Andi Ali Baal Masdar
adalah putra HM. Masdar Pasmar, salah satu pejabat kepala badan pemerintahan
Provinsi Sulawesi Selatan yang tinggal di bilangan Jl. Cendrawasih, Makassar. HM.
Masdar kerap dipindah tugaskan ke Polmas untuk menjabat Camat Campalagian, Camat
Polewali. HM. Masdar tinggal di rumah dinas
pemda di kawasan kompleks Pekkabata.
Ketika Ali masih kecil, ia dimasukkan ke
Sekolah Dasar (SD) bertingkat dua di Pekkabata, tapi hanya sampai kelas
empat saja karena mulai kelas 5 sampai selesai ia tempuh di SD Lantora dekat rumah kediaman pribadi keluarga HM. Masdar Pasmar.
Jika dilihat dari tempat dimana ia tinggal,
mulai dari Pekkabata dan Lantora, ali
pasti adalah sosok yang hidup ekslusif tapi ternyata tidak. Ia bahkan bergaul
umum dengan anak kecil dilingkungannya. Ia ikut bermain kelereng, main bola.
Tak ada gambaran hidup mewah-mewahan apalagi membatasi diri dalam pergaulan.
Di sekolah ia diberi kepercayaan oleh guru
dan teman-temannya sebagai pemimpin. Setiap kali ada masalah yang menimpa
temannya, maka Ali lah yang menjadi pihak menengahi persoalan
tersebut.
Ali melanjutkan pendidikannya di SMP Negeri 1 Polewali. Meski termasuk siswa yang
rata-rata dalam hal pelajaran di sekolah, tapi dari segi olahraga ia termasuk
jago, terutama dibidang olahraga renang dan polo air. Khusus olahraga ini, ia
tak hanya jago kandang tapi ditingkat provinsi ia pernah mendapat penghargaan
pada tahun 1976 sebagai perenang dengan spesifikasi jarak jauh dalam pelbagai
gaya renang, mulai dari gaya bebas, gaya kupu-kupu sampai gaya punggung ia
kuasai. Selain olahraga, ia juga aktif di pramuka. Dari kegiatan pramukalah Ali ditempa mengenai kedisiplinan.
Pendidikan ditingkat atas ia tempuh di SMA Polewali. Dari segi pelajaran, yang menonjol
dari Ali adalah bidang ilmu biologi. Selain ilmu
ini, ia hanya bisa menyelesaikan sebatas pekerjaan rumah. Mungkin karena itulah
sehingga ia tidak lulus pada saat mendaftar di perguruan Negeri. Namun
demikian, ia bisa masuk di Fakultas Ekonomi UMI Makassar.
Suatu ketika, H. Baharuddin Lopa bertandan
kerumah ayahnya HM. Masdar Pasmar yang memang masih punya kekerabatan. Saat itu
Barlop menawarkan pada Ali untuk kuliah di Jakarta. Ia tak pikir panjang
langsung setuju dan berkemas untuk berangkat ke Jakarta. Tiba di Jakarta, ia
mencoba mendaftar di ITB dan UNPAD Bandung, namun lagi-lagi tidak lulus.
Kondisi
tersebut tak membuatnya putus asa, sebab di Jakarta banyak pilihan untuk bisa
kuliah terutama di perguruan tinggi swasta yang juga tak kalah favoritnya. Ali
memiilih masuk ke Universitas 17 Agustus Jakarta. Hanya tiga semester yang ia
ikuti sebab lebih tertarik mengambil mata kuliah jurusan ilmu politik di Universitas Nasional yang kampusnya di
bilangan pasar minggu Jakarta Selatan.
Hidup
dan kuliah di Jakarta ternyata membuatnya tidak betah. Kerinduan akan kampung
halaman kerap menghantuinya. Rasa rindu itu begitu kuat menderanya sehingga
pada tahun 1985 ia memutuskan untuk pulang kampung dan memilih masuk Pegawai
Negeri Sipil. Menjadi PNS bagi dia memang tak begitu sulit sebab ayahnya adalah
salah satu dari tokoh dan pejabat teras.
Pada
tahun 1989, Ali menikahi Andi Ruskati, seorang putri
bangsawan Majene. Setelah menikah itulah, Ali konsentrasi mengelola harta
kekayaan orang tuanya disamping sebagai PNS. Bersama istri tercinta, ia terjun
langsung ke tambaknya untuk mengisi waktu luang sepulang kantor. Dari mengelola
tambak itu, ia bisa mempekerjakan banyak orang, termasuk memotivasi
adik-adiknya untuk giat berusaha.
Setelah
dirasa cukup penghasilan dari PNS dan tambak, ia kemudian menyelesaikan studi.
Bukan hanya S1-nya yang ia selesaikan, tapi sekaligus menempuh S2-nya di UNHAS Makassar. Dua tahun ia di Makassar
menyelesaikan kuliahnya. Setelah itu ia kembali ke kampung dan langsung
bertugas di Tapango, kampung leluhur ayahnya. Di Tapango,
ia diberi amanah untuk menjadi Kepala Pemerintahan Persiapan
Kecamatan Tapango.
Ali
Baal termasuk sukses menjadi kepala pemerintahan di Tapango, sehingga pada dinaikkan menjadi
Sekretaris Bappedalda Kabupaten Polmas. Menjadi Sekretaris Bappedalda
memang tidak
lama sebab kemudian Ali Baal menuju tangga puncak yang mungkin tak pernah
dibayangkan akan semudah dan semuda itu menjadi bupati. Tahun 2003 melalui
pemilihan di DPRD Polmas, Ali Baal terpilih menjadi
bupati termuda di Polmas saat itu.
Cerita
tentang Ali Baal menuju kursi bupati berawal dari tawaran Fraksi PDI-P untuk menjadi bupati dengan
menawarkan kadernya sebagai wakil bupati, namun tak ada kespakatan yang
terbangun sebab fraksi Golkar juga mengusung ayahnya HM. Masdar yang menjabat sebagai Ketua DPD Partai Golkar. Hal yang tak
mungkin bisa dilakukan oleh Ali Baal, sebab akan bertarung dengan ayahnya
sendiri.
Kondisi
kesehatan ayahnya cenderung memburuk saat itu
membuat konstelasi politik diinternal Golkar mulai menggadang-gadang
untuk mengusung Ali Baal sebagai bupati dukungan fraksi Golkar. Setelah melalui
proses negisisasi akhirnya disepakati Ali Baal berpasangan dengan M. Yusuf Tuali. Pasangan ini resmi setelah syarat Ali
Baal diterima oleh Fraksi Golkar.
Persyaratan
yang diminta oleh Ali Baal adalah: pertama,
ia tak ingin diintervensi oleh partai yang mengusungnya, termasuk intervensi
dari pihak keluarga. Kedua, ia tak mau ada keluarga yang sombong lantaran ia
menjadi bupati. Dan yang ketiga ia tak ingin dijadikan mesin pencari uang oleh
partai yang mencalonkannya. Partai Golkar ternyata siap dan sepakat dengan
persyaratan dari Ali Baal.
Pada saat menjelang pemilihan, HM. Masdar dipanggil yang kuasa. Dalam
keadaan berduka yang dalam itu, proses pemilihan bupati membuatnya jadi
pemenang dan resmi menjadi Bupati Polmas periode 2003-2008.
Saat menjadi Bupati Polmas,
ia mengkampanyekan untuk menjalin kebersamaan. Tak hanya dikalangan birokrasi,
tapi juga dengan masyarakat. Dan itu dibuktikan diusia kepemimpinannya yang 6
bulan hampir seluruh wilayah kecamatannya ia sambangi. Kesempatan berkunjung ke
masyarakatnya itu menjadi wahana untuk menggali keinginan dan harapan-harapan
masyarakat pada pemimpinnya. Masyarakat memang bergairah dengan
kepemimpinannya.
Ali Baal dalam kepemimpinannya ia menggenjot PAD yang hanya 5 miliar menjadi 11 miliar saat
memimpin ditahun pertama. Manajemen birokrasi ia benahi. SDM dibangun dengan
cara menyekolahkan pegawainya yang berprestasi demi menunjang tugas-tugasnya.
Dari segi stereotip keunggulan
daerah, Polmas memiliki keunggulan dari segi potensi pertanian sehungan SDM untuk mengelola potensi pertanian juga ia genjot habis-habisan.
Semua ia genjot hingga merubah tampilan Polmas
menjadi lebih baik dan membanggakan. Sektor ekonomi, SDM, SDA, agama, seni dan
budaya tak ketinggalan ia sentuh dengan sangat profesional sehingga tak heran
ketika periode kedua melalui pemilihan langsung pun ia tetap mampu menjadi
pemenang ditengah gempuran lawan-lawan politiknya.
Yang menarik dari periode kepemimpinannya
terletak ketika periode pertama masih Polewali Mamasa tapi periode keduanya telah berubah
menjadi Polewali Mandar. Termasuk sistem pemilihan
pada peride pertam ia dipilih oleh Anggota DPRD Polmas, tapi pada periode keduanya dipilih
secara langsung oleh seluruh rakyat Polewali Mandar. Dan pada periode keduanya juga
melekat sebuah inisial yang begitu populer yaitu ABM.
ABM kian populer ketika tampil menjadi kandidat 01 di pilgub Sulbar 2011. Meski
kemudian pilgub dimenangi oleh AAS (Anwar Adnan Saleh) tapi ABM tetap menjadi
tokoh sentral yang layak diperhitungkan untuk memimpin banua malaqbiq yang bernama Sulawesi
Barat. (diramu dari
buku “Dalam Sejarah Akan Dikenang” Sarman Sahuding, 2006)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar