Oleh: Muhammad
Munir
(Kader PAN sejak
2006-2016- Tnggal di Tinambung)
Sabtu, 14 Mei 2016, Hotel Ratih untuk kedua kalinya
menjadi penyaksi atas peristiwa bersejarah bagi DPD PAN Polman. Musda PAN ini
adalah kali ke-empat digelar. Musda PAN I berlangsung di Cadika Ammana
Pattolawali Manding, 2000. Musda PAN II di Rotan Polish Wonomulyo tahun 2006
dan Musda PAN III di Hotel Ratih tahun 2011. Musda PAN IV kali ini setidaknya
menjadi ruang konsolidasi bagi kader PAN di Polewali Mandar dimana pada periode
ini bukan saja carut marut tapi kepengrusannya tidak pernah dilantik.
Tulisan kali ini mencoba mengangkat sebuah refleksi
perjalanan Partai Amanat Nasional sejak Polewali Mamasa hingga sekarang menjadi
DPD PAN Polewali Mandar, terhitung sejak PAN dideklarasikan pada tanggal 23
Agustus 1998. Mengapa perjalanan panjang PAN ini perlu ditulis dan difahami
oleh segenap pembaca dan Masyarakat Sulbar pada umumnya, sebab dalam
perjalanannya, PAN Polewali Mandar mempunyai siklus dan dinamika politik yang
begitu menarik untuk ditelisik, setidaknya menjadi acuan banding bagi segenap
kader dan para pengurus partai lainnya. Tentu saja ini bukan dalam rangka
mengkampanyekan PAN terlebih lagi tendensi untuk menjelekkan, tapi sekedar
menarasikan sebuah proses dinamika berpartai yang mendinamisasi sikap dan karakter
pra politisi. Jika didalamnya ada sebuah kejadian yang menginsprasi, tak ada
salahnya jika kita belajar. Namun yang pasti jika hal yang tergambarkan adalah
sebuah fakta yang kurang berkenan, lagi-lagi penulis berharap cukup pembaca
melangitkan do’a agar kiranya terjauhkan dari karakter seperti itu. Penulis
mencoba menuliskan Hitam Putih DPD PAN Polman dari tahun ke tahun berdasarkan
cerita dan interview langsung dengan beberapa kader dan pengurus teras partai.
Sejak dideklarasikannya PAN ditingkat Nasional oleh
Muhammad Amin Rais 1998, PAN Polewali Mandar (dulu Polewali Mamasa) langsung
terlibat dalam pemilu 1999. PAN masuk dalam deretan 48 partai yang bertarung di
Pemilu perdana pasca tumbangnya Rezim Orde Baru. Hasil Pemilu tahun 1998, hanya
mampu meraup suara 1 kursi yang dinikmati oleh Syafiuddin dari Mambi-Mamasa.
Perolehan kursi tersebut membuat deklarator PAN Polewali Mandar, Kasim Pallao
dkk. semakin terlecut jiwanya untuk mengembangkan PAN bersama barisan Keluarga
Besar Muhammadiyah. Awalnya PAN masuk di Polewali Mandar melalui jaringan
Muhammadiyah, seba Amin Rais sendiri sebagai Ketua Umum PAN adalah salah satu
tokoh nasional yang pernah menjadi Ketua Umum Muhammadiyah. Kasim Pallao
mencoba memperbaiki struktur dan infrastruktur partai, termasuk
menyelenggarakan Musda PAN Pertama di Polewali Mandar yang diselenggarakan di
Gedung Pramuka atau Cadika Ammana Pattolawali.
Sekedar diketahui bahwa PAN Polewali Mandar sekaligus
juga menjadi embrio bagi lahirnya DPW PAN Sulbar ketika Provinsi Sulawesi Barat
lahir dan Muswil Pertama DPW PAN Sulbar juga lahir dari Cadika yang
mengamanahkan pertama kali ke Abdul Jawas Gani. Terkait Musda PAN I yang
dimotori oleh Kasim Pallao ini melahirkan sebuah kesepakatan, yaitu menunjuk
Mas’ud Djalil sebagai Ketua DPD PAN Polewali Mamasa saat itu. Hasil Musda I yang
berlangsung di Cadika ini sebenarnya deadlock, namun tahapan untuk melahirkan
pemimpin harus ada, sehingga keterpilihan untuk Mas’ud Djalil sudah tidak lahir
di Cadika melainkan lahir dalam keputusan rapat di Gedung Aisyiah dan Nike
Ardila Wonomulyo. Penyebab Musda Deadlock disebabkan oleh ulah Syafiuddin
(Anggota DPRD dari PAN) yang membawa peserta ke ajang Musda namun ditolak oleh
forum sebab yang bersangkutan bukanlah orang yang berasal dari daerah Mambi-Mamasa.
Musda di Cadika akhirnya tak melahirkan kesepakatan (deadlock). Hasil akhir
dari Musda I ini menjadi embrio perpecahan diinternal PAN diawal perjalanan.
Setidaknya informasi ini penulis dapatlkan dari penuturan
Jamar, JB yang diamini oleh rekan-rekanya baik di DPRD maupun di Internal
pengurus PAN. Jamar sendiri adalah salah satu deklarator yang sejak awal intens
membenahi partai bersama Kasim Pallao. Disamping keberadaan Nuyadin
Pawennari,Hasan Manja, Rahman Bande, Idris Mukaddas, Nahar Bakri, Sirajuddin,
H. Darwis, Muhammad Asikin dll. PAN saat itu memang menjadi sorotan utama pasca
Musda. Kejadian yang disebabkan oleh Syafiuddin tersebut mencederai semangat
persatuan dan kebersamaan. Terbentuknya Pengurus DPD PAN Polewali Mamasa saat
itu adalah sebuah sikap yang mesti ditempuh untuk menjadikan image PAN
dimasyarakat terlihat solid. Mas’ud Djalil menjadi Ketua dan Syafiuddin tetap
menjadi Angota DPRD Polewali Mamasa. Namun seiring waktu berjalan ada
upaya-upaya yang secara politis menghilangkan etika, namun demi sebuah
kepentingan atas nama PAN terus berjalan sehingga periode Mas’ud Djalil terusik
dengan digelarnya Musdalub di Rotan Polish Wonomulyo pada tahun 2002. Musdalub
menghasilkan keputusan Nuryadin Pawennari didaulat forum untuk menjadi Ketua
DPD PAN. Tak berhenti sampai disitu, Kursi empuk bagi Syafiuddin terasa panas
yang membuatnya tak dapat lagi menikmatinya dengan nyaman. Faktanya kemudian,
Syafiuddin harus tergusur dan di PAW sehingga kursi harus dinikmati oleh Rahman
Bande.
Musdalub dan PAW adalah bahasa halus dalam dunia partai
politik diera reformasi yang tak lain adalah sebuah proses pemecatan yang asbabnya
sangat mungkin sebabkan oleh dua hal, yaitu mosi tidak percaya atau emosi
kepentingan yang meluap. Pertanyaannya kemudian apakah Musdalub dan PAW adalah
solusi terbaik dari sebuah proses demokrasi politik. Jawabanya tentu memberi
ruang untuk berintepretasi secara berbeda. Dalam kondisi paling nyaman dan aman
seklipun tidaklah menjadikan fakta sejarah itu berakhir dari sebuah proses
perbedaan, sebab selain perbedaan pendapat yang mengbongsai nilai-nilai
persudaraan di PAN, juga soal perbedaan pendapatan tentu menjadi peluang untuk
bisa saling sikut menyikut. Perbedaan pendapat dan pendapatan inilah yang
kemudian abadi tidak saja diinternal PAN tapi terjadi disemua partai di
Indonesia. Kondisi itulah kemudian yang membuat para elit partai bersaing keras
untuk memperebutkan posisi dipartai. Inilah yang menarik dan membuat orang
tertarik di dunia politik, disamping regulasi yang lahir selanjutnya memberi
ruang untuk itu.
(Bersambung).