 jilid). Kedua, Mendirikan Organisasi Prifesi Sejarawan di Indonesia
denagn nama Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) dengan Prof. Dr. Sartono
Kartodirdjo sebagai Ketua Umum Masyarakat Sejarawan Indonesi (MSI) yang
pertama.
Seminar
Sejarah Nasional III baru bisa digelar pada tahun 1981 di Jakarta, tahun 1985
di Jogyakarta, sealanjutnya tahun 1990 diselenggarakan di Semarang yang kembali
melahirkan dua poin rekomendasi yaitu: Pertama, Sejarawan meningkatkan
kemampuan ilmiah dengan melakukan banyak kajian dan penulisan. Kedua. Pengajar
meningkatkan kemampuan dan mengembangkan cara pengajaran yang tepat didalam
upaya penghayatan nilai-nilai sejarah. Seminar Sejarah Nasional di tahun 1990
ini menjadi yang terakhir sebab pada tahun 1996 bukan lagi bentuk seminar tapi
sudah diubah menjadi Konferensi Sejarah Nasional VI yang diselenggarakan di
Jakarta.
Konferensi
Nasional Searah (KNS) VI ini merekomendasikan Peningkatan perhatian dan
keterlibatan berbagai lembaga pemerintah dan swasta terhadap kegiatan
kesejarahan karena sejarah adalah cabang ilmu yang strategis untuk merumuskan
visi masa depan; Penyelenggaraan Konferensi Nasional Sejarah dapat dilaksanakan
secara teratur 5 tahun sekali. Sejarah terus berlangsung melintasi berbagai
proses panjang yang menjadi obyek ilmu sejarah. Tahun 2001 KNS VII dihelat
pertama kali di era reformasi. Penyelenggaraan KNS VII ini dilaksanakan di
Jakarta dengan melahirkan rekomendasi penulisan buku sejarah yang telah berkembang
dengan temuan-temuan, sumber-sumber dan teori baru yang kemudian menghasilkan 9
ilid buku yang diberi judul “ INDONESIA DALAM ARUS SEJARAH” (IDAS) yang mecakup
dari masa prasejarah hingga masa reformasi.
KNS
VIII kembali digelar tahun 2006 di Jakarta. Dari KNS ini lahir rekomendasi agar
sejarah menjadi pelajaran wajib dalam kurikulum jenjang pendidikan dasar dan
seluruh jurusan di tingkat pendidikan menengah. Demikian juga tahun 2011 KNS IX
kembali digelar di Jakarta dengan sebuah target: Dalam usaha memperkokoh
karakter bangsa, perlu; Pemahaman yang mendalam atas nilai-nilai kearifan dan
keadilan yang digali dari hasil rekonstruksi sejarah bangsa; Mendokumentasikan,
menafsirkan dan memvisualisasikan kearifan lokal (cerita rakyat, mitos, legenda,
pantun dan relief) melalui gerakan cinta sejarah yang meliputi kegiatan wisata
sejarah (lokal dan nasional) melalui karya-karya kreatif inspiratif.
Dalam
rangkaian penguatan dari KNS IX 2011
tersebut, maka pada tahun 2014 di Yogyakarta dilangsungkan sebuah agenda
Penandatanganan Dokumen Maklumat Hari Sejarah Oleh berbagai kalangan masyarakat
yang melibatkan asosiasi profesi, komunitas pecinta sejarah, guru-dosen, dan
mashasiswa yang mengusulkan tanggal 14 Desember sebagai hari sejarah dengan
pertimbangan tanggal tersebut adalah tanggal dimulainya seminar sejarah
nasional tahun 1957. Setahun kemudian, di Jakarta berlangsung sebuah acara
Peringatan Hari Sejarah, 14 Desember 2015.