Jumat, 13 Mei 2016

MUSDA PAN IV: PERBEDAAN PENDAPAT ATAU PENDAPATAN BERBEDA ? (Bagian 1) “ Pemilu 1999 diantara Tragedi dan Komedi”



Oleh: Muhammad Munir
(Kader PAN sejak 2006-2016- Tnggal di Tinambung)

Sabtu, 14 Mei 2016, Hotel Ratih untuk kedua kalinya menjadi penyaksi atas peristiwa bersejarah bagi DPD PAN Polman. Musda PAN ini adalah kali ke-empat digelar. Musda PAN I berlangsung di Cadika Ammana Pattolawali Manding, 2000. Musda PAN II di Rotan Polish Wonomulyo tahun 2006 dan Musda PAN III di Hotel Ratih tahun 2011. Musda PAN IV kali ini setidaknya menjadi ruang konsolidasi bagi kader PAN di Polewali Mandar dimana pada periode ini bukan saja carut marut tapi kepengrusannya tidak pernah dilantik.

Tulisan kali ini mencoba mengangkat sebuah refleksi perjalanan Partai Amanat Nasional sejak Polewali Mamasa hingga sekarang menjadi DPD PAN Polewali Mandar, terhitung sejak PAN dideklarasikan pada tanggal 23 Agustus 1998. Mengapa perjalanan panjang PAN ini perlu ditulis dan difahami oleh segenap pembaca dan Masyarakat Sulbar pada umumnya, sebab dalam perjalanannya, PAN Polewali Mandar mempunyai siklus dan dinamika politik yang begitu menarik untuk ditelisik, setidaknya menjadi acuan banding bagi segenap kader dan para pengurus partai lainnya. Tentu saja ini bukan dalam rangka mengkampanyekan PAN terlebih lagi tendensi untuk menjelekkan, tapi sekedar menarasikan sebuah proses dinamika berpartai yang mendinamisasi sikap dan karakter pra politisi. Jika didalamnya ada sebuah kejadian yang menginsprasi, tak ada salahnya jika kita belajar. Namun yang pasti jika hal yang tergambarkan adalah sebuah fakta yang kurang berkenan, lagi-lagi penulis berharap cukup pembaca melangitkan do’a agar kiranya terjauhkan dari karakter seperti itu. Penulis mencoba menuliskan Hitam Putih DPD PAN Polman dari tahun ke tahun berdasarkan cerita dan interview langsung dengan beberapa kader dan pengurus teras partai.

Sejak dideklarasikannya PAN ditingkat Nasional oleh Muhammad Amin Rais 1998, PAN Polewali Mandar (dulu Polewali Mamasa) langsung terlibat dalam pemilu 1999. PAN masuk dalam deretan 48 partai yang bertarung di Pemilu perdana pasca tumbangnya Rezim Orde Baru. Hasil Pemilu tahun 1998, hanya mampu meraup suara 1 kursi yang dinikmati oleh Syafiuddin dari Mambi-Mamasa. Perolehan kursi tersebut membuat deklarator PAN Polewali Mandar, Kasim Pallao dkk. semakin terlecut jiwanya untuk mengembangkan PAN bersama barisan Keluarga Besar Muhammadiyah. Awalnya PAN masuk di Polewali Mandar melalui jaringan Muhammadiyah, seba Amin Rais sendiri sebagai Ketua Umum PAN adalah salah satu tokoh nasional yang pernah menjadi Ketua Umum Muhammadiyah. Kasim Pallao mencoba memperbaiki struktur dan infrastruktur partai, termasuk menyelenggarakan Musda PAN Pertama di Polewali Mandar yang diselenggarakan di Gedung Pramuka atau Cadika Ammana Pattolawali.

Sekedar diketahui bahwa PAN Polewali Mandar sekaligus juga menjadi embrio bagi lahirnya DPW PAN Sulbar ketika Provinsi Sulawesi Barat lahir dan Muswil Pertama DPW PAN Sulbar juga lahir dari Cadika yang mengamanahkan pertama kali ke Abdul Jawas Gani. Terkait Musda PAN I yang dimotori oleh Kasim Pallao ini melahirkan sebuah kesepakatan, yaitu menunjuk Mas’ud Djalil sebagai Ketua DPD PAN Polewali Mamasa saat itu. Hasil Musda I yang berlangsung di Cadika ini sebenarnya deadlock, namun tahapan untuk melahirkan pemimpin harus ada, sehingga keterpilihan untuk Mas’ud Djalil sudah tidak lahir di Cadika melainkan lahir dalam keputusan rapat di Gedung Aisyiah dan Nike Ardila Wonomulyo. Penyebab Musda Deadlock disebabkan oleh ulah Syafiuddin (Anggota DPRD dari PAN) yang membawa peserta ke ajang Musda namun ditolak oleh forum sebab yang bersangkutan bukanlah orang yang berasal dari daerah Mambi-Mamasa. Musda di Cadika akhirnya tak melahirkan kesepakatan (deadlock). Hasil akhir dari Musda I ini menjadi embrio perpecahan diinternal PAN diawal perjalanan.

Setidaknya informasi ini penulis dapatlkan dari penuturan Jamar, JB yang diamini oleh rekan-rekanya baik di DPRD maupun di Internal pengurus PAN. Jamar sendiri adalah salah satu deklarator yang sejak awal intens membenahi partai bersama Kasim Pallao. Disamping keberadaan Nuyadin Pawennari,Hasan Manja, Rahman Bande, Idris Mukaddas, Nahar Bakri, Sirajuddin, H. Darwis, Muhammad Asikin dll. PAN saat itu memang menjadi sorotan utama pasca Musda. Kejadian yang disebabkan oleh Syafiuddin tersebut mencederai semangat persatuan dan kebersamaan. Terbentuknya Pengurus DPD PAN Polewali Mamasa saat itu adalah sebuah sikap yang mesti ditempuh untuk menjadikan image PAN dimasyarakat terlihat solid. Mas’ud Djalil menjadi Ketua dan Syafiuddin tetap menjadi Angota DPRD Polewali Mamasa. Namun seiring waktu berjalan ada upaya-upaya yang secara politis menghilangkan etika, namun demi sebuah kepentingan atas nama PAN terus berjalan sehingga periode Mas’ud Djalil terusik dengan digelarnya Musdalub di Rotan Polish Wonomulyo pada tahun 2002. Musdalub menghasilkan keputusan Nuryadin Pawennari didaulat forum untuk menjadi Ketua DPD PAN. Tak berhenti sampai disitu, Kursi empuk bagi Syafiuddin terasa panas yang membuatnya tak dapat lagi menikmatinya dengan nyaman. Faktanya kemudian, Syafiuddin harus tergusur dan di PAW sehingga kursi harus dinikmati oleh Rahman Bande.
      
Musdalub dan PAW adalah bahasa halus dalam dunia partai politik diera reformasi yang tak lain adalah sebuah proses pemecatan yang asbabnya sangat mungkin sebabkan oleh dua hal, yaitu mosi tidak percaya atau emosi kepentingan yang meluap. Pertanyaannya kemudian apakah Musdalub dan PAW adalah solusi terbaik dari sebuah proses demokrasi politik. Jawabanya tentu memberi ruang untuk berintepretasi secara berbeda. Dalam kondisi paling nyaman dan aman seklipun tidaklah menjadikan fakta sejarah itu berakhir dari sebuah proses perbedaan, sebab selain perbedaan pendapat yang mengbongsai nilai-nilai persudaraan di PAN, juga soal perbedaan pendapatan tentu menjadi peluang untuk bisa saling sikut menyikut. Perbedaan pendapat dan pendapatan inilah yang kemudian abadi tidak saja diinternal PAN tapi terjadi disemua partai di Indonesia. Kondisi itulah kemudian yang membuat para elit partai bersaing keras untuk memperebutkan posisi dipartai. Inilah yang menarik dan membuat orang tertarik di dunia politik, disamping regulasi yang lahir selanjutnya memberi ruang untuk itu.

(Bersambung).